Anda di halaman 1dari 16

Terimakasih Sudah Bertahan

Yogyakarta, 8 Juli 2022

Kring kring kring, bunyi bel sudah terdengar, menandakan jam


pulang sudah tiba. “Yayaaa, ayo kita pulang bersama!” Ucap
seseorang sambil menghampiri ke tempat dudukku. “Iya
sebentaarr, kamu duluan aja” jawabku. Aku Laneya Deeva, aku
duduk di kelas 8 SMP. Biasanya sih aku sering dipanggil Neya,
tapi gatau kenapa temanku suka banget manggil aku dengan
panggilan Yaya. Kalau yang tadi Maisha, teman sekelas ku, tapi
temanku satu satunya sih hehe. Aku tinggal dengan nini
(nenekku) dan tante Rena. Aku engga tau orang tuaku kemana
atau mereka sudah meninggal, aku juga tidak tahu. Seingatku
juga, dari dulu aku diasuh dengan nini.

Hari ini cuacanya lumayan sejuk. Tumbenan banget sih, padahal


kemarin panas banget, kadang juga mendung. Aku dan Meisha
pulang bersama, soalnya hari ini tante Rena tidak bisa
menjemputku, jadi aku pulang sendiri. Untungnya Meisha
mengajakku pulang bersama. Tidak terasa, aku dan Meisha
sudah sampai di rumah Meisha. Kita pun mengucapkan salam
perpisahan, dan aku pun melanjutkan perjalanan pulangku.
Dan akhirnya, aku sampai di rumah. Di rumah hanya ada nini
yang sedang menyiapkan makanan siang. “Eh Ney, kamu sudah
pulang toh. Pas banget, makanannya barusan jadi nih, yuk
makan” Ajak nini kepadaku. “Sebentar Ni, aku ganti baju dulu
yaa.” Setelah ganti baju dan bersih bersih, aku dan Nini makan
siang bersama. “Oh iya ni, tante Rena masih lama kah kerjanya?
Tumben belum pulang” tanyaku sambil memakan soto buatan
Nini. “Mungkin masih lama, Nini juga kurang tau Ney.” Aku pun
mengangguk dan melanjutkan makananku. Tante Rene sudah
aku anggap seperti mama kandungku sendiri. Dia selalu
menemaniku setiap aku sedang senang atau sedih.

Kadang juga kita selalu bermain bersama, layaknya anak dan


ibu. Orang orang juga selalu mengatakan bahwa wajah kami
mirip. Mungkin mamaku dulu juga mirip dengan tante Rena.
Intinya tante Rena sudah aku anggap seperti mama kandungku
sendiri. “Eh Ney, kok kamu ngelamun gitu. Lagi mikirin apa sih
Ney?” Ucap Nini kepadaku. Tanpa kusadari ternyata daritadi aku
sedang ngelamun, hehe. Mungkin aku sedang merindukan tante
Rena, atau mungkin aku sedang merindukan sosok mama?.
“Hehehe gapapa kok Ni. Oh ya Ni, aku boleh tanya ga?” Tanyaku
sambil membereskan piring piring yang sudah selesai dipake
untuk makan tadi. “Boleh dong Ney, mau tanya tentang apa nih?”
Jawab Nini kepadaku. “Tentang papa dan mama, Ni.”
Deg. Seketika hawanya langsung berubah. Tapi aku juga kurang
tahu sih, atau hanya aku yang merasa kalau hawanya benar
benar berubah. “Eh kenapa Ni, kok diam? Ada yang salahkah
sama omonganku tadi?” “Eh gapapa Ney, Nini cuman kaget aja.”
“Oh iya Ney, tadi kamu mau tanya apa Ney?” “Gajadi Ni, aku balik
ke kamar dulu yaa, hoamm.. Aku ngerasa sedikit ngantuk.
Makasih Ni makanannya enak banget” Ucapku sambil memberi
dua jempol ke arah Nini. Dan akhirnya aku pergi ke kamarku.
Maaf Ney, Nini belum bisa kasih tau sekarang. Tentang kejadian
sebenarnya.

