Anda di halaman 1dari 13

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

 Pengertian korupsi  ialah tindakan menyalahgunakan kepercayaan publik yang


dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Unsur-unsur Korupsi
Mari perjelas pengertian korupsi di atas dengan memperhatikan unsur-unsur korupsi
sebagai berikut:
 Perbuatan melawan hukum,
 Penyalahgunaan kewenangan
 Menyalahgunakan kesempatan
 Memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi milik sendiri
 Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Jenis-jenis Korupsi
engertian korupsi semakin jelas dimaknai dengan melihat jenis-jenis tindakan korupsi
sebagai berikut:
 Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
 Penggelapan dalam jabatan,
 Pemerasan dalam jabatan
 Menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara)
Pengertian Korupsi dalam Lingkup Politik
Selain pengertian korupsi secara umum di atas. Contoh tindak pidana korupsi kerap
dijumpai di arena politik. Oleh karena itu, pengertian koprusi dalam lingkup politik
adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi.  Semua bentuk
pemerintahan rentan dengan praktik korupsi .
Titik ujung korupsi ialah kleptokrasi, yang berarti pemerintahan diisi oleh para
pencuri. Para pejabat berpura-pura bertindak jujur kepada pemerintahan yang
dipimpinnya.

3 (tiga) tiang penyangga korupsi, yaitu:


1. Tekanan (preesure)

Tekanan seperti mengikuti gaya hidup modern, kerugian materi atau uang, terbelit
hutang, akan menyebabkan seseorang berbuat curang atau korupsi.
2. Kesempatan (opportunity)
Orang yang memiliki kedudukan, jabatan, pangkat, dan pendidikan yang lebih
tinggi biasanya memiliki kesempatan untuk berbuat korupsi.
3. Rasionalisasi (rationalize)
Orang yang memiliki otoritas untuk mengendalikan kegiatan serta mengetahui
kelemahan di lingkungan departemen, kantor, dan pekerjaannya, sehingga
mereka dapat memanipulasi yang menyebabkan pihak lain tidak tahu bahwa
mereka telah melakukan korupsi.
Albrecht dan Chad O. Albrecht menyebut tiga penyangga kecurangan yang
mampu mendorong seseorang bertindak korupsi sebagai segitiga
kecurangan

