Anda di halaman 1dari 8

PERMASALAHAN PENEGAKAN HUKUM

TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI

Oleh;
Fahzri Surachmanm
121010290
Kelas 5 I
Mata Kuliah Hukum Tindak Pidana
Dosen Pengampu: Dr. Sanusi. SH

Universitas Swadaya Gunung Jati


Fakultas Hukum Ilmu Hukum
2023

Abstrak:
Tindak Pidana Korupsi merupakah kejatan yang sudah dapat dikatakan pada posisi titik
nadir dan sudah mengakar, sehingga dalam pemberantasannya memerlukan keseriusan dan
penanganan yang sangat kuat. Peran serta aparat penegak hukum Kepolisian, Kejaksaan
dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) benar-benar harus didorong untuk penanganan
dan penindakannya. Peran serta Masyarakat sangat diperlukan dalam hal ini. Korupsi
menurut pandangan hukum adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun
pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya
mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang
dipercayakan kepada mereka. Menurut hukum pemberantasan korupsi yang merupakan
salah satu agenda terpenting dalam pembenahan tata pemerintahan di Indonesia.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi adalah pengadilan yang khusus menangani perkara
Korupsi. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi bertugas dan berwenang memeriksa dan
memutus perkara Tindak Pidana Korupsi yang penuntutannya diajukan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi.

Kata kunci: Korupsi, Pidana, Hukum


I. PENDAHULUAN

Pertumbuhan masyarakat yang sangat dinamis diiringi dengan kemajuan teknologi


serta tidak dapat dihindarinya gaya hidup yang berlebihan, tentu cenderung akan
meningkatkan kejahatan white collor crime. Kenapa dikatakan kejahatan kerah putih,
karena kejahatan ini dilakukan oleh para intelek yang secara pendidikan sudah tinggi dan
secara kemapanan juga sudah cukup. Adanya gaya hidup yang berkelebihan dan tidak
mempunyai rasa cinta tanah air (NKRI) maka mereka melakukan tindak pidana korupsi
yang akibatnya dapat menghambat pembangunan di Indonesia serta akan menambah jarak
untuk mencapai kesejahteraan bagi masyarakat.

Kejahatan tindak pidana korupsi di Indonesia sudah masuk dalam wilayah akut atau
dapat dikatakan sudah pada titik yang sangat nadir. Korupsi dilakukan tidak saja secara
bersama-sama, tapi sudah dilakukan secara sistemik oleh para pihak dengan harapan untuk
memperkaya diri sendiri maupun orang lain.
Perbuatan korupsi yang merajalela, merupakan bentuk perlawanan terhadap hukum yang
dilakukan oleh sebagian komunitas atau sebagian kecil anggota masyarakat tertentu yang
berlindung dibalik kekuasaan atau kewenangan guna kepentingan pribadinya dengan cara
merugikan keuangan negara.

Ketidakberdayaan aparat penegak hukum dalam hal ini membuat semakin nyata
bahwa tindak pidana korupsi harus segera dihentikan. Memulihkan kepercayaan pada
aparat penegak hukum harus segera dilaksanakan. Rasa keinginan yang besar bagi para
penegak hukum harus digelorakan.

Korupsi adalah suatu tindakan yang tergolong pada tindakan pidana yang bisa
dikategorikan tindak pidana luar biasa (extra ordinary crime) karena dilakukan oleh
mereka yang berpendidikan, ekonomi cukup bahkan lebih, mempunyai jabatan dan
kedudukan. Sehingga akibat yang ditimbulkan bisa sangat luar biasa pula, yakni bisa
melumpuhkan bahkan meruntuhkan perekonomian hingga menyebabkan kemiskinan bagi
masyarakat dan rakyat suatu negara. Beberapa tahun terakhir ini pemerintahan di banyak
negara khususnya Indonesia mulai mencanangkan untuk program pemberantasan korupsi.
Langkah awal yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk menanggulangi tindak pidanan
korupsi salah satunya dengan memfungsikan secara optimal lembaga-lembaga negara atau
institusi dibidang penegakan hukum seperti polri, kejaksaan dan pengadilan (Achmad
Zainuri, 2007). Upaya pemerintahan Indonesia untuk menanggulangi tindak pidana korupsi
ini sangatlah serius, sehingga melalui instruksi presiden pemerintah telah menetapkan
landasan yang kuat untuk terus memberantas tindak pidana korupsi yaitu dengan
ditetapkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).
I. PEMBAHASAN

