Anda di halaman 1dari 22

PENYEBAB KORUPSI

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH : ANTI KORUPSI

OLEH :
1. RUSTAN HAMID (22109056)
2. BERLIAN KRISTANTI YUNIAR LUBIS (22109008)
3. HERI ISWAR RAMLI (22109004)
4. RIMA FITRILIA (22109026)
5. VERIANSYAH (22109016)
6. FERI HARYO SUSENO (22109036)
7. ASTRID SALFA (22109105)

iii
KATA
PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan Makalah ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
Anti Korupsi tentang "Penyebab terjadinya tindak pidana korupsi".
Selain itu penyusunan Makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang faktor penyebab terjadinya korupsi secara meluas
sehingga kita sebagai masyarakat dapat berperan aktif untuk
meminimalisir terjadinya korupsi.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Nderal
manik,SHMH selaku dosen 'Pendidikan Anti Korupsi' kami yang
telah membimbing kami agar dapat menyelesaikan makalah ini.
Akhirnya kami menyadari bahwa Makalah ini sangat jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami
menerima kritik dan saran agar penyusunan Makalah selanjutnya
menjadi lebih baik. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih
dan semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

2
DAFTAR ISI
BAB I . PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN PENULISAN
BAB II . ISI
A. DEFINISI KORUPSI
B. TENTANG PEMBERANTASAN KORUPSI DI
INDONESIA
C. PENYEBAB KORUPSI
D. TANTANGAN DALAM UPAYA
PEMBERANTASAN KORUPSI
BAB III . PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Faktor Penyebab Korupsi penting diketahui tiap warga

negara. Korupsi merupakan praktik yang merugikan negara

dan juga rakyatnya. Korupsi termasuk tindakan melanggar

hukum di seluruh dunia.

Terkadang, kurangnya pengetahuan tentang faktor penyebab

korupsi, membuat masyarakat tidak mengetahui bahwa

perbuatannya termasuk tindak korupsi. Maka dari itu, faktor

penyebab korupsi termasuk pengetahuan dasar yang harus

dimiliki tiap orang.

4
B. TUJUAN PENULISAN
- Untuk menambah wawasan mengenai korupsi dan beberapa upaya
pencegahannya
- Untuk memenuhi tugas mata kuliah 'Pendidikan Anti Korupsi.
BAB II ( ISI )
A. DEFINISI KORUPSI
Definisi korupsi bisa dilihat dari berbagai sudut atau beragam
perspektif. Seperti yang disebutkan sebelumnya, tindak korupsi
sudah ada di segi kehidupan mana pun, bukan saja di pemerintahan.

Meski secara internasional belum ada satu definisi korupsi, yang


menjadi satu-satunya acuan sebagai pegangan bagi seluruh dunia,
tentang apa yang dimaksud dengan korupsi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), korupsi adalah
penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan,
organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau
orang lain.Sedangkan pengertian korupsi menurut hukum di
Indonesia, korupsi adalah perbuatan melawan hukum, dengan maksud
memperkaya diri sendiri atau orang lain, baik perorangan maupun
korporasi, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara.Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Terdapat 30 delik tindak
pidana korupsi yang dikategorikan jadi 7 jenis. Di antaranya kerugian
keuangan negara, penyuapan, pemerasan, penggelapan dalam jabatan,
5
kecurangan, benturan kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa,
serta gratifikasi.

Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yakni


corruptio. Dalam bahasa Inggris adalah corruption
atau corrupt, dalam bahasa Perancis disebut
corruption dan dalam bahasa Belanda disebut
dengan coruptie. Agaknya dari bahasa Belanda itulah
lahir kata korupsi dalam bahasa Indonesia.1 Korup
berarti busuk, buruk; suka menerima uang sogok
(memakai kekuasaannya untuk kepentingan sendiri
dan sebagainya).2 Korupsi adalah perbuatan yang
buruk (seperti penggelapan uang, penerimaan uang
sogok dan sebagainya).

B. TENTANG PEMBERANTASAN KORUPSI INDONESIA


Komitmen pemberantasan korupsi merupakan tonggak penting dalam
pemerintahan sebuah negara. Di Indonesia, hampir setiap pemilihan
kepala negara tak luput dari kesungguhan meneropong apa komitmen
yang diberikan oleh calon kepala negara untuk memberantas korupsi.
Tak pelak ini terjadi karena korupsi terus terjadi menggerus hak
rakyat atas kekayaan negara. Kekayaan negara yang berlimpah,
nyaris tak tersisa untuk kesejahteraan masyarakat.

