Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Indonesia adalah Negara Hukum1. dan tidak berdasarkan

atas kekuasaan belaka (mochstaat). Ini berarti bahwa Republik Indonesia

adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD

1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan menjamin semua

warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan

serta wajib menjunjung hukum dan pemerintah itu dengan tidak ada

pengecualiannya. Hukum merupakan urat nadi dari seluruh aspek

kehidupan, hukum dilarang. Sasaran hukum yang hendak dicapai bukan

saja orang yang nyata-nyata berbuat melawan hukum, melainkan juga

perbuatan hukum yang mungkin akan terjadi dan kepada alat perlengkapan

negara untuk bertindak menurut hukum. Sistem bekerjanya hukum yang

demikian itu merupakan salah satu bentuk penegakan hukum. Proses

pengembangan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan

masyarakat, selain itu juga dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

masyarakat yang berdampak negatif, terutama menyangkut masalah

peningkatan tindak pidana yang meresahkan masyarakat. Dalam semua

aspek kehidupan baik sosial, politik, dan ekonomi senantiasa diatur oleh

hukum, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Dengan

demikian hukum di Indonesia dijadikan sebagai aturan yang telah

1
UUD 1945 Pasal 1 Ayat (3) Amandemen ke 3.

1
disepakati bersama. Oleh karena itu hukum wajib dipertahankan dan

ditaati serta dijunjung tinggi oleh semua pihak, baik pihak penguasa

maupun masyarakat dalam melaksanakan hak dan kewajibannya. Salah

satu tindak pidana yang sangat fenomenal di Indonesia adalah korupsi.

Tindak pidana ini tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga

merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat.

Dalam segi sosial korupsi telah menjadi hal lumrah dalam potret

kehidupan sehari-hari. Bahkan organisme tubuh kita pun mungkin telah

“dijangkiti” virus korupsi yang jauh lebih dasyat dampaknya dari virus-

virus penyakit jasmani. Tindak pidana korupsi ini sudah meluas dalam

masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun, baik

jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun

dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta

lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.

Pada kasus korupsi di Indonesia, secara sederhana antara lain

dalam bentuk uang pelicin dalam mengurus berbagia surat-surat, seperti

KTP, SIM, Akta Lahir dan Paspor agar prosesnya lebih cepar. Padahal

seharusnya, tanpa uang pelicin surat-surat ini memang harus diproses

dengan cepat. Jenis korupsi lainnya muncul antara lain dalam bentuk

“uang damai” dalam kasus pelanggaran lalu lintas, agar sipelanggar

terhindar dari jerat hukum. Korupsi menjadikan martabat bangsa menjadi

rendah, kehidupan masyarakat menjadi tidak tenteram karena masyarakat

harus menanggung pajak yang tinggi akibat dari korupsi yang dilakukan

oleh para penguasa seperti pejabat pemerintah bahkan dari aparat penegak

2
hukum itu sendiri. Korupsi para pejabat mengakibatkan defisit APBN.

Defisit APBN tersebut harus ditutup, salah satunya dengan kenaikan

pajak, menaikkan harga BBM , harga PLN, dan lain-lain. Tetapi sampai

saat ini belum begitu jelas peran aparat hukum yang benar-benar tegas

untuk menyelesaikan kasus-kasus korupsi. Meningkatnya tindak pidana

korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap

kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa

dan bernegara pada umumnya. Tindak pidana korupsi yang meluas dan

sistematis juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ha-hak

ekonomi masyarakat, karena itu maka tindak pidana korupsi ini tidak lagi

dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan relah menjasi suatu

kejahatan luar biasa. Begitu pun dalam upaya pemberantasannya tidak lagi

dapat dilakukan secara biasa, tetapi dituntut dengan cara yang luar biasa.

