Anda di halaman 1dari 5

Nama : Maysarah Afanni Tanjung

Nim : 855854341

1. Salah satu Hak Asasi Manusia yang diatur dalam Kovenan internasional adalah hak asasi politik
(political rights).

1. Sebutkan 4 contoh dari hak politik tersebut. Jelaskan!

Jawab : contoh dari hak politik

1. Ikut berpartisipasi dalam pemilihan umum


Sebagai sebuah negara demokrasi. Pemilihan umum merupakan hal yang wajib dalam menentukan
pemimpin di suatu daerah. Warga negara memiliki peran sebagai pemilih dan penentu dari hasil yang
akan keluar nantinya. Warga negara memiliki kewajiban dalam pemilihan umum di dalam suatu daerah.

2. Ikut mengkritik dan membangun roda pemerintahan


Kritikan ataupun saran merupakan hal yang wajar di dalam negara demokratis. Dengan memkritik
diharapkan akan terbangunnya sebuah pemerintahan yang solid yang menerima aspirasi warganya.

3. Menjadi elemen penting dalam aspek politik


Tidak hanya sekedar menjadi pengkritik atau kritikus saja, warga negara juga diharapkan untuk dapat
menjadi tokoh ataupun elemen yang terlibat dalam pemerintahan. Hal tersebut merupakan hak yang
dapat diperimbangkan oleh setiap warga negara.

4. Mengikuti politik praktis


Politik praktis sendiri merupakan upaya yang dilakukan organisasi politik dalam menyusun kekuatan
politik dan menggunakan kekuatan. Politik praktis sendiri memiliki tujuan untuk memegang kekuasaan
negara atau untuk mendapat kedudukan di dalam kekuasaan negara.

5. Berkewajiban mengikuti peraturan politik yang ditetapkan negara dan menerima sanksi jika melanggar
Warga negara diwajibkan untuk mengikuti semua peraturan yang dibuat dalam sebuah negara dan wajib
menerima sanksi jika melanggar aturan yang telah ditetapkan.

2. Apa yang terjadi jika hak asasi politik tidak terpenuhi?

• Jawab: Sebuah negara yang menganut sistem demokrasi tidak akan bisa disebut sebagai negara yang
berdemokrasi karena negara tersebut tidak bisa menjalankan hak asasi politik bagi rakyatnya.
hak asasi politik atau disebut dengan politics rights yaitu merupakan hak yang dimiliki oleh manusia
untuk bisa ikut serta dan berperan dalam kegiatan pemerintahan di dalam suatu negara.
Hak tersebut yang kemudian akan berhubungan erat dengan kebebasan keikutsertaan di masyarakat
dalam adanya pemilihan umum, baik itu sebagai yang dipilih maupun sebagai yang memilih. Keduanya
tersebut dilakukan untuk ikut serta dalam kegiatan pemerintahan dalam suatu negara untuk mengatur
kehidupan dari rakyatnya.
Dalam sejarah bangsa Indonesia, pernah terjadi ketika hak politik pada waktu dulu sempat dibungkam
oleh pemerintah Orde Baru. Pada waktu itu kegiatan perpolitikan dikendalikan oleh tokoh-tokoh yang
berkuasa saja, sedangkan keikutsertaan rakyat pada waktu itu sangat dibatasi. Salah satu hal yang
dibatasi pada waktu itu yaitu hak dalam mengemukakan pendapat yang menjadi salah satu dari unsur
kegiatan perpolitikan dan demokrasi.
2. Maghna Charta, adalah satu diantara berbagai dokumen Hak Asasi Manusia yang pernah ada. Disahkan
pada 15 Juni 1215, Maghna Charta ini dilatarbelakangi oleh tindakan sewenang-wenang dari Raja John
Lackland kepada rakyat dan para bangsawan.

