Anda di halaman 1dari 19

"Sahabat Terbaik" "Persahabatan bukan hanya sekedar kata, yang ditulis pada sehelai kertas tak bermakna, tapi

persahabatan merupakan sebuah ikatan suci, yang ditoreh diatas dua hati, ditulis dengan tinta kasih sayang, dan suatu saat akan dihapus dengan tetesan darah dan mungkin nyawa".. ** Key sini dech cepetan, aku ada sesuatu buat kamu, panggil Nayra suatu sore. Iya, sebentar, sabar dikit kenapa sich?, kamu kan tau aku gak bisa melihat, jawab seorang gadis yang dipanggil Key dari balik pintu. Keynaya Wulandari, begitulah nama gadis tadi, meskipun lahir dengan keterbatasan fisik, dia tidak pernah mengeluh, semangatnya menjalani bahtera hidup tak pernah padam. Lahir dengan kondisi buta, tidak membuatnya berkecil hati, secara fisik matanya tidak bisa melihat warnawarni dunia, tapi mata hatinya bisa melihat jauh ke dalam kehidupan seseorang. Mempunyai hoby melukis sejak kecil, dengan keterbatasannya, Key selalu mengasah bakatnya. Tak pernah sedikitpun dia menyerah. Duduk di bangku kelas XII di sebuah Sekolah Luar Biasa di kotanya, Keynaya tidak pernah absen meraih peringkat dikelas, bahkan guru-gurunya termotivasi dengan sifat pantang menyerah Key. Sejak baru berusia 3 tahun, Keynaya sudah bersahabat dengan anak tetangganya yang bernama Nayra Amrita, Nayra anak seorang direktur bank swasta di kota mereka. Nayra cantik, pinter dan secara fisik Nayra kelihatan sempurna. *** Seperti sore ini, Nayra sudah nangkring di rumah Key. Dia berbincang-bincang dengan Key, sambil menemani sahabatnya itu melukis. Key, lukisan kamu bagus banget, nanti kamu ngadain pameran tunggal ya, biar semua orang tau bakat kamu, kata Nayra membuka pembicaraan. Hah, Key mendesah pelan lalu mulai bicara, Seandainya aku bisa Nay, pasti sudah aku

lakukan, tapi apa daya, aku ini gak sempurna, seandainya aku mendapat donor kornea, dan aku bisa melihat, mungkin aku bahagia dan akan mengadakan pameran lukisan-lukisanku ini ucap Keynaya dengan kepedihan. Suatu hari nanti Tuhan akan memberikan anugrahnya kepadamu, sahabat, pasti akan ada yang mendonorkan korneanya untuk seorang anak sebaik kamu, timpal Nayra akhirnya. Berbeda secara fisik, tidak pernah menjadi halangan di dalam jalinan persahabatan antara Nayra dan Keynaya, kemana pun Nayra pergi, dia selalu mengajak Key, kecuali sekolah tentunya, karena sekolah mereka berdua kan berbeda. Sedang asik-asiknya dua sahabat ini bersenda gurau, tiba-tiba saja Nayra mengeluh, aduuh, kepala ku Kamu kenapa Nay, sakit?? tanya Keynaya. Oh, ngga aku gak apa-apa Key, Cuma sedikit pusing saja, ucap Nayra sambil tersenyum. Minum obat ya Nay, aku gak mau kamu kenapa-napa, nada bicara Key terdengar begitu khawatir. aku ijin pulang dulu ya Key, mau minum obat ujar Nayra sambil berpamitan pulang. Di kamarnya yang terkesan sangat elegan, nuansa coklat mendominasi di setiap sudut ruangan, Nayra terduduk lemas di atas ranjangnya, Ya Tuhan, berapa lama lagi usiaku di dunia ini?? Berapa lama lagi malaikatmu akan menjemputku untuk menghadapmu? erang hati Nayra. Di vonis menderita leukimia sejak 7 bulan lalu dan tidak akan berumur lama lagi sungguh menyakitkan bagi Nayra, usianya yang baru 18 tahun, dengan segudang cita-cita yang dia inginkan, sudah pasti tak satupun akan terwujud. *** Pintu kamar Nayra tiba-tiba terbuka, seorang wanita cantik paruh baya masuk lalu duduk disampingnya. Gimana rasanya sayang? Masih gak enak?? Kita ke dokter sekarang yuk!!! ujar wanita itu dengan lembutnya. ngga usah, ma, aku sudah enakan kok, aku cuma mau beristirahat saja, jawab Nayra dengan sopan. ya sudah kalau begitu, mama tinggal dulu ya, istirahat ya, Nak, ujar sang mama sambil mencium kening putri semata wayangnya. Makasih ma, aku selalu sayang mama, lirih Nayra berujar. Terus terang Nayra sudah tidak kuat menahan rasa sakitnya, tapi dia berusaha menyembunyikan itu dari orang tuanya. Di ruang keluarga, ibu Rita, duduk sambil menemani sang suami sepulangnya dari kantor, Ma, Nayra kemana?? Kok papa gak melihatnya dari tadi? tanya sang suami. Nayra lagi istirahat pa, dia pusing dan mengeluh sakit dari tadi, jawab Rita. Sakit apa sebenarnya anak kita ma?? Kalau kita ajak ke dokter dia selalu menolak, papa rasa ada yang dia sembunyikan dari kita, aku takut penyakitnya parah, dengan nada khawatir pak Artawan bicara dengan istrinya. entahlah pa, mama juga bingung ujar istrinya lagi.

