Anda di halaman 1dari 5

TUGAS 3

Pendidikan Agama Kristen

Nama : Gabriella Zefha Kainama


NIM : 044500695
Jurusan : Ilmu Komunikasi, UPBJJ Jakarta Timur

Tugas 3

1. Jelaskan pandangan ilmu pengetahuan menurut Alkitab dan bagaimana Alkitab


tetap dipercayai sebagai sumber kebenaran!

2. Sejauh Mana Orang Kristen di Indonesia Melaksanakan Politik sesuai dengan


Ajaran Alkitab

3. Sebutkan 10 usulan sikap dan tindakan yang patut dilakukan dengan benar dalam
mengahadapi kemajemukan etnis dan agama.

4. Jelaskan pengertian Pluralisme keagamaan dan model pluralis hubungan iman


Kristen dengan agama dan kepercayaan lain?

5. Apa yang dimaksud dengan intoleransi beragama, jelaskan dan berikan beberapa
pokok yang tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan atau sikap intoleran

Jawaban:
1. Menurut Alkitab, manusia harus menjadi orang yang berakal, berlimpah, serta
mengupayakan isi bumi sebagai lingkungan yang memberi daya dukung terhadap
kehidupan manusia. Sesuai yang tertulis dalam Kejadian 1:28, “…penuhilah
bumi dan taklukanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di
udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi”. Dari ayat ini, bisa
disimpulkan dua hal berikut, yaitu pertama, Allah mengharapkan agar manusia
mengabdikan segala sesuatu di bumi kepada-Nya dan mengelolanya untuk
memuliakan Allah, sambil memenuhi maksud ilahi. Kedua, Allah memberikan
kehormatan kepada manusia di mana masa depan bumi diserahkan kepada
kekuasaan mereka. Ketika mereka berdosa, mereka mendatangkan kehancuran,
kegagalan, dan penderitaan atas ciptaan Allah. Kita dapat melihat bahwa sejak
semula Alkitab tidak menolak ilmu pengetahuan, tetapi Allah mau manusia
berusaha dengan giat mengembangkan ilmu pengetahuan untuk menolong
manusia meningkatkan kehidupannya dalam upaya memuliakan penciptanya.
Alkitab tidak menimbulkan ajaran yang kontradiktif, melainkan memberi
dorongan yang kreatif untuk berpikir jauh.
2. Manusia diberi wewenang untuk mengelola bumi ciptaan Tuhan dan terlibat
secara aktif dalam segala peristiwa di dalamnya, termasuk berpolitik. Ketika kita
menghubungkannya dengan politik, maka manusia adalah pelaku politik menurut
rencana Allah pula. Prinsip dasar politik sebagaimana terkandung dalam definisi
yang sudah diutarakan di atas yang mencakup pemerintahan, hukum, masyarakat,
hak asasi manusia dan kewajiban rakyat terhadap kekuasaan dan negara sudah
terdapat dalam Alkitab. Tuhan memberikan hukum-Nya melalui firman dan juga
dalam bentuk undang-undang dan peraturan pemerintah. Tuhan menghendaki
agar setiap warga negara taat hukum. Sebab Aku, Tuhan, mencintai hukum, dan
membenci perampasan dan kecurangan..." (Yes. 61:8a). Bagi orang Kristen
Alkitab harus menjadi landasan berpolitik. Hukum Taurat dalam Perjanjian Lama
memiliki fungsi yang menjadi sumber hukum bagi masyarakat dan pemerintah.
Dalam Perjanjian Baru Tuhan Yesus memberi teladan dalam hal kepatuhan kepada
pemerintah dengan membayar pajak (Mat. 22:15-22), Rasul Paulus menasihatkan
jemaat untuk patuh kepada pemerintah (Rm. 13:1-7), mendoakan pemerintah (1 Tim.
2:1-2), Titus menasihatkan agar jemaat tunduk kepada pemerintah dan orang yang
berkuasa serta siap melakukan setiap pekerjaan yang baik (Tit. 3:1), Petrus juga
menekankan hal yang sama (1 Pet. 2:14-15). Contoh-contoh ini menjadi bukti bagi
kita bahwa pada dasarnya Alkitab sudah memberikan kepada kita berbagai landasan
yang baik dalam melaksanakan politik. Apakah mereka menyadari atau tidak, mereka
sedang mengerjakan karya Allah, dan kewajiban orang Kristen adalah membantu dan
bukannya menghalangi (Pemahaman Alkitab. Setiap Hari. Roma, 1986:261).
3. Berikut 10 usulan sikap dan tindakan yang patut dilakukan dengan benar dalam
mengahadapi kemajemukan etnis dan agama:
a) Mengampanyekan berbagai bentuk dan cara mengenai pentingnya
kebersamaan yang menonjolkan toleransi dan hubungan kemanusiaan yang
inklusif,
b) Perlu dikembangkan pluralisme pikiran dan pandangan dalam agama dan
beragama,
c) Memberikan pemahaman bagi para agamawan bahwa kekerasan aktif tanpa
perlawanan dalam bentuk apa pun dengan alasan apa pun tidak dibenarkan
dan memberikan himbauan dan masukan kepada negara dan pemerintah
harus menegakkan hukum tanpa pandang bulu, meskipun kekerasan itu