Berbagai kebijakan pemerintah dalam usaha pemberantasan tindak

pidana korupsi dapat kita lihat dari adanya pembangunan serta

pembaharuan hukum nasional dengan menyempurnakan perundang-

undangan yang ada. Juga berusaha meningkatkan dan menetapkan

kemampuan dan kewibawaan aparat penegak hukum, meningkatkan

pembangunan dalam rangka meningkatkan citra dan wibawa hukum serta

aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan hukum dan perlindungan

terhadap harkat dan martabat manusia. Salah satu usaha penyempurnaan

dan pembinaan hukum nasional sebagaimana yang terdapat dalam bidang

Hukum Acara Pidana.

3
Pembaharuan hukum hukum nasional untuk tindak pidana korupsi

dapat kita lihat pada Undang-undang No. 3 Tahun 1971 yang diganti

dengan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya diubah dengan Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

serta dapat dibentuknya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam rangka penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana

korupsi yang dilakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami

berbagai hambatan. Untuk itu diperlukan metode penegakan hukum secara

luar biasa melalui pembentukan suatu badan khusus yang mempunyai

kewenangan luas, independen serta bebas dari kekuasaan maupun dalam

upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, yang pelaksanaannya

dilakukan secara optimal, intensif, efektif, profesional serta

berkesinambungan.

Pada saat ini kinerja aparat penegak hukum dalam menangani

masalah-masalah hukum khususnya yang terkait dengan tindak pidana

korupsi dipertanyakan kembali. Sudah menjadi rahasia umum bahwa ga-

lembaga yang melanggengkan korupsi sehingga menjadi suatu sistem yang

buruk dalam penegakan hukum.

Pembentukan komisi pemberantasan korupsi masih dipertanyakan

keefektivitasannya dalam menangani kasus-kasus korupsi karena dalam

kewenangan penyidikan antara KPK, Kejaksaan dan Kepolisian

mempunyai kewenangan yang sama. Berbagai kontiversi mengenai

4
kewenangan penyidikan yang dimana antara masing-masing aparat

tersebut bersikeras menyatakan bahwa intansi merekalah yang berhak

sebagai penyidik dalam tindak pidana korupsi.

Berdasarkan pada ketentuan Pasl 284 ayat (2) KUHAP dan

penjelasannya jo Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983

tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, serta

ketentun dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 31 Tahun1999 jo

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi yang dikaitkan pula dengan ketentuan Pasal 30 ayat (1)

huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan dimana

jaksa mempunyai kewenangan melakukan penyidikan terhadap penyidikan

tindak pidana korupsi.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku maka

Kejaksaan mempunyai wewenang sebagai penyidik dalam tindak pidana

korupsi dan kepolisian juga mempunyai wewenang sebagai penyidik

dalam tindak pidana umum termasuk tindak pidana korupsi. Hal ini dapat

kita lihat dalam Pasal 1 ayat (1) KUHAP yang kemudian diatur lebih

lanjut dalam Pasl 6 ayat (1) KUHAP. Setelah terbentuknya KPK yang

mempunyai wewenang yang sangat luar biasa yang tidak hanya dalam

penyidikan maka terjadilah ego masing-masing instansi yang menyatakan

bahwa instansinyalah yang mempunyai wewenang sebagai penyidik dalam

tindak pidana korupsi. Wewenang penyidik disini berarti kewenangan

penyidik berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk

5
menentukan tersangka dalam tindak pidana berdasarkan bukti permulaan

yang diperoleh dari proses penyidikan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang

penulis akan angkat adalah :

1. Apa yang dimaksud dengan Tindak Pidana Korupsi?

2. Bagaimanakah pengaturan kewenangan penyidik dalam tindak pidana

korupsi di Indonesia?

C. Tujuan

a. Untuk mengetahui tindak pidana korupsi

b. Untuk mengetahui kewenangan penyidik dalam perkara korupsi di

Indonesia.

c. Untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Hukum Pidana Khusus

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tindak Pidana Korupsi

Dalam bahasa Belanda straafbaarfeit terdapat dua unsur

pembentuk kata, yaitu straafbaar dan feit. Perkataan feit dalam bahasa

Belanda diartikan sebagaian dari kenyataan, sedangkan staafbaar berarti

dapat dihukum, sehingga secara harfiah perkataan straafbaarfeit berarti

pernyataan yang dapat dihukum.

