Aku pun langsung cepat cepat membuka isi dairy itu. Dari
halaman pertama, aku sudah merasa sedih. Karena isi dairy itu
seperti seseorang anak yang selalu diperlakukan kasar dengan
keluarganya. Tapi, aku merasa tidak asing dengan tulisan dalam
dairy ini. “Dan ini dairy punya siapa? Masa punya anaknya tante
Rena? Tapi tane Rena bilang dia tidak mempunyai anak.” Ucapku
sambil kebingungan. Namun, ada satu halaman yang membuatku
kaget, yaitu isinya “Aku sayang Mama Rena, Papa Regan dan
kakak Rey.” Deg. Tidak tau kenapa setelah membaca halaman
dairy itu, tiba tiba jantungku berdetak dengan cepat dan
kepalaku rasanya pusing sekali. Dan, memori memori lama
seperti datang ke pikiranku. Ya Tuhan, sebenernya aku kenapa
sih?
“Eh tapi, kamu ngerasa ada yang janggal ga sih? Sama Nini atau
tante Rena itu?” Ucap Meisha dengan raut muka yang penasaran.
“Aku sebenernya udah dari lama sih, ngerasa janggal sama Nini
atau tante Rena. Apalagi tanya tentang kedua orang tuaku, pasti
Nini hanya diam jika ditanya.” Ucapku dengan nada sedikit sedih.
“Aku sering bertanya tentang kedua orang tuaku kepada Nini,
lebih seringnya sih Nini diam jika aku bertanya tentang itu. Tapi
pernah Nini menjawab pertanyaanku itu, tapi Nini hanya bilang
kalau kedua orang tuaku kecelakaan dan meninggal. Tapi aku
engga percaya, karena seharusnya kalau orang tuaku sudah
meninggal, seharusnya kita sering mendatangi ke kuburan nya
kan? Tapi seumur hidupku aku belum pernah diajak ke kuburan
sama sekali.”
Aku pun langsung cepat cepat masuk ke kamar Nini, awalnya aku
tidak merasakan hal yang aneh disana. Namun, tiba tiba aku
melihat dairy itu ada di meja kamar Nini. “Hah, buku dairy nya
kok bisa ada disini? Jadi Nini yang ngambil? Kenapa diambil?”
Tanyaku dalam hati. Aku semakin penasaran dengan semua hal
yang aneh ini. Apa aku tanya aja ya ke Tante Rena? Sebenarnya,
aku jarang bertanya tentang kedua orang tuaku kepada tante
Rena. Pernah sekali sih, tapi Nini langsung melarangku. Karena
kata Nini, tante Rena masih belum bisa mengikhlaskan tentang
kejadian yang menimpa kedua orang tuaku.
“Eh Ney kok kamu suka banget ngelamun sih? Lagi mikirin apa
sih? Cerita dong sama tante dan Nini.” Tanya tante Rena
kepadaku. Aku belum menceritakan kepada Nini dan tante Rena
tentang apa yang kutemukan tadi siang. Sebenarnya sih aku ingin
menanyakan, tapi aku takut membuat kondisi semakin kacau.
Tapi aku butuh penjelasan tentang apa yang terjadi. “Eh gapapa
te, cuman sedikit pusing ajaa.” “Oh iya, aku boleh tanya tentang
penyebab kedua kedua orang tuaku meninggal ga?” Akhirnya
aku memberanikan diri untuk bertanya tentang itu. Meskipun ya,
mungkin nanti akan terjadi suasana yang kurang mengenakkan.
Namun, tiba tiba Nini justru berbicara “Ney, yuk bantu Nini
membersihkan piring kotor.” Deg. Aku pun langsung merasa
kesal kepada Nini. Kenapa selalu seperti ini jika aku bertanya
tentang kedua orang tuaku? Kenapa sih? Tanyaku dalam hati. “Iya
Ni, nanti aku bantu. Tapi boleh ga jawab pertanyaanku dulu yang
tadi? “ Jawabku dengan nada sedikit tegas. Sebenarnya aku
sudah muak dengan kondisi seperti ini. Mereka selalu lari dari
pertanyaan tentang kedua orang tuaku. Aku hanya ingin tau
kebenarannya. “Iya Ney, bantu Nini dulu tapi ya.” Jawab Nini
kepadaku. “Tapi aku maunya sekarang Nini!” Jawabku sambil
berteriak. Plak! Tiba tiba tante Rena menampar pipiku cukup
keras.
Nini dan tante Rena yang daritadi hanya diam namun mereka
juga ikutan menangis. “Tante cuman nunggu waktu yang tepat
aja Ney, nanti tante sama Nini pasti kasih tau semuanya ke kamu
kok, Ney.” Ucap tante Rena sambil sesenggukan.” “Oke kalau
tante sama Nini nunggu waktu yang tepat. Tapi sampai kapan
Tan? Sampai aku tahu sendiri kalau aku ternyata Anak
kandungnya Tante Rena!” Deg! Kali ini suasananya benar benar
berbeda. Tante dan Nini yang sedang terkejut dengan
perkataanku sebelumnya, berusaha untuk menjelaskannya
kepadaku. “J-jadi kamu udah tau semuanya, Ney?” Tanya tante
Rena kepadaku. Seketika badanku rasanya lemas sekali,
jantungku juga berdetak dengan cepat. Awalnya aku yang belum
percaya 100% bahwa aku anak kandungnya tante Rena,
sekarang aku mau gimana lagi. Tante Rena sendiri yang
mengatakan kalau itu benar.