*** Ternyata sakit yang dirasakan Nayra sore itu adalah pertanda dia akan segera di panggil menghadap Tuhan, saat minta ijin untuk istirahat pada mamanya, kesehatan Nayra benar-benar drop, dengan panik kedua orang tua Nayra melarikan putrinya ke rumah sakit, setelah mendapat penanganan oleh tim dokter, Nayra sedikit terlihat tenang, namun mukanya terlihat pucat, sinar matanya terlihat begitu redup. Pak Artawan, bisa kita bicara sebentar di ruangan saya, kata dokter Gunawan, yang juga merupakan dokter pribadi keluarga Artawan. Baiklah dok, sambut pa Artawan. Setelah pak Artawan dan ibu Rita duduk di ruangan dokter Gunawan, mereka akhirnya mulai bicara, Maafkan saya sebelumnya pak, sebenarnya saya sudah tau penyakit yang diderita putri bapak sejak 7 bulan lalu, tapi karena putri bapak menyuruh saya merahasiakan penyakitnya kepada bapak dan ibu, saya gak bisa berbuat apa-apa. Putri bapak terkena leukimia, ujar dokter Gunawan lirih. Cukup lirih memang kata-kata dokter Gunawan, tapi mampu membuat jantung pak Artawan dan istrinya berdetak lebih cepat dari biasanya, Apa?? Leukemia? Separah apa dok?? keras nada suara pak Artawan. sudah parah pak, umur Nayra tidak akan lama sambung dokter kembali. Setelah berbicara lama dengan dokter, air mata tak pernah berhenti mengalir di pipi Rita. Dia begitu terpukul mendengar putrinya menderita penyakit itu. udah, ma, jangan nangis terus, pengobatan Nayra akan diusahakan, kita akan mengusahakan kesembuhannya, lebih baik kita berdoa, semoga Tuhan memberikan jalan terbaik buat keluarga kita, hibur pak Artawan. mari kita tengok Nayra!! ajaknya lagi. Memasuki ruangan perawatan, ibu Rita berusaha menyembunyikan air matanya, dia tersenyum penuh kepedihan di samping ranjang putrinya, Mama, kenapa? Kok sedih begitu? ujar Nayra lirih. Gak apa-apa sayang, berbisik ibu Rita tak kuasa menahan air matanya. Maafkan Nayra, Ma, Pa, Nayra tak bermaksud membuat Mama dan Papa terluka seperti ini, Nayra hanya tak ingin menyusahkan kalian Nayra berkata dengan terbata-bata. Belum ada beberapa menit pak Artawan dan ibu Rita di kamar putrinya, tiba-tiba Nayra kejangkejang. Dengan panik pak Artawan memanggil dokter Gunawan. Dokter Gunawan menangani Nayra lumayan lama, hingga akhirnya dokter Gunawan keluar, muka beliau kelihatan sangat sedih. Bagaimana anak saya, dok? tanya pak Artawan. Maaf pak, kami disini sudah berusaha yang terbaik, tapi Tuhan berkehendak lain, Nayra sudah dipanggil menghadapNya ucap dokter. Tidaaaaaaaaaaaaaaaaaakkk, teriak ibu Rita isteris, Nayra tidak mungkin meninggal, Nayra masih hidup, seluruh pengunjung rumah sakit menoleh ke arah mereka. Pak, sebelum meninggal, Nayra menitipkan ini ke saya, ini buat bapak dan ibu imbuh dokter

Gunawan sebelum mohon diri. Sepeninggal Dokter Gunawan, pak Artawan dan istrinya membuka amplop kecil dari Nayra, isinya ternyata surat. Mama, papa, maafin Nayra sudah membuat mama dan papa jadi sedih, Nayra mohon sama mama dan papa, setelah Nayra meninggal, tolong berikan kornea mata Nay untuk Keynaya, tapi jangan bilang itu dari Nayra sebelum Keynaya benar-benar operasi dan bisa melihat lagi, dan satu lagi, mama tolong kasih Keynaya surat yang Nayra simpan di laci meja belajar Nayra yang amplopnya berwarna pink setelah Keynaya melihat nanti, dan surat buat mama dan papa ada di dalam amplop biru di laci yang sama. Sekian dulu Mama, papa, maaf kalau Nayra selalu ngerepotin kalian, Nayra sayang kalian, big kis & hug.. muacch.. Nayra Amrita Selain sepucuk surat itu, ada lagi sebuah surat pernyataan pendonoran kornea mata yang telah lengkap dengan tanda tangan Nayra. Hati orang tua Nayra tersayat, tapi tak ada yang bisa mereka lakukan selain memenuhi permintaan terakhir sang anak. *** Sementara itu, di rumah Keynaya, tampak gadis cantik itu tengah duduk seorang diri di teras rumahnya. Wajahnya tampak sedikit murung, kemana si Nayra, sudah lebih dari 5 hari dia gak main ke sini, apa dia baik-baik saja? gumamnya. Ma, Nayra pernah kesini gak dalam beberapa hari ini? tanya Keynaya ke pada mamanya. Gak ada, Key, memang kenapa? tanya sang mama. Gak apa-apa ma, aku ke rumah Nayra sebentar ya!! Key meminta ijin ke mamanya. Tapi diluar dugaan, mama Keynaya melarangnya pergi. Jangan Key, kita harus ke rumah sakit sekarang juga, tadi mama ditelepon sama pihak rumah sakit, katanya ada yang menyumbangkan korneanya khusus untuk kamu, dengan tutur kata yang lembut mamanya menjelaskan. Yang bener, Ma? Key sudah dapat donor kornea?? Asik-asik, Key akan segera bisa melihat wajah Nayra, Key bisa segera menggelar pameran lukisan, ucap Key berapi-api. Iya nak jawab mamanya penuh kepedihan. seandainya kamu tahu sayang, Nayra tak mungkin ada disamping kamu lagi, Nayra sudah tenang dialam sana, dan seandainya kamu tahu siapa orang yang mendonorkan korneanya untuk kamu kata ibu Rasti dalam hati. Waktu berjalan begitu cepat, operasi cangkok kornea sudah dilaksanakan dan sekarang adalah hari yang paling ditunggu-tunggu Keynaya, perban di matanya akan di buka, tim dokter beserta kedua orang tua Key sudah ada di ruangan Key. Sebelum perbannya di buka, Keynaya berujar, Ma, Pa, Nayra sudah datang?? Ku ingin sekali ada Nayra di sini pas aku bisa melihat belum sayang, Nayra masih diluar kota pedih rasanya hati ibu Rasti saat berujar. Perban akhirnya di buka, samar-samar penglihatan Keynaya mulai melihat warna, melihat sosok kedua orang tuanya, dia tersenyum, semakin lama semakin jelas, Mama, papa aku bisa melihat kalian, gembira sekali suara Keynaya.

*** Sudah 1 minggu semenjak Keynaya bisa melihat, hari ini dia memaksa ibunya agar diperbolehkan melihat Nayra, mengujungi Nayra, Kata mama Nayra sudah ada di rumah, berarti Key boleh main donk Ma, Key pingin ngajak Nayra jalan-jalan buat merayakan kesembuhan Key, Iya, nak, mama sama papa temenin kamu ya!! Berbeda beberapa rumah antara Nayra dan Keynaya merupakan hal yang membahagiakan, tidak perlu capek-capek bermacet-macet ria di jalanan untuk mengunjunginya. Sesampai di rumah Nayra mereka disambut ramah oleh keluarga Nayra yang kebetulan lagi ada di rumah. Selamat sore tante Rita sapa Keynaya dengan senyum sumringah. Setelah di persilahkan duduk dan menikmati hidangan ala kadarnya, Keynaya menanyakan keberadaan sahabat karibnya, mana Nayranya tante?? Kok gak kelihatan ada di rumah? Nayranya Nayra.. Nayra.. dengan terbata-bata ibu Rita menjawab. Nayra kenapa tante, kemana?? Nayra tidak apa-apa kan? bertubi-tubi Keynaya bertanya. Ibu Rita tak kuasa menjawab, beliau meninggalkan tamunya di ruang tamu dan berlari naik ke kamar Nayra, mengambil sepucuk surat yang dititipkan Nayra untuk Keynaya. Ibu Rita kembali ke ruang tamu dengan sepucuk surat di tangan, ini dari Nayra untuk kamu ujarnya berlinang air mata kepada Keynaya. Dengan tangan gemetar Keynaya membuka amplop berwarna pink yang cantik itu, ada pita pink juga di sudut amplonya. Dear Keynaya Keynaya sayang, sahabatku yang paling baik, apa kabar hari ini?? Baik-baik sajakah?? Sehatsehat?? Semoga sehat ya!! Key, saat kau membaca surat dari aku ini, mungkin aku sudah tak ada lagi di dunia ini, tak ada di samping kamu, tak bisa menemani kamu bermain, bercanda dan tertawa, maafkan aku ya Key. Key sayang, sebenarnya aku ingin sekali cerita ke kamu tentang penyakitku, tapi aku takut membuat kamu kepikiran terus, takut buat kamu gelisah. Sebenarnya aku terkena penyakit leukemia, Key dan umurku tidak akan lama lagi. Key sayang, meskipun aku telah pergi dari sisi kamu, tapi rasa sayang aku ke kamu tak akan pernah berubah, kamu sahabat terbaik di hidupku, kamu tempatku berkeluh kesah, tempatku menumpahkan suka dan duka. Key, ku tahu saat kau membaca ini, kau sudah bisa melihat indahnya dunia, sengaja ku berikan mataku untuk kamu Key, hanya itu yang bisa aku berikan, jaga mata itu seperti kau menjaga persahabatan kita. Segitu dulu Key, maafkan aku karena harus pergi meninggalkanmu, terima kasih karena sudah memberikan aku arti selama hidup di dunia. Sampai ketemu suatu saat nanti Key, aku sayang kamu sahabatku. Kiss and big hug my lovely friend, my best friend in my life.muaaachh

