Anda di halaman 1dari 5

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

KELOMPOK 4

Disusun Oleh :
Oktavia Tri Anggraini (1902016087)
Afifah Nur Rahma (1902016088)
Rahmat Hidayat (1902016089)
Selviana (1902016091)
Vinsentius Deden (1902016092)
Mada Sulhe (1902016093)
Wilta Rusastra Yana (1902016094)
Grace Eunike (1902016095)
Faidah Apriyana (1902016096)
Kevin Alief Pratama (1902016097)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


PRODI ADMINISTRASI PUBLIK (B) 2019
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2021
 KENAPA KORUPSI MASIH TERJADI DI INDONESIA?

Korupsi di indonesia sudah “Membudaya” sejak dulu sebelum dan sesudah kemerdekaan,di era
orde lama,orde baru berlanjut hingga era reformasi.Berbagai upaya telah di lakukan untuk
memberantas korupsi namun hasil nya masih jauh panggang dari api, periode korupsi di
indonesia secara umum dapat di bagi dua, yaitu periode pra kemerdekaan dan pasca
kemerdekaan. “Budaya-Tradisi-Korupsi” yang tiada henti karena di dorong oleh motif
kekuasaan kekayaan dan wanita.

1. Orde Lama
Pada masa Orde Lama, dibentuk Badan Pemberantasan Korupsi, Panitia Retooling
Aparatur Negara (PARAN) dibentuk berdasarkan UU Keadaan Bahaya, dipimpin oleh A.H.
Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota yakni Prof M Yamin dan Roeslan Abdulgani.
Namun ternyata pemerintah pada waktu itu setengah hati menjalankannya. Pejabat
pemerintah diharuskan mengisi formulir yang disediakan, istilah sekarang : daftar kekayaan
pejabat negara. Dalam perkembangannya kemudian ternyata kewajiban pengisian formulir
tersebut mendapat reaksi keras dari para pejabat. Mereka berdalih agar formulir itu tidak
diserahkan kepada Paran tetapi langsung kepada Presiden. Tahun 1963 melalui Keputusan
Presiden No 275 Tahun 1963, upaya pemberantasan korupsi kembali digalakkan. A.H.
Nasution yang saat itu menjabat sebagai Menkohankam/ Kasab dibantu oleh Wiryono
Prodjodikusumo. Tugasnya yaitu meneruskan kasuskasus korupsi ke meja pengadilan.
Lembaga ini di kemudian hari dikenal dengan istilah “Operasi Budhi”. Sasarannya adalah
perusahaan-perusahaan negara serta lembaga-lembaga negara lainnya yang dianggap rawan
praktik korupsi dan kolusi. Operasi Budhi ternyata juga mengalami hambatan Soebandrio
mengumumkan pembubaran Paran/Operasi Budhi yang kemudian diganti namanya menjadi
Kotrar (Komando Tertinggi Retooling Aparat Revolusi) di mana Presiden Sukarno menjadi
ketuanya serta dibantu oleh Soebandrio dan Letjen Ahmad Yani. Sejarah kemudian mencatat
pemberantasan korupsi pada masa itu akhirnya mengalami stagnasi. Dalam kurun waktu 3
bulan sejak Operasi Budhi dijalankan, keuangan negara dapat diselamatkan sebesar kurang
lebih Rp 11 miliar, jumlah yang cukup signifikan untuk kurun waktu itu. Karena dianggap
mengganggu prestise Presiden, akhirnya Operasi Budhi dihentikan.

