Anda di halaman 1dari 15

LEGAL OPINION

TENTANG PENERIMAAN SUAP OLEH BOWO SIDIK PANGARSO

OLEH

ALVIRA CIKA TOPANI

MAHASISWA HUKUM

UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG

A. Kasus Posisi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap


tangan (OTT) dugaan suap kerjasama pengangkutan di bidang
pelayaran yang menyeret politikus Golkar Bowo Sidik Pangarso di
kantornya, jakarta pusat tahun 2019. Dari pengamanan tersebut
KPK telah menetapkan delapan orang tersangka kasus suap
angkut pelayaran yang mana delapan orang tersebut ialah Delapan
orang tersebut, yaitu anggota DPR RI 2014 s.d. 2019 dari Fraksi
Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso, Asty Winasti selaku Marketing
Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK), Head Legal PT
HTK Selo, Indung swasta dari PT Inersia, bagian keuangan PT
Inersia yaitu Manto, Siesa Darubinta dari swasta serta dua orang
yang bekerja sebagai sopir.1
1
https://nasional.kompas.com/read/2019/03/28/21375681/kronologi-tangkap-tangan-

anggota-dpr-bowo-sidik-pangarso?page=all
https://nasional.kompas.com/read/2019/03/28/21375681/kronologi-tangkap-tangan-
anggota-dpr-bowo-sidik-pangarso?page=all
Kasus dugaan suap ini berawal pada 2015 ketika kontrak
pengangkutan antara cucu perusahaan PT Petrokimia Gresik dan
PT HTK berhenti. Saat itu, ada upaya dari PT HTK agar kapal-
kapalnya dapat digunakan lagi untuk distribusi pupuk oleh PT
Pupuk Indonesia. Dimana dalam merealisasikan hal tersebut, pihak
PT HTK meminta bantuan Bowo Sidik Pangarso, anggota DPR RI.

Adapun kronologi penangkapan tersangka tersebut sebagai


berikut, Tim KPK mendapatkan informasi terkait akan adanya
penyerahan uang dari AWI (Asty Winasti, Marketing Manager PT
Humpuss Transportasi Kimia kepada kaki tangan bowo sidik yaitu
indung di kantor PT HTK di Gedung Granadi, Jl. HR Rasuna Said,
Kuningan, Jakarta Selatan di kantornya, pada Kamis, 28 Maret
Tahun 2019.

penyerahan suap oleh Asti winasti diketahui yang mana suap ini
dilakukan atas sepengetahuan Taufik Agustono. Pemberian uang
itu dimaksudkan agar Bowo membantu PT HTK mendapatkan kerja
sama dalam pekerjaan pengangkutan atau sewa kapal untuk
distribusi pupuk dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (PT PILOG).
Indung menerima uang dari Asti Winasti sejumlah Rp89,4 juta pada
sore hari di kantor PT HTK. Dari tangan Indung, Tim
mengamankan uang yang disimpan di dalam amplop cokelat.
Diduga penyerahan uang tersebut merupakan penerimaan ketujuh
yang telah menjadi perjanjian sebelumnya. Selanjutnya, tim KPK
juga mengamankan selo,manto dan supir indung dilokasi yang
sama. Selanjutnya, tim KPK melanjutkan kembali pemantauan
untuk memeriksa lokasi ke sebuah apartemen di permata hijau,
Jakarta selatan dimana saat tiba disana mengamankan sopirnya

Bowo SidiK sekitar pukul 16.30 WIB .

Kemudian,Tim KPK menelusuri keberadaan Bowo hingga


mengamankan Bowo SidiK di kediamannya pada hari Kamis pukul
02.00 WIB. Kemudian Bowo SidiK dibawa ke Gedung Merah Putih
Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta untuk pemeriksaan lebih
lanjut. Karena ada dugaan beberapa penerimaan suap lainnya,
disimpan di sebuah lokasi di Jakarta, tim segera bergerak menuju
sebuah kantor di Jakarta. Di TKP KPK mengamankan uang sekitar
pecahan Rp20 ribu dan Rp50 ribu yang telah dimasukkan dalam
amplop-amplop di  84 kardus dan dua box kontainer plastik yang di
dalamnya berisikan sekitar 400.000 amplop berisi uang dengan total
Rp 8,45 miliar, yang diduga uang ini dipersiapkan oleh Bowo Sidik
Pangarso untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019. 2

