Anda di halaman 1dari 4

Jangan Paksa Aku untuk Memilih

Embun sudah mulai membasahi jendela di semua sudut rumahku. Pagi telah memancarkan
sinarnya, dan ketika sinar pagi serta embun menyatu, hawa sejuk telah dirasakan seluruh insan dibumi
tanpa terkecuali. Sedikit demi sedikit aku mulai membuka mataku, sayup-sayup aku mendengar burung-
burung bernyanyi. Aku bersyukur, aku masih bisa membuka mataku dan merasakan indahnya dunia.
Sebelum melakukan aktivitas, seperti biasa aku harus membersihkan kamarku lebih dulu. Itu sudah
harga mati yang tidak bisa ditawar lagi. Jika aku tidak melakukan itu, harus siap-siap dinasehati mama.
Mama selalu bilang, ini baru kamarnya Keisya Aldila Jelita, anak mama yang cantik, itu selalu
diucapkan mama ketika memeriksa kamarku. Tapi, suara mama bergemuruh ketika melihat kamarku
yang berantakan. Mama sering berkata, Keisya Aldila Jelita..ini kamar atau kapal pecah, bisa-bisa
kepalaku yang pecah mendengar suara mama.

Hari ini ayah pulang dari luar kota. Aku sangat senang, soalnya ayah janji, setelah pulang dari
luar kota, ayah akan mengajakku ke Bandung untuk liburan akhir semester.

assalamualaikum..

waalaikumsalam, akhirnya ayah pulang juga. Lihat tuh prinsesnya udah nunggu ayah dari tadi, kata
mama yang kebetulan ada di rumah sambil membawakan tas ayah.

oh ya..?,hallo prinses ayah yang cantik. Wah baru juga ayah tinggal 2 minggu, sekarang tambah
gemuk aja..hehe, kata ayah mengejekku.

ih....ayah selalu begitu, eh mana oleh-olehnya yah? Emmmm.....besok jadikan kita ke Bandung? Ayah
kan udah janji

udah-udah, ayahnya biar istirahat dulu dong sayang, kan ayah baru pulang.

ah... mama ini.

Aku tak sabar menunggu hari esok. Betapa senangnya aku bisa berkumpul dengan mama dan
ayah. Selama ini mereka sibuk dengan urusannya masing-masing, hingga mereka lupa kalau mereka
mempunyai aku. Ayah sibuk dengan touringnya di luarkota, sedangkan mama sibuk dengan bisnis
butiknya. Ketika mama ada dirumah, mama hanya memeriksa kerapian kamarku saja tidak ada yang lain.
Kini aku punya kesempatan berkumpul dengan mama dan ayah.

Brakkkkkk...... tiba-tiba aku mendengar seperti suara gelas yang pecah. Tak lama aku mendengar
suara gaduh orang bertengkar. Aku mencari dimana suara itu terjadi, ternyata mama dan ayah tengah
bertengkar. Tanpa aku sadari air mataku tiba-tiba menetes membasahi pipiku.

dasar.;.../,;;..,@#....................., ayah menghentikan pembicaraannya ketika melihat aku berdiri di


depan kamar mereka.

eh....prinses ada di sini. Sejak kapan sayang? Loh kamu kenapa kok nangis? Ayo cerita sama mama,
mama menghampirku.
iya....ini keisya kenapa? Kok nangis?.

ayah sama mama kenapa? Kalian berantem?, tanyaku pada mama dan ayah.

siapa yang berantem sayang, mama sama ayah nggak berantem kok. Iya kan ma?, jawab ayah
meyakinkan aku.

iya sayang, mama nggak berantem kok sama ayah.

mungkin saat ini mama dan ayah bisa membohongi aku, tapi mungkin juga aku belum bisa percaya.
Mama, ayah, kita ini keluarga tak perlu lagi ada yang dirahasiakan . Aku bukan keisya kecil lagi ayah.

eh udah malem nih...kita tidur yuk, besokkan kita ke Bandung, mama mencoba mengalihkan
pembicaraan.

selamat tidur sayang, mimpi indah ya..., ucap mama dan ayah sembari mengantarkan aku ke kamar.

Waktu sudah menunjukkan pukul 24.15, tapi aku masih saja sulit untuk memejamkan mataku.
Entah kenapa aku masih teringat dengan kejadian itu. Aku berusaha untuk memejamkan mataku dan
mencoba melupakan semua yang terjadi, dan tanpa aku sadari akupun tertidur.

Malam telah meninggalkan gelapnya. Pagi pun menampakkan sayup-sayup sinarnya disertai
rintikan embun yang menempel pada dedaunan di taman depan rumahku. Hari ini adalah hari yang aku
tunggu, dimana aku, ayah, dan mama berkumpul menjadi satu. Aku harap, hari ini tak ada yang
menghalangiku untuk bisa merkumpul dengan mereka. Mobil telah siap, aku meminta pak Iyon supirku
untuk memasukkan barang-barang yang diperlukan saat liburan nanti ke bagasi mobil. Ayah dan mama
sudah siap dan kini saatnya kita berangkat ke Bandung.

Belum sampai setengah jalan, telfon ayah berbunyi dan ia langsung menjawab telfon yang
masuk. Tiba-tiba mama juga mendapat telfon dari pegawainya di butik. Ya....seperti biasa, jika telfon
mereka sudah berbunyi aku harus siap-siap untuk ditinggal mereka. Itu sudah menjadi aktivitasku setiap
hari, di rumah sendiri dan hanya pak Iyon yang menemani aku. Harapanku tak sesuai apa yang aku
inginkan, dan benar saja hari ini kita tidak jadi ke Bandung. Ayah lebih memilih touringnya ke luar kota
dan mama lebih memilih pergi mengurus butiknya.

sayang maaf kan mama yakita tidak bisa pergi ke Bandung. Mama janji, kalau masalah di butik mama
sudah selesai, kita pasti berlibur bersama,mama menghampiri aku sembari berpamitan dengan aku.

ayah minta maaf juga ya sayang, ayah cuma pergi selama satu minggu saja kok, setelah ayah pulang,
kita pergi ke Bandung sama-sama, oke.

Aku tau mereka memang sibuk, tapi sesibuk apapun mereka bukankah mereka punya keluarga
yang harus mereka urus setiap hari. Bahkan ayah pergi selama satu minggu saja, ayah fikir itu hanya
sebentar, lalu bagaimana dengan aku yang hanya minta ditemani selama dua hari saja ke Bandung.
Sedangkan mama, lebih mementingkan menyelesaikan urusan butiknya dibandingkan dengan mengurus
aku. Terkadang aku berfikir, aku ini anak siapa?, aku merasa aku tidak punya ayah dan aku juga tidak
punya mama. Aku sersa hidup sendiri di dunia ini, ingin rasanya aku berontak tapi aku bisa apa. Saat ini
aku hanya bisa diam dan meneteskan air mata. Mama, ayah.andai aku boleh memilih, aku lebih
memilih tidak dilahirkan ke dunia. Kata itu yang selalu terlintas di benakku, tapi aku sadar kata itu salah
besar. Bagaimanapun mereka adalah orang tua ku dan mama adalah orang yang melahirkan aku.

Sejak pertengkaran malam itu terjadi, mama dan ayah sering bertengkar ketika mereka bertemu
di rumah. Entah masalah apa yang sedang mereka hadapi hingga kebersamaan mereka menjadi terkikis
dan bahkan hampir hilang. Aku tak peduli mereka sibuk dengan karir mereka masing-masing hingga
mereka sedikit melupakan aku, asalkan mereka tidak terus-terusan bertengkar. Aku lelah mendengar
pertengkaran mereka yang semakin menjadi-jadi. Saat ini hanya satu harapanku, aku tidak ingin mereka
berpisah.

Malam ini hujan sangat lebat, mama mengetuk pintu kamarku dengan isak tangis yang tidak
terbendung lagi.

sayang, maafkan mama.

ada apa mama? Mama kenapa menangis? Ada apa mama??

mama tak bisa lagi meneruskan ini..

maksut mama apa?, meneruskan apa ma?

Dengan terbata-bata mama menceritakan semua yang terjadi,

sayang, mama harus berpisah dengan ayah

Mendengar ucapan mama yang ingin mengakhiri rumah tangganya dengan ayah, hatiku hancur
dan air mataku tak henti-hentinya menetes. Begitu mudahnya mama dan ayah mengucapakan kata
berpisah. Lalu, mereka anggap apa aku ini?, begitu mudahkah cinta di antara mereka hilang?.

kenapa ma?, apa yang sebenarnya terjadi?

suatu saat kamu akan tau sayang, dan sekarang belum saatnya kamu tau dan kamu juga tidak akan
mengerti keisya

Aku berlari menghampiri ayah yang tengah berdiri di depan pintu kamarku, akupu bersimpuh
dihadapan ayah dengan cucuran air mata yang tidak dapat lagi aku bendung.

ayah kenapa kalian ingin berpisah?

maafkan ayah sayang, suatu saat kamu juga akan mengerti kenapa ayah dan mama harus mengakhiri
semuanya

Anda mungkin juga menyukai