Anda di halaman 1dari 2

KOMPAS.com – Indonesia memiliki sejarah panjang dalam pemberantasan korupsi.

Perlawanan
terhadap korupsi terlihat bahkan sejak awal kemerdekaan.

Orde Lama Pemberantasan korupsi secara yuridis dimulai sejak 1957 dengan dikeluarkannya
Peraturan Penguasa Militer Nomor 6 Tahun 1957 atau PRT/PM/06/1957 tentang Langkah
Pemberantasan Korupsi. Fokus dari peraturan ini adalah menyelidiki politisi yang menghimpun aset
mencurigakan dengan memeriksa rekening pribadi mereka. Tentara juga diberi kewenangan untuk
menyita aset tersangka tapi terbatas pada pelaku korupsi sesudah 9 April 1957. Baca juga: Peran
Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi Beberapa politisi diinterogasi bahkan ditangkap.
Langkah pemberantasan korupsi ini pun akhirnya menggetarkan banyak pihak. Namun, Jenderal AH
Nasution akhirnya mengaku kesulitan dalam memberantas korupsi. Berbagai pergejolakan
menggoyang langkah pemberantasan korupsi saat itu, termasuk korupsi di tubuh Angkatan Darat
sendiri. Pada tahun 1959, Presiden Soekarno membentuk Badan Pengawasan Kegiatan Aparatur
Negara (Bapekan) yang bertugas mengawasi setiap aktivitas aparatur negara dan melakukan
penelitian. Lembaga ini mendapatkan respon yang luar biasa di awal kehadirannya. Hingga Juli
1960, tercatat ada 912 laporan korupsi yang dilaporkan masyakarat di mana 400 di antaranya
diproses. Lembaga kedua yang bernama Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran) didirikan pada
Januari 1960 dengan persetujuan Soekarno. Lembaga ini diprakarsai dan diketuai oleh AH
Nasution. Namun, keberadaan dua lembaga ini akhirnya tumpang tindih. Bapekan kemudian
sepakat untuk fokus pada pengawasan dan penelitian aktivitas aparatur negara, sementara Paran
pada penindakan korupsi. Bapekan kemudian dibubarkan pada Mei 1962. Sementara, Paran
dibubarkan saat lembaga ini baru menangani 10 persen dari kasus mereka pada Mei 1964.

Orde Baru Pemberantasan korupsi pada Orde Baru tidak jauh berbeda dari Orde Lama. Bahkan,
korupsi disebut semakin merajalela dan merata hingga ke semua lini kehidupan dan pemerintahan.
Presiden kala itu, Soeharto, terus dituntut untuk menunjukkan keseriusannya dalam memberantas
korupsi. DPR akhirnya mengesahkan UU Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Namun, terdapat beberapa kelemahan dalam UU ini, yaitu tidak berlaku surut dan
tidak menempatkan tentara kepada yurisdiksi sipil. Seiring waktu, UU ini pun terbukti tidak berjalan
efektif dalam pemberantasan korupsi. Orde Baru merupakan rezim yang paling banyak
mengeluarkan peraturan karena masa pemerintahannya yang cukup panjang. Namun, sayangnya,
tidak banyak peraturan yang dibuat itu berjalan efektif. Berikut ini beberapa peraturan yang terbit di
masa Orde Baru terkait pemberantasan korupsi dikutip dari laman Komisi Pemberatasan Korupsi
(KPK):

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sejarah Pemberantasan Korupsi di Indonesia",
Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2022/02/19/00000071/sejarah-pemberantasan-
korupsi-di-indonesia.

Kompascom+ baca berita tanpa iklan: https://kmp.im/plus6


Download aplikasi: https://kmp.im/app6

GBHN Tahun 1973 tentang Pembinaan Aparatur yang Berwibawa dan Bersih dalam Pengelolaan
Negara GBHN Tahun 1978 tentang Kebijakan dan Langkah-Langkah dalam rangka Penertiban
Aparatur Negara dari Masalah Korupsi, Penyalahgunaan Wewenang, Kebocoran dan Pemborosan
Kekayaan dan Kuangan Negara, Pungutan-Pungutan Liar serta Berbagai Bentuk Penyelewengan
Lainnya yang Menghambat Pelaksanaan Pembangunan UU Nomor 3 Tahun 1971 tentang Tindak
Pidana Korupsi Keppres Nomor 52 Tahun 1971 tentang Pelaporan Pajak Para Pejabat dan PNS
Inpres Nomor 9 Tahun 1977 tentang Operasi Penertiban UU Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak
Pidana Suap Reformasi Era reformasi yang lahir dari gerakan nasional penyelamatan Indonesia dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) diharap dapat menunjukkan keseriusan dalam
pemberantasan korupsi. Di era Presiden BJ Habibie, pemberantasan korupsi dimulai dengan
dikeluarkannya UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN.
Dengan berlandaskan UU ini, dibentuklah sejumlah lembaga anti korupsi, seperti Komisi Pengawas
Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN). Pemerintah era BJ Habibie juga mengeluarkan UU Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun, UU berikut lembaga-lembaga
tersebut belum juga menunjukkan hasil yang signifikan. Di masa pemerintahan Abdurrahman Wahid
(Gus Dur), dibentuk sebuah Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) pada
tahun 2000. Lingkup wilayah kerja tim ini menyasar pejabat penegak hukum dan unsur masyarakat
sipil. Gus Dur bahkan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2000 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. PP ini bertujuan untuk meningkatkan peran aktif
masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Mahkamah Agung (MA) kemudian membatalkan
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000, yang menjadi dasar hukum TGPTPK, atas putusan
hak uji aturan hukum yang diajukan salah satu hakim MA. TGPTPK pun dibubarkan pada Agustus
2001. Di era Presiden Megawati Soekarno Putri, berbagai kasus korupsi menguap dan berakhir
dengan cerita yang tidak memuaskan masyarakat. Di tengah rendahnya kepercayaan masyarakat
terhadap lembaga negara, pemerintahan Megawati kemudian membentuk Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (KPTPK) melalui UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Lembaga inilah yang menjadi cikal bakal Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Struktur dan kelembagaan KPK berdiri independen dan tidak dipengaruhi kekuasaan
manapun. KPK pun langsung menunjukkan taringnnya dan menjadi lembaga yang ditakuti para
pejabat. Meski berpindah rezim, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tetap
mempertahankan KPK. SBY pun membuat gebrakan dengan membentuk Tim Pemberantas Tindak
Pidana Korupsi (TimTas Tipikor) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2005. Tim ini
bertanggung jawab langsung kepada presiden. Namun, keberadaan tim ini tidak bertahan lama.
Pertengahan 2007, TimTas Tipikor dibubarkan. Meski begitu, KPK tetap bekerja. Berbagai kasus
korupsi besar dan kecil diungkap. Sederet nama pejabat ikut ditangkap akibat kasus korupsi. KPK
pun mendapatkan hati masyarakat. Hingga era Presiden Joko Widodo saat ini, keberadaan KPK
beserta Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang terpisah dari pengadilan umum masih
menjadi kekuatan dalam pemberantasan korupsi.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sejarah Pemberantasan Korupsi di Indonesia",
Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2022/02/19/00000071/sejarah-pemberantasan-
korupsi-di-indonesia?page=2.

Kompascom+ baca berita tanpa iklan: https://kmp.im/plus6


Download aplikasi: https://kmp.im/app6

Anda mungkin juga menyukai