Dalam ensiklopedia indonesia disebutkan bahwa “korupsi” (dari

bahasa latin : corruption berarti penyuapan; corruptore berarti merusak)

gejala dimana para pejabat, badan-badan Negara menyalahgunakan

wewenang dengan terjadinya penyuapan serta ketidakberesan lainnya.

Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam kamus hukum, yang

dimaksud corruptie adalah “korupsi; perbuatan curang; tindakan pidana

yang merugikan keuangan negara2.

Tindak pidana korupsi merupakan perbuatan yang anti sosial,

bertentangan dengan moral dan aturan hukum, sehingga apabila perbuatan

tersebut tidak dicegah atau ditanggulangi, akibatnya sistem hubungan

masyarakat akan tidak harmonis, dan akan berproses ke arah sistem

individualisme, main suap dll. Pemaparan contoh-contoh kasus serta

berbagai fenomena yang terjadi, perbuatan korupsi lebih banyak dilakukan

oleh orang-orang yang memiliki kesempatan untuk berbuat curang dan

2
Evi Hartanti, 2008, Tindak Pidana Korupsi Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, Hal : 9.

7
orang-orang yang mempunyai status sosial atau pangkat yang bukan

golongan bawahan. Apabila korupsi dibiarkan merajalela dan tidak

ditanggulangi, golongan bawahan yang tidak mempunyai peluang atau

kesempatan berbuat korup (kecuali orang-orang yang jujur), akan tetap

atau tambah merosot status sosial ekonominya. Konsekuensinya mereka

yang miskin akan tetap atau bahkan tambah makin miskin, sedangkan di

pihak lain orang-orang tingka atas yang korupsi akan tambah kaya.

Dengan demikian, setiap saat jurang perbedaan sosial akan selalu tambah

melebar3.

B. Kewenangan Penyidik dalam Tindak Pidana Korupsi di Indonesia

Dalam memberantas tindak pidana korupsi terdapat proses hukum

untuk menentukan apakah seorang tersangka terbukti atau tidak dalam hal

melakukan tindak pidana yang salah satunya adalah penyidik. Penyidik

disini diartikan sebagai Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau

Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh

Undang-Undang untuk melakukan penyidikan4.

Power tends to corrupt absolute power corript absolutely5,

merupakan pernyataan yang dikemukakan oleh Sejarawan Inggris Lord

Acton beberapa abad silam. Pernyataan tersebut masih memiliki

relevansinya hingga sekarang. Memang benar bahwa korupsi merupakan

penyakit yang melanda hampir yang semua negara di era lampau dan

3
Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, 2008, , PT. Rineka Cipta, Edisi Revisi,
Jakarta, Hal : 76-77.
4
KUHAP ,2014, Pasal 1 angka 1 , Sinar Grafika,Jakarta, Hal : 5.
5
Adib Bahari, Khotibul Umam, 2009, KPK Komisi Pemberantasan Korupsi dari A
sampai Z, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, Hal : 25.

8
hingga era modern ini. Keprihatinan terhadap bahaya korupsi juga telah

disampaikan oleh dunia internasional melalui United Nations Convention

Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa

Menentang Korupsi). Keprihatinan dimaksud dilatar belakangi karena

masalah dan ancaman yang ditimbulkan oleh korupsi terhadap stabilitas

dan keamanan masyarakat, merusak lembaga-lembaga, nilai-nilai etika,

keadilan, penegakan hukum serta mengacaukan pembangunan yang

berkelanjutan.

Korupsi ini juga berhubungan dengan bentuk-bentuk kejahatan

lain, khususnya kejahatan terorganisasi dan kejahatan ekonomi, termasuk

pencucian uang(money laundring). Korupsi ini tidak lagi menjadi masalah

lokal, tetapi merupakan fenomena internasional yang mempengaruhi

seluruh masyarakat dan ekonomi sehingga adanya kerja sama internasional

untuk mencegah dan mengendalikannya menjadi urgen. Untuk itu maka

suatu pendekatan yang komprehensif dan multidisipliner diperlukan guna

mencegah dan memberantas korupsi secara efektif.