Dariku yang selalu menyayangimu Nayra Amrita Air mata mengalir deras di pipi Keynaya, ini tidak mungkin katanya lirih. Dia menangis sejadi-jadinya. Dia benar-benar tak percaya, sahabatnya sudah kembali ke pangkuan Tuhan, Keynaya menatap selembar foto yang juga ada di dalam amplop surat tadi, foto Nayra tersenyum manis ke arahnya, mata Nayra yang teduh, sekarang ada padanya. Keynaya meminta agar kedua orang tua Nayra mengantarnya ke kuburan. Lumayan jauh dari rumah Nayra, kaki Keynaya lemah, tapi dia berusaha mengikuti langkah kaki orang tuanya dan orang tua Nayra ke sebuah makan yang begitu tertata rapi, taburan bunga masih segar, tanah pekuburannya juga masih basah. Sebuah Nisan yang begitu cantik dihadapan Keynaya, membuatnya semakin terluka, jelas tersurat di batu nisan berwarna putih itu nama sahabat karibnya. Nayra Amrita Artawan Lahir 8 Januari 1994 Wafat 14 April 2011 Berjongkok Keynaya membelai nisan itu, gerimis turun membasahi nisan, semakin lama semakin deras, sederas airmata yang jatuh di pipi Keynaya, kenapa secepat ini kau tinggalkan aku, Nay?? Tega kamu?? Meninggalkan aku seorang diri disini. Nayra, terima kasih sayang, kau telah memberikan aku sepasang mata untuk melihat dunia ini, terima kasih karena telah mengajariku tentang ketulusan sebuah persahabatan, terima kasih atas senyum termanis yang pernah kau hadirkan di hidupku ucap Keynaya sambil terisak lirih di atas nisan. Tangan lembut ibu Rasti terulur ke arah putrinya, Bangun Key, sudah, ikhlaskan saja Nayra, dia sudah tenang di sana, dia sudah berada di pangkuan Tuhan, yang harus kamu tahu, Nayra tak pernah ingin kamu cengeng, kamu harus tetap semangat menjalani hidup kamu, bimbing ibu Rasti. iya ma, terima kasih, aku hanya sedih saja, tapi aku janji gak akan cengeng lagi setelah hari ini, kata keynaya

Sebuah Janji
Sahabat selalu ada disaat kita membutuhkannya, menemani kita disaat kita kesepian, ikut tersenyum disaat kita bahagia, bahkan rela mengalah padahal hati kecilnya menangis Bel istirahat akan berakhir berapa menit lagi. Wina harus segera membawa buku tugas temantemannya ke ruang guru sebelum bel berbunyi. Jabatan wakil ketua kelas membuatnya sibuk seperti ini. Gubrak. Buku-buku yang dibawa Wina jatuh semua. Orang yang menabrak entah lari kemana. Jangankan menolongnya, meminta maaf pun tidak. Sial! Lari nggak pakek mata apa ya... rutuk Wina. Dengan wajah masam ia mulai jongkok untuk merapikan buku-buku yang terjatuh. Belum selesai Wina merapikan terdengar langkah kaki yang datang menghampirinya. Kasian banget. Bukunya jatuh semua ya? cemoh seorang cowok dengan senyum sinis. Sejenak Wina berhenti merapikan buku-buku, ia mencoba melihat orang yang berani mencemohnya. Ternyata dia lagi. Cowok berpostur tinggi dengan rambut yang selalu berantakan. Sumpah! Wina benci banget sama cowok ini. Seumur hidup Wina nggak bakal bersikap baik sama cowok yang ada di depannya ini. Lalu Wina mulai melanjutkan merapikan buku tanpa menjawab pertanyaan cowok tersebut. Cowok tinggi itu sepintas mengernyitkan alisnya. Dan kembali ia tercenung karena cewek di depannya tidak menanggapi. Biasanya kalau Wina terpancing dengan omongannya, perang mulut pun akan terjadi dan takkan selesai sebelum seseorang datang melerai. Teeeett Bel tanda berakhirnya jam istirahat terdengar nyaring. Maksud hati pengen bantu temen gue yang jelek ini. Tapi apa daya udah keburu bel. Jadi sori nggak bisa bantu. ucap cowok tersebut sambil menekan kata jelek di pertengahan kalimat. Cowok tersebut masih menunggu reaksi cewek yang ada di depannya. Tapi yang ditunggu tidak membalas dengan cemohan atau pun ejekan. Lo berubah. gumam cowok tersebut lalu berbalik bersiap masuk ke kelasnya. Begitu cowok itu membalikkan badannya, Wina yang sudah selesai membereskankan buku mulai memasang ancang-ancang. Dengan semangat 45 Wina mulai mengayunkan kaki kanannya kearah kaki kiri cowok tersebut dengan keras.