Bowo SidiK berencana menggunakan uang suap tersebut untuk


kepentingannya dalam memenangkan pemilu dengan cara melakukan
suap untuk serangan fajar. Sedangkan, Undang-Undang Pilkada
nomor 10 tahun 2016, secara jelas telah mengatur perihal praktik
politik uang. Sanksi dalam politik uang telah diatur di dalam pasal 187
a ayat 2, Dimana bahwa setiap orang yang dengan sengaja
melakukan perbuatan melawan hukum, menjanjikan atau memberikan
uang atau material dalam bentuk lain sebagai imbalan kepada warga
negara Indonesia secara langsung maupun tidak langsung dengan
Tujuan untuk mempengaruhi para pemilih agar tidak menggunakan
hak pilih dengan cara yang sudah ditetapkan, sehingga hasil suara
menjadi tidak sah, karena memilih calon tertentu atau tidak memilih

2
https://nasional.kompas.com/read/2019/12/04/14514681/mantan-anggota-dpr-
bowo-sidik-pangarso-divonis5-tahun-penjara?page=all
calon tertentu, maka dapat dipidanakan.

Setelah pemeriksaan dilanjutkan dengan gelar perkara, sebagaimana


diatur dalam KUHAP disimpulkan adanya dugaan tindak pidana
korupsi. Bowo dan Indung dinyatakan terbukti melanggar Pasal 12
huruf b Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1
KUHP, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Selain itu, dia juga dinyatakan
telah melanggar Pasal 12 B ayat (1) UU Pemberantasan
Tipikor, juncto Pasal 65 KUHP.3

Atas perbuatannya Bowo Sidik Pangarso divonis 5 tahun penjara dan


denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan oleh majelis hakim pada
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Sementara, Direktur Keuangan PT
Inersia Ampak Engineers (IAE) Indung Andriani divonis 2 tahun
hukuman penjara serta denda sebesar Rp 50 juta subsider dengan
satu bulan kurungan penjara oleh Majelis Hakim pada Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi.

Taufik dan Asty dinilai melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal
13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor
20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo
pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Taufik Agustono
divonis dengan 1 tahun 5 bulan penjara serta denda Rp 100 juta
subsider 4 bulan kurungan, begitu juga dengan asty Winasti.

3
https://nasional.kompas.com/read/2019/12/04/14514681/mantan-anggota-dpr-
bowo-sidik-pangarso-divonis5-tahun-penjara?page=all
B. Dasar Hukum

1. melanggar Pasal 12 huruf b Undang-undang Nomor 20 Tahun


2001, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi UU No. 28 Tahun
1999

2. Undang-Undang Pilkada nomor 10 tahun 2016 pasal 187 a ayat 2

3. juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.


Selain itu, dia juga dinyatakan telah melanggar Pasal 12 B ayat (1) UU
Pemberantasan Tipikor, juncto Pasal 65 KUHP.

4. Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999


sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 Ayat (1) ke-1 jo
Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah Pertanggungjawaban pidana bagi pemberi dan


penerima suap?

2. apakah dampak yang terjadi jika korupsi elektoral tidak dapat


diberantas dalam Pemilu?

D. Analisis Hukum
Tindak pidana yang bersifat formil dimana dilarang dan diancam
dengan hukuman oleh undang-undang adalah jika melakukan
perbuatan. Sedangkan tindak pidana bersifat materiil dimana dilarang
dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang adalah jika
timbulnya suatu akibat. Secara umum, Tindak Pidana merupakan
perbuatan atau tindakan melawan hukum yang berlaku baik dalam hal
pelanggaran atau ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga
tindak pidana ini perlu diatur dengan suatu norma hukum yang berupa
sanksi pidana untuk dipatuhi dan ditaati4.

Masalah tindak pidana adalah masalah kemanusiaan dan


masalah sosial yang senantiasa dihadapi oleh setiap bentuk
masyarakat yang sangat erat dengan nilai, struktur, dan masyarakat
itu sendiri, sehingga apapun upaya manusia untuk menghilangkannya,
tindak pidana tidak dapat selesai. karena tindak pidana memang tidak
dapat dihapus atau hilang melainkan hanya dapat diminimalisir
intensitasnya. Kejahatan selau mengarah kepada perbuatan yang
dilakukan manusia dan juga mengenai batasan-batasan serta
pandangan masyaraat terkait tentang hal atau perbuatan yang
dilarang dan diperbolehkan dalam undang-undang, kebiasaan, dan
adat istiadat. Maksudnya, bahwa Kejahatan itu disebabkan karena
kondisi dan proses sosial yang sama di dalam masyarakat yang
menghasilkan perilaku-perilaku sosial lainnya.