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang (developing

country) juga tidak luput dari masalah korupsi ini. Era demokrasi liberal,

demokrasi terpimpin, dan demokrasi pancasila, bahkan pasca reformasi

tidak pernah sepi dari isu-isu korupsi. Korupsi yang dulu dilakukan oleh

perorangan, kini konon menjadi tindak pidana yang dilakukan secara

terstruktural dan bersama-sama. Tindak pidana korupsi ini di Indonesia

sudah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya terus meningkat dari

tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan jumlahnya

9
kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas tindak pidana yang

dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh

aspek kehidupan masyarakat.

Penegakan hukum untuk memberantas korupsi yang dilakukan

konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu

diperlukan metode penegakan hukum secara luar biasa melalui

pembentukan suatu badan khusus yang mempunyai kewenangan luas,

independen serta bebas dari kekuasaan maupun dalam upaya

pemberantasan korupsi yang pelaksanaanya dilakukan secara optimal,

intensif, propesional serta berkesinambungan.

Dalam hal melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi di

Indonesia terdapat 3 instansi yang mempunyai fungsi sebagai penyidik.

Namun antara masing-masing instansi tersebut bersikeras menyatakan

bahwa instansi merekalah yang mempunyai wewenang sebagai penyidik,

ketiga instansi tersebut yaitu :

1. Kewenangan Penyidik Kepolisian

Peran dan Fungsi Kepolisian hampir disejajarkan, sebagai

law and order. Suatu teori yang menjelaskan bahwa polisi

sebagai abdi negara memberikan pelayanan kepada

masyarakat, antara lain menjaga atau melindungi, melayani

dan menetapkan hukum dalam segala aspek agar kelangsungan

hidup warga masyarakat dapat berjalan dengan tertib, aman

dan sejahtera. Selain itu, polisi dapan memfasilitasi timbulnya

sengketa agar ada proses hukum di pengadilan. Terdapat

10
beberapa argumen mengapa konsep dan strategi

pemberantasan korupsi melalui pemberdayaan peran dan

fungsi kepolisian sangat signifikan dan antisipatif. Terdapat

empat hal yaitu landasan filosofis dan konstitusional, UUD

1945 dan pendekatan juridis, pendekatan hukum internasional

dan kewilayahan dan ketiga pendekatan kelembagaan yang

profesional dan terakhir pendekatan sosio kultural

kemasyarakatan.

Kedudukan dan peran polisi dalam konteks pemberdayaan

pemberantasan tindak korupsi tidak dapat dihindarkan karena

polisi melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua

tindak pidana sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan

peraturan perundang-undangan lainnya. Sebab, istilah “semua”

menunjukan bukti bahwa polisi memiliki kewenagan

profesional dan kompeten dalam melakukan penyelidikan dan

penyidikan persoala tindak pidana korupsi. Sekiranya

dihadapkan pada Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

khususnya Pasal 43 s/d Pasal 50 maka kewenangan tersebut

tidak dapat menghilangkan fungsi dan kewenangan kepolisian.

Sebab, disaatu pihak menurut Undang-undang Nomor 10

Tahun 2004, Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undanangan, pada dasarnya semua adalahsama derajatnya,

kecuali memang Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentan

11
KPK merupakan Undang-undang yang dapat menundukan

ketentuan hukum dalam undang-undang lainnya. Sehingga jika

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK dapat

dikatakan sebagai Lex Specialis derogat lex generalis, maka

adalah jelas tidak memungkinkan diberlakukan terhadap

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang undang-undang

kepolisian.

Tindak pidana korupsi perlu dibangun suatu gagasan akan

terbentuknya suatu tim tersendiri, semacam Tim Penyidik

Kejahatan Korupsi yang secara kompeten dalam melakukan

penyelidikan persoalan tindak pidana korupsi. Untuk mencapai

pemberdayaan Kepolisian yang berhasil perlu adanya

konsolidasi kelembagaan di antara penegak hukum sendiri.

Termasuk perlunya pembatasan wilayah kerja masing-masing

antara KPK, Kejaksaan Agung dan Kepolisian.

