Anda di halaman 1dari 6

Lahir di tanah bajingan ini membuat ku muak, mungkin ini tidak masuk di akal, namun semua yang

terjadi di masa lampau dapat ku ingat dengan detil, bahkan aku dapat membayangkan pengalaman itu
dengan jelas, semuanya terekam di kepala ku. Kalian pikir itu adalah sebuah keberuntungan karena
dapat mengingat segala hal? Itu kutukan bagi ku, tidak semuanya harus di ingat, terkecuali momen
bahagia di hidup setiap manusia, tapi tak ada pengalaman bahagia di hidup ku.

Bahkan aku dapat mengingat sejak aku di bawa oleh seseorang, berjalan menyusuri lorong gelap dan
sepi, meneduh di pinggir jalan pada sebuah halte karena hujan, aku di bawa ke segala tempat, entah di
mana rumah masa kecil ku dulu, tapi seseorang itu yang pasti adalah perempuan, dengan kata lain itu
adalah ibu ku, aku ingat saat terakhir kali dia membawa ku ke sebuah tempat, terakhir kali aku melihat
nya, itu di tempat yang asing, tapi beberapa tahun kemudian aku sadar ini adalah sebuah panti asuhan,
otak ku bertumbuh dengan cepat, saat umur ku 4 tahun aku sudah bisa memecahkan soal-soal
matematika sekelas bangku SMA, tak ada yang secerdas diriku di umur ku yang semuda itu, sampai aku
sadar dunia luar tidak mementingkan seberapa cerdas diri ku, tidak mementingkan seberapa ahli nya
seseorang pada sebuah bidang, ada faktor eksternal lain nya yang membuat dunia seperti ladang judi
yang mementingkan keberuntungan, letak dan status sosial.

Sayang nya aku di titipkan pada panti asuhan yang salah, panti asuhan ini menjual anak secara ilegal,
kualitas anak sangat terjaga di sini, dari mulai kecerdasan, gizi dan banyak hal lain nya, entah siapa yang
mendanai panti asuhan yang ku tempatkan dulu, tapi, aku pernah di perlihatkan orang itu, pemilik panti,
aku tidak tahu namanya tapi yang jelas dia orang yang sangat besar, gagah, selalu memakai pakaian
yang rapih, mereka memperlihatkan si pemilik pada ku karena aku adalah anak yang spesial di panti, itu
seperti seorang nabi yang diperlihatkan siapa penciptanya.

Saat aku bertumbuh dewasa, panti menjual ku, tentu dengan harga yang mahal, aku ingat sepasang
suami istri lah yang membeli ku, mereka terlihat sangat kaya, dapat terlihat dari cara berpakaian nya,
perhiasan yang mereka kenakan terlihat mewah dan menawan, aku sedikit takut, karena buat apa
sepasang suami-isteri itu membeli ku? Kenapa mereka membeli dari tempat yang ilegal, siapa mereka?

Hal tersebut semakin membingungkan ku saat sampai di rumah mereka, rumah nya memang besar,
mewah, bertabur furniture emas dan berlian sana-sini, tapi bukan itu yang membingungkan ku,
melainkan seorang anak perempuan yang menyambut sepasang suami-isteri itu, kalau mereka punya
anak, buat apa mereka membeli ku? Aneh, ini harus segera ku pecahkan dengan cepat, jangan-jangan
mereka keluarga kanibal yang ingin mengkonsumsi daging ku! Ahhhh...aku makin paranoid setelah
masuk rumah besar mereka
Di dalam rasanya seperti labirin besar, luas dan bercabang, seperti kerajaan, di tambah lagi dengan
alunan musik klasik yang menambah kesan mewah nya kerajaan. Aku di antar, oleh anak perempuan
mereka, melewati lorong-lorong besar yang sebelumnya ku katakan mirip dengan labirin, semakin dalam
rasanya penerangan semakin berkurang, seperti masuk ke kedalam laut, di mana cahaya tidak bisa
masuk lagi

"Siapa nama mu?" Tanya anak perempuan itu, kenapa dia terasa sangat biasa saja dengan kedatangan
ku? Apakah dia sudah terbiasa dengan kedatangan orang asing ke rumah nya?

Aku menjawab, sedikit kikuk, "aku Reza, nama mu?" Itu nama ku, 'reza' aku melanjutkan nya dengan
bertanya balik, sebenarnya aku agak penasaran nama anak perempuan itu

Dia tersenyum, "aku Rena, salam kenal", kita saling berjabat tangan.

Akhirnya berhenti, Rena menunjuk kearah pintu yang berada tepat di pertengahan lorong, kini pintu
tersebut ada di depan kita, "ini kamar mu!", Rena menunjuk nya sambil tersenyum

Aku tersenyum balik, sebelum memasuki kamar, ada hal yang ingin ku tanyakan pada Rena, "kau tahu
aku mau datang?"