1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Kamus Umum Bahasa Indonesia yang di tata oleh Poerwadarminta (1976: 524),
pengertian korupsi ialah; ‘’perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan
uang sogokan dan sebagainya’’. Yang karena ruang lingkupnya sangat luas, maka
pengertian korupsi disederhanakan yang secara umum menjadi‘’perbuatan buruk dan dapat
disuap’’. David H. Bayley mendefinisikan korupsi sebagai: ‘’Perangsang (seorang pejabat
pemerintah dan swasta) berdasarkan itikad buruk (seperti misalnya, suapan) agar ia
melakukan pelanggaran kewajibannya’’. Sedangkan sogokan didefinisikan oleh David. H.
Bayley sebagai: ‘’Hadiah, penghargaan, pemberian atau kesitimewaan yang dianugerahkan
atau dijanjikan, dengan tujuan merusak pertimbangan atau tingkah laku, terutama seorang
dari dalam kedudukan terpercaya (sebagai pejabat pemerintah atau swasta)’’.
Pengertian korupsi menurut hukum Indonesia, tidak dijelaskan dalam pasal pertama
UU Korupsi seperti undang-undang lainnya. Dengan demikian, untuk mengetahui apa yang
dimaksud dengan korupsi, harus dilihat dalam rumusan pasal-pasal UU Korupsi, yaitu
sekitar
13 pasal yang mengaturnya serta terdapat tiga puluh jenis tindakan yang dapat
dikategorikan sebagai korupsi.
Pengertian korupsi menurut masyarakat awam khususnya adalah suatu perbuatan
mengambil uang negara agar mendapat keuntungan untuk diri sendiri. Pengertian Tindak
Pidana Korupsi sendiri ialah kegiatan yang dilakukan untuk memperkaya diri
sendiri atau kelompok dimana kegiatan itu melanggar hukum karena telah merugikan
bangsa dan negara.
Korupsi telah diidentifikasi sebagai musuh terbesar bagi perkembangan dan
kemajuan bangsa mana pun. Di Nigeria, korupsi adalah seekor belalang yang telah
memakan falora masyarakat kita di setiap tingkatan. Memiliki menyebabkan keterlambatan
dan kelalaian dalam infrastruktur pemerintah dan masyarakat luas. Itu layak untuk dicatat
bahwa korupsi telah bertanggung jawab atas ketidakstabilan pemerintah berturut-turut sejak
republik pertama hingga saat ini.
Korupsi adalah fenomena yang kompleks dan multifaset dengan banyak penyebab
dan efek, karena mengambil berbagai bentuk dan fungsi dalam konteks yang berbeda. Itu
fenomena korupsi berkisar dari satu tindakan pembayaran yang bertentangan dengan
hukum untuk suatu malfungsi endemik dari sistem politik dan ekonomi. Masalahnya
korupsi telah dilihat baik sebagai masalah struktural politik atau ekonomi, atau sebagai
masalah moral budaya dan individu. Definisi korupsi karenanya berkisar dari istilah luas
"penyalahgunaan kekuatan publik" dan "kerusakan moral" hingga ketat definisi hukum
korupsi sebagai tindakan suap yang melibatkan pegawai negeri dan atransfer sumber daya
nyata.
Tindak pidana korupsi merupakan masalah yang sangat serius, karena tindak pidana
korupsi dapat membahayakan stabilitas dan keamanan negara dan masyarakatnya,
membahayakan pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat, politik bahkan dapat pula
merusak nilai-nilai demokrasi serta moralitas bangsa karena dapat berdampak
membudayanya tindak pidana korupsi tersebut.

3
2. Korupsi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

Korupsi merugikan keuangan negara atau ekonomi negara dan menghambat


pembangunan nasional, karenanya harus diberantas dalam konteks menciptakan persamaan
dan masyarakat sejahtera berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
UU Korupsi Tahun 1999 menggantikan berlakunya UU Korupsi Tahun 1971 dan
disahkan berlakunya pada tanggal 16 Agustus 1999, tetapi pada saat awal diberlakukan
sempat menimbulkan masalah dalam penerapannya, akibat ketentuan Pasal 44 UU Korupsi
Tahun 1999 yang berbunyi bahwa pada saat mulai berlakunya undang-undang ini, maka
Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(Lembaran Negara Tahun 1971 Nomor 19, tambahan Lembaran Negara Nomor 2958),
dinyatakan tidak berlaku lagi. Adapun perbuatan yang dilarang sebagai korupsi serta subjek
pembuat korupsi dalam UU Korupsi Tahun 1999 pada pada hakikatnya tidak jauh berbeda
dengan perbuatan yang dilarang dalam UU Korupsi Tahun 1971.

3. Penyebab dan Pemberantasan Korupsi

Ada yang mengatakan bahwa upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi
adalah menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi. Dengan demikian, bidang hukum
khususnya hukum pidana akan dianggap sebagai jawaban yang paling tepat untuk
memberantas korupsi. Kita bahkan memiliki sebuah lembaga independen yang bernama
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kesemuanya dibentuk salah satunya untuk
memberantas korupsi. Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa bekal pendidikan
(termasuk Pendidikan Agama) memegang peranan yang sangat penting untuk mencegah
korupsi. Ada yang mengatakan bahwa untuk memberantas korupsi, sistem dan
lembaga pemerintahan serta lembaga-lembaga negara harus direformasi.
Upaya pemerintah dilaksanakan melalui berbagai kebijakan berupa peraturan
perundang-undangan dari yang tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sampai
dengan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu,
pemerintah juga membentuk komisi-komisi yang berhubungan langsung dengan
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi seperti Komisi Pemeriksa
Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Upaya pencegahan praktek korupsi juga dilakukan di lingkungan eksekutif atau
penyelenggara negara, dimana masing-masing instansi memiliki Internal Control Unit (unit
pengawas dan pengendali dalam instansi) yang berupa inspektorat.

Apabila dilihat dari segi si pelaku korupsi, sebab-sebab dia melakukan korupsi
dapat berupa dorongan dari dalam dirinya, yang dapat pula dikatakan sebagai
keinginan, niat, atau kesadarannya untuk melakukan. Sebab-sebab seseorang terdorong
untuk melakukan korupsi antara lain sebagai berikut:
A. Penyebab korupsi

1. Sifat tamak dan keserakahan

2. Ketimpangan penghasilan sesama pegawai negeri/pejabat negara

3. Ketimpangan penghasilan tersebut menimbulkan rasa cemburu yang luar biasa, yang
salah satunya berdampak kepada perbuatan korupsi yang dilakukannya.
4. Gaya hidup konsumtif
5. Kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibandingkan dengan kebutuhan yang
makin meningkat.
6. Kurang adanya keteladanan dan kepemimpinan
7. Dalam organisasi, pimpinan akan menjadi panutan dari setiap anggota pada organisasi
tersebut. Apabila pimpinannya mencontohkan gaya hidup yang bersih dengan tingkat
kehidupan ekonomi yang wajar, maka anggota-anggota organisasi tersebut akan cenderung
untuk bergaya hidup yang sama. Sebaliknya, apabila pimpinan organisasi gaya hidupnya
berlebihan, maka anggotanya akan mengikuti. Apabila tidak mampu menopang biaya hidup
yang berlebihan tersebut, maka akan berusaha untuk melakukan berbagai hal termasuk
korupsi.

8. Moral yang lemah

9. Kebutuhan hidup yang mendesak

10. Lemahnya penegakan hukum

11. Faktor politik

12. Budaya organisasi pemerintah

B. Pemberantasan korupsi

1. Penegakkan hukum oleh komisi pemberantasan korupsi

2. Tindakan tegas dan tanpa diskriminasi

3. Komitmen pimpinan penyelenggaraan negara

4. Peningkatan peran serta masyarakat

5. Pengembangan Whistle Blower (pelapor pelanggaran)

6. Penerapan hukuman mati

7. Iktikad pimpinan

5
Integritas dan kompetensi pejabat publik sangat penting prasyarat untuk
administrasi publik yang andal dan efisien. Banyak negara-negara di kawasan dan di
luarnya telah mengadopsi langkah-langkah yang bertujuan untuk memastikan integritas
dalam mempekerjakan dan mempromosikan staf, berikan yang memadai remunerasi dan
menetapkan serta menerapkan aturan perilaku yang jelas untuk publik pejabat.