Sore pun tiba. Tanpa ku sadari ternyata tadi aku ketiduran


setelah makan siang bersama Nini. Dan ternyata Tante Rena
sudah pulang. “Eh Ney udah bangun, tumben banget nih tidur
siang. Biasanya juga main hp tuh.” Ucap tante Rena sambil
meledekku, dan akhirnya aku menghampiri tante Rena. “Tante
tumben juga baru pulang, sibuk beneran ga nihh” Ucapku sambil
membalas ledekan tante tadi. “Loh, beneran sibuk mah tante.
Emang nya kaya kamu Ney, hadehh.” Akhirnya aku dan Tante
Rena berbincang bincang. Saking serunya, sampai tidak terasa
sudah hampir larut malam.

Keesokan harinya pun tiba. “Tumben banget akhir akhir ini


cuacanya sejuk banget” Ucapku dalam hati. Hari ini hari
weekend. Dan ya, hari aku libur. Sebenarnya, sudah dari lama
aku ingin mengetahui penyebab orang tuaku hilang atau
meninggal itu. Aku sendiri yang anak kandungnya saja tidak tahu
keberadaan orang tuaku dimana, mereka hilang atau meninggal
aku saja tidak tahu. Kalau tanya Nini juga pasti tidak dijawab,
sama seperti kemarin, justru membuat keadaan semakin aneh.
Saat memikirkan kedua orang tuaku juga, kepalaku selalu pusing.
Seperti ada memori masa lalu yang aku lupakan. Sebenarnya ada
apa sih? Apa yang disembunyikan dari aku?

Setelah membereskan kamar, aku langsung bergegas turun ke


bawah. Tadinya pengen sarapan, tapi ternyata Nini dan tante
Rena sedang membongkar lemari lama. “Eh Ney, sini turun. Lihat
nih tante nemu barang barang lama. Lucu lucu tau.” Ajak Tante
Rena kepadaku. Dan akhirnya aku menghampiri Nini dan Tante
Rena. “Tumben banget nih pada beres beres” Ucapku kepada
Nini dan Tante Rena. “Iya nih Ney, soalanya kelihatan kotor
banget nih lemarinya” Ucap Nini kepadaku. “Bantuin sini dong
Ney, masa ngelihatin doang nih” Ucap tante Rena sambil
meledekku, “Iya iya, nih aku bantu nih” Ucapku dengan nada
sedikit terpaksa, karena ya sebenernya hari ini aku ingin mencari
tentang kedua orang tuaku.

Saat sedang membereskan barang barang lama yang ada di


lemari, ada suatu kardus yang membuatku penasaran, dan
isinya ada sebuah buku dairy. Buku dairy itu tertulis “Dairy
Deeva” yang membuatku semakin bingung. “Kenapa namanya
mirip sama namaku, ini punya siapa ya? Apa aku ambil aja ya?
Siapa tau penting.” Ucapku dalam hati. Tiba tiba suara Tante
Rena mengejutkanku dan aku pun buru buru menyembunyikan
buku dairy itu. “Dor, hayo habis lihat apa tuh. Kok ngelamun” “Ah
ga liat apa apa kok te, tadi ada laba laba besar. Jadi agak kaget aja
gitu hehe” Ucapku agak canggung. “Oh iya tan, Ni. Aku ke kamar
dulu ya, mau mandi nih. Soalnya udah kotor banget nih badanku.
Duluan ya Tan, Ni” Ucapku langsung bergegas ke kamar dan
langsung menutup dan mengunci pintu kamarku. Neya kenapa
ya? Aneh banget kelakuannya.

Aku pun langsung cepat cepat membuka isi dairy itu. Dari
halaman pertama, aku sudah merasa sedih. Karena isi dairy itu
seperti seseorang anak yang selalu diperlakukan kasar dengan
keluarganya. Tapi, aku merasa tidak asing dengan tulisan dalam
dairy ini. “Dan ini dairy punya siapa? Masa punya anaknya tante
Rena? Tapi tane Rena bilang dia tidak mempunyai anak.” Ucapku
sambil kebingungan. Namun, ada satu halaman yang membuatku
kaget, yaitu isinya “Aku sayang Mama Rena, Papa Regan dan
kakak Rey.” Deg. Tidak tau kenapa setelah membaca halaman
dairy itu, tiba tiba jantungku berdetak dengan cepat dan
kepalaku rasanya pusing sekali. Dan, memori memori lama
seperti datang ke pikiranku. Ya Tuhan, sebenernya aku kenapa
sih?