2. Orde Baru
Meskipun era Orde Lama telah berakhir dan diganti dengan era Orde Baru, korupsi
masih sering terjadi di dalam masyarakat, beberapa kasus korupsi yang terjadi di era Orde
Baru diantaranya: pada 15 November 1957 dalam surat kabar Angkatan Bersendjata terdapat
kasus korupsi yang terjadi di Semarang, pada 12 Januari 1968, sebuah surat kabar mengenai
kasus korupsi yang dilakukan oleh Pelaksana Pembangunan Gedung PN Waskita Karya
Palembang, pada 26 Oktober 1981, terdapat sebuah kasus korupsi yang terjadi di Jakarta
yang melibatkan 6 karyawan Perum Sentral Giro, pada 19 November 1981 terdapat berita
tentang tindakan penyelewengan yang terjadi di Departemen Pertanian, pada 10 Juli 1967
terdapat sebuah kasus korupsi yang melibatkan Kantor Pajak di Magelang, pada 27 Maret
1968, terdapat sebuah berita kasus korupsi yang sangat besar dalam BNI Unit II yang berada
di jalan Nusantara 18 Jakarta. Tindakan korupsi yang terjadi di era Orde Baru kebanyakan
disebabkan banyaknya pemegang jabatan dari suatu perusahaan atau instansi pemerintah
yang memanfaatkan kekuasaan yang dimilikinya untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Korupsi di era Orde Baru yang kebanyakan dilakukan karena monopoli kekuasaan yang
dilakukan oleh seseorang yang memiliki jabatan. Dalam kasus-kasus korupsi di era Orde
Baru, tidak hanya kekayaan saja yang dicari oleh para koruptor namun kekuasaan serta
jabatan menjadi hal yang sangat dicari. Upaya yang dilakukan Pemerintah era Orde Baru
dalam menangani korupsi adalah dengan membentuk badan-badan anti korupsi. Badan
pemberantasan korupsi yang pertama dibentuk di era Orde Baru adalah Team
Pemberantasan Korupsi yang disingkat TPK. TPK dibentuk melalui Keputusan Presiden RI
Nomor 228 Tahun 1967 pada tanggal 2 Desember 1967. Tugas dari TPK adalah membantu
Pemerintah dalam memberantas perbuatan korupsi secara cepat dengan tindakan represif dan
preventif. Meskipun berhasil menyelamatkan keuangan negara hingga milyaran rupiah,
namun lama kelamaan kinerja dari TPK maupun Komisi IV mengalami penurunan. Hal
tersebut terjadi karena bukti-bukti kasus korupsi sulit untuk didapat. Di era Orde Baru
meskipun pemerintah telah melakukan berbagai macam upaya dalam mengatasi korupsi
yang terjadi namun jika dalam hal pelaksanaannya masih belum bisa dilakukan dengan baik
maka upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan pada akhirnya tidak berjalan secara
maksimal karena strategi yang dugunakan dalam melakukan pemberantasan korupsi tidak
berjalan dengan baik disebabkan oleh pengelolaan negara serta sistem pemerintahan era
Orde Baru yang harus disesuaikan dengan kepentingan dari penguasa pemerintahan. Pada
akhirnya, upaya pemberantasan korupsi hanya dijadikan alat politik untuk mendapatkan
dukungan serta simpati dari rakyat.
3. Reformasi
Berakhirnya era Orde Baru di era Reformasi Indonesia dipimpin oleh Presiden B.J.
Habibie. Pada Era Reformasi hampir seluruh elemen penyelenggara negara sudah terjangkit
“Virus Korupsi” yang sangat ganas. Presiden BJ Habibie mengeluarkan UU Nomor 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN berikut
pembentukan berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU atau lembaga
Ombudsman, Presiden Abdurrahman Wahid membentuk Tim Gabungan Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000.
Namun di tengah semangat menggebu-gebu untuk rnemberantas korupsi dari anggota tim,
melalui suatu judicial review Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan. Proses
pemeriksaan kasus dugaan korupsi yang melibatkan konglomerat Sofyan Wanandi
dihentikan dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dari Jaksa Agung Marzuki
Darusman. Akhirnya, Gus Dur didera kasus Buloggate. Sejak itu, Indonesia mengalami
kemunduran dalam upaya pemberantasan KKN. - Di samping membubarkan TGPTPK,
Presiden Gus Dur juga dianggap tidak bisa menunjukkan kepemimpinan yang dapat
mendukung upaya pemberantasan korupsi. Masyarakat menilai bahwa pemerintah masih
memberi perlindungan kepada para pengusaha besar yang notabene memberi andil bagi
kebangkrutan perekonomian nasional. Pemerintah semakin lama semakin kehilangan
wibawa. Belakangan kasuskasus korupsi merebak pula di sejumlah DPRD era Reformasi. -
Komisi Pemberantasan Korupsi, atau disingkat menjadi KPK, adalah komisi yang dibentuk
pada tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korupsi di Indonesia.
Komisi ini didirikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun
2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Di masa pemerintahan
Megawati, wibawa hukum semakin merosot, di mana yang menonjol adalah otoritas
kekuasaan. - Konglomerat bermasalah bisa mengecoh aparat hukum dengan alasan berobat
ke luar negeri. Pemberian SP3 untuk Prajogo Pangestu, Marimutu Sinivasan, Sjamsul
Nursalim, The Nien King, lolosnya Samadikun Hartono dari jeratan eksekusi putusan MA,
pemberian fasilitas MSAA kepada konglomerat yang utangnya macet, menjadi bukti kuat
bahwa elit pemerintahan tidak serius dalam upaya memberantas korupsi.