Dalam Tindak pidana Korupsi mencantumkan sifat melawan


hukum dalam pengertian formil dan materiil, dirumuskan sedemikian
rupa sehingga meliputi perbuatan sogok-menyogok, suap atau korupsi
dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi secara melawan hukum, dilihat dari perumusan tersebut,
4
http://repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/1450/1/SKRIPSI1247-1712182960.pdf
https://bphn.go.id/data/documents/bidang_pidana_suap.pdf
pengertian melawan hukum dalam tindak pidana Korupsi dapat pula
mencakup perbuatan-perbuatan tercela, seperti suap yang dimana
keadilan harus dituntut..

Selain dapat merugikan keuangan Negara korupsi juga dapat


menimbulkan kerugian pada perekonomian rakyat. Perkembangan
tindak pidana korupsi di Indonesia sudah tergolong tinggi, sementara
upaya pemberantasannya masih sangat lamban. Di Indonesia tindak
korupsi sudah menjadi hal yang lumrah bahkan sampai ke pejabat
pemerintahan. Suap sangat berkaitan dengan kekuasaan. Aparat
pelayanan masyarakat seharusnya mematuhi etika pelayanan, seperti
tidak menerima, tidak menawarkan atau tidak menjanjikan untuk
memberi atau menerima hadiah, serta imbalan dalam bentuk apapun
kepada siapapun.

Dampak dari tindak pidana Korupsi yang dilakukan oleh Pemberi


dan Penerima Suap dapat merugikan masyarakat, baik material
maupun non-material serta dapat merugikan Negara. Namun. selama
kesalahan seseorang belum ditetapkan oleh keputusan Hakim, maka
orang ini disebut Terdakwa sebab seseorang tetap tidak bersalah
sebelum kesalahannya terbukti. Hal ini merupakan asas dasar dari
sebuah negara hukum. Kebijakannya tidak terlepas dari masalah nilai,
terlebih di Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila, maka ketika
sanksi pidana akan digunakan sebagai sarana untuk tujuan
membentuk manusia Indonesia seutuhnya. pendekatan kemanusiaan
yang diterapkan sering membuat masyarakat kecewa karena sering
terjadi sanksi pidana ringan yang dijatuhkan terhadap para koruptor
tersebut.5

5
Penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana Suap, baik
Pemberi maupun Penerima suap selalu dijatuhkan salah satu jenis
pidana pokok, yakni pidana penjara sesuai dengan yang diancam
terhadap tindak pidana yang dianggap terbukti, sedangkan lamanya
masa hukuman yang dijatuhkan tergantung penilaian Hakim
berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan maupun
terhadap hal-hal yang memberatkan atau pun yang meringankan atas
perbuatan terdakwa tersebut. Banyak orang yang membicarakan
mengenai hukuman penjara dan denda ringan, tidak sesuai dengan
kejahatan yang dilakukan. Tindak pidana Korupsi merupakan jenis
tindak pidana yang terjadi hampir dalam setiap daerah di Indonesia
yang perlu mendapat perhatian khusus, dan diatur ke dalam perangkat
hukum tentang pemberian sanksi terhadap pelaku, yaitu demi
menjamin pelaksanaan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi,
kolusi, dan nepotisme, maka perlu dijatuhkan sanksi pidana berat
terhadap Pemberi dan Penerima Suap.

Hukum telah dirumuskan sedemikian rupa untuk mengatur


kehidupan manusia. Ketaatan dan kepatuhan terhadap hukum ada di
tangan semua warga negara Indonesia, termasuk aparat penegak
hukum. Bahwa, Hukum memang telah diadakan sedemikian rupa
untuk mengatur kehidupan manusia. Aparat penegak hukum pun tidak
pemah berhenti menangani perkara Suap atau Korupsi. Ilukum
Perlindungan Masyarakat yang mensyaratkan penghapusan
pertanggungjawaban pidana hams menggantikan hukum pidana yang
ada, diganti dengan pandangan tentang perbuatan anti sosial,
tujuannya adalah mengintegrasikan individu ke dalam tertib sosial,
bukan pemidanaan terhadap perbuatannya.

