Anda di halaman 1dari 7

Puzzle Kehidupan

Oleh : Tiara Ardina Putri

Namaku Diandra Angelica Putri Atmaja,biasa dipanggil


Diandra. Sesuai namaku, aku merupakan putri satu-satunya dari
keluarga Atmaja,keluarga terkaya seantero Jakarta. Saat ini aku
sedang menempuh pendidikan di SMA Angkasa milik keluarga
Atmaja. Disana aku memiliki seorang sahabat bernama Reyna
Wulandari. Reyna merupakan putri dari keluarga petani sederhana
di sebuah desa yang ada di Jakarta. Reyna masuk ke SMA Angkasa
menggunakan jalur beasiswa.

Terkadang aku justru merasa iri dengan Reyna. Bagaimana


tidak? ... Walaupun hidup sederhana orang tua Reyna selalu
menyempatkan diri untuk Reyna walaupun hanya sekedar
mendengar cerita Reyna. Berbeda denganku, aku memang hidup
bergelimang harta tetapi orang tuaku tak pernah peduli denganku
mereka selalu sibuk dengan urusan masing-masing sampai jarang
pulang kerumah. Saat kutanya kapan mereka pulang mereka pasti
menjawab, “ Sabarlah Nak, kami ini sedang mencari uang untukmu.
Dirumahkan juga ada bibi, Diandra sama bibi dulu ya. Mama dan
papa janji bakal pulang secepatnya.” Selalu saja hanya janji janji dan
janji yang mereka berikan padaku. Jika boleh meminta, aku lebih
memilih hidup sederhana seperti Reyna daripada bergelimang harta
namun tak mendapat kehangatan keluarga.

Malam itu aku menangis sejadi-jadinnya, aku mengurung


diriku dikamar. Pagi harinya aku terbangun dengan kepala yang
amat berat,pening sekali rasanya bahkan untuk berdiri saja aku
tidak mampu. Kuraih ponselku di nakas samping tempat tidur untuk
meminta bibi datang kekamarku membawa kunci cadangan
sekaligus untuk mengabari Reyna tentang aku yang tidak bisa
masuk sekolah. Aku takut Reyna cemas jika aku tidak memberinnya
kabar. Benar saja, setelah pulang sekolah Reyna langsung
menjengukku.

“ Kamu nggak kenapa-kenapa kan, Di?”tanya Reyna


khawatir.
“ Aku nggak apa-apa Reyn kamu nggak usah khawatir. Aku
cuma pusing biasa nanti juga sembuh kok,” kataku sambil
menahan pening yang bergejolak.
“ Beneran? Kamu nggak bohong kan? Terus itu kenapa mata
kamu sembab, Di?” tanya Reyna melihat keadaanku.
“ Beneran. Aku tadi malam Cuma sedih aja orang tuaku
nggak pernah ada buat aku beda sama orang tua kamu
Reyn.”
“ Sabar ya Di, suatu saat kamu pasti punya waktu sama
orang tua kamu kok. Sekarang aku suapin ya, kamu pasti
belum makan kan?”
“ Hehe tau aja. Makasih ya Reyn udah jadi sahabat yang baik
dan peduli sama aku,” Kataku sambil memeluk Reyna.
“ Sama-sama Di. Aku juga seneng punya sahabat kayak
kamu. Udah ah jangan sedih mulu, ayo makan dulu...” kata
reyna sambil melepas pelukanku.

Setidaknya aku beruntung memiliki sahabat yang peduli


denganku dan selalu ada untukku. Aku berterimakasih pada Tuhan
karena telah menitipkan Reyna padaku. Setidaknya Reyna mampu
mengisi hari-hariku yang kosong.

“ Reyn, malam ini boleh nggak kalau aku nginep dirumah


kamu dulu? Aku kesepian disini,” tanyaku pada Reyna.
“ Boleh banget aku jadi ada temen tidur. Bapak dan Ibu pasti
seneng kalau kamu nginep,Di.”
“ Horee! Terimakasih Reyn,” kataku senang “ Yaudah ih
tunggu, aku mau packing barang bawaan dulu.”
“ Mau dibantu nggak ni?”
“ NggaK usah ntar minta bayaran lagi,” candaku pada Reyna.

Akhirnya barang bawaan ku pun sudah selesai terkemas.


