pemerataan pembangunan di seluruh wilayah di Indonesia. Pada satu sisi otonomi daerah bisa
membantu percepatan pemerataan pembangunan, namun pada sisi yang lain, muncul
persoalan. Salah satu persoalan yang mengiringi pelaksanaan otonomi daerah adalah
maraknya perilaku korupsi yang terjadi tidak hanya di pemerintah pusat, tetapi juga pada
pemerintah daerah. Korupsi yang dilakukan oleh para pejabat negara tersebut bukan hanya
kejahatan biasa, tetapi menunjukkan tata kelola pemerintahan yang buruk. Hal ini tentunya
bertentangan dengan prinsip good and clean governance. Apa pendapat Anda tentang hal
ini? Dan apa saran yang bisa Anda berikan agar pelaksanaan otonomi daerah justru bisa
mengurangi terjadinya perilaku korupsi?
Korupsi adalah salah satu permasalahan di dalam bidang pemerintahan yang hingga kini
belum terselesaikan. Kasus korupsi menjadi hambatan besar dalam mencapai keberhasilan
pelaksanaan good and clean governance yang didalamnya terdapat program pembangunan.
Korupsi adalah tindakan abmoral tokoh pemerintah. Padahal seharusnya pemerintah menjadi
pihak yang paling melindungi dan mewujudkan kesejahteraan namun justru menjadi monster
bagi masyarakat. Solusi untuk mengatasi korupsi tidak bisa hanya mengandalkan ketatnya
pengawasan dari badan pengawas terkait. Semua komponen masyarakat perlu agresif
terhadap kasus korupsi serta ikut mengambil peran semaksimal mungkin. Sebenarnya
pemerintah telah merumuskan berbagai macam regulassi tentang pemberantasan tindak
pidana korupsi, antara lain melalui Undang-Undang No.28 Tahun 1999 tentang
Penyeenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme serta
UU No.31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Meskipun berbagai
macam regulasi telah diberlakukan, praktik korupsi ini masih senantiasa terjadi. Pada
akhirnya dibentuklah Lembaga Bernama Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK yang
disahkan melalui UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Sejak dibentuk oleh pemerintah, KPK telah berusaha menyelesaikan berbagai
macam kasus korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara. Namun hingga kini kejahatan yang
satu ini masih saja menjadi salah satu kejahatan terbesar di negara ini. Korupsi yang
dilakukan oleh para pejabat publik juga berpotensi untuk menghilangkan kepercayaan
masyarakat kepada pemerintah, terlebih lagi apabila penegakan hukum yang terkait dengan
kejahatan tersebut tidak dilakkukan dengan baik. Bagi sebuah negara yang ingin
memberantas korupsi secara tuntas maka negara tersebut harus menunjukkan keseriusannya
di dalam penegakan hukum yang terkait dengan korupsi.
saran yang bisa Anda berikan agar pelaksanaan otonomi daerah justru bisa
mengurangi terjadinya perilaku korupsi?
Korupsi bisa dimanapun terjadi selama kasus ini tidak ditakuti dan diperangi. Begitupun
dalam pemerintahan daerah, jika pemerintah daerah tidak menjadikan prinsip clean and good
governance dengan sungguh-sungguh maka sangat mungkin korupsi terus tersebar. Sikap
para pejabat yang korupsi menunjukkan pengkhianatan terhadap amanah, mengingkari
sumpah, dan tidak berintegritas. Dan nyatanya kasus korupsi di Indonesia justru dominan,
tentu hal inilah yang menyebabkan pemerintah kita tidaklah berkualitas sehingga tujuan
kesejahteraaan dan keadilan masyarakat tidak optimal. Dalam meningkatkan kualitas otonomi
daerah baik sistem dan pelayanannya bagi masyarakat dapat dilakukan kiat-kiat mengatasi
korupsi seperti pendapat Azyumardi Azra mengemukakan ada setidaknya 3 strategi
mengatasi kejahatan korupsi. Pertama, mengubah kebijakan yang mendorong orang atau
memberikan kesempatan bagi terjadinya korupsi. Kedua, menata kembali struktur penggajian
dan insentif material lainnya yang berlaku pada lembaga-lembaga administrasi-birokrasi dan
institusi-institusi politik lainnya. Ketiga, mereformasi Lembaga-lembaga hukum untuk
menciptakan, menegakkan hukum (law enforcement) dan memperkuat rule of law. Ketiga
strategi tersebut kemudian didukung dengan tiga komponen, yaitu sebagai berikut. Pertama,
membangun birokrasi yang sesuai dengan ketentuan hukum dengan struktur penggajian yang
mengahragi kejujuran para pegawai negri. Rekruitmen berdasarkan merit dan system promosi
haruslah diberdayakan sehingga dapat mencegah intervensi politik. Kontrol keuangan yang
kredibel juga harus diberdayakan untuk mencegah terjadinya penggunaan daya public secara
arbitrasi. Kedua, menutup kemungkinan bagi para pegawai untuk melakukan Tindakan-
tindakan korupsi dengan mengurangi otoritas resmi mereka, baik dalam merumuskan
kebijakan maupun dalam mengelola keuangan. Ketiga, menegakkan akuntabilitas para
pegawai pemerintah dengan memperkuat pengawasan dan menjalankan mekanisme
hukuman. Lembaga-lembaga antikorupsi dan public umumnya hendaklah juga
memberdayakan fungsi control dan pengawasaannya (Azra, 2002:34).
Dari penjelasan-penjelasan tersebut dapat kita Tarik kesimpulan bahwa untuk mencegah perilaku
korupsi diperlukan Tindakan preventif atau Tindakan pencegahan korupsi diantaranya, yaitu:
1. Membangun budaya anti korupsi dengan baik terutama dari diri sendiri
2. Menciptakan pejabat yang memiliki etos kerja tinggi, baik di instansi pemerintah
maupun swasta. Hal ini diterapkan dengan membedakan kepemilikan pirbadi dan
pemerintah secara jelas.
3. Adanya penyesuaian gaji bagi pejabat atau pegawai ketika adanya kemajuan ekonomi
dan swasta. Hal tersebut agar pejabat dan pegawai meningkatkan intergritas
jabatannya.
4. Menumbuhkan rasa kebanggaan dan kehormatan diri disetiap jabatan atau pekerjaan.
5. Apabila menjadi pemimpin hendaknya menjadi sosok teladan dan contoh yang baik
bagi yang dipimpin.
6. Adanya Pendidikan anti korupsi sejak dini, mulai dari pengajaran dari keluarga,
lingkungan, kurikulum sekolah dan kegiatan-kegiatan sosial yang didukung
pemerintah.
Sumber referensi:
MKDU4111/PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Kholik Saeful. “Penerapan Otonomi Daerah dalam Desentralisasi Korupsi di Daerah”
Skripsi. Indramayu: Universitas Wilarodya.