Semuanya tergerus oleh perilaku licik birokrat berkongkalingkong


dengan para koruptor. Komitmen pemberantasan korupsi ini juga
menjadi daya tarik pemilih untuk mencari
6
calon kepala negara yang
memiliki komitmen nyata dan memberikan secercah harapan bahwa
setiap orang yang berbuat curang pada negara layak diusut sampai
penghabisan.

Komitmen kepemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono


tentu masih terngiang dalam pendengaran kita, bahkan mungkin
lengkap dengan cengkok gaya bahasa dalam pidatonya yang
disampaikan bahwa dirinya akan berada di garda terdepan dalam
pemberantasan negeri ini. Rupanya komitmen yang disampaikan oleh
SBY ini bukan barang baru. Pendahulunya, Soeharto pernah
menyatakan komitmen yang sama. Saat itu tahun 1970 bersamaa
dengan Peringatan Hari Kemerdekaan RI, Soeharto-Presiden saat itu-
mencoba meyakinkan rakyat bahwa komitemn memberantas korupsi
dalam pemerintahannya sangat besar dan ia juga menegaskan bahwa
dia sendiri yang akan memimpin pemberantasan korupsi. “Seharusnya
tidak ada keraguan, saya sendiri yang akan memimpin.”

Tak semudah diucapkan, komitmen pemberantasan korupsi memang


berat untuk dilakukan. Berbagai upaya pemberantasan korupsi
dicanangkan di setiap periode pemerintahan negara ini. Beberapa
referensi menyatakan bahwa pemberantasan korupsi secara yuridis
baru dimulai pada tahun 1957, dengan keluarnya Peraturan Penguasa
Militer Nomor PRT/PM/06/1957. Peraturan yang dikenal dengan
Peraturan tentang Pemberantasan Korupsi ini dibuat oleh penguasa
militer waktu itu, yaitu Penguasa Militer Angkatan Darat dan
Angkatan Laut.

7
Di masa awal Orde Baru, pemerintah menerbitkan Keppres No.28
Tahun 1967 tentang Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi.
Dalam pelaksanaannya, tim tidak bisa melakukan pemberantasan
korupsi secara maksimal, bahkan bisa dikatakan hampir tidak
berfungsi. Peraturan ini malahan memicu berbagai bentuk protes dan
demonstrasi mulai tahun 1969 dan puncaknya di tahun 1970 yang
kemudian ditandai dengan dibentuknya Komisi IV yang bertugas
menganalisa permasalahan dalam birokrasi dan mengeluarkan
rekomendasi untuk mengatasinya.

Masih di tahun yang sama, mantan wakil presiden pertama RI Bung


Hatta memunculkan wacana bahwa korupsi telah membudaya di
Indonesia. Padahal, lanjut Hatta, korupsi telah menjadi perilaku dari
sebuah rezim baru yang dipimpin Soeharto, padahal usia rezim ini
masih begitu muda. Hatta seperti merasakan cita-cita pendiri Republik
ini telah dikhianati dalam masa yang masih sangat muda. Ahli sejarah
JJ Rizal mengungkapkan, “Hatta saat itu merasa cita-cita negara telah
dikhianati dan lebih parah lagi karena korupsi itu justru seperti diberi
fasilitas. Padahal menurut dia, tak ada kompromi apapun dengan
korupsi.”

Banjir Peraturan Pemberantasan Korupsi

Orde baru bisa dibilang paling banyak mengeluarkan peraturan karena


masa Orde Baru yang cukup panjang. Namun sayangnya tidak banyak
peraturan yang dibuat itu berlaku efektif dan membuat korupsi sedikit
berkurang dari bumi Indonesia. Menyambung pidatonya di Hari
8
Kemerdekaan RI 17 Agustus 1970, pemerintahan Soeharto
mengeluarkan UU No.3 tahun 1971 tentang PemberantasanTindak
Pidana Korupsi. Aturan ini menerapkan pidana penjara maksimum
seumur hidup serta denda maksimum Rp 30 juta bagi semua delik
yang dikategorikan korupsi.

Melengkapi undang-undang tersebut, dokumen negara Garis-garis


Besar Besar Haluan Negara (GBHN) yang berisi salah satunya adalah
kemauan rakyat untuk memberantas korupsi. Namun pelaksanaan
GBHN ini bocor karena pengelolaan negara diwarnai banyak
kecurangan dan kebocoran anggaran negara di semua sektor tanpa ada
kontrol sama sekali.

