Anda di halaman 1dari 6

Petikan waktu

Remang-remang malam menemani seorang gadis dengan ratapan penuh harap dan dekap.

Terduduk dia di pojok balkon bangunan yang terbilang lama ia tinggali.

Itulah aku Ranah,sesosok gadis yang selalu menatap berseraknya bintang di atas langit.

senandung kecil kunyanyikan untuk menghibur diri yang sedari tadi berangan-angan kapankah
datang manisnya kehidupan.

Sejuknya malam menyapu raga seakan membawa kenangan lama yang tak redup termakan
rayap.

Duduk termenung menengok eloknya kota pelajar yang dulu aku diidamkan.

Tapi nyatanya dugaan takkan selalu benar,negeriku lebih indah batinku.

Satu hal yang paling aku dan negeriku nantikan,pacu jalur,ya,pacu jalur,budaya epik negeri yang
masih belum terkontaminasi oleh budaya luar yang sekarang merebak dimancanegara.

Tiga tahun sudah lamanya wacana itu tak terlihat lagi oleh mata.

Sebab pendidikan dan gelar di belakang nama yang harus aku acungkan.

Kenangan itu mengalir kembali dipikiranku,disaat waktu itu aku menonton pacu bersama
bapak,ibu,dan adikku.

“Tampaknyo jaluar siposan rimbo mencoba mendahului haluan Mariam onggang parau yang
masih berleha-leha mangayuah tatinggal jauoh”ujar reporter pacu.

“homiak torui”.teriak ibu ibu yang jalurnya melejit kedepan.

Jalur yang maju kedepan menimbulkan rasa semangat dan antusias penonton.

Suara riuh nan pikuk pedagang juga mendominasi disini,beragam macam dagangan yang di
perdagangkan habis diserbu pembeli.

“sayang anak, sayang anak, sayang anak”ucap pedagang mainan yang sudah bermandikan
keringat, dan tampaknya kesusahan membawa dagangan yang dipikulnya.

“salak pondo salak pondo salak pondo ,panjualnyo ajo manih apolai salak‘a”.sahut bapak bapak
penjual salak.

Lalu ibu pun melangkah kesana membeli salak untuk nenek dirumah.
“toluar puyuah,kacang robui, boli kari.”ucap remaja yang sepertinya seumuran denganku.

Tak hanya orang dewasa yang turut berjualan disini para remaja ternyata juga, mungkin untuk
membantu biaya sekolahnya pikirku.

Kukira remaja sekarang banyak yang berleha leha dengan hidupnya,ternyata tidak,ada remaja
diluaran sana yang bersusah payah untuk bersekolah lantas bagaimana dengan diriku yang masih
bergantung pada dahan yang patah.

Aku rencananya berniat pergi bersama dira sahabat karibku,tapi dia belum siap jadi aku pergi
dahulu dengan ibu.

“copeklah ngenek ra, beko togak paliang balakang baru obe”tukasku ke dira yang dari tadi belum
siap.

“tunggulah dulu na,kalau nak poi,poi jolah dulu dira ngan kak uti beko”ucap dira dengan jilbab
yang masih belum menutupi kepalanya

“tu jangan lambek bona jago du”ucapku yang sudah mulai kesal,dia tidak tahu bagaimana
rasanya melihat dari belakang belum lagi tubuhku nan mungil ini, mana bisa kelihatan.

“jaluar awak kudian main nye na,santailah”kata dira

“tinguak pacu du dari awal ra,nak obe dek awak jaluar jaluar apo jo nan ado kek kuansing
ko”jawabku

“iyo iyo tapi ko banyak yang olun siap lei”ucap dira yang masih mengemas barang barang yang
dibawanya untuk pergi.

“yolah ranah tunggu kek topian narosah beko, dulu mua”ujarku

“iyo,hati hati yo,dira beko nyusual kasenen”kata dira.

Sebelum pergi kami siap siaga membawa payung, karena sudah berpengalaman tahun kemarin
panasnya matahari menghunus kulit.

Dibawah terik panasnya sang surya, orang berdesak-desakkan,boleh jujur badanku terombang-
ambing sana-sini.