Adooooww pekik cowok tersebut sambil menggerang kesakitan. Makan tuh sakit!! ejek Wina sambil berlari membawa buku-buku yang tadi sempat berserakan. Bisa dibayangkan gimana sakitnya tuh kaki. Secara Wina pakek kekuatan yang super duper keras. Senyum kemenangan menghiasi di wajah cewek tinggi kurus tersebut. Wina. Wina menoleh untuk melihat siapa yang memanggilnya. Ternyata dari kejauhan Amel teman baiknya sejak SMP sedang berlari kearahnya. Dengan santai Wina membalikkan badannya berjalan mencari motor matic kesayangannya. Ia sendiri lupa dimana menaruh motornya. Wina emang paling payah sama yang namanya mengingat sesuatu. Masih celingak-celinguk mencari motor, Amel malah menjitak kepalanya dari belakang. Woe non, budeg ya? Nggak denger teriakan gue. Temen macem apaan yang nggak nyaut sapaan temennya sendiri. ucap Amel dengan bibir monyong. Ciri khas cewek putih tersebut kalo lagi ngambek. Sori deh Mel. Gue lagi bad mood, pengen cepet pulang. Bad mood? Jelas-jelas lo tadi bikin gempar satu kelas. Udah nendang kaki cowok ampe tuh cowok permisi pulang, nggak minta maaf lagi. jelas Amel panjang lebar. Hah? Sampe segitunya? Kan gue cuma nendang kakinya, masak segitu parahnya? Wina benarbenar nggak nyangka. Masa sih keras banget? Tuh cowok ternyata bener-bener lembek, pikirnya dalam hati. Nendang sih nendang tapi lo pakek tendangan super duper. Kasian Alex lho. Enak aja. Orang dia yang mulai duluan. bantah Wina membela diri. Sejenak Amel terdiam, lalu berlahan bibirnya tersenyum tipis. Kenapa sih kalian berdua selalu berantem? Masalahnya masih yang itu? Itu kan SMP. Dulu banget. ujar Amel polos, tanpa bermaksud mengingatkan kejadian yang lalu. Lagi pula gue udah bisa nerima kalo Alex nggak suka sama gue. Tau ah gelap! *** Bel pulang berbunyi nyaring bertanda jam pelajaran telah usai. Cuaca yang sedemikian panas tak menyurutkan niat para siswa SMA Harapan untuk bergegas pulang ke rumah. Wina sendiri sudah membereskan buku-bukunya. Sedangkan Amel masih berkutat pada buku catatanya lalu sesekali menoleh ke papan tulis. Makanya kalo nulis jangan kayak kura-kura. Dengan gemas Wina menjitak kepala Amel. Duluan ya, Mel. Disuruh nyokap pulang cepet nih! Amel hanya mendengus lalu kembali sibuk dengan catatanya. Saat Wina membuka pintu kelas, seseorang ternyata juga membuka pintu kelasnya dari luar. Eh, sori.. ucap Wina kikuk. Tapi begitu sadar siapa orang yang ada di depannya, Wina langsung ngasi tampang jutek kepada orang itu. Ngapaen lo kesini? Masih sakit kakinya? Apa cuma dilebih-lebihin biar kemaren pulang cepet? Hah? Jadi cowok kok banci baget!!! Jujur Alex udah bosen kayak gini terus sama Wina. Dia

pengen hubungannya dengan Wina bisa kembali seperti dulu. Nggak usah cari gara-gara deh. Gue cuma mau cari Amel. ucap Alex dingin sambil celingak celinguk mencari Amel. Hey Mel! ucap Alex riang begitu orang yang dicarinya nongol. Hey juga. Jadi nih sekarang? Amel sejenak melirik Wina. Lalu dilihatnya Alex mengangguk bertanda mengiyakan. Win, kita duluan ya, ujar Amel singkat. Wina hanya benggong lalu dengan cepat mengangguk. Dipandangi Amel dan Alex yang kian jauh. Entah kenapa, perasaanya jadi aneh setiap melihat mereka bersama. Seperti ada yang sakit di suatu organ tubuhnya. Biasanya Alex selalu mencari masalah dengannya. Namun kini berbeda. Alex tidak menggodanya dengan cemohan atau ejekan khasnya. Alex juga tidak menatapnya saat ia bicara. Seperti ada yang hilang. Seperti ada yang pergi dari dirinya. Byuuurr.. Fanta rasa stowberry menggalir deras dari rambut Wina hingga menetes ke kemeja putihnya. Wina nggak bisa melawan. Ia kini ada di WC perempuan. Apalagi ini jam terakhir. Nggak ada yang akan bisa menolongnya sampai bel pulang berbunyi. Maksud lo apa? bentak Wina menantang. Ia nggak diterima di guyur kayak gini. Belum kapok di guyur kayak gini? balas cewek tersebut sambil menjambak rambut Wina. Tha, mana fanta jeruk yang tadi? ucap cewek itu lagi, tangan kanannya masih menjambak rambut Wina. Thata langsung memberi satu botol fanta jeruk yang sudah terbuka. Lo mau gue siram lagi? tanya cewek itu lagi. Halo??!! Nggak usah ditanya pun, orang bego juga tau. Mana ada orang yang secara sukarela mau berbasah ria dengan fanta stroberry atau pun jeruk? Teriak Wina dalam hati. Ia tau kalau cewek di depannya ini bernama Linda. Linda terkenal sesaentro sekolah karena keganasannya dalam hal melabrak orang. Yeah, dari pada ngelawan terus sekarat masuk rumah sakit, mending Wina diem aja. Ia juga tau kalo Linda satu kelas dengan Alex. Wait, wait.. Alex??? Jangan-jangan dia biang keladinya. Awas lo Lex, sampe gue tau lo biang keroknya. Gue bakal ngamuk entar di kelas lo! Gue rasa, gue nggak ada masalah ama lo. teriak Wina sambil mendorong Linda dengan sadisnya. Wina benar-benar nggak tahan sama perlakuan mereka. Bodo amat gue masuk rumah sakit. Yang jelas ni nenek lampir perlu dikasi pelajaran. Kedua teman Linda, Thata dan Mayang dengan sigap mencoba menahan Wina. Tapi Wina malah memberontak. Buruan Lin, ntar kita ketahuan. kata Mayang si cewek sawo mateng. Selang beberapa detik, Linda kembali mengguyur Wina dengan fanta jeruk. Jauhin Alex. Gue tau lo berdua temenan dari SMP! Dulu lo pernah nolak Alex. Tapi kenapa lo sekarang nggak mau ngelepas Alex?!! Maksud lo?