Organ-organ negara seperti parlemen yang memiliki fungsi


pengawasan dibuat lemah. Anggaran DPR ditentukan oleh pemerintah
sehingga fungsi pengawasan tak ada lagi. Lembaga yudikatif pun
dibuat serupa oleh rezim Orde Baru, sehingga taka da kekuatan yang
tersisa untuk bisa mengadili kasus-kasus korupsi secara independen.
Kekuatan masyarakat sipil dimandulkan, penguasa Orde Baru secara
perlahan membatasi ruang gerak masyarakat dan melakukan
intervensi demi mempertahankan kekuasaannya.

Berikut ini beberapa peraturan yang terbit di masa Orde Baru


berkaitan dengan pemberantasan korupsi :

 GBHN Tahun 1973 tentang Pembinaan Aparatur yang


Berwibawa dan Bersih dalam Pengelolaan Negara;
 GBHN Tahun 1978 tentang Kebijakan dan Langkah-Langkah
dalam rangka Penertiban 9Aparatur Negara dari Masalah
Korupsi, Penyalahgunaan Wewenang, Kebocoran dan
Pemborosan Kekayaan dan Kuangan Negara, Pungutan-
Pungutan Liar serta Berbagai Bentuk Penyelewengan Lainnya
yang Menghambat Pelaksanaan Pembangunan;
 Undang-Undang No.3 Tahun 1971 tentang Tindak Pidana
Korupsi;
 Keppres No. 52 Tahun 1971 tentang Pelaporan Pajak Para
Pejabat dan PNS;
 Inpres Nomor 9 Tahun 1977 tentang Operasi Penertiban;
 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1980 tentang Tindak Pidana
Suap.

Reformasi : Perjuangan pemberantasan korupsi masih berlangsung

Berganti rezim, berganti pula harapan rakyat Indonesia untuk bisa


mengenyahkan koruptor dari Indonesia. Orde Baru kandas, muncul
pemerintahan baru yang lahir dari gerakan reformasi pada tahun 1998.
Di masa pemerintahan Abdurrahman Wahid Muncul Tap MPR Nomor
XI/MPR/1998 tentang Pengelolaan Negara yang Bersih dan Bebas
KKN. Pemerintahan Gus Dur kemudian membentuk badan-badan
negara untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi, antara lain:
Tim Gabungan Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi, Komisi
Ombudsman Nasional, Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara
dan beberapa lainnya.

10
Pada masa itu, ada beberapa catatan langkah radikal yang dilakukan
oleh pemerintahan Gus Dur. Salah satunya, mengangkat Baharudin
Lopa sebagai Menteri Kehakiman yang kemudian menjadi Jaksa
Agung. Kejaksaan Agung RI sempat melakukan langkah-langkah
kongkret penegakan hukum korupsi. Banyak koruptor kelas kakap
yang diperiksa dan dijadikan tersangka pada saat itu.

Di masa kepemimpinan Megawati Soekarno Putri, berbagai kasus


korupsi menguap dan berakhir dengan cerita yang tidak memuaskan
masyarakat. Masyarakat mulai meragukan komitmen pemberantasan
korupsi pemerintahan saat itu karena banyaknya BUMN yang
ditenggarai banyak korupsi namun tak bisa dituntaskan. Korupsi di
BULOG salah satunya.

Di tengah kepercayaan masyarakat yang sangat rendah terhadap


lembaga negara yang seharusnya mengurusi korupsi, pemerintahan
Megawati kemudia membentuk Komisi Pemberantasan TIndak Pidana
Korupsi (KPTPK). Pembentukan lembaga ini merupakan terobosan
hukum atas mandeknya upaya pemberantasan korupsi di negara ini.
Ini yang kemudian menjadi cikal bakal Komisi Pemberantasan
Korupsi.

KPK Lahir, Pemberantasan Korupsi Tak Pernah Terhenti

Perjalanan panjang memberantas korupsi seperti mendapatkan angin


segar ketika muncul sebuah lembaga negara yang memiliki tugas dan
kewenangan yang jelas untuk memberantas korupsi. Meskipun
sebelumnya, ini dibilang terlambag
11 dari agenda yang diamanatkan
oleh ketentuan Pasal 43 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah
diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, pembahasan RUU KPK
dapat dikatakan merupakan bentuk keseriusan pemerintahan
Megawati Soekarnoputri dalam pemberantasan korupsi.
Keterlambatan pembahasan RUU tersebut dilatarbelakangi oleh
banyak sebab. Pertama, perubahan konstitusi uang berimpilkasi pada
perubahan peta ketatanegaraan. Kedua, kecenderungan legislative
heavy pada DPR. Ketiga, kecenderungan tirani DPR. Keterlambatan
pembahasan RUU KPK salah satunya juga disebabkan oleh persolan
internal yang melanda system politik di Indonesia pada era reformasi.

Di era Presiden SBY, visi pemberantasan korupsi tercermin dari


langkah awal yang dilakukannya dengan menerbitkan Instruksi
Presiden Nomor 5 Tahun 2004 dan kemudian dilanjutkan dengan
penyiapan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN)
yang disusun oleh Bappenas. RAN Pemberantasan Korupsi itu berlaku
pada tahun 2004-2009. Dengan menggunakan paradigma sistem
hukum, pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono diuntungkan sistem
hukum yang mapan, keberadaan KPK melalui Undang-undang Nomor
30 Tahun 2002, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang
terpisah dari pengadilan umum, dukungan internasional (structure),
dan instrument hukum yang saling mendukung antara hukum nasional
dan hukum internasional.

Pemerintahan boleh berganti rezim, berganti pemimpin, namun rakyat


Indonesia menginginkan pemimpin yang benar-benar berkomitmen
besar dalam pemberantasan korupsi.
12
Harapan dan keinginan kuat
untuk mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi telah
disandarkan di pundak pemimpin baru negara ini yang akan memulai
perjalanan panjangnya pada masa mendatang. Kemauan politik kuat
yang ditunjukkan untuk mendukung lembaga pemberantas korupsi di
negeri ini yang nantinya akan dicatat sebagai sejarah baik atas
panjangnya upaya pemberantasan korupsi yang selama ini sudah
dilakukan. Semoga!

C. PENYEBAB KORUPSI

Penyebab terjadinya korupsi ada berbagai macam, tergantung


konteksnya. Seperti yang kini marak di Indonesia, kasus korupsi
banyak dilakukan oleh orang yang memiliki jabatan.

Pada faktanya, korupsi bisa terjadi dari hal paling sederhana, sampai
yang kompleks. Namun acap kali terabaikan dan seiring berjalannya
waktu menjadi kebiasaan yang dianggap normal. Tanpa mereka
sadari, tindak korupsi sekecil apa pun sesungguhya telah merugikan
orang lain.Secara sederhana, ada dua faktor penyebab terjadinya
korupsi dari setiap segi kehidupan, yakni faktor internal dan faktor
eksternal.Berdasarkan fakta empirik hasil penelitian, serta dukungan
teoritik oleh para saintis sosial, menunjukkan bahwa korupsi
berpengaruh negatif terhadap rasa keadilan dan kesetaraan sosial. Hal
ini berakibat pad perbedaan antar kelompok sosial kian tajam
terlihat.Tindak pidana korupsi di Tanah Air, digolongkan dalam
kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Juga termasuk ke dalam
golongan tindak pidana khusus. Sehingga memerlukan langkah-
13
langkah yang lebih ekstra untuk memberantasnya.
Berikut beberapa penyebab terjadinya korupsi dari hal kecil hingga
yang kompleks, lengkap dengan definisi dan tantangan
memberantasnya.

1. Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor penyebab terjadinya korupsi,


yang berasal dari dalam diri pribadi seseorang. Hal ini ditandai dengan
sifat manusia yang terbagi menjadi dua aspek, yakni:

a. Berdasarkan aspek perilaku individu

- Sifat tamak/rakus

Tamak adalah sifat manusia yang selalu merasa kurang dengan apa
yang telah dimiliki, atau bisa pula disebut kurangnya rasa bersyukur.
Orang tamak memiliki hasrat untuk menambah harta dan kekayaan
dengan melakukan tindakan yang merugikan orang lain, seperti
korupsi.

- Moral yang tidak kuat

Orang yang tidak memiliki moral kuat, tentunya akan mudah tergoda
untuk melakukan korupsi.

Ketika seseorang memang sudah tidak memiliki moral yang kuat, atau
kurang konsisten bisa tergoda dengan mudah. Banyak pengaruh dari
luar yang masuk ke dalam dirinya.

14
- Gaya hidup yang konsumtif
Seperti diketahui, manusia kerap kali ingin memenuhi keinginan yang
tak terbatas. Gaya hidup secara berlebihan, tentu menjadi salah satu
penyebab terjadinya korupsi.
Saat seseorang memiliki gaya hidup yang konsumtif dan pendapatan
yang lebih kecil dari konsumsinya tersebut, maka hal ini akan menjadi
penyebab terjadinya korupsi. Hal ini sangat erat kaitannya dengan
pendapatan seseorang dan menjalar ke faktor eksternal.

b. Berdasarkan aspek sosial

Penyebab terjadinya korupsi dari faktor internal selanjutnya, dari


aspek sosial. Berdasarkan aspek sosial, bisa membuat sesorang tergiur
melakukan tindak korupsi.
Hal ini terjadi karena dorongan dan dukungan dari keluarga.
Walaupun sifat pribadi seseorang itu tak ingin melakukannya,
lingkungan dalam hal ini, malah memberikan dorongan untuk
melakukan korupsi, bukan mencegah atau memberi hukuman.

2. Faktor Eksternal

Penyebab terjadinya korupsi dilihat dari faktor eksternal, lebih


condong terhadap pengaruh dari luar yang terbagi dalam aspek
berikut:

- Aspek Sikap Masyarakat terhadap Korupsi

15
Penyebab korupsi dalam aspek ini ialah saat nilai-nilai di masyarakat
itu kondusif untuk terjadinya korupsi. Masyarakat tidak menyadari,
bahwa yang paling rugi atau korban utama dari adanya korupsi adalah
mereka sendiri. Selain itu, ada pula masyarakat yang tidak menyadari
kalau mereka sedang terlibat korupsi.

Korupsi tentunya akan bisa dicegah dan diberantas, bila ikut aktif
dalam agenda pencegahan dan pemberantasan. Untuk itu, diperlukan
adanya sosialisasi dan edukasi tentang kesadaran dalam menanggapi
korupsi di masyarakat. Berikut aspek sikap masyarakat yang memicu
terjadinya korupsi:

 Nilai-nilai dan budaya di masyarakat yang mendukung


terjadinya korupsi. Semisal, masyarakat menghargai seseorang
karena kekayaan yang dimiliki. Akibatnya masyarakat menjadi
tidak kritis terhadap kondisi tersebut, seperti dari mana
kekayaan dia berasal.
 Masyarakat menganggap bahwa korban yang mengalami
kerugian akibat terjadinya korupsi adalah negara. Padahal,
justru pada akhirnya kerugian terbesar dialami oleh mereka
sendiri. Contoh, akibat korupsi anggaran pembangunan menjadi
berkurang, pembangunan transportasi umum terbatas.
Masyarakat juga yang rugi besar, padahal sudah patuh
membayar pajak.
 Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat dalam
perilaku korupsi. Setiap tindakan korupsi pasti melibatkan
masyarakat, tapi justru sudah
16 terbiasa terlibat dalam tindak
korupsi sehari-hari. Masyarakat secara terbuka namun tidak
disadari.
 Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi dapat dihentikan,
bila ikut aktif dalam agenda pencegahan dan pemberantasan
korupsi. Umumnya masyarakat menganggap bahwa pencegahan
dan pemberantasan korupsi hanyalah tanggung jawab
pemerintah.

- Aspek Ekonomi

Penyebab terjadinya korupsi berikutnya, dari aspek ekonomi. Hampir


mirip dengan perilaku konsumtif pada faktor internal. Bedanya, di sini
lebih ditekankan pada pendapatan seseorang. Bukan kepada sifat
konsumtifnya. Pendapatan yang dinilai tidak mencukupi, bisa menjadi
penyebab terjadinya korupsi dilakukan seseorang.

- Aspek Politis

Selanjutnya pada aspek politis, penyebab terjadinya korupsi karena


kepentingan politik serta haus kekuasaan, ingin meraih dan
mempertahankan jabatan. Biasanya dalam aspek politis ini, bisa
membentuk rantai-rantai korupsi yang tak terputus. Dari seseorang
kepada orang lainnya.

- Aspek Organisasi

17
Penyebab terjadinya korupsi dari aspek organisasi, bisa terjadi karena
beberapa hal. Termasuk di antaranya sebagai berikut:

 Kurang adanya sikap keteladanan pemimpin.