Saking kepalaku sakit sekali, tanpa kusadari ternyata aku


pingsan di kamar. Untungnya Nini mempunyai kunci cadangan.
Jadinya kalau ada kecelakaan seperti ini, tidak harus mendobrak
pintu. Setelah aku sadar dari pingsan, kepalaku masih pusing
sekali. Bahkan aku hampir tidak ingat, apa penyebabku sampai
pingsan. Nini dan Tante Rena yang sekarang di sampingku, yang
tadinya panik sekali karena aku pingsan, kini sudah lumayan
membaik karena aku sudah sadarkan diri. Perlahan pusingku
menghilang, aku semakin menyadari. “Seperti ada yang hilang
tapi apa ya?” Ucapku dalam hati. Dan akhirnya, aku
menyadarinya. Dimana buku dairy itu? Siapa yang
mengambilnya?

Setelah kejadian itu, aku masih belum menemukan buku dairy


itu. Sebenarnya aku ingin menanyakan kepada tante Rena atau
Nini. Tapi, aku ingin merahasiakan tentang buku dairy itu. Dan
akhirnya, hari Senin pun telah tiba. Menandakan, bahwa aku
sudah masuk sekolah, lagi. Setelah jam istirahat telah tiba, aku
pun langsung menceritakan kepada Meisha, tentang kejadian
yang terjadi kepadaku kemarin. Mulai dari aku yang bertanya
kepada Nini, aku menemukan buku dairy, sampai aku pingsan.
“Jujur aku masih kaget banget sama ceritamu ini, sampe kaya
hampir ga percaya gitu ih” Ucap Meisha yang tidak percaya
dengan apa yang ku ceritakan kepadanya. Ya, siapa juga yang
bisa langsung percaya dengan hal yang aneh seperti itu?

“Eh tapi, kamu ngerasa ada yang janggal ga sih? Sama Nini atau
tante Rena itu?” Ucap Meisha dengan raut muka yang penasaran.
“Aku sebenernya udah dari lama sih, ngerasa janggal sama Nini
atau tante Rena. Apalagi tanya tentang kedua orang tuaku, pasti
Nini hanya diam jika ditanya.” Ucapku dengan nada sedikit sedih.
“Aku sering bertanya tentang kedua orang tuaku kepada Nini,
lebih seringnya sih Nini diam jika aku bertanya tentang itu. Tapi
pernah Nini menjawab pertanyaanku itu, tapi Nini hanya bilang
kalau kedua orang tuaku kecelakaan dan meninggal. Tapi aku
engga percaya, karena seharusnya kalau orang tuaku sudah
meninggal, seharusnya kita sering mendatangi ke kuburan nya
kan? Tapi seumur hidupku aku belum pernah diajak ke kuburan
sama sekali.”

Tidak terasa, waktu istirahat sudah selesai. Dan aku pun


langsung mengikuti pembelajaran di sekolah. Jam sekolah telah
usai. Setelah mengucapkan salam perpisahan kepada Meisha,
aku langsung bergegas cepat cepat pulang ke rumah. Sesampai di
rumah, ternyata tidak ada orang di rumah. Tante Rena yang
bekerja, dan Nini pun sedang ada acara bersama teman
temannya. “Mungkin sekarang waktu yang tepat mencari buku
dairy itu.” Kataku dengan nada semangat. Bagaimanapun juga,
aku harus tau kebenarannya.

Setelah membongkar lemari lama, aku masih penasaran dengan


isi kardus yang awalnya berisi dairy itu. Karena aku penasaran,
akhirnya aku membawa satu kardus itu ke kamar. Saat aku
membawa kardus itu ke kamar, aku melewati kamar Nini dengan
pintu yang terbuka agak lebar. Dari dulu sebenarnya, aku tidak
diperbolehkan dengan Nini untuk masuk ke dalam kamarnya.
Justru itu membuatku semakin penasaran. Memangnya ada apa
sih di kamar Nini?

Aku pun langsung cepat cepat masuk ke kamar Nini, awalnya aku
tidak merasakan hal yang aneh disana. Namun, tiba tiba aku
melihat dairy itu ada di meja kamar Nini. “Hah, buku dairy nya
kok bisa ada disini? Jadi Nini yang ngambil? Kenapa diambil?”
Tanyaku dalam hati. Aku semakin penasaran dengan semua hal
yang aneh ini. Apa aku tanya aja ya ke Tante Rena? Sebenarnya,
aku jarang bertanya tentang kedua orang tuaku kepada tante
Rena. Pernah sekali sih, tapi Nini langsung melarangku. Karena
kata Nini, tante Rena masih belum bisa mengikhlaskan tentang
kejadian yang menimpa kedua orang tuaku.