ledek Wina sinis. Gue nggak kenal kalian semua. Asal lo tau gue nggak ada apa -apa ama Alex. Lo nggak liat kerjaan gue ama tuh cowok sinting cuma berantem? Plaakk.. Tamparan mulus mendarat di pipi Wina. Tapi lo seneng kan? teriak Linda tepat disebelah kuping Wina. Kesabaran Wina akhirnya sampai di level terbawah. Buuugg! Tonjokan Wina mengenai tepat di hidung Linda. Linda yang marah makin meledak. Perang dunia pun tak terelakan. Tiga banding satu. Jelas Wina kalah. Tak perlu lama, Wina sudah jatuh terduduk lemas. Rambutnya sudah basah dan sakit karena dijambak, pjpinya sakit kena tamparan. Kepalanya terasa pening. Beraninya cuma keroyokan! bentak seorang cowok dengan tegas. Serempak trio geng labrak menoleh untuk melihat orang itu, Wina juga ingin, tapi tertutup oleh Linda. Dari suaranya Wina sudah tau. Tapi Ia nggak tau bener apa salah. Pergi lo semua. Sebelum gue laporin. ujar cowok itu singkat. Samar-samar Wina melihat geng labrak pergi dengan buru-buru. Lalu cowok tadi menghampiri Wina dan membantunya untuk berdiri. Lo nggak apa-apa kan, Win? Nggak apa-apa dari hongkong!? Hujan rintik-rintik membasahi bumi. Wina dan Alex berada di ruang UKS. Wina membaringkan diri tempat tidur yang tersedia di UKS. Alex memegangi sapu tangan dingin yang diletakkan di sekitar pipi Wina. Wina lemas luar biasa. Kalau dia masih punya tenaga, dia nggak bakalan mau tangan Alex nyentuh pipinya sendiri. Tapi karena terpaksa. Mau gimana lagi. Ntar lo pulang gimana? tanya Alex polos. Nggak gimana-mana. Pulang ya pulang. jawab Wina jutek. Rasanya Wina makin benci sama yang namanya Alex. Gara-gara Alex dirinya dilabrak hidup-hidup. Tapi kalau Alex nggak datang. Mungkin dia bakal pingsan duluan sebelum ditemukan. Tadi itu cewek lo ya? ucap Wina dengan wajah jengkel. Nggak. Trus kok dia malah ngelabrak gue? Isi nyuruh jauhin lo segala. Emang dia siapa? rutuk Wina kesal seribu kesal. Ups! Kok gue ngomong kayak gue nggak mau jauh-jauh ama Alex. Aduuuhh Alex sejenak tersenyum. Dia tuh cewek yang gue tolak. Jadi dia tau semuanya tentang gue dan termasuk tentang lo ucap Alex sambil menunjuk Wina. Wina diam. Dia nggak tau harus ngapain setelah Alex menunjuknya. Padahal cuma nunjuk. Ntar bisa pulang sendiri kan? tanya Alex. Bisalah. Emang lo mau nganter gue pulang? Emang lo kira gue udah lupa sama rumah lo? Jangan kira lo nolak gue terus gue depresi terus lupaen segala sesuatu tentang diri lo. Gue masih paham bener tentang diri lo. Malah perasaan gue masi sama kayak dulu. jelas Alex sejelas-selasnya. Alex pikir sekarang udah saatnya ngungkapin unek-uneknya. Lo ngomong kayak gitu lagi, gue tonjok jidat lo! ancam

Wina. Nih orang emang sinting. Gue baru kena musibah yang bikin kepala puyeng, malah dikasi obrolan yang makin puyeng. Perasaan gue masih kayak dulu, belum berubah sedikit pun. Asal lo tau, gue selalu cari gara-gara ama lo itu ada maksudnya. Gue nggak pengen kita musuhan, diem-dieman, atau apalah. Pas lo nolak gue, gue nggak terima. Tapi seiring berjalannya waktu, kita dapet sekolah yang sama. Gue coba buat nerima. Tapi nggak tau kenapa lo malah diemin gue. Akhirnya gue kesel, dan tanpa sadar gue malah ngajakin lo berantem. Sejenak Alex menanrik nafas. Lo mau nggak jadi pacar gue? Apapun jawabannya gue terima. Hening sejenak diantara mereka berdua. Kayaknya gue pulang duluan deh. Ucap Wina sambil buruburu mengambil tasnya. Inilah kebiasaan Wina, selalu mengelak selalu menghindar pada realita. Ia bener-bener nggak tau harus ngapaen. Dulu ia nolak Alex karena Amel juga suka Alex. Tapi sekarang? Besok gue udah nggak sekolah disini. Gue pindah sekolah. Alex berbicara tepat saat Wina sudah berada di ambang pintu UKS. Wina diam tak sanggup berkata-kata. Dilangkahkan kakinya pergi meninggalkan UKS. Meninggalkan Alex yang termenung sendiri. *** Kelas masih sepi. Hanya ada beberapa murid yang baru datang. Diliriknya bangku sebelah. Amel belum datang. Wina sendiri tumben datang pagi. Biasanya ia datang 5 menit sebelum bel, disaat kelas sudah padat akan penduduk. Semalam Wina nggak bisa tidur. Entah kenapa bayangan Alex selalu terbesit di benaknya. Apa benar Alex pindah sekolah? Kenapa harus pindah? Peduli amat Alex mau pindah apa nggak, batin Wina. Argggg Kenapa sih gue mikir dia terus? Mikirin Alex maksud lo? ucap Amel tiba-tiba udah ada disamping Wina. Nih hadiah dari pangeran lo. Dilihatnya Amel mengeluarkan kotak biru berukuran sedang. Karena penasaran dengan cepat Wina membuka kotak tersebut. Isinya bingkai foto bermotif rainbow dengan foto Wina dan Alex saat mengikuti MOS SMP didalamnya. Terdapat sebuah kertas. Dengan segera dibacanya surat tersebut. Dear wina, Inget ga pertama kali kita kenalan? Pas itu lo nangis gara-gara di hukum ama osis. Dalam hati gue ketawa, kok ada sih cewek cengeng kayak gini? Hehe.. kidding. Lo dulu pernah bilang pengen liat pelangi tapi ga pernah kesampaian. Semoga lo seneng sama pelangi yang ada di bingkai foto. Mungkin gue ga bisa nunjukin pelangi saat ini coz gue harus ikut ortu yang pindah tugas. Tapi suatu hari nanti gue bakal nunjukin ke lo gimana indahnya pelangi. Tunggu gue dua tahun lagi. Saat waktu itu tiba, ga ada alasan buat lo ga mau jadi pacar gue. Kenapa lo nggak mau nerima dia? Gue tau lo suka Alex tapi lo nggak mau nyakitin gue.

sejenak Amel tersenyum. Percaya deh, sekarang gue udah nggak ada rasa sama Alex. Dia cuma temen kecil gue dan nggak akan lebih. Thanks Mel. Lo emang sahabat terbaik gue. ucap Wina tulus. Tapi gue tetap pada prinsip gue. Amel terlihat menerawang. Jujur, waktu gue tau Alex suka sama lo dan cuma ngan ggep gue sebagai temen kecilnya. Gue pengen teriak sama semua orang, kenapa dunia nggak adil sama gue. Tapi seiring berjalannya waktu gue sadar kalo nggak semua yang kita inginkan adalah yang terbaik untuk kita. senyum kembali menghiasi wajah mungilnya. Dan lo harus janji sama gue kalo lo bakal jujur tentang persaan lo sama Alex. Janji? lanjut Amel sambil mengangkat jari kelingkingnya. Ingin rasanya Wina menolak. Amel terlalu baik baginya. Dia sendiri tau sampai saat ini Amel belum sepenuhnya melupakan Alex. Tapi Wina juga tak ingin mengecewakan Amel. Berlahan diangkatnya jari kelingkingnya. Janji.. gumam Wina lirih. ***