Penyakit Korupsi
Nugroho dan Tri Hanurita (2005: 116) mencatat 7 alasan mengapa korupsi
tumbuh dan berkembang terutama di negara berkembang.
1. Kemiskinan. Kemiskinan membuat pegawai pemerintah mau melakukan apapun
juga asal mendapatkan tambahan penghasilan untuk membuat keluarganya
selamat.
2. Kekuasaan yang berlebihan atau yang berasal dari keserakahan
3. Budaya. Kinoshita melaporkan hasil penelitiannya bahwa masyarakat Indonesia
adalah masyarakat keluarga besar, yakni sebuah masyarakat yang mempunyai
nilai bahwa kesuksesan seseorang anggota keluarga harus pula dinikmati oleh
seluruh anggota keluarga besar.
4. Ketidaktahuan.
5. Rendahnya kualitas moral masyarakat
6. Lemahnya kelembagaan politik suatu negara, baik menyangkut sistem
hukumnya, birokrasi maupun sistem interaksi antarlembaga yang cendurung
melahirkan perilaku dan budaya korupsi.
7. Korupsi terjadi karena penyakit bersama
UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA
Pemerintah sangat menjunjung tinggi perlindungan hukum bagi setiap
warga negaranya, sehingga diperlukan pemantapan-pemantapan terhadap sarana
dan prasarana yang diperlukan guna menopang pembangunan di bidang hukum.
Dalam upaya untuk mencapai keberhasilan pembangunan bidang hukum perlu
didukung adanya peningkatan sarana dan prasarana serta peningkatan
pendayagunaannya, pemantapan, kedudukan dan peranana badan-badan penegak
hukum merupakan pihak yang berhubungan langsung dengan proses penegak
hukumnya. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa antara pembangunan dan
kejahatan atau pelanggaran hukum ada hubungan yang erat. Oleh karena itu,
perencanaan pembangunan harus meliputi juga perencanaan perlindungan
masyarakat terhadap pelanggaran hukum.
Dalam hukum pidana itu terkandung aturan-aturan yang menentukan
perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan dengan disertai ancaman berupa
pidana (nestapa) dan menentukan syarat-syarat pidana dapat dijatuhkan. Sifat
publik yang dimiliki hukum pidana menjadikan konsekuensi bahwa hukum
pidana itu bersifat nasional. Dengan demikian, maka hukum pidana Indonesia
diberlakukan ke seluruh wilayah negara Indonesia.
Di samping itu, mengingat materi hukum pidana yang sarat dengan nilainilai
kemanusian mengakibatkan hukum pidana seringkali
digambarkan sebagai pedang yang bermata dua. Satu sisi hukum pidana
bertujuan menegakkan nilai kemanusiaan, namun di sisi yang lain
penegakan hukum pidana justru memberikan sanksi kenestapaan bagi
manusia yang melanggarnya.
Pemberantasan tindak pidana korupsi dapat dilakukan oleh Polri,
khususnya dalam hal penyidikan hal ini diatur dalam Pasal 14 ayat (1g) UU
No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI. Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) juga memiliki kewenangan penyidikan agaimanakah upaya pemberantasan
korupsi di Indonesia ?
Secara garis besar adanya ketertiban itu dipenuhi oleh adanya peraturan
tata tertib, ketentuan-ketentuan yang bersangkutan dengan tata tertib ini dalam
kaidah atau norma yang tertuang posisinya di dalam masyarakat sebagai norma
hukum. Dengan adanya tatanan norma tersebut, maka posisi yang paling
ditekankan adalah norma hukum, meskipun norma lain tidak kalah penting
perannya dalam kehidupan masyarakat. Untuk mewujudkan tertib sosial, negara
menetapkan dan mengesahkan peraturan perundang-undangan untuk mengatur
masyarakat. Peraturan-peraturan itu mempunyai sanksi hukum yang sifatnya
memaksa. Artinya bila peraturan itu sampai dilanggar maka kepada pelanggarnya
dapat dikenakan hukuman. Jenis hukuman yang akan dikenakan terhadap si
pelanggar akan sangat tergantung pada macamnya peraturan yang dilanggar. Pada
prinsipnya setiap peraturan mengandung sifat paksaan artinya orang-orang yang
tidak mau tunduk dan dikenai sanksi terhadap pelanggaran tersebut.
Hukum yang digunakan sebagai sarana pembaharuan dapat berupa
undang-undang atau yurisprudensi atau kombinasi keduanya. Di Indonesia yang
paling menonjol adalah perundang-undangan. Yurisprudensi juga berperan,
namun tidak seberapa. Lain halnya di negara-negara yang menganut sistem

preseden, sudah barang tentu peranan yurisprudensi akan jauh lebih penting
(Rasjidi, 2004: 79). 1
Korupsi telah dianggap sebagai hal yang biasa, dengan dalih “sudah sesuai
prosedur”. Koruptor tidak lagi memiliki rasa malu dan takut, sebaliknya
memamerkan hasil korupsinya secara demonstratif. Politisi tidak lagi mengabdi
kepada konstituennya. Partai politik bukannya dijadikan alat untuk
memperjuangkan kepentingan rakyat banyak, melainkan menjadi ajang untuk
mengeruk harta dan ambisi pribadi. Padahal tindak pidana korupsi merupakan
masalah yang sangat serius, karena tindak pidana korupsi dapat membahayakan
stabilitas dan keamanan Negara dan masyarakat, membahayakan pembangunan
social, politik dan ekonomi masyarakat, bahkan dapat pula merusak nilai-nilai
demokrasi serta moralitas bangsa karena dapat berdampak membudayanya tindak
pidana korupsi tersebut. Sehingga harus disadari meningkatnya tindak pidana
korupsi yang tidak terkendali akan membawa dampak yang tidak hanya sebatas
kerugian Negara dan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan
berbangsa dan bernegara.2
Perbuatan tindak pidana korupsi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak
social dan hakhak ekonomi masyarakat, sehingga tindak pidana korupsi tidak
dapat lagi digolongkan sebagai kejahatan biasa (ordinary crimes) melainkan telah
menjadi kejahatan luar biasa (extra- ordinary crimes). Sehingga dalam upaya
pemberantasannya tidak lagi dapat dilakukan “secara biasa”, tetapi dibutuhkan
“cara-cara yang luar biasa” (extra-ordinary crimes). f. Pengawasan yang Tidak Efektif
dalam Alinea IV UUD 1945 Amandemen :
tersangka atau terhukum dapat dijadikan sumber uang oleh karena mereka
mampu membayar oknum-oknum penegak hukum yang nakal.
2. Perlakuan penegak hukum menjadi tidak setara atau tebang pilih karena sifat
dari Undang-undang KPK yang secara sengaja memuat pengelompokan proses
penegakan hukum ke dalam dua kategori. Kategori pertama adalah korupsi
yang menimbulkan kerugian negara di bawah Rp 1 milyar diproses oleh Polisi
dan Jaksa. Dalam model penegakan kejahatan korupsi model ini dikesankan
masyarakat bahwa aparat penegak hukum, baik di tingkat pusat maupun tingkat
daerah memiliki ruang fleksibel untuk menunda-nunda penyelidikan dan
penyidikan. Akibatnya, pelaku kejahatan korupsi model ini menampakkan
bukan saja tidak adanya kepastian hukum dalam penindakannya akan tetapi
dengan penundaan tersebut mengundang ketidak puasan bagi masyarakat.
Sedangkan kategori korupsi kedua adalah perbuatan seseorang yang telah
menimbulkan kerugian negara di atas Rp 1 milyar yang kewenangan proses
hukumnya melalui KPK. Dalam kasus yang ditangani oleh KPK, dampaknya
cukup membuat guncangan yang menakutkan bagi terdakwa, tersangka dan
terhukum. KPK jauh lebih tegas dan dipandang sebagai lembaga penegak
hukum paling dipercayai di negeri ini.
Dalam teori hukum pidana, bahwa sanksi hukum yang dijatuhkan
kepada pelaku kejahatan tidak saja dipandang sebagai hukum yang
menimbulkan penderitaan secara fisik dan psikis dan dibatasi kebebasan hak
hak keperdataan dan hak politik, tetapi juga diharapkan agar pelaku kejahatan
merasa jera atau kapok sehingga tidak berkehendak melakukan kembali.
Terdakwa kasus korupsi hanya dijatuhi hukuman percobaan. Alhasil
dengan vonis tersebut, terdakwa korupsi tidak perlu lagi menjalani hukuman di
penjara. Pemberantasan korupsi di Indonesia mengalami kemunduran.
Umumnya mereka dijatuhi vonis satu tahun penjara dengan masa percobaan dua
tahun. Jumlah Bahwa adanya kecenderungan bagi Para hakim untuk
menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa korupsi sesuai batas minimal
hukuman yang ditentukan Undang undang-Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

D. KESIMPULAN
Korupsi berkaitan dengan kekuasaan karena dengan kekuasaan itu
penguasa dapat menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi,
keluarga dan kroninya. Korupsi selalu bermuladan berkembang di sector public
dengan bukti-bukti yang nyata bahwa dengan kekuasaan itulah pejabat public
dapat menekan atau memeras para pencari keadilan atau mereka yang
memerlukan jasa pelayanan dari pemerintah. Korupsi di Indonesia sudah
tergolong kejahatan yang merusak, tidak saja keuangan Negara dan potensi
ekonomi Negara, tetapi juga telah meluluhlantakkan pilar-pilar sosial budaya,
moral, politik dan tatanan hokum dan keamanan nasional.
Upaya pemberantasan kejahatan korupsi melalui penegakan hukum yang
berkeadilan saat ini tampak masih memerlukan perjuangan berat. Karena
kejahatan korupsi merupakain kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang
berbeda dari kejahatan pidana biasa, maka upaya yang harus dilakukan
memerlukan sistem yang terpadu dan luar biasa pula. Sebagai kejahatan luar biasa
(extra ordinary crime) pemberantasan korupsi, memerlukan kemaun politik luar
biasa sehingga Presiden sebagai kepala Negara menjadi figur penting dalam
menggerakan dan mengordinasikan peran Polisi, Jaksa, Pengadilan, dan KPK
menjadi kekuatan dahsyat, sehingga praktek KKN, seperti penyogokan,
penggelembungan harga, gratifikasi, dan penyalah gunaan kewenangan lainnya
dilakukan oknum aparat PNS atau pejabat negara, baik di tingkat pusat maupun
daerah dapat dipersempit ruang geraknya melalui cara-cara penegakan luar biasa
dan terpadu.

Menurut UUD 1945 Amandemen Pasal 1 ayat (3) : Indonesia ialah Negara
Hukum. Sebagaimana layaknya suatu negara hukum, maka kepentingan
masyarakat banyak harus mendapat perlindungan dari pemerintah, seperti tersebut
dalam Alinea IV UUD 1945 Amandemen : ”...untuk membentuk suatu
Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia ...” .
Perlindungan tersebut selanjutnya merupakan hak-hak warga negara yang diatur
dan dijabarkan dalam dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Warga
negara berhak untuk hidup aman , damai, tenteram , terhindar dari berbagai tindak
kejahatan. Bilamana terjadi tindak kejahatan, maka aparat penegak hukum harus
segera bertindak sesuai kewenangan yang dimiliki. Dengan adanya tindakan oleh
aparat penegak hukum, diharapkan kejahatan tidak semakin meluas. Bilamana
penegakan hukum kurang baik seperti sekarang ini maka kejahatan semakin
berkembang, korupsi semakin marak, kasus suap terjadi dimana-mana, penyalah
gunaan narkotika, dan sebagainya hanya dapat dikendalikan dari lembaga
pemasyarakatan. Akhirnya, sebaik apapun peraturan perundang-undangan yang
ada pada akhirnya tergantung pada aparat penegak hukumnya.
Dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan korupsi terdapat suatu
kenyataan adanya praktek penegakan hukum tebang pilih. Tidak saja hal ini
bertentangan dengan prinsip hukum semua warga negara memiliki hak untuk
diperlakukan setara di depan hukum tetapi juga diperlakukan secara tidak sama.
Adapun yang menjadi sebab perlakukan penagakan hukum aparat polisian dan
kejaksaan bukan saja disebabkan karena kasus korupsi sering dipandang sebagai
kasus yang membawa `berkah', utamanya bagi pengacara, tetapi juga disebabkan
karena keberadaan Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang
KPK. Sikap dualisme dalam pemberantasan kejahatan korupsi sebagaimana diatur
dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dan Undang-undang KPK.
Beberapa alasan dan fakta dan bahwa tebang pilih dan perlakuan tidak
sama di depan hukum oleh penegak hukum dapat diajukan sebagai berikut :
1. Praktek penegakan hukum dalam tebang pilih terhadap terdakwa atau
tersangka terjadi ketika baik polisi, jaksa dan juga pihak kekuatan masyarakat,
sebagai gerakan masyarakat madani membiarkan pelaku kejahatan tidak saja
dengan bebas berkeliaran bahkan menjadi calon kepala daerah, tetapi juga
setelah mendapatkan keputusan hakim sekalipun mereka dapat kembali
menduduki jabatan publik tertentu. Hal ini biasanya terjadi ketika terdakwa,
tersangka atau terhukum dapat dijadikan sumber uang oleh karena mereka
mampu membayar oknum-oknum penegak hukum yang nakal.
2. Perlakuan penegak hukum menjadi tidak setara atau tebang pilih karena sifat
dari Undang-undang KPK yang secara sengaja memuat pengelompokan proses
penegakan hukum ke dalam dua kategori. Kategori pertama adalah korupsi
yang menimbulkan kerugian negara di bawah Rp 1 milyar diproses oleh Polisi
dan Jaksa. Dalam model penegakan kejahatan korupsi model ini dikesankan
masyarakat bahwa aparat penegak hukum, baik di tingkat pusat maupun tingkat
daerah memiliki ruang fleksibel untuk menunda-nunda penyelidikan dan
penyidikan. Akibatnya, pelaku kejahatan korupsi model ini menampakkan
bukan saja tidak adanya kepastian hukum dalam penindakannya akan tetapi
dengan penundaan tersebut mengundang ketidak puasan bagi masyarakat.
Sedangkan kategori korupsi kedua adalah perbuatan seseorang yang telah
menimbulkan kerugian negara di atas Rp 1 milyar yang kewenangan proses
hukumnya melalui KPK. Dalam kasus yang ditangani oleh KPK, dampaknya
cukup membuat guncangan yang menakutkan bagi terdakwa, tersangka dan
terhukum. KPK jauh lebih tegas dan dipandang sebagai lembaga penegak
hukum paling dipercayai di negeri ini.
Dalam teori hukum pidana, bahwa sanksi hukum yang dijatuhkan
kepada pelaku kejahatan tidak saja dipandang sebagai hukum yang
menimbulkan penderitaan secara fisik dan psikis dan dibatasi kebebasan hak
hak keperdataan dan hak politik, tetapi juga diharapkan agar pelaku kejahatan
merasa jera atau kapok sehingga tidak berkehendak melakukan kembali.
Terdakwa kasus korupsi hanya dijatuhi hukuman percobaan. Alhasil
dengan vonis tersebut, terdakwa korupsi tidak perlu lagi menjalani hukuman di
penjara. Pemberantasan korupsi di Indonesia mengalami kemunduran.
Umumnya mereka dijatuhi vonis satu tahun penjara dengan masa percobaan dua
tahun. Jumlah Bahwa adanya kecenderungan bagi Para hakim untuk
menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa korupsi sesuai batas minimal
hukuman yang ditentukan Undang undang-Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