Setelah menemukan buku dairy itu, aku langsung bergegas ke


kamar ku dan membuka kardus yang aku temukan di lemari
lama. Isi kardus itu seperti Foto foto keluarga, barang barang
anak kecil, dan lain lain. Tapi, ada satu barang yang membuatku
semakin penasaran. Yaitu berkas berkas yang sudah lama.
Awalnya aku tidak tertarik dengan berkas berkas itu, tapi aku
melihat ada namaku yang tertulis disitu. Sampai akhirnya, aku
membaca berkas itu. “Ini berkas apasih? Kok ada namaku disini.”
Tanyaku dengan penasaran. Saat aku membaca ulang berkas itu,
ternyata berkas itu adalah Akta Kelahiran yang bertulis anak ke
dua, perempuan dari ayah Regan dan Ibu Rena.

Jantungku rasanya seperti ingin lepas, saat membaca kebenaran


itu. Aku tidak pernah menduga hal seperti ini terjadi. Kalau
ditanya perasaanku bagaimana, aku sekarang sedang sedih,
kecewa, bahagia menjadi bercampur menjadi satu. Aku tidak
tahu lagi, bagaimana aku harus mengekspresikan kejadian yang
telah aku temukan sekarang ini. Apakah ini nyata?. Malam hari
pun tiba. Nini dan tante Rena sudah pulang ke rumah, dan
sekarang kita sedang makan malam bersama. Aku masih sangat
sangat sangat terkejut dengan hal yang kutemui tadi siang.
Sampai, kepalaku pusing sekali rasanya. Untung saja aku tidak
sampai pingsan.

“Eh Ney kok kamu suka banget ngelamun sih? Lagi mikirin apa
sih? Cerita dong sama tante dan Nini.” Tanya tante Rena
kepadaku. Aku belum menceritakan kepada Nini dan tante Rena
tentang apa yang kutemukan tadi siang. Sebenarnya sih aku ingin
menanyakan, tapi aku takut membuat kondisi semakin kacau.
Tapi aku butuh penjelasan tentang apa yang terjadi. “Eh gapapa
te, cuman sedikit pusing ajaa.” “Oh iya, aku boleh tanya tentang
penyebab kedua kedua orang tuaku meninggal ga?” Akhirnya
aku memberanikan diri untuk bertanya tentang itu. Meskipun ya,
mungkin nanti akan terjadi suasana yang kurang mengenakkan.
Namun, tiba tiba Nini justru berbicara “Ney, yuk bantu Nini
membersihkan piring kotor.” Deg. Aku pun langsung merasa
kesal kepada Nini. Kenapa selalu seperti ini jika aku bertanya
tentang kedua orang tuaku? Kenapa sih? Tanyaku dalam hati. “Iya
Ni, nanti aku bantu. Tapi boleh ga jawab pertanyaanku dulu yang
tadi? “ Jawabku dengan nada sedikit tegas. Sebenarnya aku
sudah muak dengan kondisi seperti ini. Mereka selalu lari dari
pertanyaan tentang kedua orang tuaku. Aku hanya ingin tau
kebenarannya. “Iya Ney, bantu Nini dulu tapi ya.” Jawab Nini
kepadaku. “Tapi aku maunya sekarang Nini!” Jawabku sambil
berteriak. Plak! Tiba tiba tante Rena menampar pipiku cukup
keras.

“Bisa ga sih Ney, gausah teriak teriak gitu ngomongnya! Ga sopan


tau ga!” Ucap tante Rena kepadaku dengan nada tegas. Aku yang
masih terkejut kenapa tante Rena menampar pipiku? Kenapa sih?.
“Maaf kalau aku ngomongnya kurang sopan. Maaf. Tapi bisa ga
sih tante sama Nini jangan ngelak terus kalau aku tanya tentang
kedua orang tuaku?” Ucapku sambil menahan air mataku supaya
tidak jatuh ke pipiku. Sebenarnya aku malas sekali kalau harus
membicarakan tentang kedua orang tuaku kepada Nini dan tante
Rena. Karena aku tau, pasti mereka selalu mengelak. “Aku
sebagai anak kandungnya harus tau dong penyebab kedua orang
tuaku meninggal? Aku cuman pengen tau tentang itu saja kok.
Gak lebih. Aku juga cape jika ditanya orang tuamu kemana?
Kamu anaknya kok gatau sama keadaan orang tuamu sendiri. Aku
cape.” Aku yang tadinya menahan air mataku supaya tidak jatuh,
sekarang percuma. Air mataku sudah turun deras membasahi
pipiku.

