Disusun oleh :
Sri Nuraeni
P20620219074
2B Keperawatan
2. Pasca-Kemerdekaan
- Orde Lama (1945-1965)
Pada era kepemimpinan Presiden Soekarno tercatat 2 kali membentuk
Badan Pemberantasan Korupsi yakni Panitia Retooling Aparatur
Negara (PARAN) dan operasi Budhi dipimpin oleh Abdul Haris
Nasution.
Panitia Retooling Aparatur Negara (PARAN) sebagai Badan
Pemberantasan Korupsi mengharuskan Pejabat mengisi formulir daftar
kekayaan pejabat Negara.
Usaha PARAN akhirnya mengalami deadlock karena kebanyakan
pejabat berlindung di balik Presiden, sehingga diserahkan kembali ke
Pemerintah (kabinet Juanda).
Pada tahun 1963 melalui Keputusan Presiden Nomor 275 Tahun 1963,
upaya pemberantasan korupsi kembali digalakkan dengan membentuk
lembaga yang bertugas meneruskan kasus-kasus korupsi di meja
pengadilan yang dikenal “Operasi Budhi”
Dalam kurun waktu 3 bulan sejak Operasi Budhi dijalankan, keuangan
Negara dapat diselamatkan sebesar kurang lebih Rp11 miliar, jumlah
yang cukup signifikan untuk kurung waktu itu. Karena dianggap
mengganggu prestise Presiden, akhirnya Operasi Budhi dihentikan.
- Orde Baru (1966-1998)
Pada Pidato Kenegaraan tanggal 16 Agustus 1967, Soeharto
menyalahkan rezim Orde Lama yang tidak mampu memberantas
korupsi. Pidato tersebut memberi isyarat bertekad untuk membasmi
korupsi sampai ke akar-akarnya. Sebagai wujud dibentuk Tim
Pemberantasan Korupsi (TPK) yang dikerahui Jaksa Agung.
Pada tahun 1970, Pelajar dan Mahasiswa melakukan unjuk rasa
memprotes kinerja Tim Pemberantasan Korupsi (TPK), yang mana
perusahaan-perusahaan Negara dalam hal ini BUMN disorot sebagai
sarang korupsi, akhirnya Presiden Soeharto membentuk Komite
Empat.
Pembentuk Komite Empat beranggotakan tokoh-tokoh tua yang
dianggap bersih dan berwibawa seperti Prof. Johannes, I.J. Kasimo,
Mr. Wilopo dan A. Tjokroaminoto yang mempunyai tugas utama
adalah membersihkan antara lain Dapertemen Agama, Bulog, CV
Waringin, PT Mantrust, Telkom, dan Pertamina. Namun komite ini
hanya “macan ompong” karena hasil temuannta tentang dugaan
korupsi di BUMN tidak direspons Pemerintah.
Ketika laksamana Sudomo diangkat sebagai Pangkopkamtib,
dibentuklah Operasi Tertib (Opstib) yang bertugas antara lain
memberantas korupsi. Seiring dengan berjalannya waktu Operasai
Tertib (Opstib) pun hilang ditiup angina tanpa bekas.
- Era Reformasi (1998- sekarang)
Presiden B.J Habibie mengeluarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun
1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari
KKN berikut pembentukan berbagai komisi seperti KPKPN, KPPU,
atau lembaga Ombudsman.
Presiden Abdurrahman Wahid membentuk Tim Gabungan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Badan ini dibentuk
dengen Keppres di masa Jaksa Agung Marzuki Darusman dan
dipimpin Hakim Agung Andi Andojo. Namun, di tengah semangat
menggebu-gebu untuk memberantas korupsi dari anggota tim, melalui
suatu judicial review Mahkamah Agung TGPTPK akhirnya
dibubarkan. Sejak itu, Indonesia mengalami kemunduran dalam upaya
pemberantasan KKN.
Proses pemeriksaan kasus dugaan korupsi yang melibatkan
konglomerat Sofyan Wanandi dihentikan dengan Surat Perintah
Penghentian Penyidikan (SP3) dari Jaksa Agung Marzuki Darusman.
Akhirnya, Gus Dur didera kasus Buloggate dan menyebabkan Gus Dur
lengser.
Presiden Megawati pun menggantikannya melalui apa yang disebut
sebagai kompromi politik. Laksamana Sukardi sebagai Menneg
BUMN tak luput dari pembicaraan di masyarakat karena
kebijaksanaannya menjual aset-aset negara.
Pada tahun 2003 dibentuk suatu komisi untuk mengatasi,
menanggulangi, dan memberantas korupsi di Indonesia. Komisi ini
dinamai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), didirikan berdasarkan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002.
Berdasarkan data ICW, Kemenkes merupakan lembaga yang paling
besar merugikan negara, yakni Rp 249,1 miliar. Ada 9 kasus korupsi
yang berhasil ditindak aparat penegak hukum di Kementerian tersebut.
Selanjutnya, 46 kasus korupsi terjadi di Dinkes, baik tingkat provinsi
maupun kabupaten atau kota. Ada juga 55 kasus kesehatan di RS dan 9
di Puskesmas
Mulai tahun 2003 s.d 2014 yaitu kerja sama KPK dengan PPATK,
BPK, Polri, dan Kejaksaan Agung. Data dari Lembaga Survei
Nasional (LSN) pada Pemilu tahun 2009, sebanyak kurang lebih 40%
publik bersedia menerima uang dari caleg atau partai.
Pada kenyataannya, upaya untuk memberantas korupsi tidak semudah
membalikkan telapak tangan. Korupsi dapat menghambat proses
pembangunan negara ke arah yang lebih baik, seperti
ketidakberdayaan hukum di hadapan orang kuat, minimnya komitmen
dari elite pemerintahan menjadi faktor penyebab Mengapa KKN masih
tumbuh subur di Indonesia. Semua itu karena hukum tidak sama
dengan keadilan hukum datang dari otak manusia penguasa sedangkan
keadilan datang dari hati Sanubari rakyat.
Tim Penulis Buku Pendidikan Anti Korupsi. 2011. Pendidikan Anti Korupsi Untuk
Tim Penulis Buku Ajar Pendidikan Anti Korupsi. 2014. Buku Ajar Pendidikan dan