Orang berebut untuk bersikukuh maju kebagian paling depan dan menabrak orang yang
menghadang pandangannya.

Ada ibu-ibu yang tak terima,dan terjadilah adu mulut antara mereka.
Disaat menonton pacu tak disangka sangka aku bersua dengan teman smp ku dulu,namanya
nadya.

“nadya”?tanyaku ke dia

“hah ranah,dimano tinggal kini”nadya sungguh terkejut bertemu denganku sudah lama kami
tidak bertukar kabar.

“kini ranah di caronti nad,nadya lai di jake lai po”?ucapku

“lai na,lai ditompek potang lei, kok sompek main karumah beko mua”ujar nadya

“hmm olun obe lai nad,kok lai dapek beko dek ayah, kasenen kami”.jawabku

“mama hari ko masak tumis lokan ranah”tambah nadya

“hah iyo po?”Tanyaku dengan antusias terbayang rasanya aku nambah dua piring waktu itu

“iyo”.jawab nadya

jujur aku ingin sekali kesana,melihat bagaimana perkembangan desa itu sekarang,dan yang
paling aku suka ketika main kerumah nadya adalah masakan tumis lokan ala mama nadya.

“ranah,nadya dulu mua”tambah nadya lagi

“eh iyo nad”jawabku

Nadya lalu pergi dari tempat pertemuan kami ke lain tempat,tampaknya dia terburu buru pikirku.

Banyak pemuda di penjuru kuansing yang ikut mengayuh mewakili daerahnya masing-masing.

Ditambah lagi hadiah yang didapatkan cukup besar menjadi suatu tujuan yang harus didapatkan
untuk mengharumkan nama kecamatan mereka.

Jalur dari Indragiri Hulu ternyata juga berpartisipasi dalam agenda ini.

Biasanya acara ini dilaksanan berdekatan dengan hari kemerdekaan.

Ada hal yang membuatku takjub ketika melihat acara ini,tiba tiba kulihat ada turis yang juga
tampak antusias menonton.

Dengan topi pantai dan kaca mata hitam yang digunakan membuat ciri khas dari mereka.

Aku mengatakannya turis,karena bahasa yang digunakannya bahasa asing,aku sedikit mengerti
apa yang diucapkannya bersama bapak.

Rasa bangga pun timbul dalam diri,akhirnya ada warga asing yang mau melihat budaya kami.
“hy where are you from?”bapak mencoba bertanya ke salah satu turis tersebut.

“I’m from kanada,what your name,sir?”turis itu bertanya kepada bapak.

“I’m dedi,are you excited see is this?”bapak kembali bertanya

“I’m so excited for sure,this is a game as kind and I like it”jawab turis itu,ia beranggapan bahwa
selain melestarikan budaya negeri sendiri tak tertutup kemungkinan kita melihat budaya lain dan
turut mengapresiasinya.

Tampaknya seta kesulitan untuk melihat pacu di depan,lalu bapak menggendongnya agar
terlihat.

Begitu juga anak anak lain juga di gendong oleh bapaknya,aku yang sudah besar kan tidak
mungkin digendong oleh bapak.

Biasanya pembukaan dalam acara pacu disertakan dengan munculnya parahu baganduang.

parahu baganduang adalah sejenis perahu yang yang dirancang sedemikian rupa lalu dihias
dengan motif dan corak khas daerah kuansing.

Tak hanya pada parahu baganduang,jalur jalur juga dihiasi dengan estetika khas dari kecamatan
masing masing,sungguh indah negeri yang kutinggali ini batinku.

Di tengah asyiknya kami menonton pacu,ibu bertanya kepadaku dengan pandangan kesana
kesini seperti tengah mencari sesuatu.

“ranah ado Nampak adiak nak”ucap ibu yang terlihat mulai panic

“dakonyo disiko bu”jawabku lalu menoleh kesamping,aku terkejut kemana dia

“ayah kemano seta dako yah”Tanya ibu ke ayah

“hah seta kamano enyo”jawab ayah yang sekarang juga heran kemana perginya seta.

Anda mungkin juga menyukai