Dalam kasus bowo sidik beserta terdakwa lainnya,


pertanggungjawaban yang diterima sesuai atau seimbang dengan
perbuatan yang dilakukannya. Bowo sidik dalam kasusnya karena
melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHPidana, Pasal 64 ayat (1) KUHP. Pertanggungjawaban yang
dilakukan bowo sidik juga dapat dilihat karena ia sudah bersifat
kooperatif dalam melakukan pemeriksaan. Dengan sanksi pidana Atas
perbuatannya Bowo Sidik Pangarso divonis 5 tahun penjara dan
denda Rp 250juta subsider 4 bulan kurungan oleh majelis hakim pada
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, bowo juga
diberhentikan dari posisinya sebagai anggota DPR RI serta
dimundurkan dari pencalegannya pada pemilu 2019. Begitu juga
dengan Indung, Asty dan Taufik sudah bersikap kooperatif dan
brtanggungjawab atas pebuatan suap yang dilakukannya.

Jadi, Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pemberi dan


Penerima Suap atau tindak pidana Korupsi ini haruslah mendapat
ganjaran yang selayaknya diperoleh pelaku Pemberi dan Penerima
Suap. Konsep Pemidanaan dalam Hukum Pidana yang telah
dikemukakan dalam berbagai pandangan yang melandasinya
berorientasi pada perbuatan yang dilakukan, yaitu menghendaki
pidana yang dijatuhkan adalah seimbang dengan perbuatan si pelaku.
Secara ekstrim dapat dikatakan bahwa, dalam pemberian pidana,
orientasi pemidanaan tidak membatasi kebebasan Hakim untuk
menetapkan jenis dan ukuran 6pemidanaan, sesuai dengan yang ada
di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sanksi Pidana terhadap
Pemberi dan juga Penerima kasus Suap adalah untuk menjamin

6
http://repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/1450/1/SKRIPSI1247-1712182960.pdf
pelaksanaan pemerintahan yang bersih dan bebas dari Korupsi.
Kolusi. dan Nepotisme. Dengan adanya hukum yang mengatur
tentang perbuatan yang dilarang oleh undang-undang beserta
ancaman hukuman yang dijatuhkan, baik itu pelanggaran, atau
ketentuan peraturan perundang-undangan, maka tindak pidana perlu
diatur dengan suatu norma hukum yang berupa sanksi agar dipatuhi
dan ditaati sebagai hukum yang berlaku.

Korupsi Elektoral menuju Korupsi Politik Memiliki kaitan yang


sangat penting sebab antara keduanya saling mempengaruhi dan
berhubungan satu sama lain. Pada dasarnya, korupsi electoral
merupakan suatu permulaan terjadinya korupsi politik. Sementara itu
dalam tumbuh dan berkembangnya korupsi politik dalam suatu Negara
itu memiliki korelasi yang kuat dengan tidak efektifnya dalam hal
kontrol sosial dan penegakan hukum (Alkostar, 2008: 16). Dalam
Korupsi politik lebih menuju pada penyalahgunaan atas kekuasaan
atau jabatan dalam pemerintahan. sedangkan korupsi elektoral, dapat
meliputi pembelian suara dengan sejumlah uang dalam Pemilu,
menjanjikan jabatan atau pemberian hadiah, paksaan, intimidasi dan
bentuk perbuatan lain. Harus diakui bahwa pembelian suara dengan
sejumlah uang dalam Pemilu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Dalam konteks itu maka Pemilu menjadi high cost alias membutuhkan
modal yang besar.