“Oh, jadi tentang itu bener ya tan? Kalau aku memang anak
kandungnya tante Rena? Awalnya sih aku belum percaya saat
aku melihat akta kelahiranku di kardus yang aku temui di lemari
lama. Ternyata bener ya? Ucapku sambil menahan tangisanku.
Tiba tiba Nini berkata “Jadi kamu ya Ney, yang kemarin
berantakin lemari? Udah Nini bilang, jangan suka buka buka
barang punya orang sembarangan!” Bentak Nini kepadaku. “Ok
aku salah maaf. Tapi kalau engga kepengen kaya gitu, harusnya
dari awal dong kasih tau yang sebenernya! Kalau dari awal aku
udah tau apa yang sebenernya terjadi, aku juga ga bakalan kaya
gini kok.” “Aku tau, pasti Nini dan tante punya alasan tersendiri
untuk menyembunyikan masalah ini. Tapi sampai kapan? Sampai
aku menemukan sendiri dulu baru kalian baru mau buka suara?”
Ucapku sambil mengusap air mataku “Makasih tante, makasih
juga Nini udah mau jujur, meskipun caranya harus ga sopan gini.
Maaf juga kalau aku kurang sopan. Aku balik ke kamar dulu.” Aku
pun langsung cepat cepat ke kamar ku dan Bruk! Aku menutup
pintu dengan kencang. Maafin Mama, Laneya. Maafin Nini, Ney.
Sore pun tiba, kali ini aku ingin pergi ke pantai. Karena, hanya
pantai yang bisa membuatku lebih baik daripada sebelumnya.
Aku tiba di pantai, aku duduk di pasir yang sudah ku alasi
dengan tikar. Aku menikmati tenggelamnya matahari, dan
ditemani oleh angin sepoi yang menyejukkan badan. Tiba tiba
ada seseorang yang menghampiriku dan mengatakan, '”Ternyata
Ney masih suka pantai ya, kaya dulu.” Aku yang terkejut,
langsung menoleh ke samping untuk melihat siapa yang tiba tiba
berbicara kepadaku, ternyata dia adalah Nini. Aku masih
mencerna apa yang dikatakan oleh Nini tadi.
Aku pun bertanya kenapa Nini, “Maksudnya kaya dulu apa Ni?”
Tanyaku pada Nini. Nini pun langsung duduk di sebelahku dan
mengatakan, “Dari dulu kamu, kakakmu, papamu dan mamamu
suka sekali dengan pantai. Udah kaya keluarga pecinta pantai.
Sampai sampai, kalau udah main air, susah diajak pulangnya”
Ucap Nini sambil tersenyum saat mengingat kejadian itu. Aku
yang masih bingung dengan perkataan Nini, rasanya sangat
pusing. “Pasti pusing ya Ney? Tapi Nini bakal jelasin kamu secara
pelan pelan.” Ucap Nini sambil menoleh ke arahku. “Kamu hilang
ingatan Ney, dan penyebab kamu hilang ingatan itu Mama kamu
sendiri.”
“Urusan Neya, biar aku yang rawat dia. Kamu gausah ganggu
hidup aku dan Neya lagi.” “Oh gabisa gitu dong Rena. Gimanapun
juga Neya tetep anak aku!” “Baru sekarang kamu anggap Neya
anak kamu, Regan? Kemarin kemana aja.” Ya hari itu adalah hari
penceraian Mama dan Papa. Aku dan kakakku menyaksikan
kejadian itu dengan mata sendiri. Karena aku masih kecil aku
juga tidak bisa apa apa untuk memberhentikan pertengkaran itu.
Aku sayang sekali kepada keluargaku, tapi entah mengapa mama
dan papa selalu bertengkar, dan kadang juga aku selalu menjadi
hukuman oleh papa kalau papa sedang emosi. Mungkin karena
itu, mama yang mengetahui aku selalu kena hukuman dari papa.
Mama memutuskan untuk berpisah dengan papa. Setelah itu, aku
dan mama mencari tempat tinggal baru. “Ney, maaf kamu harus
ngerasain kaya gini. Mama janji bakal selalu ada di samping
kamu.” Ucap mama sambil menyetir mobil. Aku pun
mengangguk, dan tiba tiba Bruk! Tidak sengaja mobil yang aku
dan mama tumpangi menabrak sebuah pohon, dan aku yang
tidak memakai sabuk pengaman terbentur dan membuat
ingatanku hilang namun hanya setengah. Dan aku hanya
mengingat kenangan dari umurku 10 tahun, dimana waktu itu
aku diasuh dengan Nini.