 5 Alasan Korupsi Tidak Akan Hilang di Indonesia

1) Korupsi Sudah Mengakar dan Menjadi Budaya,Korupsi di Indonesia sejatinya sudah


mengakar dengan kuat. Bahkan sebelum kata korupsi atau KKN jadi tenar saat Pak Soeharto
lengser, korupsi sudah hidup dan membumi di Indonesia. Di zaman-zaman kerajaan seperti
Singasari, Majapahit hingga Demak. Korupsi sudah menyusup masuk dan akhirnya
membuat kerajaan yang besar ini jadi hancur. Motifnya adalah sama. Memperkaya diri dan
ingin mendapatkan kekuasaan yang setinggi-tingginya. Akhirnya perang pun tak bisa
dihindarkan. Selain itu, saat zaman penjajahan Belanda. Korupsi mulai ditanamkan oleh
bangsa yang sering disebut dengan kompeni ini. Mereka mengangkat petinggi-petinggi lokal
lalu memberinya upeti. Selain itu mereka juga mengajari bagaimana mendapatkan uang
dengan memeras rakyat dan memakai uang dari pemerintahan. Lambat laun budaya ini terus
mengakar kuat. Bahkan sekarang korupsi telah menjelma menjadi sebuah pohon besar yang
akan diwariskan dari generasi ke generasi.

2) Tidak Ada Hukuman yang Mematikan, Wacana terkait adanya hukuman mati bagi
koruptor pernah digulirkan di Indonesia. Namun hal ini tidak pernah terjadi sampai
sekarang. Alasannya adalah hukuman mati bagi koruptor dianggap tidak efektif. Meski
demikian, jika hukuman ini tidak lakukan. Maka koruptor akan semakin merejalela. Mereka
akan terus mengeruk uang rakyat untuk kesenangannya sendiri. Akhirnya negara merugi dan
rakyat tak mendapatkan apa-apa. China telah melakukan hukuman mati bagi semua pejabat
atau siapa saja yang bersalah. Hal ini menyebabkan banyak orang di sana takut untuk
menjadi tikus uang. Berbeda dengan Indonesia. Orang yang ditangkap dengan dugaan
korupsi pun masih bisa tersenyum pada media. Mereka terlihat biasa dan tidak memiliki rasa
bersalah. Coba jika mereka mendengar bahwa hukuman “dor” akan diterima. Pasti akan
menangis untuk meminta maaf.

3) Korupsi Bukan Perkara Individu Tapi Sistem yang Kuat, Korupsi di Indonesia bukan
hanya dilakukan oleh individu saja. Barangkali mereka memang ditangkap sendirian, namun
di balik itu ada sebuah sistem yang kuat. Ia memiliki banyak sekali backing orang kuat
hingga membuatnya mampu melakukan korupsi dengan skala yang sangat besar. Selain itu
mereka juga bekerja dengan sangat rapi hingga ada pihak yang ditunjuk sebagai eksekutor
dan juga pihak yang rela mengorbankan tubuhnya. Artinya jika ketahuan mereka rela
ditangkap dan membisu jika diinterogasi. Dengan begitu akar dari sistem ini akan tetap
kokoh. Anggap orang yang ditangkap sebuah cabang. Satu patah maka akan tetap ada
cabang lainnya. Jika penegak hukum mampu menangkap akar dari sistem ini maka korupsi
di Indonesia bisa ditanggulangi dengan baik. Sayangnya pihak penegak hukum pun ada yang
terjerat kasus korupsi. Lantas kita harus percaya kepada siapa untuk penegakan hukum di
Indonesia?

4) Tidak Ada Upaya Kuat dari Pemerintah Untuk Memberantas Korupsi, Kita bisa
melihat jika pemerintah tidak begitu memerhatikan masalah korupsi. Bahkan lembaga yang
dipercaya memberantas korupsi dibiarkan hancur. Sebut saja KPK yang beberapa waktu lalu
dibiarkan saja dirusak oleh pihak berkepentingan. Dugaan korupsi yang dilontarkan KPK
seakan jadi boomerang bagi mereka sendiri. Terlebih pihak yang “dicolek” KPK adalah
Kepolisian. Pihak yang harusnya menegakkan hukum.Prahara cicak dan buaya kembali
mencuat dan membuat publik kembali geram. Pemerintah dalam hal ini Presiden tidak
melakukan apa-apa. Hanya formalitas untuk meminta dialog dan menyelesaikan semua.
Coba jika Presiden turun tangan untuk mengatasi lembaga-lembaga yang ada di bawahnya
ini. Maka drama saling menjatuhkan tidak akan pernah terjadi. Masyarakat pun tidak perlu
menyaksikan kebobrokan negeri ini  yang sudah kian parah.

5) Korupsi Bukanlah Akhir dari Segalanya, Hidup Masih Berjalan,Korupsi bukanlah akhir
dari segalanya. Apalagi beberapa koruptor masih bisa hidup enak, dan nyaman di dalam
penjara. Tidak perlu disebutkan siapa orangnya, anda pasti paham. Koruptor masih bisa
hidup selayaknya manusia di dalam penjara. Mereka masih bisa bermain ponsel, belanja,
hingga makan enak. Ruang khusus pun disediakan untuk membuat mereka nyaman. Inilah
beberapa hal yang menyebabkan korupsi tidak berhenti di Indonesia. Mereka menganggap
jika korupsi hanya akan membuat mereka dipenjara. Keluar dari
Kesimpulan:

Anda mungkin juga menyukai