Anda di halaman 1dari 5

KORUPSI SEBAGAI PELANGGARAN ETIKA PROFESI

Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai unsur aparatur negara adalah abdi negara dan
abdi masyarakat. Dengan demikian jelaslah kedudukan PNS tersebut dalam konteks
penyelenggaraan pemerintahan negara. Sebagai abdi negara seorang PNS terikat dengan
segala aturan hukum dan perundang-undangan yang berlaku, yang mengatur jalannya
pemerintahan dan hubungan antara Pemerintah dengan PNS yang bersangkutan. Selain itu
pada tingkat organisasi, hubungan antara organisasi dengan PNS sebagai pegawai di
lingkungan organisasi yang bersangkutan juga diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan oleh pemegang otoritas kelembagaan tersebut. Sedangkan dalam hubungannya
dengan masyarakat, kewajiban dan hak PNS juga ditentukan oleh peraturan perundang-
undangan yang berlaku, serta berbagai konvensi lainnya yang disepakati baik oleh
masyarakat maupun pemerintah, dalam hal ini PNS.

Menurut Wahyudi Kumorotomo dalam bukunya ”Etika Administrasi Negara” Kode


Etik adalah suatu alat untuk menunjang pencapaian tujuan suatu organisasi atau sub
organisasi atau bahkan kelompok-kelompok yang belum terikat dalam suatu organisasi.
Sesuatu alat itu tentunya bisa saja diadakan kalau ia sudah dirasakan perlunya... Pada
dasarnya kode etik adalah suatu hukum etik. Hukum etik itu biasanya dibuat oleh suatu
organisasi atau suatu kelompok, sebagai suatu patokan tentang sikap mental yang wajib
dipatuhi oleh para anggotanya dalam menjalankan tugasnya.

Kode Etik PNS sebagaimana dirumuskan dalam Rancangan Peraturan Pemerintah


(RPP) mengenai kode etik Pegawai Negeri Sipil tahun 2003 yang disusun oleh Kantor
Menteri Negara, mengartikan Kode Etik PNS sebagai berikut :”Norma-norma sebagai
pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang diharapkan dan
dipertanggung jawabkan dalam melaksanakan tugas pengabdiannya kepada bangsa, negara,
masyarakat dan tugas-tugas kedinasan organisasinya serta pergaulan hidup sehari-hari sesama
PNS dan individu-individu di dalam masyarakat.”

Kode Etik PNS sebagaimana dirumuskan dalam RPP mengenai Kode Etik PNS tahun
2003 tersebut mencakup norma-norma yang mengatur tentang pola sikap dan tingkah laku
PNS dalam :(1) Hubungan PNS dengan Tuhan Yang Maha Esa; (2) Hubungan PNS dengan
negara; (3) Hubungan PNS dengan Pemerintah; (4) Hubungan PNS dengan Organisasi; (5)
Hubungan PNS dengan masyarakat; dan (6) Hubungan PNS dengan Diri Sendiri.

Dalam pelaksanaan tugasnya setiap PNS harus memahami dan melaksanakan tugas
dengan sebaik-baiknya, menjunjung tinggi ketidakberpihakkan terhadap semua golongan,
masyarakat, individu, serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan. Di samping itu,
setiap Pegawai Negeri Sipil harus menunjukkan akuntabilitasnya dengan mempertanggung
jawabkan seluruh pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya baik kepada bangsa dan
negara maupun masyarakat melalui pimpinan atau atasan langsungnya.

Setiap Pegawai Negeri Sipil harus memiliki sikap, tingkah laku dan perbuatan yang
mencerminkan moral apartur negara di luar kedinasan, yaitu : (1) Berkelakuan baik dan tidak
melakukan perbuatan yang apat merendahkan martabat Pegawai Negeri Sipil; (2) Tidak
menyalahgunakan wewenang yang dimiliki; (3) Tidak melakukan perbuatan yang melanggar
ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (4) Tidak menggunakan sarana
dan prasarana kedinasan untuk kepentingan pribadi; dan (5) Tidak menggunakan sarana dan
prasarana kedinasan sesuai maksud dan tujuan sarana dan prasarana itu diadakan.