dilakukan atas nama agama,
d) Mengampanyekan dialog antar umat beragama dan ketalusan dalam
berpartisipasi di dalamnya,
e) Memberikan kelonggaran kepada ruang publik (public space) yang benar-
benar untuk publik, sebab hal ini penting sekali dalam menangkal ketegangan
dan konflik antaragama,
f) Pemimpin yang bermutulah yang patut dan layak. Pemimpin tidak dipilih
berdasarkan agama, melainkan berdasarkan kualitas dan integritas.
g) Membatasi campur tangan agama dalam urusan negara, apalagi negara
majemuk,
h) Memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait dengan masalah
kebebasan dalam beragama, sebab kalau masyarakat sudah menerima
kebebasan seperti ini dan mengerti hak-hak orang lain, konflik antaragama
pasti dapat dikurangi. Tanpa ini semua, kerukunan sulit diciptakan.
i) Penegakan hukum tanpa pandang bulu, tanpa itu kedamaian antaragama tidak
akan dapat terwujud,
j) Menegakkan keadilan kepada semua pihak.
4. Pluralisme dalam iman kekristenan merupakan tantangan dan ancaman yang
sangat serius terhadap kekristenan yang alkitabiah: Perubahan paradigma
pemikiran manusia, semangat globalisasi, kemajuan teknologi, arus liberalisasi
dan kemajemukan telah membuat pluralisme berkembang dengan pesat dan
diterima secara luas oleh masyarakat dunia. Penolakan terhadap eksklusivisme
agama Kristen dimana Alkitab sebagai satu-satunya firman Allah, keunikan
Kristus, karya penebusan Kristus, konsep Tritunggal menjadi tidak jelas.
Alkitab menolak pluralisme karena bersifat sinkretis; mencampuradukkan segala
macam ajaran agama yang diyakini memiliki kebenaran-kebenaran tertentu yang
saling melengkapi. Gereja harus sadar akan bahaya dan fenomena dari ajaran ini yang
dalam konteks kultural cukup mendapat angin untuk berkembang dengan subur dan
kemudian merongrong wibawa kekristenan. Pluralisme perlu diwaspadai khususnya
dalam konteks masyarakat Indonesia yang majemuk dan potensial menjadi lahan yang
subur untuk berkembang dan menghambat serta mengancam kelangsungan misi
Kristen yang berpusat pada pribadi Tuhan Yesus Kristus sebagai satu-satunya jalan
keselamatan. Orang Kristen harus berpegang teguh kepada kata-kata dari sang Juru
Selamat sendiri: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang
datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku" (Yohanes 14:6).
5. Pengertian intoleransi beragama adalah sikap atau tindakan kekerasan terhadap
pemeluk agama tertentu semata-mata karena mereka menganut keyakinan agama
yang berbeda dengan keyakinan agama yang dianut. Jadi, pengertian intoleransi
beragama dapat dipahami dengan beberapa hal berikut ini:
a) Intoleransi beragama merujuk kepada sikap kekerasan atas nama agama
terhadap penganut agama lain.
b) Sikap kekerasan itu mencakup baik kekerasan fisik, psikis, politis, dan
sosiologis.
c) Kekerasan fisik yang dimaksudkan adalah kekerasan berupa serangan fisik.
seperti penganiayaan pemukulan bahkan pembunuhan terhadap para
penganut agama lain dan perusakan rumah-rumah pribadi maupun rumah-
rumah ibadah.
d) Kekerasan psikis berupa pelontaran kata-kata hinaan, cacian, dan sejenisnya.
e) Kekerasan politis dengan menggunakan kekuasaan politis untuk menekan,
membatasi, menghalang-halangi agama lain.
f) Kekerasan sosiologis berupa penggalangan massa untuk mengampanyekan
atau menyerukan pelarangan dan pembatasan terhadap agama tertentu.

Beberapa pokok yang tidak dapat dikategorikan sebagai tindakan atau sikap
intoleran, adalah sebagai berikut:
1. Karena kehidupan beragama dalam konteks kebangsaan harus tunduk kepada
UU, maka apabila ada UU tertentu yang terlanggar oleh penganut agama
tertentu lalu mendapatkan tindakan hukum dari pihak berwewenang, maka
tindakan hukum itu sendiri bukanlah sebuah tindakan intoleran.
2. Evaluasi atau koreksi teologis, logis, dan historis terhadap ajaran agama
tertentu bukan merupakan ekspresi dari sikap intoleransi beragama.
3. Penyebarluasan ajaran agama kepada pribadi atau kelompok masyarakat
dalam koridor hukum merupakan bagian dari kebebasan beragama dan bukan
merupakan ekspresi dari sikap intoleran terhadap keabsahan agama lain.
sikap intoleran terhadap keabsahan agama lain.

Sumber: Buku Materi Pokok MKWU4103/Modul 7-9

Anda mungkin juga menyukai