"Aku tidak tahu siapa yang datang, lagi pula banyak kan anak di panti asuhan, bukan hanya kau, bisa
siapa saja" balas Rena, itu benar, tapi aku masih belum bisa mendapatkan jawaban yang pas atas rasa
penasaran ku

"Untuk apa keluarga ini mengadopsi ku? Kenapa kau sudah merasa lumrah dengan kehadiran anak lain
di rumah ini?" Semua rasa penasaran, aku ungkapkan dari dalam hati

Rena tersenyum sambil mengusap rambut putih nya yang panjang, "nanti aja, abis makan malam", kita
berdua diam sejenak, Rena menutup hidung nya, mengendus sesuatu yang beraroma tidak enak,
ternyata itu dari tubuh ku, "lebih baik kau mandi dulu", itu memang benar, tubuh ku bau, aku menolak
mandi 2 Minggu terakhir di panti, Karena setiap kali aku mandi, tubuhku menggigil kedinginan, hingga
demam.

Hari itu aku memutuskan mandi, agar tidak ada yang terganggu dengan bau tubuh ku, matahari mulai di
gantikan oleh bulan ketika aku selesai mandi, manusia serigala mungkin sedang berkeliaran sekarang, itu
waktu nya makan malam bagi mereka dan juga kami para manusia, ternyata jas yang kupilih terlalu
longgar, entah ini punya siapa, tapi baru kali ini aku menggunakan pakaian rapih.

Suara musik klasik semakin keras terdengar, para pelayan berlalu lalang membawa makanan itu ke meja,
aku sudah berada di ruang makan yang sangat mewah ini, musik tidak di putar melalui piringan hitam,
tapi langsung di mainkan oleh pemusik profesional yang di sewa orang tua Rena

"Aduh Rena lama banget!", Ibu Rena mengeluh.

Ayah Rena tersenyum pada ku, "kau terlihat tampan menggunakan itu!", Aku membalas senyuman nya,
"kelonggaran yah? Soal nya itu jas ku, nanti kita belikan jas yang cocok!"

Rena tiba-tiba datang, dia berlari, terlihat dari raut mukanya yang sedang riang gembira, ia menarik
bangku di samping ku, lalu duduk di sana, "kau tampan menggunakan itu!" Aku sedikit bingung dengan
pujian nya, memakai wajah bertanya-tanya, "jas, kau terlihat cocok menggunakan jas!"

Aku tersenyum, berterimakasih padanya, lalu mencoba mencari-cari bagian mana yang perlu ku puji dari
Rena, kalau ku pilih semua terlalu banyak, karena dia memang secantik itu, mata nya biru mengkilat
dengan sedikit campuran warna hijau muda, rambut yang bergelombang berwarna putih dan hitam di
ujung rambut nya, setelah menilik seluruh nya, aku paham apa yang harus ku puji, rambut nya yang
bergelombang itu di kepang, tidak seperti yang ku lihat saat pertama kali datang

"Rambut mu bagus, kau mengepang nya sendiri?", Rena mengangguk, ia melukiskan Senyuman di bibir,
Senyuman nya itu manis, sungguh keberuntungan bisa melihat nya dari dekat.
Makan malam berjalan sempurna, banyak makanan yang sebelumnya tidak pernah sama sekali ku
rasakan, sungguh menyenangkan dapat merasakan hal baru, mungkin masih banyak hal lain nya yang
perlu ku ketahui tentang keluarga ini.

Rena mengetuk kamar ku berkali-kali, seperti tidak sabaran menunggu di buka, "tunggu!", Aku
membukakan pintu, Rena tersenyum, berdiri di depan pintu kamar ku sambil membawa guling dan
bantal.

"Oh ya, aku kan udah janji mau jawab pertanyaan kamu tadi sore, emangnya kamu gak mau denger
jawaban nya?", Rena duduk di kasur, ia duduk di samping ku, setelah mendengar ia berkata begitu, aku
jadi teringat pertanyaan ku tadi sore, tentu aku ingin mendengar jawaban nya

"Apa jawaban nya?", Tanya ku

Rena tersenyum, ia memegang tangan ku, menjawab rasa penasaran yang menghantui ku sejak pertama
kali datang kemari, "aku kesepian, Itu alasan nya mereka adopsi kamu, orang tuaku terlalu sibuk untuk
mengajak ku jalan-jalan, bahkan ketempat terdekat sekalipun, palingan juga besok mereka pergi lagi,
mangkanya hari ini aku seneng, karena mereka akhirnya mau lagi makan bareng, aku emang gak
terbiasa dengan kehadiran orang lain di rumah ini, tapi aku cuman mau bersikap baik aja sama kamu.
Impresi pertama gak akan bisa di ulang kedua kalinya, itu yang selalu ayahku bilang"