Nini dan tante Rena yang daritadi hanya diam namun mereka
juga ikutan menangis. “Tante cuman nunggu waktu yang tepat
aja Ney, nanti tante sama Nini pasti kasih tau semuanya ke kamu
kok, Ney.” Ucap tante Rena sambil sesenggukan.” “Oke kalau
tante sama Nini nunggu waktu yang tepat. Tapi sampai kapan
Tan? Sampai aku tahu sendiri kalau aku ternyata Anak
kandungnya Tante Rena!” Deg! Kali ini suasananya benar benar
berbeda. Tante dan Nini yang sedang terkejut dengan
perkataanku sebelumnya, berusaha untuk menjelaskannya
kepadaku. “J-jadi kamu udah tau semuanya, Ney?” Tanya tante
Rena kepadaku. Seketika badanku rasanya lemas sekali,
jantungku juga berdetak dengan cepat. Awalnya aku yang belum
percaya 100% bahwa aku anak kandungnya tante Rena,
sekarang aku mau gimana lagi. Tante Rena sendiri yang
mengatakan kalau itu benar.

“Oh, jadi tentang itu bener ya tan? Kalau aku memang anak
kandungnya tante Rena? Awalnya sih aku belum percaya saat
aku melihat akta kelahiranku di kardus yang aku temui di lemari
lama. Ternyata bener ya? Ucapku sambil menahan tangisanku.
Tiba tiba Nini berkata “Jadi kamu ya Ney, yang kemarin
berantakin lemari? Udah Nini bilang, jangan suka buka buka
barang punya orang sembarangan!” Bentak Nini kepadaku. “Ok
aku salah maaf. Tapi kalau engga kepengen kaya gitu, harusnya
dari awal dong kasih tau yang sebenernya! Kalau dari awal aku
udah tau apa yang sebenernya terjadi, aku juga ga bakalan kaya
gini kok.” “Aku tau, pasti Nini dan tante punya alasan tersendiri
untuk menyembunyikan masalah ini. Tapi sampai kapan? Sampai
aku menemukan sendiri dulu baru kalian baru mau buka suara?”
Ucapku sambil mengusap air mataku “Makasih tante, makasih
juga Nini udah mau jujur, meskipun caranya harus ga sopan gini.
Maaf juga kalau aku kurang sopan. Aku balik ke kamar dulu.” Aku
pun langsung cepat cepat ke kamar ku dan Bruk! Aku menutup
pintu dengan kencang. Maafin Mama, Laneya. Maafin Nini, Ney.

Keesokan harinya pun tiba, aku masih di kamar. Mungkin aku


tidak akan keluar kamar dulu, kecuali ada hal yang penting. Aku
bangun dengan mata yang sembab dan bengkak karena semalam
aku terlalu banyak menangis. Mungkin aku terlalu kekanak-
kanakan, tapi sedih itu wajar kan?. Kegiatan untuk hari ini aku
juga belum tau. Mungkin aku akan izin tidak sekolah dulu,
sampai keadaan ku perlahan membaik. Aku masih tidak
mempercayai apa yang terjadi semalam, dan aku juga masih
belum percaya kebenaran yang sudah terungkap. Tapi aku yakin,
pasti ada hal yang membuat Nini dan tante Rena
menyembunyikan masalah ini.
Hari hari pun berlanjut, keadaan ku perlahan membaik. Tapi,
hubungan ku dengan Nini dengan tante Rena belum membaik.
Sejak kejadian itu, mereka sudah mengajakku untuk berbaikan.
Tapi, aku yang belum mau. Mereka juga sampai sekarang belum
menceritakan kenapa mereka menyembunyikan masalah ini
dariku. Seharusnya aku juga menghargai perasaan mereka. Tapi
maaf, kali ini aku belum bisa.

Sore pun tiba, kali ini aku ingin pergi ke pantai. Karena, hanya
pantai yang bisa membuatku lebih baik daripada sebelumnya.
Aku tiba di pantai, aku duduk di pasir yang sudah ku alasi
dengan tikar. Aku menikmati tenggelamnya matahari, dan
ditemani oleh angin sepoi yang menyejukkan badan. Tiba tiba
ada seseorang yang menghampiriku dan mengatakan, '”Ternyata
Ney masih suka pantai ya, kaya dulu.” Aku yang terkejut,
langsung menoleh ke samping untuk melihat siapa yang tiba tiba
berbicara kepadaku, ternyata dia adalah Nini. Aku masih
mencerna apa yang dikatakan oleh Nini tadi.