Salah satu contoh dari pelanggaran kode etik Pegawai Negeri Sipil adalah masalah
korupsi. Jika orang mendengar istilah korupsi, biasanya yang tergambar ialah adanya seorang
pejabat tinggi yang dengan rakus menggelapkan uang pajak, mengumpulkan komisi, atau
menggunakan uang negara lainnya bagi kepentingan pribadi. Korupsi berasal dari kata
Latin Corrumpere, corruptio, atau corruptus. Arti harfiah dari kata ini adalah penyimpangan
dari kesucian, tindakan tak bermoral, kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidakjujuran, atau
kecurangan. Dengan demikian, ia punya konotasi adanya tindakan-tindakan hina, fitnah, atau
hal-hal buruk lainnya.

Telah banyak sekali kasus korupsi yang terjadi di Indonesia belakangan ini misalnya
kasus Korupsi Pengadaan Buku Ajar di Solo yang melibatkan lima pejabat di lingkungan
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemerintah Kabupaten Klaten, atau contoh yang lain
adalah kasus dugaan Korupsi APBD 2006 yang dilakukan oleh Bupati Purworejo H. Kelik
Sumrahdi S.Sos MM.

Tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. (1) Setiap perbuatan


yang dilakukan oleh siapapun juga untuk kepentingan diri sendiri, untuk kepentingan orang
lain, atau untuk kepentingan suatu bada yang langsung menyebabkan kerugian bagi keuangan
dan perekonomian negara; (2) Setiap perbuatan yang dilakukan oleh seseorang pejabat yang
menerima gaji atau upah dari keuangan negara ataupun dari suatu badan yang menerima
bantuan dari keuangan negara atau daerah yang dengan mempergunakan kesempatan atau
kewenangan atau kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh jabatan, langsung atau tidak
langsung membawa keuntungan atau material baginya.

Unsur-unsur dominan berikut ini yang melekat pada tindakan korupsi.

1. Setiap korupsi bersumber pada kekuasaan yang didelegasikan. Pelaku-pelaku korupsi


adalah orang-orang yang memperoleh kekuasaan atau wewenang dari perusahaan atau
negara dan memanfaatkannya untuk kepentingan-kepentingan lain.
2. Korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari pejabat-pejabat yang
melakukannya.
3. Korupsi dilakukan dengan tujuan untuk kepentingan pribadi klik, atau kelompok.
Oleh karena itu, korupsi akan senantiasa bertentangan dengan kepentingan organisasi,
kepentingan negara, atau kepentingan umum.
4. Orang-orang yang mempraktikan korupsi biasanya berusaha untuk erahasiakan
perbuatannya. Mungkin saja korupsi suda begitu menjarah sehingga banyak sekali
orang yang terlibat korupsi.
5. Korupsi dilakukan secara sadar dan disengaja oleh para pelakunya. Dalam hal ini
tidak ada keterkaitan antara tindakan korup dengan kapasitas rasional pelakunya.

Selain bahasan di atas yang menyebutkan bahwa kegiatan korupsi adalah suatu kegiatan yang
merugikan negara ternyata tidak selamanya korupsi dapat mengakibatkan hal yang jelek
karena ternyata korupsi juga dapat berdampak positif bagi organisasi atau perusahaan.

Dengan mempelajari sebagian kasus korupsi di negara-negara berkembang para kritikus


seperti Lincoln Steffens (1908), Nathaniel H.Leff (1964), Robert K.Merton (1968), dan juga
Samuel P.Huntington (1968) mengemukakan pengaruh lain dari korupsi yang terlupakan
antara lain :

1. Pemerintah dalam berbagai hal bisa menghambat investasi pihak swata. Maka dengan
membuat administrasi pemerintah tidak efektif, korupsi memaksakan pilihan-pilihan
yang lebih baik, memperbaiki pelayanan umum, dan menggantikan sistem pekerjaan
umum atau sistem kesejahteraan.
2. Korupsi berfungsi sebagai sumber pembentukan modal, mempersingkat birokrasi,
memberikan rangsangan tersendiri kepada para enterpreneur, menyalurkan modal
kepada para wirausaha yang berjuang untuk hidup, memperkecil pemborosan sumber
daya, merenggut pengendalian perdagangan dan industri dari rang asing, dan
mendorong penanaman modal melalui politisi.
3. Sebagai hasilnya, korupsi dapat mendorong pemerintah untuk menunjang kegiatan-
kegiatan yang dapat melancarkan pembangunan ekonomi.
4. Korupsi mendorong perkembangan politik dalam memperkuat partai-partai politik,
meningkatkan integrasi nasional, memberikan alternatif yang dapat diterima terhadap
kekerasan, serta meningkatkan keikutsertaan publik dalam urusan-urusan negara.
5. Korupsi membawa serta unsur persaingan dan tekanan untuk bekerja lebih efisien ke
dalam kehidupan ekonomi yang kurang berkembang.
6. Sekalipun suatu pemerintah telah berusaha keras untuk menempuh kebijakan-
kebijakan ekonomi yang terbaik, selalu terdapat kemungkinan bahwa kebijakan-
kebijakan itu salah arah dan tidak mencapai sasaran yang dikehendaki. Pada keadaan
seperti ini korupsi bisa berfungsi sebagai perisai atau pelindung terhadap kerugian-
kerugian yang lebih besar.