D. KESIMPULAN
Korupsi berkaitan dengan kekuasaan karena dengan kekuasaan itu
penguasa dapat menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi,
keluarga dan kroninya. Korupsi selalu bermuladan berkembang di sector public
dengan bukti-bukti yang nyata bahwa dengan kekuasaan itulah pejabat public
dapat menekan atau memeras para pencari keadilan atau mereka yang
memerlukan jasa pelayanan dari pemerintah. Korupsi di Indonesia sudah
tergolong kejahatan yang merusak, tidak saja keuangan Negara dan potensi
ekonomi Negara, tetapi juga telah meluluhlantakkan pilar-pilar sosial budaya,
moral, politik dan tatanan hokum dan keamanan nasional.
Upaya pemberantasan kejahatan korupsi melalui penegakan hukum yang
berkeadilan saat ini tampak masih memerlukan perjuangan berat. Karena
kejahatan korupsi merupakain kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang

berbeda dari kejahatan pidana biasa, maka upaya yang harus dilakukan
memerlukan sistem yang terpadu dan luar biasa pula. Sebagai kejahatan luar biasa
(extra ordinary crime) pemberantasan korupsi, memerlukan kemaun politik luar
biasa sehingga Presiden sebagai kepala Negara menjadi figur penting dalam
menggerakan dan mengordinasikan peran Polisi, Jaksa, Pengadilan, dan KPK
menjadi kekuatan dahsyat, sehingga praktek KKN, seperti penyogokan,
penggelembungan harga, gratifikasi, dan penyalah gunaan kewenangan lainnya
dilakukan oknum aparat PNS atau pejabat negara, baik di tingkat pusat maupun
daerah dapat dipersempit ruang geraknya melalui cara-cara penegakan luar biasa
dan terpadu
Sebagai kontrol sosial, mahasiswa dapat melakukan peran preventif terhadap korupsi
dengan membantu masyarakat dalam mewujudkan ketentuan dan peraturan yang adil
dan berpihak pada rakyat banyak, sekaligus mengkritisi peraturan yang tidak adil dan
tidak berpihak pada masyarakat.

Peran Mahasiswa dalam Pemberantasan Korupsi


Peran Mahasiswa di lingkungan kampus.
Untuk dapat berperan secara optimal dalam pemberantasan korupsi adalah
pembenahan terhadap diri dan kampusnya. Dengan kata lain, mahasiswa harus
mendemonstrasikan bahwa diri dan kampusnya harus bersih dan jauh dari
perbuatan korupsi.Untuk mewujudkan hal tersebut, upaya pemberantasan korupsi
dimulai dari awal masuk perkuliahan. Pada masa ini merupakan masa penerimaan
mahasiswa, dimana mahasiswa diharapkan mengkritisi kebijakan internal kampus dan
sekaligus melakukan pressure kepada pemerintah agar undang-undang yang mengatur
pendidikan tidak memberikan peluang terjadinya korupsi.

Mahasiswa juga melakukan upaya edukasi terhadap rekan-rekannya ataupun calon


mahasiswa untuk menghindari adanya praktik-praktik yang tidak sehat dalam proses
penerimaan mahasiswa. Dalam masa perkuliahan,Mahasiswa perlu penekanan
terhadap moralitas untuk berkompetisi memperoleh nilai yang setinggi-tingginya, tanpa
melalui cara-cara yang curang. Upaya preventif yang dapat dilakukan adalah dengan
jalan membentengi diri dari rasa malas belajar.
Hal krusial lain dalam masa ini adalah masalah penggunaan dana yang ada
dilingkungan kampus. Untuk itu diperlukan upaya investigatif berupa melakukan
kajian kritis terhadap laporan-laporan pertanggungjawaban realisasi penerimaan
dan pengeluarannya. Sedangkan upaya edukatif penumbuhan sikap anti korupsi
dapat dilakukan melalui media berupa seminar, diskusi, dialog. Selain itu media
berupa lomba-lomba karya ilmiah pemberantasan korupsi ataupun melalui bahasa
seni baik lukisan, drama, dan lain-lain juga dapat dimanfaatkan juga.

Pada tahap akhir perkuliahan, dimana pada masa ini mahasiswa


memperoleh gelar kesarjanaan sebagai tanda akhir proses belajar secara formal.
Mahasiswa harus memahami bahwa gelar kesarjanaan yang diemban memiliki
konsekuensi berupa tanggung jawab moral sehingga perlu dihindari upaya-upaya
melalui jalan pintas.

TERIMAKASIH
Peran Mahasiswa dalam Masyarakat dan penentuan kebijakan publik.
Mahasiswa merupakan bagian dari masyarakat, mahasiswa merupakan faktor
pendorong dan pemberi semangat sekaligus membe
rikan contoh dalam menerapkan
perilaku terpuji. Peran mahasiswa dalam masyarakat secara garis besar dapat
digolongkan menjadi peran sebagai kontrol sosial dan peran sebagai pembaharu
yang diharapkan mampu melakukan pembaharuan terhadap sistem yang ada. Salah
satu contoh yang paling fenomenal adalah peristiwa turunnya orde baru dimana
sebelumnya di dahului oleh adanya aksi mahasiswa yang masif di seluruh Indonesia.
Sebagai kontrol sosial, mahasiswa dapat melakukan peran preventif terhadap
korupsi dengan membantu masyarakat dalam mewujudkan ketentuan dan peraturan
yang adil dan berpihak pada rakyat banyak, sekaligus mengkritisi peraturan yang
tidak adil dan tidak berpihak pada masyarakat.
Kontrol terhadap kebijakan pemerintah tersebut perlu dilakukan karena banyak
sekali peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang hanya berpihak pada
golongan tertentu saja dan tidak berpihak pada kepentingan masyarakat banyak.
Kontrol tersebut bisa berupa tekanan berupa demonstrasi ataupun dialog dengan
pemerintah maupun pihak legislatif.
Mahasiswa juga dapat melakukan peran edukatif dengan memberikan bimbingan
dan penyuluhan kepada masyarakat baik pada saat melakukan kuliah kerja
lapangan atau kesempatan yang lain mengenai masalah korupsi dan mendorong
masyarakat berani melaporkan adanya korupsi yang ditemuinya pada pihak yang
berwenang.Selain itu, mahasiswa juga dapat melakukan strategi investigatif dengan
melakukan pendampingan kepada masyarakat dalam upaya penegakan hukum
terhadap pelaku korupsi serta melakukan tekanan kepada aparat penegak hukum untuk
bertindak tegas terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Tekanan tersebut bisa berupa
demonstrasi ataupun pembentukan opini publik.

Penutup
Dengan kekuatan yang dimilikinya berupa semangat dalam menyuarakan dan
memperjuangkan nilai-nilai kebenaran serta keberanian dalam menentang segala
bentuk ketidak adilan, mahasiswa menempati posisi yang penting dalam upaya
pemberantasan korupsi di Indonesia. Kekuatan tersebut bagaikan pisau yang
bermata dua, di satu sisi, mahasiswa mampu mendorong dan menggerakkan
masyarakat untuk bertindak atas ketidakadilan sistem termasuk didalamnya
tindakan penyelewengan jabatan dan korupsi. Sedangkan di sisi yang lain,
mahasiswa merupakan faktor penekan bagi penegakan hukum bagi pelaku korupsi
serta pengawal bagi terciptanya kebijakan publik yang berpihak kepada kepentingan
masyarakat banyak.

DAFTAR PUSTAKA
Thania Rasjidi, 2004, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung, Citra
Aditya. hal. 79
Ermansjah Djaja, 2010, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Jakarta, Sinar
Grafika. hal. 3
---

Anda mungkin juga menyukai