Anda di halaman 1dari 4

Tak Perlu Sempurna

Namaku Cece usiaku 17 tahun, hari ini aku menemani mama ku yang terbaring sakit di rumah
sakit ditemani papa tiriku yang selalu sabar menjaga mama. Mama yang tertidur nyenyak
kupandangi wajah nya dan jiwa ku berwisata ke masa 12 tahun yang lalu dimana saat itu mama dan
papa ku masih bersama. Papaku pria yang tampan, pandai cari uang, baik, dan tak pernah aneh
aneh. Papaku selalu jadi kebanggaan nenek dan kakek. Nenek selalu bilang ke mama bahwa harus
bersyukur punya suami yang bertanggung jawab dan mampu mencukupi keluarga dan bisa hidup
mapan. Namun ada kebiasaan yang tidak baik dari papaku yaitu menaruh handuk seenaknya,
apapun itu papa tidak pernah mengembalikan ke tempat semula, putung rokok ada dimana mana
dan kalau dirumah hanya tidur saja. Hal ini dianggap semua orang biasa, kalau laki laki memang
gitu.
Sedangkan mama ku seorang yang kalem, selalu rapi dalam berpakaian walapun tidak suka
dandan, suka kebersihan, ada yang kurang rapi dikit atau kotor mama cepat cepat membersihkan.
Kata mama kalau semua rapi dan bersih, setidaknya lingkungan yang demikian bisa mengurangi
rasa emosi dan akan nyaman berada dirumah. Karena perbedaan prinsip inilah hampir setiap saat
dan tiap hari papa dan mama berdebat atau bertengkar. Papa yang merasa sudah bekerja seharian
merasa capek dan pulang ke rumah hanya ingin istirahat tanpa peduli apapun disekitarnya.
Sedangkan mama urusan rumah, dapur bahkan masalah sosial antar tetangga semua mama. Semua
orang beranggapan keluarga kami adalah sempurna. Namun setelah aku berusia 12 tahun, mama
sering menangis sendiri di dapur setelah bersih bersih, aku berpikir mungkin habis bertengkar
sama papa dan ku anggap itu biasa. Namun lama lama ku lihat mama berubah sering melamun
diam dan menangis sendiri.
"Mama kenapa, apakah papa nyakiti mama?" Tanya Dina.
“Tidak Dina. Mama tidak apa apa, mungkin capek saja, Dina jangan khawatir kamu fokus sekolah
mu ya nak…” Jawab mama sambil tersenyum.
(Dikamar aku scroll tiktok tak sengaja aku lihat status seorang istri mengisahkan batinnya yang
posisi nya hampir seperti mama.)

Esok harinya, setelah aku selesai membantu mama masak, aku coba ingin bicara santai sama
mama.
Aku tanya "Ma, apakah mama bahagia sama papa?” (Mama sempat kaget oleh pertanyaanku, mama
hela nafas.)
"Entahlah Din," Ucap mama.
Kamu sudah mulai besar mungkin mama cerita ke kamu saja karena mama tidak ada teman ngobrol
lagi. (Din memeluknya).
“Cerita saja ma! aku mungkin tidak paham tapi aku akan jadi pendengar yang baik.” (Mama
melihatku sambil mengusap kepalaku.)
"Mama mencintai papa mu Din. Namun mengapa mama hidup terasa hampa, kesepian, dan sangat
lelah. Apakah mama ini bahagia atau tidak, mama sendiri tidak tahu Din." Jawab mama.
"Dina memang belum paham betul apa yang dirasakan mama, namun apapun yang akan mama
lakukan asal mama bahagia dina mendukung mama apapun itu ma!" Jawab Dina (dengan
meyakinkan mama nya.)
Sejak itu, mama rajin sholat malam dan lebih banyak diam, tidak lagi berdebat dengan papa tak
ada lagi pertengkaran. Enam bulan kemudian, suatu hari mama menghampiri kamarku katanya ada
yang mau dibicarakan. (Aku pun duduk dengan tenang,)
"Dina, mama ingin pisah dengan papa. Menurut mu bagaimana? Apakah itu tidak mengganggumu?"
(Dina yang mendengarkan sedikit kaget)
"Semua terserah mama” Ucap Dina, dengan pasrah.
"Sekarang Dina boleh tinggal dengan papa atau sama mama" Tanya mama.
"Dina ikut mama ya ma, memang mama sudah ada rencana apa?” Jawab Dina.
“Apakah Dina mau tinggal sama nenek? Itu nanti disana Dina sambil jalan jalan. Saat ini mama cuma
minta persetujuan Dina, kalau Dina sudah membolehkan, mama tinggal bilang ke papa." (Mama
masih bertanya Tanya kepada Dina).

Mama akhirnya menyampaikan ke papa. Mereka berbicara sampai pagi, karena papa mencintai
mama papa menyetujui permintaan mama, dan papa memberikan rumah nya diberikan untuk
mama dan aku. Papa juga berjanji akan menyampaikan semua pada nenek dan kakek, mereka
berpisah dengan baik dan damai. Papa dan mama saling meminta maaf dan mereka tetap menjaga
silatuhrami demi aku. Untuk melangsungkan hidup mama dan aku berjualan berbagai tanaman
bunga di depan rumah. Aku melihat mama menikmati hidupnya dan bahagia dengan caranya.
Waktu pun berlalu papa menikah lagi dan bahagia bersama keluarga barunya sedangkan mama
menikah dengan pria yang lebih mudah darinya seorang pemilik agen tanaman bunga. Meskipun
papa tiriku lebih mudah dari mama namun sifat dan sikapnya lebih dewasa dari mama. Mama ku
diperlakukan seperti ratu dan aku sangat disayangi dan dimanja olehnya. Mama tinggal bersama
papa tiriku dan rumah kami aku tempati bersama beberapa karyawan karena tanaman bunga kami
berkembang pesat.

Saat di rumah, setelah aku cium mama aku bilang ke papa tiriku, terima kasih telah membuat
mama ku bahagia, papa tiriku tersenyum dan menjawab sama sama sayang, papa juga sangat
bahagia terima kasih kamu sudah mmenerima semua ini.

Anda mungkin juga menyukai