Adapun yang dimaksud dengan penyidikan adalah

serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara

yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta

mengumpulkan bukti yang dengan bukti tersebut membuat

terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan

tersangkanya.

Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat kita

lihat dalam Pasal 14 huruf (g) Undang-undang Nomor 2 Tahun

2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan

12
wewenang Kepolisian dalam proses pidana dapat kita lihat

dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Pasal 16 ayat

(1).

2. Kejaksaan

Tindak pidana korupsi dikualifikasikan sebagai kejahatan

yang luar biasa (extra ordinary crime) sehingga memerlukan

penanganan yang luar biasa pula (extra ordinary measure),

sehingga peran serta seluruh komponen masyarakat dalam hal

pencegahan dan penindakan perkara korupsi sangat diperlukan.

Kenyataan yang dihadapi dalam penanganan kasus korupsi

selalu terjadi pro dan kontra tidak terkecuali dalam

mempersoalkan apakah sah penyidikan yang dilakukan oleh

Jaksa dalam perkara korupsi, namun sepatutnya pro dan kontra

tersebut harus diakhiri dengan merujuk pada ketentuan hukum

yang ada. Dasar hukum tindakan penyidikan yang dilakukan

oleh Jaksa dalam perkara korupsi adalah dalam Pasal 284 ayat

(2) KUHAP yang menyatakan bahwa :

“Dalam waktu dua tahun setelah undang-undang ini


diundangkan, maka terhadap semua perkara diberlakukan
ketentuan undang-undang ini, dengan pengecualian untuk
sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana
sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu, sampai
ada perubahan dan atau dinyatakan tidak berlaku lagi”

Memperhatikan ketentuan ini menjadi jelas kiranya bahwa

dalam KUHAP sendiri ada dasar hukum tentang kedudukan

13
Jaksa sebagai Penyidik untuk tindak pidana yang bersifat

khusus (lex Specialis). Kejaksaan Republik Indonesia

berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang

Kejaksaan Republik Indonesia adalah sebagai salah satu

instansi penegak hukum merupakan komponen dari salah satu

elemen sistem hukum dimaksud. Kewenangan melaksanakan

kekuasaan negara dibidang penuntutan dan tugas-tugas lain

yang ditetapkan oleh undang-undang. Kejaksaan RI memilikii

posisi sentral dan peranan yang strategis ini, karena berada

dalam poros dan menjadi filter antara proses penyidikan dan

proses pemeriksaan di persidangan, disamping sebagai

pelaksanaan penetapan dan keputusan pengadilan.

Bahwa antara Kepolisian dan Kejaksaan memang terdapat

hubungan mengenai koordinasi dalam hal pemberantasan

tindak pidana korupsi yang dimana Jaksa Agung bertindak

sebagai pemimpin dalam melakukan pemberantasan tindak

pidana korupsi.

3. Komisi Pemberantasan Korupsi

Kejahatan korupsi telah menimbulkan bencana

perekonomian nasional sehingga kehidupan berbangsa dan

bernegara turut terganggu. Tidak berlebihan jika korupsi

diposisikan sebagai kejahatan yang melanggar hak-hak sosial

dan ekonomi masyarakat. Saat ini, kejahatan korupsi yang

semula dipandang sebagai kejahatan biasa, oleh masyarakat

14
internasional saat ini sepakat untuk menempatkan korupsi

sebagai kejahatan luar biasa. Keadaan luar biasa tersebut

meniscahayakan adanya tindakan dan penanganan secara luar

biasa pula. Namun, penanganan yang luar biasa hendaknya

menjunjung tinggi koridior the rule of law. Asas-asas hukum

yang selama ini telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari

sistem pemidanaan yang berkeadilan.

Dalam rangka mewujudkan supremasi hukum, pemerintah

telah meletakkan landasan kebijakan yang kuat dalam usaha

memberantas tindak pidana korupsi. Semua kebijakan tersebut

tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan.

Dengan demikian, isu korupsi dapat dikatakan sebagai isu

utama dalam penegakan hukum di Indonesial.

Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi telah menjadi

icon nasional dan internasional di Indonesia. Ketiadaan

lembaga penegak hukum khusus menjadi penyebab utama

penegakan hukum tindak pidana korupsi menjadi tidak kurang

berdaya. Karena itu urgensi dibentuknya KPK, melalui

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Diharapkan dapat

mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dan sejahtera.

Dengan memberikan amanah dan tanggung jawab kepada KPK

untuk melakukan peningkatan pemberantasan tindak pidana

korupsi, lebih profesional.

15
Status dan sifat KPK dikarenakan 3 ciri dominan yaitu KPK

sebagai lebaga Negara yang secara khusus melakukan tugas

dalam tindakan pidana korupsi. Keberadaan KPK melebihi

peran dan fungsi yang berada pada lembga penegak hukum,

antara lain Polisi, Kejaksaan, dan bahkan dengan lembaga

negara lainnya. KPK memiliki kewenangan untuk tidak saja

melakukan kordinasi dan supervisi dengan institusi penegak

hukum dan lembaga negara lainnya dalam tindak pidana

korupsi. Terakhir, KPK dapat menyatukan tugas dan fungsi

yang berada dalam kewenangan Kepolisian untuk penyelidikan

dan penyidikan, Kejaksaan dalam hal penyidikan dan

penuntutan. KPK dalam (Pasal 11) membatasi segala tugas dan

kewenangannya terhadap kasus kerugian negara dengan

minimal RP. 1.000.000.000,- ( Satu Milyar Rupiah ).

Bahwa lembaga pemerintah yang menangani tindak pidana

korupsi belum berfungsi secara efektif dan efesien dalam

memberantas tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi di

Indonesia telah meluas dalam masyarakat. Perkembangannya

terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus

yang terjadi dan jumlah kerugian keuangan negara maupun

dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin

sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek

kehidupan masyarakat.

16
Penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana

korupsi yang dilakukan secara konvensional selama ini

terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu diperlukan

metode penegakan hukum secara luar biasa melalui

pembentukan suatu badan khusus yang mempunyai

kewenangan luas, independen serta bebas dari kekuasaan

manapun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi,

yang pelaksanannya dilakukan secara optimal, intensif,

profesional serta berkesinambungan.

Kewenangan KPK dalam melakukan penyelidikan,

penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi meliputi

tindak pidana korupsi yang :

a. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara


negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan
tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat
penegak hukum atau penyelenggara negara;
b. Mendapatkan perhatian yang merasahkan masyarakat,
dan/atau;
c. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp.
1.000.000.000,- ( satu milyar rupiah ) 6.

KPK mempunyai tugas yang dapat kita lihat dalam Pasal 6

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu :

a. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan


pemberantasan tindak pidana korupsi;
b. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan
pemberantasan tindak pidana korupsi;
c. Melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
tindak pidana korupsi;

6
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

17
d. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana
korupsi; dan
e. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan
7
pemerintahan negara .

7
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pengaturan kewenagan penyidik dalam tindak pidana korupsi

berdasarkan Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 6 ayat (1) KUHAP adalah Pejabat

Polisi Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil yang

diberi wewenang khusus oleh undang-undang, dalam Pasal 30 Undang-

undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan menyebutkan juga

kewenangan jaksa sebagai penyidik. Kemudian terdapat instansi lain yang

dapat bertindak sebagia penyidik yaitu KPK yang pengaturan

kewenangannya sebagai penyidik terdapat dalam Pasal 6 Undang-undangn

Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

B. Saran

Antara Kepolisian, Kejaksaan dan KPK haruslah melakukan

kerjasama sebagai aparat penegak hukum dalam upaya pemberantasan

tindak pidana korupsi sesuai dengan peraturang perundang-undangan yang

berlaku mengingat tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana luar

biasa. Kerjasama agar dapat membangun kembali kepercayaan masyarakat

kepada aparat penegak hukum, karena tindak pidana korupsi ini tidak

hanya dilakukan oleh para pejabat dan penguasa saja tetapi juga dilakukan

oleh para aparat penegak hukum nya.

19

Anda mungkin juga menyukai