Definisi Korupsi
Kata korupsi bukanlah kata yang asing kita dengar, seperti yang kita ketahui, kasus
korupsi kerap hadir pada pemberitaan baik secara elektronik maupun cetak. Kasus korupsi
populer terjadi pada lembaga negara, daerah, maupun perusahaan-perusahaan yang ada di
Indonesia. Hal itu terjadi karena lembaga-lembaga tersebut menjadi sorotan masyarakat
umum.
Korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna
mengambil keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi, korupsi
merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi,
salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan
kekuatan-kekuatan formal (misalnya dengan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk
memperkaya diri sendiri. Korupsi menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
adalah kejahatan atau kesalahan, ataupun perbuatan-perbuatan yang bisa dikenai tindak
dan sanksi hukum.
Korupsi sudah berlangsung sejak zaman Mesir kuno, Babilonia, Roma, sampai abad
pertengahan, dan sekarang. Para pendeta pada zaman Mesir Kuno memeras rakyatnya
dengan alasan keharusan menyajikan kurban kepada para dewa. Jendral-jendral pada
zaman Romawi memeras daerah-daerah jajahannya guna memperkaya diri. Pada abad
pertengahan banyak bangsawan korup di istana-istana para raja di Eropa. Pada zaman
sekarang, di Amerika Serikat pun yang cenderung negara makmur masih banyak
ditemukan praktik-praktik korupsi dari orang-orang yang memiliki power. Dinamika yang
terjadi tersebut sedikitnya dapat memberikan gambaran bahwa begitu sulitnya melawan
dan memberantas praktik korupsi.
Untuk menyikapi maraknya kasus korupsi yang terjadi, pemerintahan Indonesia
menawarkan beberapa solusi untuk menahan laju prilaku koruptif yang mengalir sangat
deras dan tidak terhambatkan lagi antara lain:
1. Era Orde Lama
Pada priode kepemimpinan presiden Soekarno, untuk mengatasi kasus korupsi yang
mulai meluas dibentuklah Badan Koordinasi Penilik Harta Benda (BKHPBN) dengan
berlandaskan Peraturan Penguasa Perang Pusat untuk daerah Angkatan Darat
No.Prt/Peperpu/013/1958 tanggal 16 April 1958 dan Peraturan Perang Pusat Kepala Staff
Angkatan Laut No. Prt/Z.1/1/7 pada tanggal 17 April 1958
2. Era Orde Baru
Pada tanggal 17 Agustus 1970, Soeharto mengkritik kegagalan orde lama dalam
melakukan pemberantasan korupsi, hal ini disampaikan Soeharto pada saat pidato
kenegaraan, seiring dibentuknya Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) yang diketuai oleh
Jaksa Agung. Soeharto kembali berpidato pada tanggal 17 Agustus 1970, pemerintahan
orde baru mengeluarkan UU No.3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi, aturan ini menerapkan pidana penjara maksimum seumur hidup serta denda
maksimum 30 juta bagi semua delik yang dikategorikan korupsi.
3. Era Reformasi
Gerakan reformasi lahir pada tahun 1998 pada masa kekuasaan Abdurrahman Wahid.
Pada masa reformasi muncul Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang pengelolaan
negara yang bersih dan bebas KKN. Pemerintahan Gus Dur kemudian membentuk
badan-badan negara untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi antara lain: Tim
Gabungan Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi, Komisi Ombudsman Nasional,
Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara dan beberapa lainnya.
Di masa kepemimpinan Megawati Soekarno Putri, berbagai kasus korupsi menguap
dan berakhir dengan cerita yang tidak memuaskan masyarakat. Masyarakat mulai
meragukan komitmen pemberantasan korupsi pemerintahan saat itu karena banyaknya
BUMN yang ditenggarai banyak korupsi namun tak mampu dituntaskan, korupsi di
BULOG salah satunya. Di tengah kepercayaan masyarakat yang sangat rendah,
pemerintahan Megawati kemudian membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
pada tahun 2002 berdasarkan Undang-undang No.30 tahun 2022. KPK bersifat
independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya. Hal itu menjadi tawaran kepada rakyar Indonesia hingga saat ini.