Kecurangan pemilu adalah campur tangan secara tidak sah


dalam proses pemilihan umum baik dengan cara menaikkan
perolehan suara seseorang kandidat atau juga mengurangi suara
kandidat lain atau bahkan keduanya. Sedangkan praktik kampanye
yang korupsi adalah kampanye yang dilakukan dengan menggunakan
fasilitas negara maupun uang negara oleh calon yang sedang
memegang kekuasaan. Singkatnya, bahwa korupsi politik selalu
berkaitan dengan korupsi elektoral misalnya kecurangan dalam
kampanye atau saat pemungutan suara. Mengenai korupsi elektoral
yang muaranya adalah korupsi politik, untuk mengidentifikasi
pelakunya tidaklah sulit. Korupsi elektoral akan lebih mudah dilakukan
jika terjadi perpaduan antara kekuasaan yang diselewengkan bertemu
dengan pebisnis hitam. Tidak lepas juga diatur mengenai larangan
pelibatan birokrasi, TNI, dan POLRI untuk kepentingan kandidat
tertentu. Berkaitan dengan itu, penyelenggara pemilu dari level yang
paling atas hingga yang paling bawah juga dilarang memihak pada
kandidat atau partai politik tertentu. Selain itu, partai politik dan
kandidatnya pun dilarang untuk memanipulasi dana kampanye. Jadi
UU Pemilu sesungguhnya telah berusaha merespon kemungkinan
terjadinya korupsi elektoral atau politik uang yang berafiliasi dengan
korupsi politik. 7

Dalam Money in Politic’s Handbook: A Guide to Increasing


Transparency in Emerging Democracies disebutkan 5 contoh konkrit
yaitu;
1. adanya tendensi dari partai penguasa untuk memanfaatkan
keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) guna mendanai
kampanye dan operasi politik yang lain.
2. akses terhadap pemerintahan cenderung akan dimonopoli oleh
penyumbang sehingga publik tidak mempunyai kesempatan yang
sama untuk ikut serta dalam tender proyekproyek pemerintah.
3. perusahaan besar atau pebisnis sebagai penyumbang tunggal atau
dominan terhadap kandidat dan partai politik dikhawatirkan akan
memengaruhi dan mendominasi proses pengambilan keputusan
politik.

7
file:///C:/Users/user/Downloads/342-Dokumen%20Artikel%20Utama-1305-1-10-
20190628%20(2).pdf
4. adanya kecenderungan terjadinya pembusukan dan korupsi politik
dalam pemerintahan.
5. terjadi korupsi politik yang disebabkan oleh kuatnya hubungan
patronase antara lembaga donor dengan kandidat terpilih.

Konsekuensinya, kandidat terpilih akan sangat mudah diintervensi


kebijakan politiknya oleh donatur (Sugiyarto, 2009:485). Atas dasar itulah
maka penting dipikirkan jalan keluar atas masalah politik uang atau
korupsi elektoral ini. terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan.
1. perbaikan substansi hukum yakni peraturan perundang-undangan
yang bertalian dengan Pemilu khusus menyangkut tindak pidana
politik uang.
2. perlu ada upaya serius untuk memberi pendidikan politik kepada
masyarakat mengenai bahaya atau dampak yang terjadi ketika
politik uang mendominasi dalam Pemilu.
3. perlu diinisiasi adanya pertanggungjawaban pidana partai politik
ketika dapat dibuktikan bahwa partai ikut terlibat dalam manipulasi
laporan dana kampanye. tindak pidana dilakukan baik sendiri-
sendiri maupun bersama-sama. Melalui teori ini akan dapat
membuka kemungkinan mempertanggungjawabkan pidana
pimpinan partai politik sebagai directing mind and will atau personil
pengendali (Pinto dan Evans, 2003:75). Dalam konteks ini Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah saatnya dilibatkan.
4. pengaturan dana kampanye diatur lebih detail hingga pada hal-hal
yang kecil sehingga dapat diantisipasi potensi adanya kecurangan
dana kampanye oleh kandidat atau partai politik. Kelima atau yang
terakhir, terhadap aparat penegak hukum perlu ditempatkan dalam
peraturan yang dapat menjamin objektifitas dan transparansi serta
akuntabilitas kinerja peradilan.
Pada tahun 2019 lalu indonesia mengadakan pemilihan umum
(Pemilu) yang dilakukan serentak mulai dari pemilihan DPRD hingga
pemilihan Presiden. Besarnya keinginan untuk menjadi perwakilan
rakyat mengakibatkan banyak cara digunakan agar menang dalam
pemilu. Disaat detik-detik mendekat pemilu tidak heran banyak sekali
masalah yang terjadi seperti melakukan kampanye hitam atau
melakukan kampanye dengan cara yang tidak sehat untuk meraih
kursi pemerintahan. Dimana salah satu cara yang tidak dapat
dibenarkan itu adalah perbuatan Suap. Bowo Sidik menjadi tersangka
kasus penerimaan suap yang mana uang tersebut akan digunakannya
untuk melakukan korupsi elektoral atau dalamkasus ini disebut
penyuapan kepada masyarakat dengan tujuan supaya mendapat
perolehan suara. Bowo Sidik Pangarso yang saat itu akan kembali
maju dalam pemilu sebagai Caleg dari Daerah pemilihan Jawa Tengah
II. Akan tetapi dalam perjalanannya itu, justru bowo diduga menjadi
tersangka kasus penerimaan suap. Bowo harus menjalankan
pemeriksaan atas dirinya dan harus mundur dari peserta pemilu. 8

E. Kesimpulan dan Saran

Pertanggungjawaban Pidana Bagi Pemberi dan Penerima Suap


atau tindak pidana Korupsi harus mendapat ganjaran yang selayaknya
8
file:///C:/Users/user/Downloads/342-Dokumen%20Artikel%20Utama-1305-1-10-
20190628%20(2).pdf
diperoleh pelaku Pemberi dan Penerima Suap. Konsep Pemidanaan
dalam Hukum Pidana yang sudah dikemukakan dalam berbagai sudut
pandangan yang melandasinya itu berorientasi pada perbuatan yang
dilakukan, yaitu menghendaki pidana yang dijatuhkan adalah
seimbang dengan perbuatan si pelaku. Secara ekstrim dapat
dikatakan bahwa, dalam pemberian pidana, orientasi pemidanaan
tidak membatasi kebebasan Hakim untuk menetapkan jenis dan
ukuran pemidanaan, sesuai dengan yang ada di dalam Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Sanksi Pidana terhadap Pemberi dan juga sebagai
Penerima Suap adalah untuk menjamin pelaksanaan pemerintahan
yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Dengan
adanya hukum yang mengatur tentang perbuatan yang dilarang oleh
undang-undang beserta ancaman hukuman yang dijatuhkan, baik itu
pelanggaran, atau ketentuan peraturan perundang-undangan, maka
tindak pidana perlu diatur dengan suatu norma hukum yang berupa
sanksi agar dipatuhi dan ditaati sebagai hukum yang berlaku.

Dampak yang akan terjadi jika korupsi elektoral tidak dapat diberantas
dalam Pemilu yaitu: Pertama, adanya tendensi dari partai penguasa
untuk memanfaatkan keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
guna mendanai kampanye dan operasi politik yang lain. Kedua, akses
terhadap pemerintahan cenderung akan dimonopoli oleh penyumbang
sehingga publik tidak mempunyai kesempatan yang sama untuk ikut
serta dalam tender proyekproyek pemerintah. Ketiga, perusahaan
besar atau pebisnis sebagai penyumbang tunggal atau dominan
terhadap kandidat dan partai politik dikhawatirkan akan memengaruhi
dan mendominasi proses pengambilan keputusan politik. Keempat,
adanya kecenderungan terjadinya pembusukan dan korupsi politik
dalam pemerintahan. Kelima, terjadi korupsi politik yang disebabkan
oleh kuatnya hubungan patronase antara lembaga donor dengan
kandidat terpilih.

Saran yang dapat saya sampaikan adalah


dalampertanggungjawaban oleh pemberi atau penerima suap harus
lebih ditingkatkan lagi dalam system pemberian sanksinya agar
setimpal dengan apa perbuatan yang telahdilakukan. Karena jika
penerapan tasanksi akan tanggungjawab dari pelaku tidak sesuai
dengan undang-undang berarti keadilan tidak berlaku bagi pihak lain.
Serta saran saya sebaiknya KPK meningkatkan lagi kerjasama
dengan beberapa lembaga lainnya dalam hal keuangan dan
pemerintah agar tidak mudah terjadi masalah korupsi politik serta
perbuatan korupsi yang merugikan lainnya.

F. Daftar Pustaka

https://nasional.kompas.com/read/2019/12/04/14514681/mantan-
anggota-dpr-bowo-sidik-pangarso-divonis5-tahun-penjara?page=all
https://nasional.kompas.com/read/2019/03/28/21375681/kronologi-
tangkap-tangan-anggota-dpr-bowo-sidik-pangarso?page=all
http://repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/1450/1/SKRIPSI1247-
1712182960.pdf
file:///C:/Users/user/Downloads/342-Dokumen%20Artikel%20Utama-
1305-1-10-20190628%20(2).pdf

BUKTI CEK PLAGIARISME

Anda mungkin juga menyukai