Aku pun bertanya kenapa Nini, “Maksudnya kaya dulu apa Ni?”
Tanyaku pada Nini. Nini pun langsung duduk di sebelahku dan
mengatakan, “Dari dulu kamu, kakakmu, papamu dan mamamu
suka sekali dengan pantai. Udah kaya keluarga pecinta pantai.
Sampai sampai, kalau udah main air, susah diajak pulangnya”
Ucap Nini sambil tersenyum saat mengingat kejadian itu. Aku
yang masih bingung dengan perkataan Nini, rasanya sangat
pusing. “Pasti pusing ya Ney? Tapi Nini bakal jelasin kamu secara
pelan pelan.” Ucap Nini sambil menoleh ke arahku. “Kamu hilang
ingatan Ney, dan penyebab kamu hilang ingatan itu Mama kamu
sendiri.”

Yogyakarta, 7 Januari 2018

“Urusan Neya, biar aku yang rawat dia. Kamu gausah ganggu
hidup aku dan Neya lagi.” “Oh gabisa gitu dong Rena. Gimanapun
juga Neya tetep anak aku!” “Baru sekarang kamu anggap Neya
anak kamu, Regan? Kemarin kemana aja.” Ya hari itu adalah hari
penceraian Mama dan Papa. Aku dan kakakku menyaksikan
kejadian itu dengan mata sendiri. Karena aku masih kecil aku
juga tidak bisa apa apa untuk memberhentikan pertengkaran itu.
Aku sayang sekali kepada keluargaku, tapi entah mengapa mama
dan papa selalu bertengkar, dan kadang juga aku selalu menjadi
hukuman oleh papa kalau papa sedang emosi. Mungkin karena
itu, mama yang mengetahui aku selalu kena hukuman dari papa.
Mama memutuskan untuk berpisah dengan papa. Setelah itu, aku
dan mama mencari tempat tinggal baru. “Ney, maaf kamu harus
ngerasain kaya gini. Mama janji bakal selalu ada di samping
kamu.” Ucap mama sambil menyetir mobil. Aku pun
mengangguk, dan tiba tiba Bruk! Tidak sengaja mobil yang aku
dan mama tumpangi menabrak sebuah pohon, dan aku yang
tidak memakai sabuk pengaman terbentur dan membuat
ingatanku hilang namun hanya setengah. Dan aku hanya
mengingat kenangan dari umurku 10 tahun, dimana waktu itu
aku diasuh dengan Nini.

Yogyakarta, 14 Juli 2022

“Dan mama kamu memilih untuk merahasiakan masalah ini dari


kamu, supaya kamu tidak ingat masa lalu kamu yang kelam.
Takutnya kamu merasakan trauma lagi.” “Nini harap kamu
sudah tidak penasaran lagi ya terhadap masalah ini. Maaf, Nini
baru bisa cerita ke kamu sekarang.” Ucap Nini sambil menangis
dan menoleh ke arahku. Aku pun yang sudah bisa mengingat
masa laluku, merasa sedih dan merasa bersalah atas kejadian
yang telah aku lakukan kemarin malam. Seharusnya kalau aku
bisa bersabar, pasti mama dan Nini akan cerita kepadaku.
“Maafin Ney juga Ni, Ney salah. Seharusnya Ney gausah marah
marah waktu itu” Ucapku sambil menyesal dan memeluk Nini.
“Udah udah, gapapa. Namanya juga emosi, wajar kok itu.” Ucap
Nini sambil menenangkanku. Akhirnya Nini pun bercerita
tentang aku dan keluargaku. “Ni, Ney pengen ketemu Mama.”
Ucapku secara tiba tiba. Nini menjawab pertanyaanku dengan
senyuman “Mamamu sedang pergi jauh, ke tempat yang
mamamu inginkan. Nanti kalau dia sudah sembuh, pasti dia akan
balik, lagi.”
Yogyakarta, 16 September 2026

Masih Laneya disini, namun mama belum kembali. Sekarang aku


sudah duduk di kelas 12 alias kelas 3 SMA. Mama, aku akan
selalu menunggu mu kembali. Aku rindu mama.

Mama juga merindukan kamu, Laneya Deeva.

Anda mungkin juga menyukai