4. Hukum dan Negara Hukum

Hukum, sebagai himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-


larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat, harus ditaati oleh semua komunitas
masyarakat yang terkait dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Di
dalam hukum terumus larangan maupun perintah yang menuntun setiap orang atau subyek
hukum untuk melaksanakannya. Ketaatan menjadi standar utama yang akan menentukan
citra hukum di tengah masyarakat, termasuk bagi pelaksana maupun bagi penegak hukum
itu sendiri.Sehingga dengan demikian, hukum akan terus mengadakan ketata-tertiban dalam
pergaulan manusia dimana ia berada, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara, sesuai
dengan tujuan hukum yang sangat hakiki, yaitu keadilan.
Hukum diarahkan sepenuhnya sebagai sarana untuk mendukung pembangunan.
Padahal yang seharusnya adalah pembangunan hanyalah sarana untuk meningkatkan
martabat kemanusiaan. Jadi jelaslah bahwa dengan hukum kita akan menciptakan atau
menjadikan kesejahteraan bagi masyarakat.
Hukum memang dibuat oleh negara tidak semata-mata menjadi alat rekayasa sosial,
tetapi lebih dari itu, yakni menegakkan keadilan dan melindungi harkat kemanusiaan. Tidak
sedikit hak-hak kemanusiaan yang dipercayakan kepada hukum untuk dijaga atau
dilindunginya, sebab tanpa adanya suatu perlindungan dari hukum ini, akan banyak
perbuatan yang bercorak dilanggarnya.

5. Penegakan Hukum

Tantangan dinamika peristiwa hukum yang terjadi khususnya di Indonesia, merupakan


tantangan negara dalam kedudukannya sebagai negara hukum. Dinamisasi konseptual,
penerapan maupun penegakan hukum, merupakan elemen-elemen sistem hukum yang
secara terus menerus untuk disikapi, guna mewujudkan kedudukan hukum dinegara hukum
dan bermanfaat bagi kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.
Pada hukum yang responsif, keabsahan hukum didasarkan pada keadilan substantif dan
aturan-aturan tunduk pada prinsip, dan kebijaksanaan. Dikresi dilaksanakan dalam rangka
mencapai tujuan. Paksaan lebih nampak dalam bentuk alternatif positif seperti insentip
positif atau sistem kewajiban mandiri. Moralitas yang nampak adalah “moralitas kerja
sama”, sementara aspirasi-- aspirasi hukum dan politik berada dalam keadaan terpadu.
Ketidakadilan dinilai dalam ukuran dan kerugian-kerugian substantif dan dipandang
sebagai tumbuhnya masalah legitimasi. Kesempatan untuk berintegrasi diperluas melalui
integrasi bantuan hukum dan bantuan sosial.
Hal yang tidak terbantahkan, bahwa norma hukum adalah sarana yang dipakai oleh
masyarakat untuk mengarahkan tingkah laku anggota masyarakat pada saat mereka
berhubungan antara yang satu dengan lainnya. Apabila di sini disinggung tentang
“mengarahkan tingkah laku”, barang tentu pertanyaan dalam diri kita, “mengarahkan
kemana”?.
Norma itu mengarahkan tingkah laku manusia merupakan prioritas yang ada pada
masyarakat sendiri.

7
II. PENUTUP

Penegakan hukum sangat diperlukan untuk secepatnya dilaksanakan, karena dapat


dilihat sekarang ini sangat lemahnya penegak hukum dalam menegakkan hukum ditengah-
tengah masyarakat, diharapkan para penegak hukum dapat bekerja dengan sungguh-sungguh
dalam hal pemberantasan tindak pidana korupsi yang sudah menjadi kejahatan luar biasa.
Jadikanlah hukum itu always, kapan saja, siapa saja dan dimana saja. Khususnya tindak pidan
korupsi, bukan dalam hal ini KPK, Kepolisian, Kejaksaan danmasyarakat bersinergi
melakukan kerjasama dalam hal memberantas tindak pidana korupsi.

Korupsi menurut pandangan hukum adalah perilaku pejabat publik, baik


politikus/politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal
memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan
kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Menurut hukum pemberantasan korupsi
yang merupakan salah satu agenda terpenting dalam pembenahan tata pemerintahan di
Indonesia. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi adalah pengadilan yang khusus menangani
perkara Korupsi. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi bertugas dan berwenang memeriksa dan
memutus perkara Tindak Pidana Korupsi yang penuntutannya diajukan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi. Pengadilan yang biasa disebut dengan pengadilan Tipikor ini
dibentuk berdasarkan Pasal 53 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi juga berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara Tindak
Pidana Korupsi atau tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang
dilakukan oleh warga asing di luar wilayah Negara Republik Indonesia sepanjang
menyangkut kepentingan negara Indonesia. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi juga
berwenang memberikan izin untuk melakukan pembekuan, penyitaan, penyadapan dan/atau
penggeledahan.

Anda mungkin juga menyukai