Contoh Cerpen: Segelas Air Untuk Guruku


by ZodiakLopedia.Com tagged as Cerpen published on 22 November 2012 Anis berlari mengendap-endap kedalam kelas. Sekolah masih sepi, belum seorang pun siswa datang. Seperti kemarin juga, kemarinnya lagi Anis meletakkan segelas air putih ke meja ibu guru, setelah itu ia kembali berlari keluar. Anis kembali ke warung kecil ibunya yang terletak dibelakang sekolah. "Kau dari mana, Nak?" Tanya ibunya ketika Anis tiba. "Mmm.. Anis dari kelas sebentar" Jawab Anis sambil kembali melanjutkan pekerjaannya yang tadi tertunda. Sebelum sekolah, Anis memang terbiasa membantu ibunya menyiapkan dagangan di warung kecil mereka. Waktu terus berlalu bel tanda masuk berdentang beberapa kali. Anis segera bergegas ke kelasnya. Ada yang selalu ia tunggu setiap kali mengikuti pelajaran dari Ibu Arin. Ya, Bu Arin itu gurunya. Bukan hanya pelajaran yang ia nantikan, tapi juga saat Bu Arin meneguk air putih yang selalu ia sediakan setiap pagi. Hatinya begitu bahagia walaupun Bu Arin tidak pernah tau siapa yang menyediakan air minum itu. Seperti biasa, pagi ini Bu Arin masuk kelas dengan senyumnya yang ramah. Beliau menyapa seluruh anak

kelas V dengan hangat. Lalu Bu Arin kembali menerangkan pelajaran dengan gayanya yang menarik. Di bangku paling belakang, Anis mengikuti pelajaran dengan penuh perhatian. Hati Anis berdebar-debar cemas, jam pelajaran hampir saja selesai tetapi Bu Arin tidak juga meminum air putih yang ia hidangkan. Perlahan-lahan hati Anis dirasuki perasaan kecewa dan sedih. Biasanya Bu Arin tidak seperti ini. Beliau biasanya meneguk minuman itu dengan semangat, lalu bibirnya tersenyum kepada seluruh penghuni kelas. Tapi hari ini tidak, jangan-jangan Bu Aris sudah tidak mau lagi minum air itu. Atau? Ya atau Bu Aris sudah tau siapa yang menyediakan minuman itu, lalu Bu Arin merasa jijik karena air minum itu disediakan seorang murid miskin seperti Anis. Berbagai pikiran terus berkecamuk di kepala Anis, hatinya makin sedih. "Teng! Teng! Teng!" Bel tanda istirahat berdentang. Bu Arin menyudahi pelajarannya. Lalu anak-anak berhambur keluar. Anis berjalan lunglai. Hatinya benar-benar sekali sedih, karena sampai pelajaran berakhir Bu Anis tidak menyentuh air minum itu. "Anis...!" Tiba-tiba suara Bu Arin menghentikan langkah lesu Anis. "Boleh ibu bicara sebentar?" Jantung Anis tiba-tiba berdegup kencang. Jangan-jangan Bu Arin tau siapa yang selalu menyiapkan air putih dan beliau tidak senang dengan hal itu. Mungkin Bu Arin akan memarahinya. Hati Anis kembali bergedup kencang. "Kenapa Nis, keberatan kalau ibu ingin berbicara denganmu?" "Ee.. mmm... ti...ti..tidak Bu" Perlahan Anis duduk di bangku yang berada didepan meja Bu Arin. "Nis.. Kenapa ya hari ini kamu kelihatan begitu sedih dan tidak semangat?" Tanya Bu Arin. (Anis tergugup) "Biasanya kamu begitu riang dan sangat bersemangat kalau pelajaran ibu?, Kamu sedih ya karena hari ini Ibu tidak meminum air putihmu?" (Anis tersentak dan wajahnya tiba-tiba pucat) "Ja... Jadi ibu tau kalau air itu..?" Anis tergagap-gagap. "Iya Nis, ibu tau dari sikapmu. Selama ini ibu selalau bertanya-tanya, siapa ya yang selalu menyiapkan air putih dimeja ibu.. Lalu ibu perhatikan, jika ibu minum air itu kamu selalu kelihatan paling gembira. Nah, lalu hari ini sengaja ibu tidak meminum air ini untuk membuktikan dugaan ibu itu benar". "Nah, ternyata benar lho, kamu sangat bersedih ketika ibu tidak meminumnya. Berarti kamu kan yang selalu menyiapkan air minum itu?" "Maafkan saya Bu, saya tidak bermaksud apa-apa. Saya hanya ingin berterimakasih kepada ibu, karena ibu telah mengajari saya. Tapi saya tidak tau harus berbuat apa. Saya juga tidak punya apa-apa bu untuk dihadiahkan, seperti apa yang sering diberikan teman-teman. Saya hanya bisa menyiapkan air minum

itu, yang lain tidak Bu, agar ketika ibu mengajar sudah mengajar ibu pasti merasa haus, Ibu tinggal minum saja. Tapi jika ibu tidak suka, saya tidak akan menyiapkan air minum lagi" Suara Anis terdendatsendat. "Kenapa ibu tidak suka Nis? Kamu ini ada-ada saja" "Iya, karena Anis orang miskin, mungkin ibu jijik minum air yang saya sediakan" Air mata Anis mulai meluncur. "A..nis.." Bu Arin mendekati Anis lalu mengelus kepala Anis. "Ibu tidak merasa jijik kok, justru ibu sangat bangga memiliki murid seperti kamu. Kamu anak yang tau berterimakasih. Ibu sangat senang! Ibu berjanji akan meminum air itu setiap hari" "Haa? Benar Bu? Benar ya Bu?" Anis menatap tak pecaya, Bu Arin mengangguk. Tanpa sadar Anis menghambur kedalam pelukan Bu Arin. Air mata Anis menetes, kali ini ia benar-benar bahagia. Anis merasakan betapa hangatnya berada dekapan gurunya yang sangat dicintainya.

Sajadah Buat Emak


Endraaa, mandi! Emak memanggilku. Kutinggalkan lapangan. Itulah tempat bermainku dan kawan-kawan. Tidak luas sih, tapi cukuplah bagi kami bermain kejar-kejaran sampai badan dan baju basah kena keringat. Tak ingin Emak memanggilku untuk kedua kalinya, aku berlari menuju halaman belakang rumah. Tidak langsung pergi mandi sih, badanku masih basah dengan keringat. Nih, malah ada keringat menetes dari sela-sela rambutku, mengalir turun sampai leherku. Lagi pula kata Emak kalau badan masih berkeringat sebaiknya tidak buru-buru mandi. Nanti malah sakit. Tunggulah sebentar sampai suhu badanmu normal. Tidak kaget jadinya waktu kena air, begitulah nasihat Emak. Wah, seru sekali permainan kami hari ini. Begitu serunya hingga waktunya shalat Maghrib tiba masih saja aku ingat betapa hebat cara kami saling menjatuhkan menara. Bukan menara betulan lho, melainkan pecahan-pecahan genting tanah liat yang kami tumpuk hingga setinggi lutut anak kecil. Kami bermain dalam dua kelompok berlawanan. Masing-masing kelompok punya satu menara yang harus di jaga dari kelompok lain. Jika menara berhasil dijatuhkan hingga tak ada lagi sisa pecahan genting yang bertumpuk, maka kelompok yang menjatuhkan menara tersebut memenangkan permainan. Coba kalau tadi Emak tidak memanggilku, pasti kami masih asyik bermain. Saat hendak mengambil air untuk wudhu, ku lihat wajah Emak yang letih. Mungkin cucian baju Emak sangat banyak hari ini. Kalau saja aku dapat membantunya. Sayang, tempat Emak bekerja jauh sekali dari sini. Emak juga melarangku ke sana. Emak malah khawatir kalau Endra nyusul Emak ke sana. Endra kan masih kecil. Sudahlah,