Walaupun terdapat hal positif yang diakibatkan korupsi tentu saja sebagian besar pengaruh
korupsi adalah negatif sehingga yang paling penting sekarang ini adalah bagaimana cara
menangkal terjadinya korupsi. Dengan memperhatikan faktor-faktor yang menjadi penyebab
korupsi dan bagaimana faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap terjangkitnya korupsi,
dapat dikemukakan beberapa landasan untuk menangkalnya.

1. Cara Sistemik - Struktural

Yang harus dilakukan adalah mendayagunakan segenap suprastruktur politik maupun


infrastruktur politik dan pada saat yang sama membenahi birokrasi sehingga lubang-lubang
yang dapat dimasuki tindakan-tindakan korup dapat ditutup.”suprastruktur politik” adalah
keseluruhan lembaga penyelenggara negara yang mempunyai kewenangan hukum
konstitusional yang bersumber dari UUD 1945 seperti MPR, Presiden, DPR, DPA, BPK, MA
dan Pemerintah daerah beserta jajarannya.
2. Cara Abolisionistik

Cara ini berangkat dari asumsi bahwa korupsi adalah suatu kejahatan yang harus
diberantas dengan terlebih dahulu menggali sebab-sebabnya dan kemudian penanggulangan
diarahkan pada usaha-usaha menghilangkan sebab-sebab tersebut. Oleh karena itu, jalan yang
ditempuh adalah dengan mengkaji permasalahan-permasalahan yang tengah dihadapi
masyarakat, mempelajari dorongan-dorongan individual yang mengarah ke tindakan-tindakan
korupsi, meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, serta menindak orang-orang yang
korup berdasarkan kodifikasi hukum yang berlaku.

3. Cara Moralistik

Cara Moralistik dapat dilakukan secara umum melalui pembinaan mental dan moral
manusia, khotbah-khotbah, ceramah, atau penyuluhan di bidang keagamaan, etika dan
hukum.

Upaya-upaya untuk menangkal korupsi akan kurang berhasil bila ancangan yang dilakukan
hanya sepotong-sepotong. Oleh karena itu, upaya tersebut hendaknya dimulai secara
sistematis, melibatkan semua unsur masyarakat. Akar dari kedurjanaan itu adalah tidak
adanya usaha bahu-membahu antara masyarakat dan pemerintah dan perasaan terlibat dengan
kegiatan-kegiatan pemerintah baik di kalangan pegawai negeri maupun dalam masyarakat
pada umumnya.

Selain itu, sistem administrasi negara atau sistem birokrasi juga perlu dibenahi terus-menerus
sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan administrasi modern. Hal pertama yang dapat dilakukan
adalah dengan menguangi kecenderungan ke arah sentralisasi.

Pengawasan terhadap kemungkinan tindakan-tindakan korup hanya dapat dilakukan


secara efektif jika komponen-komponen pengawasan dapat dibagi antara aparat pusat dan
daerah serta antara aparat eksekutif dan legislatif. Kecuali itu, penugasan-penugasan dalam
jajaran pemerintahan harus jelas dan dapat dipahami oleh setiap satuan yang ada.

Usaha lain yang tentu saja harus dilakukan secara berkesinambungan adalah
melakukan pemeriksaan atau pengawasan terhadap seluruh lembaga pemerintahan. Secara
sederhana pengawasan berarti proses pengamatan atas pelaksanaan seluruh kegiatan
organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang dilaksanakan itu sesuai dengan
rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai