Anda di halaman 1dari 4

NAMA : SMIRNA MELANI SELAN

KELAS/JURUSAN : 2 A

NIM : PO.5303241200091

TUGAS PERTEMUAN 2 PBAK

1. Jelaskan sejarah korupsi di indonesia.


2. Jelaskan sejarah pemberantasan koroupsi di indonesia
3. Jelaskan sejarah dan proses berdirinya lembaga penegak hukum di indonesia
4. Jelaskan upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi di indonesia

“ Jawaban”

1). Sejarah Korupsi Di Indonesia Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik. Bagi banyak orang korupsi
bukan lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan sekedar suatu kebiasaan. Dalam seluruh penelitian
perbandingan korupsi antar negara, Indonesia selalu menempati posisi paling rendah. Perkembangan korupsi di
Indonesia juga mendorong pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun hingga kini pemberantasan korupsi di
Indonesia belum menunjukkan titik terang melihat peringkat Indonesia dalam perbandingan korupsi antar negara
yang tetap rendah. Hal ini juga ditunjukkan dari banyaknya kasus-kasus korupsi di Indonesia. korupsi yang sudah di
tangani di Indonesia. Secara garis besar, budaya korupsi di Indonesia tumbuh dan berkembang melalu 3 (tiga) fase
sejarah, yakni ;

 zaman kerajaan, zaman penjajahan hingga zaman modern seperti sekarang ini. Pertama, Fase Zaman
Kerajaan. Budaya korupsi di Indonesia pada prinsipnya, dilatar belakangi oleh adanya kepentingan
atau motif kekuasaan dan kekayaan. Literatur sejarah masyarakat Indonesia, terutama pada zaman
kerajaan-kerajaan kuno. Coba saja kita lihat bagaimana Kerajaan Singosari yang memelihara perang
antar saudara bahkan hingga tujuh turunan saling membalas dendam berebut kekuasaan. Lalu,
kerajaan Demak yang memperlihatkan persaingan antara Joko Tingkir dengan Haryo Penangsang, ada
juga Kerajaan Banten yang memicu Sultan Haji merebut tahta dan kekuasaan dengan ayahnya sendiri,
yaitu Sultan Ageng Tirtoyoso (Amien Rahayu SS, Jejak Sejarah Korupsi Indonesia- Analis Informasi
LIPI). Hal menarik lainnya pada fase zaman kerajaan ini adalah, mulai terbangunnya watak
opurtunisme bangsa Indonesia. Salah satu contohnya adalah posisi orang suruhan dalam kerajaan,
atau yang lebih dikenal dengan “abdi dalem”. Abdi dalem dalam sisi kekuasaan zaman ini, cenderung
selalu bersikap manis untuk menarik simpati raja atau sultan. Hal tersebut pula yang menjadi embrio
lahirnya kalangan opurtunis yang pada akhirnya juga memiliki potensi jiwa yang korup yang begitu
besar dalam tatanan pemerintahan kita dikmudian hari.
 Fase Zaman Penjajahan. Pada zaman penjajahan, praktek korupsi telah mulai masuk dan meluas ke
dalam sistem budaya sosial-politik bangsa kita. Budaya korupsi telah dibangun oleh para penjajah
colonial (terutama oleh Belanda) selama 350 tahun. Budaya korupsi ini berkembang dikalangan
tokoh-tokoh lokal yang sengaja dijadikan badut politik oleh penjajah, untuk menjalankan daerah
adiministratif tertentu, semisal demang (lurah), tumenggung (setingkat kabupaten atau provinsi), dan
pejabat-pejabat lainnya yang notabene merupakan orang-orang suruhan penjajah Belanda untuk
menjaga dan mengawasi daerah territorial tertentu. Mereka yang diangkat dan dipekerjakan oleh
Belanda untuk memanen upeti atau pajak dari rakyat, digunakan oleh penjajah Belanda untuk
memperkaya diri dengan menghisap hak dan kehidupan rakyat Indonesia. Secara eksplisit,
sesungguhnya budaya penjajah yang mempraktekkan hegemoni dan dominasi ini, menjadikankan
orang Indonesia juga tak segan menindas bangsanya sendiri lewat perilaku dan praktek korupsi-nya.
 Fase Zaman Modern. Fase perkembangan praktek korupsi di zaman modern seperti sekarang ini
sebenarnya dimulai saat lepasnya bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan. Akan tetapi budaya
yang ditinggalkan oleh penjajah kolonial, tidak serta merta lenyap begitu saja. salah satu warisan yang
tertinggal adalah budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Hal tersebut tercermin dari prilaku
pejabat-pejabat pemerintahan yang bahkan telah dimulai di era Orde lama Soekarno, yang akhirnya
semakin berkembang dan tumbuh subur di pemerintahan Orde Baru Soeharto hingga saat ini.
Indonesia tak ayal pernah menduduki peringkat 5 (besar) Negara yang pejabatnya paling korup,
bahkan hingga saat ini. Di Indonesia langkah- langkah pembentukan hukum positif untuk menghadapi
masalah korupsi telah dilakukan selama beberapa masa perjalanan sejarah dan melalui bebrapa masa
perubahan perundang- undangan. Keberadaan tindak pidana korupsi dalam hukum positif indonesia
sebenarnya sudah ada sejak lama, yaitu sejak berlakunya kitab undang-undang hukum pidana 1
januari 1918. KUHP sebagai suatu kodifikasi dan unifikasi berlaku bagi semua golongan di Indonesia
sesuai dengan asas konkordansi dan diundangkan dalam Staatblad 1915 nomor 752, tanggal 15
Oktober 1915.
2). sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia telah ada sejak masa awal orde baru di bawah kepemimpinan
Presiden Soeharto. Pada HUT RI Tahun 1970, Soeharto mencoba meyakinkan rakyat bahwa komitmen
memberantas korupsi dalam pemerintahannya sangat besar. Soeharto juga menegaskan bahwa dia sendiri yang
akan memimpin pemberantasan korupsi. “Seharusnya tidak ada keraguan, saya sendiri yang akan memimpin,” kata
Soeharto kala itu. Orde baru bisa dibilang paling banyak mengeluarkan peraturan, karena masa Orde Baru yang
cukup panjang. Sayangnya, tidak banyak peraturan yang dibuat itu berlaku efektif dan membuat korupsi sedikit
berkurang dari bumi Indonesia. Menyambung pidatonya di Hari Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1970,
pemerintahan Soeharto mengeluarkan UU No.3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Aturan
ini menerapkan pidana penjara maksimum seumur hidup serta denda maksimum Rp 30 juta bagi semua delik yang
dikategorikan korupsi. Melengkapi undang-undang tersebut, dokumen negara Garis-Garis Besar Besar Haluan
Negara (GBHN) yang berisi salah satunya adalah kemauan rakyat untuk memberantas korupsi. Namun pelaksanaan
GBHN ini bocor, karena pengelolaan negara diwarnai banyak kecurangan dan kebocoran anggaran negara di semua
sektor tanpa ada kontrol sama sekali.Organ-organ negara seperti parlemen yang memiliki fungsi pengawasan
dibuat lemah. Anggaran DPR ditentukan oleh pemerintah sehingga fungsi pengawasan tak ada lagi. Lembaga
yudikatif pun dibuat serupa oleh rezim orde baru, sehingga tak ada kekuatan yang tersisa untuk bisa mengadili
kasus-kasus korupsi secara independen. Kekuatan masyarakat sipil dimandulkan, penguasa Orde Baru secara
perlahan membatasi ruang gerak masyarakat dan melakukan intervensi demi mempertahankan kekuasaannya. Di
masa awal Orde Baru, pemerintah menerbitkan Keppres No.28 Tahun 1967 tentang Pembentukan Tim
Pemberantasan Korupsi. Dalam pelaksanaannya, tim tidak bisa melakukan pemberantasan korupsi secara
maksimal, bahkan bisa dikatakan hampir tidak berfungsi. Peraturan ini malahan memicu berbagai bentuk protes
dan demonstrasi mulai 1969 dan puncaknya di 1970. Kemudian ditandai dengan dibentuknya Komisi IV yang
bertugas menganalisa permasalahan dalam birokrasi dan mengeluarkan rekomendasi untuk mengatasinya.Masih
di tahun yang sama, mantan Wakil Presiden pertama RI Bung Hatta memunculkan wacana bahwa korupsi telah
membudaya di Indonesia.Padahal, korupsi telah menjadi perilaku dari sebuah rezim baru yang dipimpin Soeharto
yang terbilang masih begitu muda. Hatta seperti merasakan cita-cita pendiri republik ini telah dikhianati dalam
masa yang masih sangat muda. Ahli sejarah JJ Rizal mengungkapkan, “Hatta saat itu merasa cita-cita negara telah
dikhianati dan lebih parah lagi karena korupsi itu justru seperti diberi fasilitas. Padahal menurut dia, tak ada
kompromi apapun dengan korupsi.”
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantas didirikan pada 2002 oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Pendirian
KPK ini didasari karena Megawati melihat institusi kejaksaan dan kepolisian saat itu terlalu kotor, sehingga untuk
menangkap koruptor dinilai tidak mampu. Namun, jaksa dan polisi sulit dibubarkan sehingga dibentuklah  KPK.Jauh
sebelumnya, ide awal pembentukan KPK sudah muncul di era Presiden BJ Habibie yang mengeluarkan UU Nomor
28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN.Habibie kemudian mengawalinya
dengan membentuk berbagai komisi atau badan baru seperti KPKPN, KPPU atau lembaga Ombudsma.
3). Lembaga-Lembaga Penanganan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Di Indonesia
Lembaga-lembaga yang berhak menangani tindak pidana korupsi terdiri dari 3 (tiga) lembaga, yakni :

1. Kepolisian

Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 5 ayat (1),
Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan
ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat (Pasal 2 undang-
undang No 2 tahun 2002)).

Tugas polisi secara umum sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia, menyebutkan bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia
adalah :

a. Memberikan keamanan dan ketertiban masyarakat

b. Menegakkan hukum

c. .Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat

Dalam melaksanakan tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas :

a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan
pemerintah sesuai kebutuhan;

b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di
jalan;

c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta
ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis


4).

Anda mungkin juga menyukai