yang penting Endra belajar yang rajin, shalat yang rajin, ngaji juga yang rajin, ya! Pokoknya Endra harus jadi anak pintar, tawakal, dan berbakti kepada negara. Janji sama Emak, ya. Yah, kalau Emak sudah bilang begitu, aku hanya bisa mengangguk. Tapi dalam hati aku berjanji, pada Emak juga diriku sendiri, pasti aku akan rajin melakukan semuanya itu. Aku ingin Emak bangga dan bahagia melihat usahanya memasukkanku ke sekolah luar biasa tidak sia-sia. Walaupun aku tidak bisa bicara dengan mulutku, aku akan bicara dengan karya dan kerjaku. Endra, ayo shalat dulu. Kok bengong? tegur Emak lembut sambil tersenyum. Kubalas senyum Emak. Tak lama kemudian, aku dan Emak shalat Maghrib di mushala yang letaknya agak jauh dari rumah. Dalam shalatku, muncul keinginan melihat Emak shalat di rumah beralaskan sebuah sajadah yang indah. Lho, kok? Ah, sudah-sudah, shalat yang benar. Pikiranku kok ke mana-mana sih? Selesai shalat, terlintas lagi keinginan itu. Iya, ya, Emak kan sekarang tidak punya sajadah, pikirku ketika itu. Memang, kalau hujan deras dan kami tidak bisa shalat di mushala ini, Emak dan aku terpaksa menggunakan selembar kain putih kecil yang lebih tepat di sebut sebagai sapu tangan sebagai ganti sajadah. Emak pernah punya sajadah. Tapi untuk keperluan sekolahku, Emak menjual sajadah dan rukuhnya. Akhirnya, sebisa mungkin kami selalu shalat di mushala atau masjid sehingga Emak bisa meminjam rukuh yang disediakan di sana dan tak perlu khawatir dengan sajadah. Nah, seminggu yang lalu Emak di beri rukuh oleh seorang ibu yang di rumahnya Emak biasa mencucikan baju. Emak kelihatan senang sekali. Sekarang tinggal sajadahnya. Ah, aku ingin sekali melihat Emak shalat dengan rukuh dan sajadahnya sendiri. Kalau saja aku boleh ikut teman-teman yang lain menyemir sepatu atau mengamen di jalan. Tapi aneh juga sih, kalau mengamen bagaimana caraku menyanyi? Aku kan tuna wicara. Alat musik juga seadanya. Semir sepatu juga butuh uang untuk membelinya. Belum lagi kalau ketahuan Emak aku bekerja di jalanan. Aduh pusing deh. Lalu dari mana aku dapat uang untuk beli sajadah? Usai shalat di mushala, kami kembali ke rumah. Ku buka lemari pakaianku untuk mengganti sarung dengan celana panjang. Mataku tertuju pada selembar karung terigu warna putih yang sudah di cuci bersih, setumpuk pakaian warna-warni yang sudah tidak muat lagi, gunting, benang dan jarum jahit. Aha! Sepertinya aku dapat ide! 22 Desember, kira-kira tiga bulan kemudian, ideku sudah selesai dilaksanakan. Pakaian kekecilan yang berwarna-warni kuguntingi membentuk masjid dan hiasan-hiasan lain lalu kujahit di atas karung terigu. Tak sabar rasanya menunggu Emak pulang sore ini. Azan Maghrib berkumandang ketika Emak pulang dan tersenyum melihatku menunggunya di depan pintu. Dan ketika sudah waktunya kami ke mushala, aku berpamitan untuk pergi mendului ke mushala untuk shalat Maghrib sambil menitipkan sepucuk surat. Emak yang bingung melihat tingkahku hanya melongo. Ah, aku grogi nih, dag-dig-dug rasanya debaran jantungku. Aku ingin agar Emak lebih dulu membaca suratku sebelum membuka kejutan yang kusiapkan. Emak, terima kasih, ya, sudah menyekolahkan Endra. Tapi Endra sedih waktu Emak harus jual rukuh dan sajadah untuk bayar sekolah. Mak, sekarang kan Emak sudah punya rukuh, tapi belum punya sajadah. Endra ingin sekali lihat Emak pakai sajadah. Tapi Endra nggak punya uang untuk

beli. Karena itu Endra bikin sendiri. Semoga Emak suka. Selamat Hari Ibu, ya, Mak. Endra sayang deh sama Emak. Hatur nuhun, Emak. Dari Endra, anak Emak yang paling ganteng hehehe Dari balik pintu ku lihat Emak terkejut membaca tulisanku. Aduh, Emak kok malah nangis ya? Aduh, memangnya tadi aku nulis apa sih? Atau hasil karyaku jelek buat Emak? Ah, sudahlah, tunggu saja di sini, batinku. Tak lama kemudian Emak keluar dan mendapati aku yang berdiri di balik pintu. Emak berlutut dan menciumiku sambil menangis sembari mengucapkan terima kasih berulang kali. Senangnya hatiku, tidak sia-sia kukorbankan waktu bermainku selama tiga bulan ini. Hari itu hari yang paling indah bagiku. Melihat senyum Emak terasa seperti surga buatku meski hingga kini aku masih tidak tahu seperti apa dan di mana surga itu berada. Sajadah itu pula yang menjadi kenanganku dengan Emak sebelum Pemilik Surga memanggilnya. Selamat jalan, Emak. - See more at: http://katakatasmsyoko.blogspot.com/2013/10/kumpulan-cerpen-tetang-ibu-kasihsayang.html#sthash.vla3ZKVq.dpuf

Kisah Perjuangan Seorang Ibu

Ini adalah makanan yang tidak bisa dibeli dengan uang. Kisah ini adalah kisah nyata sebuah keluarga yang sangat miskin, yang memiliki seorang anak laki-laki. Ayahnya sudah meninggal dunia, tinggalah ibu dan anak laki-lakinya untuk saling menopang. Ibunya bersusah payah seorang membesarkan anaknya, saat itu kampung tersebut belum memiliki listrik. Saat membaca buku, sang anak tersebut diterangi sinar lampu minyak, sedangkan ibunya dengan penuh kasih menjahitkan baju untuk sang anak. Saat memasuki musim gugur, sang anak memasuki sekolah menengah atas.