Sekarang saatnya aku turun menghampiri Reyna dan pamit dengan
bibi. Aku dan Reyna diantar oleh Pak Parjo supir keluarga Atmaja.
Tak perlu waktu yang lama, aku dan Reyna sudah sampai di depan
rumah Reyna.

Tokk...Tokk..Tokk...
“ Assalamualaikum pak, bu. Reyna pulang.... ”
“ Waalaikumsalam, loh ada nak Diandra. Sini nak masuk
biar ibu buatin teh dulu. ”
“ Iya bu, maaf ya Diandra malam-malam kesini jadi
ngrepotin ibu dan bapak. Diandra izin nginep disini boleh
nggak pak,bu? ”
“ Enggak ngrepotin kok, nak Diandra juga boleh nginep
disini. Jangan sungkan ya, nak Diandra sudah kami anggap
seperti anak sendiri, jadi pintu rumah ini selalu terbuka
untuk nak Diandra.”
“ Tuh Di, dengerin udah dianggep anak sendiri jadi jangan
sungkan.”
“ Hehe iya. Terimakasih ya pak,bu, dan Reyna udah mau
nerima Diandra disini.”
“ Sama-sama nak. Tuh kan ibu jadi lupa mau buatin nak
Diandra Teh. Yaudah ibu kedapur dulu ya.”
“ Mau dibantu nggak bu? “ tanyaku dan Reyna Kompak.
“ Nggak usah kalian disini aja nonton tv “

Lagi-lagi Tuhan baik sekali padaku, telah membuatku


merasakan kehangatan keluarga walaupun bukan dari keluarga
Atmaja. Rasanya bahagia sekali mendengar orang tua Reyna
menganggapku seperti putri mereka sendiri.
Kepalaku kembali pening,bahkan kali ini rasanya 2 kali lipat
lebih sakit dari yang sebelumnya. Rasanya aku sudah tidak mampu
lagi menahan sakitnya dan benar saja beberapa menit kemudian
aku langsung jatuh pingsan.

Butuh beberapa jam untuk aku kembali siuman. Sampai


akhirnya saat aku siuman, aku justru dikejutkan oleh kabar
bahwasanya aku menderita kanker otak stadium 4.

“ Yang sabar ya Di. Kamu harus semangat lawan kanker


kamu,inget kamu masih pengen kan kumpul sama
keluargamu,” kata Reyna menyemangatiku.
“ Tabah ya nak. Tuhan tau kamu kuat makanya Tuhan titip
penyakit itu ke kamu. Ibu yakin kamu bakalan sembuh. Ibu
dan bapak tadi sudah telfon orang tua kamu, mereka
bakalan terbang kesini malam ini juga.”
“ Iya bu, Reyn. Diandra bakalan berusaha lawan penyakit ini
kalaupun Diandra ga selamat Diandra seneng karena di sisa
hidup Diandra ada bapak, ibu dan Reyna yang sayang sama
Diandra,” ucapku sambil tersenyum pilu.
“ Hush nggak boleh ngomong kayak gitu. Diandra pasti
sembuh kok,” kata ibu sambil mengelus kepalaku, “
Sekarang Diandra Istirahat dulu ya.. ibu sama bapak mau
mengurus administrasi dulu.”

Aku melamun... baru saja aku merasakan kehangatan


keluarga namun Tuhan justru kembali mengujiku. Tak apa aku
hanya berharap Tuhan tidak mengambilku sebelum aku merasakan
kasih sayang orang tuaku. Disisa umurku yang mungkin tak panjang
aku hanya ingin kedua orang tuaku selalu ada disampingku,
menemaniku, dan menghabiskan waktu bersamaku.

Setelah lama berkutat dengan pikiranku sendiri aku akhirnya


tetidur dengan nyenyak. Saking nyenyaknya saat orang tuaku tiba
pun aku masih tertidur pulas. Pagi harinya aku terbangun pukul
delapan pagi,saat itu tidak ada orang lain dikamar ini selain aku.
Aku mengambil ponselku diatas nakas meja rumah sakit
untuk memutar lagu kesukaanku saat aku merasa sendiri. Tiba-tiba
suara pintu terbuka mengejutkanku. Orang yang selama ini aku
nanti akhirnya tiba juga. Mama dan papa langsung berlari
memelukku....
“ Dian kenapa nggak pernah bilang sama mama kalau Dian
sering pusing? Kalau Dian bilang mama kan bisa jagain Dian,
bisa ngerawat Dian, bisa nemenin Dian dari dulu.”
“ Iya nak papa kan juga bisa cuti kalau Dian bilang Dian
sakit.”
“ Nggak papa ma,pa. Dian tau mama dan papa sibuk
makanya Dian nggak pernah bilang. Lagian kalau Dian
nggak sakit mama dan papa nggak pernah pulang kan? Asal
mama dan papa tau yang selama ini Dian butuhkan itu kasih
sayang bukan uang dan uang. Kalau bukan karena keluarga
Reyna, mungkin Dian udah nggak ada dari kemarin ma,pa.”
“ Maafin mama dan papa sayang yang nggak pernah ada
buat kamu. Mama dan papa nyesel nggak pernah peduliin
Dian. Mulai sekarang mama dan papa janji bakalan selalu
ada buat Dian kapanpun Dian butuh.”
“ Janji ya ma? Dian mau mama dan papa menjamin
pendidikan Reyna, karena selama ini Reyna yang selalu ada
buat Dian. Dian juga pengen mama dan papa bantuin
keluarga Reyna.”
“ Nggak usah repot-repot nak Diandra. Ibu sekeluarga tulus
sayang sama nak Diandra. Ibu nggak pernah mengharapkan
imbalan apapun dari nak Diandra. Ibu cuma mau lihat nak
Diandra sembuh.”
“ Nggak repot kok mbak, saya berhutang budi sama mbak
sekeluarga. Terimakasih sudah menyayangi Dian dengan
tulus. Saya janji akan menjamin pendidikan Reyna dan akan
membantu keluarga mbak,” kata mama kepada ibu Reyna.
“ Yasudah kalau memang tidak merepotkan. Saya doakan
semoga nak Diandra lekas sembuh seperti sediakala,
aamiin..”
“ Aamiin...”

Ahhh rasanya senang sekali melihat impianku selama ini


terwujud. Mama dan papa tak lagi sibuk dengan urusan masing-
masing. Mereka selalu memperhatikanku bahkan menemaniku
sepanjang waktu. Mereka selalu mengupayakan pengobatan terbaik
untukku, bahkan mereka rela meninggalkan pekerjaan masing-
masing untuk menemaniku berobat di luar negeri.Ternyata seperti
ini rasanya kasih sayang dari orang tua, pantas saja Reyna terlihat
sangat bahagia ditengah keterbatasan ekonomi keluargannya. Aku
merasa lega melihat pendidikan sahabatku terjamin.

Saat ini aku sedang menjalani pengobatan di rumah sakit


Singapura. Mama bilang aku harus berobat ke rumah sakit di
Singapura karena disana alat medis sangat canggih daripada rumah
sakit yang sebelumnya. Dari banyaknya kemoterapi yang aku jalani,
mama paling yakin pada kemoterapi kali ini. Tapi tidak denganku,
akau justru memiliki firasat tidak enak. Benar saja seusai
kemoterapi keadaanku justru semakin buruk. Pupus sudah harapan
orang tuaku untuk melihatku kembali sehat seperti sedia kala. Aku
dinyatakan meninggal dunia setelah koma selama 5 jam. Manusia
bisa berencana namun tuhan yang berkehendak.

Kini urusanku di dunia telah usai, sudah saatnya aku kembali


kepangkuan illahi. Semoga kepergianku tidak meninggalkan luka di
relung hati orang yang aku sayangi. Ragaku mungkin memang
sudah tiada tapi jiwaku akan selalu melekat dihati. Tak perlu
menangis,cukup ikhlaskan, doakan dan kenanglah aku. Aku sudah
terbang bebas dan bahagia. Sampai jumpa di kehidupan
selanjutnya..
Biodata penulis

Haiii...
Kenalin nama aku Tiara Ardina Putri, biasa
dipanggil Tiara. Umur sekarang 15 Tahun.
Siswi kelas 9A SMPN 1 BANTUL angkatan
2022. Rumahnya di Gadungan
Kepuh,Canden, Jetis, Bantul. Motivasiku bisa
karena terbiasa, sukses karena usaha.

Anda mungkin juga menyukai