 Tidak adanya kultur budaya organisasi yang benar.
 Kurang memadainya sistem akuntabilitas.
 Kelemahan sistem pengendalian manajemen.
 Pengawasan yang terbagi menjadi dua, yaitu pengawasan
internal (pengawasan fungsional dan pengawasan langsung oleh
pemimpin) dan pengawasan eksternal (pengawasan dari
legislatif dalam hal ini antara lain KPKP, Bawasda, masyarakat
dll).

D. TANTANGAN DALAM UPAYA PEMBERANTASAN


KORUPSI

Upaya memberantas tindak korupsi bukanlah hal mudah. Meski


sudah dilakukan berbagai bentuk hukum untuk memberantas korupsi,
masih ada beberapa hambatan dalam pelaksanaannya. Seperti operasi
tangkap tangan (OTT) sudah sering dilakukan oleh KPK.

Lalu tuntutan dan putusan yang dijatuhkan oleh penegak hukum pun
sudah tercantum dihukum keras. Namun korupsi masih tetap saja
dilakukan. Mengutip dari Jurnal Legislasi Indonesia, hambatan dalam
pemberantasan korupsi dapat diklasifikasikan menjadi berikut:
18
1. Hambatan Struktural

Hambatan struktural adalah yang bersumber dari praktik-praktik


penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang membuat penanganan
tindak pidana korupsi, tidak berjalan sebagaimana mestinya.

2. Hambatan Kultural

Hambatan kultural bersumber dari kebiasaan negatif yang


berkembang di masyarakat. Termasuk dalam kelompok ini di
antaranya: masih ada sikap sungkan dan toleran, di antara aparatur
pemerintah yang bisa menghambat penanganan tindak pidana korupsi.

3. Hambatan Instrumental

Hambatan instrumental bersumber dari kurangnya instrumen


pendukung dalam bentuk peraturan perundangundangan yang
membuat penanganan tindak pidana korupsi, tidak berjalan
sebagaimana mestinya.

4. Hambatan Manajemen

Hambatan manajemen maksudnya, hambatan yang bersumber dari


diabaikannya atau tidak diterapkannya prinsip-prinsip manajemen
yang baik. Komitmen yang tinggi sepatutnya dilaksanakan secara adil,
transparan dan akuntabel. Untuk membuat penanganan tindak pidana
korupsi tidak berjalan sebagaimana mestinya.
19
BAB III

PENUTUP

A.KESIMPULAN

Penyebab terjadinya korupsi yang banyak terjadi di Indonesia karena


seseoarang beranggapan bahwa jika kekayaan didapat maka orang
tersebut dapat dikatakan sukses. Maka dari itu orang akan melakukan
cara apapun untuk mendapatkan kekayaan tersebut termasuk dengan
cara korupsi yang merugikan masyarakat banyak dan negara.
Lemahnya pendidikan agama, moral, dan etika juga merupakan
penyebab lain yang mengakibatkan orang melakukan korupsi.

B. SARAN

Saran yang dapat kelompok kami sumbangkan,yaitu:

Setelah meneliti dan membahas mengenai Upaya penyabab korupsi


kami juga memberikan saran terhadap Pencegahan Tindak Pidana
20
Korupsi , maka kelompk kami s mencoba menyampaikan saran-saran
sebagai berikut :

1. Diperlukan suatu kemauan dan keinginan yang kuat (political will)


dari lembaga pemerintahan seperti legislatif, eksekutif, maupun
yudikatif dalam melakukan pencegahan Tindak Pidana korupsi.
Kebijakan pemerintah maupun KPK yang telah diatur serta disusun
sebagai strategi untuk mencegah dan memberantas korupsi yang
diterapkan akan percuma dan sia-sia jika upaya tersebut tidak
dibarengi dengan niat serta kemauan yang kuat dari para
Penyelenggara Negara. Oleh karena itu sebuah political will yang kuat
akan sangat berharga dalam melawan korupsi dalam mewujudkan
pemerintahan yang bebas dari korupsi.

2. Konsistensi dari lembaga penegak hukum dan juga para aparatur


negara dalam menangani pencegahan tindak pidana korupsi yang
terjadi dalam pelaksanaan tata pelayanan pemerintahan. Karena jika
melakukan upaya tersebut hanya berorientasi pada jangka pendek
maka dikhawatirkan gejala tindak pidana korupsi dapat semakin
bertumbuh.

21
22

Anda mungkin juga menyukai