Tetapi justru saat itulah ibunya menderita penyakit rematik yang parah sehingga tidak bisa lagi bekerja disawah. Saat itu setiap bulannya murid-murid diharuskan membawa tiga puluh kg beras untuk dibawa kekantin sekolah. Sang anak mengerti bahwa ibuya tidak mungkin bisa memberikan tiga puluh kg beras tersebut. Dan kemudian berkata kepada ibunya: " Ma, saya mau berhenti sekolah dan membantu mama bekerja disawah". Ibunya mengelus kepala anaknya dan berkata : "Kamu memiliki niat seperti itu mama sudah senang sekali tetapi kamu harus tetap sekolah. Jangan khawatir, kalau mama sudah melahirkan kamu, pasti bisa merawat dan menjaga kamu. Cepatlah pergi daftarkan

kesekolah nanti berasnya mama yang akan bawa kesana". Karena sang anak tetap bersikeras tidak mau mendaftarkan kesekolah, mamanya menampar sang anak tersebut. Dan ini adalah pertama kalinya sang anak ini dipukul oleh mamanya. Sang anak akhirnya pergi juga kesekolah. Sang ibunya terus berpikir dan merenung dalam hati sambil melihat bayangan anaknya yang pergi menjauh.

Tak berapa lama, dengan terpincang-pincang dan nafas tergesa-gesa Ibunya datang kekantin sekolah dan menurunkan sekantong beras dari bahunya. pengawas yang bertanggung jawab menimbang beras dan membuka kantongnya dan mengambil segenggam beras lalu menimbangnya dan berkata : " Kalian para wali murid selalu suka mengambil keuntungan kecil, kalian lihat, disini isinya campuran beras dan gabah. Jadi kalian kira kantin saya ini tempat penampungan beras campuran". Sang ibu ini pun malu dan berkalikali meminta maaf kepada ibu pengawas tersebut. Awal Bulan berikutnya ibu memikul sekantong beras dan masuk kedalam kantin. Ibu pengawas seperti biasanya mengambil sekantong beras dari kantong tersebut dan melihat. Masih dengan alis yang mengerut dan berkata: "Masih dengan beras yang sama". Pengawas itupun berpikir, apakah kemarin itu dia belum berpesan dengan Ibu ini dan kemudian berkata : "Tak perduli beras apapun yang Ibu berikan kami akan terima tapi jenisnya harus dipisah jangan dicampur bersama, kalau tidak maka beras yang dimasak tidak bisa matang sempurna. Selanjutnya kalau begini lagi, maka saya tidak bisa menerimanya" .

Sang ibu sedikit takut dan berkata : "Ibu pengawas, beras dirumah kami semuanya seperti ini jadi bagaimana? Pengawas itu pun tidak mau tahu dan berkata : "Ibu punya berapa hektar tanah sehingga bisa menanam bermacam- macam jenis beras". Menerima pertanyaan seperti itu sang ibu tersebut akhirnya tidak berani berkata apa-apa lagi. Awal bulan ketiga, sang ibu datang kembali kesekolah. Sang pengawas kembali marah besar dengan kata-kata kasar dan berkata: "Kamu sebagai mama kenapa begitu keras kepala, kenapa masih tetap membawa beras yang sama. Bawa pulang saja berasmu itu !".

Dengan berlinang air mata sang ibu pun berlutut di depan pengawas tersebut dan berkata: "Maafkan saya bu, sebenarnya beras ini saya dapat dari mengemis". Setelah mendengar kata sang ibu, pengawas itu kaget dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sang ibu tersebut akhirnya duduk diatas lantai, menggulung celananya dan memperlihatkan kakinya yang sudah mengeras dan membengkak. Sang ibu tersebut menghapus air mata dan berkata: "Saya menderita rematik stadium terakhir, bahkan untuk berjalan pun susah, apalagi untuk bercocok tanam. Anakku sangat mengerti kondisiku dan mau berhenti sekolah untuk membantuku bekerja disawah. Tapi saya melarang

dan menyuruhnya bersekolah lagi." Selama ini dia tidak memberi tahu sanak saudaranya yang ada dikampung sebelah. Lebih-lebih takut melukai harga diri anaknya.

Setiap hari pagi-pagi buta dengan kantong kosong dan bantuan tongkat pergi kekampung sebelah untuk mengemis. Sampai hari sudah gelap pelan-pelan kembali kekampung sendiri. Sampai pada awal bulan semua beras yang terkumpul diserahkan kesekolah. Pada saat sang ibu bercerita, secara tidak sadar air mata Pengawas itupun mulai mengalir, kemudian mengangkat ibu tersebut dari lantai dan berkata: "Bu sekarang saya akan melapor kepada kepala sekolah, supaya bisa diberikan sumbangan untuk keluarga ibu." Sang ibu buruburu menolak dan berkata: "Jangan, kalau anakku tahu ibunya pergi mengemis untuk sekolah anaknya, maka itu akan menghancurkan harga dirinya. Dan itu akan mengganggu sekolahnya. Saya sangat terharu dengan kebaikan hati ibu pengawas, tetapi tolong ibu bisa menjaga rahasia ini." Akhirnya masalah ini diketahui juga oleh kepala sekolah. Secara diam- diam kepala sekolah membebaskan biaya sekolah dan biaya hidup anak tersebut selama tiga tahun. Setelah Tiga tahun kemudian, sang anak tersebut lulus masuk ke perguruan tinggi qing hua dengan nilai 627 point. Dihari perpisahan sekolah, kepala sekolah sengaja mengundang ibu dari anak ini duduk diatas tempat duduk utama. Ibu ini merasa aneh, begitu banyak murid yang mendapat nilai tinggi, tetapi mengapa hanya ibu ini yang diundang. Yang lebih aneh lagi disana masih terdapat tiga kantong beras. Pengawas sekolah tersebut akhirnya maju kedepan dan menceritakan kisah sang ibu ini yang mengemis beras demi anaknya bersekolah. Kepala sekolah pun menunjukkan tiga kantong beras itu dengan penuh haru dan berkata : "Inilah sang ibu dalam cerita tadi." Dan mempersilakan sang ibu tersebut yang sangat luar biasa untuk naik keatas mimbar. Anak dari sang ibu tersebut dengan ragu-ragu melihat kebelakang dan melihat gurunya menuntun mamanya berjalan keatas mimbar. Sang ibu dan sang anakpun saling bertatapan. Pandangan mama yang hangat dan lembut kepada anaknya. Akhirnya sang anak pun memeluk dan merangkul erat mamanya dan berkata: "Oh Mamaku...... ......... ...

Inti dari Cerita ini adalah: Pepatah mengatakan: "Kasih ibu sepanjang masa, sepanjang jaman dan sepanjang kenangan" Inilah kasih seorang mama yang terus dan terus memberi kepada anaknya tak mengharapkan kembali dari sang anak. Hati mulia seorang mama demi menghidupi sang anak berkerja tak kenal

lelah dengan satu harapan sang anak mendapatkan kebahagian serta sukses dimasa depannya. Mulai sekarang, katakanlah kepada mama dimanapun mama kita berada dengan satu kalimat: " Terimakasih Mama.. Aku Mencintaimu, Aku Mengasihimu. .. selamanya". - See more at: http://katakatasmsyoko.blogspot.com/2013/10/kumpulan-cerpen-tetang-ibu-kasihsayang.html#sthash.vla3ZKVq.dpuf

Anda mungkin juga menyukai