"Orang tua mu, mereka bekerja sebagai apa?", tatapan nya menjauh dari ku, rena memegang pelipis
nya, dia selalu melakukan itu setiap kali khawatir atau frustasi, tapi saat itu aku tidak tau, "kenapa sering
di tinggal, kerjaan mereka jauh, sibuk?", kesalahan fatal, aku malah menekan nya dengan pertanyaan
yang membuat nya tidak nyaman

"aku, gak tau. suatu hari mereka undang banyak orang, kelihatan nya sih mereka semua temen nya, tapi
kayak ada yang janggal", rena diam sejenak, namun tanpa di minta, ia melanjutkan kalimat nya tersebut

"aku pernah denger mereka semua ngobrol tentang strategi penangkapan penjahat, dan dari perkiraan
ku sih mereka polisi", jelas itu semua janggal, mana ada polisi sekaya itu, terlebih lagi mereka
merencanakan sebuah strategi penangkapan penjahat. Sekali lagi aku menekan nya dengan pertanyaan,
"penangkapan penjahat seperti apa?", rena diam, ruangan hening sejenak, tiba tiba ibu rena berteriak
memanggil nya, memecahkan keheningan "yahh, mamah manggil", rena beranjak turun dari kasur,
sempat menengok kearah ku sambil tersenyum, "besok kita ngobrol lagi yah!", aku memaksakan
senyuman, kemudian rena keluar dari kamar ku tanpa menjawab pertanyaan terakhir yang ku lontarkan.

Di jendela sana sudah terang, aku membuka nya, hembusan angin kencang menarikku mundur, cahaya
memaksaku menyipitkan mata, rena menyapa, mengajak ku ke kolam renang rooftop, di sini angin
berhembus lebih kencang, matahari memaparkan seluruh sinar nya pada kami yang sedang menikmati
secangkir teh di rooftop rumah besar bak kerajaan, "mereka udah berangkat?", rena mengangguk, ia
menyeka rambutnya yang menutupi mata karena hembusan angin, rena berdiri, meninggalkan ku
sendiri yang tengah duduk di pinggir kolam.

angin kencang menghembuskan asap asap tebal kearah ku, orang orang itu pergi setelah membakar
segala nya, rumah besar itu bahkan seluruh pelayan di dalam nya mungkin sudah hangus, perempuan
itu juga, ia menodongkan pistol pada ku, mengucapkan kalimat kalimat aneh, "misi ini udah gagal,
mereka berdua udah kasih aku sinyal buat kabur tadi sore, tapi telat, rencana nya gagal...", rumah ini
perlahan hangus, para pelayan kabur sambil bersahut sahutan menyebut nama tuhan mereka, "kita
harus pergi, anggap aja kita gak pernah ketemu...", rena melemparku sebuah kartu identitas, "itu
identitas baru kamu, setelah ini kita hidup dalam ketakutan", itu kalimat terakhir yang ku ingat, sebelum
kita berpisah di rumah yang terbakar itu.

12 tahun berlalu, setelah kejadian rumah besar di bakar oleh para bedebah bedebah penjual anak itu,
sampai sekarang aku masih penasaran, dimana dia? dimana rena? kini aku berdiri di depan kuburan nya,
tapi jelas itu bukan rena, dia bukan anak biasa, dia intel negara yang di tugaskan untuk menangkap
penjual anak ilegal bersama kedua orang tua palsu nya, mereka hanya bermain sandiwara bersama lalu
mereka mengajakku bergabung ke dalam permainan sandiwara tersebut, sebelum sudah hangus,
perempuan itu juga, ia menodongkan pistol pada ku, mengucapkan kalimat kalimat aneh, "misi ini udah
gagal, mereka berdua udah kasih aku sinyal buat kabur tadi sore, tapi telat, rencana nya gagal...", rumah
ini perlahan hangus, para pelayan kabur sambil bersahut sahutan menyebut nama tuhan mereka, "kita
harus pergi, anggap aja kita gak pernah ketemu...", rena melemparku sebuah kartu identitas, "itu
identitas baru kamu, setelah ini kita hidup dalam ketakutan", itu kalimat terakhir yang ku ingat, sebelum
kita berpisah di rumah yang terbakar itu.

12 tahun berlalu, setelah kejadian rumah besar di bakar oleh para bedebah bedebah penjual anak itu,
sampai sekarang aku masih penasaran, dimana dia? dimana rena? kini aku berdiri di depan kuburan nya,
tapi jelas itu bukan rena, dia bukan anak biasa, dia intel negara yang di tugaskan untuk menangkap
penjual anak ilegal bersama kedua orang tua palsu nya, mereka hanya bermain sandiwara bersama lalu
mereka mengajakku bergabung ke dalam permainan sandiwara tersebut, sebelum semuanya berhenti
mengenaskan

Anda mungkin juga menyukai