1. Apa sesungguhnya prinsip dasar Magna Charta?

Jawab: Magna Carta Libertatum (Latin untuk "Piagam Besar untuk Kebebasan") atau sering
disebut Magna Carta ("Piagam Besar") adalah piagam yang dikeluarkan di Inggris pada tanggal 15
Juni 1215 yang membatasi monarki Inggris, sejak masa Raja John, dari kekuasaan absolut.
Magna Carta adalah hasil dari perselisihan antara Paus, Raja John, dan baronnya atas hak-hak raja:
Magna Carta mengharuskan raja untuk membatalkan beberapa hak dan menghargai beberapa
prosedur legal, dan untuk menerima bahwa keinginan raja dapat dibatasi oleh hukum. Magna Carta
adalah langkah pertama dalam proses sejarah yang panjang yang menuju ke pembuatan hukum
konstitusional.
isi Magna Carta sebagai berikut:
1. Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak, dan kebebasan Gereja
Inggris.
2. Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan hak-hak.
3. Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak penduduk.
4. Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi yang sah.
5. Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap, dinyatakan bersalah tanpa perlindungan
negara
dan tanpa alasan hukum sebagai dasar tindakannya.
6. Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan, raja berjanji akan mengoreksi
kesalahannya.
7. Kekuasaan raja harus dibatasi.
8. Hak Asasi Manusia (HAM) lebih penting daripada kedaulatan, kekuasaan, politik dan hukum.
Magna Carta dianggap sebagai lambang perjuangan hak-hak asasi manusia, dan dianggap
sebagai tonggak perjuangan lahirnya hak asasi manusia.

2. Apa relevansi dokumen-dokumen HAM ini dalam perlindungan HAM masa kini?

Jawab: ● Magna Charta


Piagam Magna Charta itu menandakan kemenangan telah diraih sebab hak-
hak tertentu yang prinsip telah diakui dan dijamin oleh pemerinta. Piagam
tersebut menjadi lambang munculnya perlindungan terhadap hak-hak asasi
karena ia mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang derajatnya lebih
tinggi daripada kekuasaan raja
● Petition of Rights
Pada dasarnya Petition of Rights berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai
hak-hak rakyat beserta jaminannya. Petisi ini diajukan oleh para bangsawan
kepada raja di depan parlemen pada tahun 1628. Isinya secara garis besar
menuntut hak-hak sebagai berikut :
1. Pajak dan pungutan istimewa harus disertai persetujuan.
2. Warga negara tidak boleh dipaksakan menerima tentara di rumahnya.
3. Tentara tidak boleh menggunakan hukum perang dalam keadaan damai
● Hobeas Corpus Act
Hobeas Corpus Act adalah undang- undang yang mengatur tentang
penahanan seseorang dibuat pada tahun 1679. Isinya adalah sebagai berikut :
1. Seseorang yang ditahan segera diperiksa dalam waktu 2 hari setelah
penahanan.
2. Alasan penahanan seseorang harus disertai bukti yang sah menurut hukum

3. Negosiasi, penandatanganan, dan pengesahan merupakan 3 tahapan dalam pembuatan perjanjian


internasional.

1. Apa syarat dari tahapan penandatanganan suatu perjanjian internasional?


Jawab : ada 4 syarat dari tahapan tersebut
1) kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2) kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3) suatu pokok persoalan tertentu;
4) suatu sebab yang tidak dilarang.
1. Negosiasi/Perundingan Perjanjian InternasionalTahapan perjanjian internasional adalah
dimulai dari perundingan, di mana biasanya didahului oleh pendekatan-pendekatan oleh pihak
yang bermaksud mengadakan perjanjian internasional, atau yang dalam bahasa diplomatik
dikenal dengan lobbying. Lobbying dapat dilakukan secara formal maupun secara nonformal.
Bila dalam lobbying telah ada titik terang tentang kesepakatan tentang suatu masalah, maka
kemudian diadakan perundingan secara resmi yang akan dilakukan oleh orang-orang yang resmi
mewakili negaranya, menerima kesepakatan yang telah dirumuskan, dan mengesahkannya.
2. Penandatanganan Perjanjian InternasionalSetelah adanya penerimaan teks dalam tahapan
perundingan, tahapan perjanjian internasional selanjutnya adalah dilakukan pengesahan teks
yang telah diterima oleh peserta perundingan tadi.Proses pengesahan teks perjanjian
internasional dilakukan sesuai kesepakatan para peserta perundingan, atau dengan pembubuhan
tanda tangan wakil negara dalam teks perjanjian internasional tersebut.
3. Ratifikasi Perjanjian Internasional (jika perlu)
Menurut Pasal 1 angka 2 UU 24/2000, ratifikasi merupakan salah satu perbuatan hukum untuk
mengikatkan diri pada suatu perjanjian internasional.
Namun, dari perspektif hukum perjanjian internasional, proses ratifikasi ini tak selalu diperlukan
agar sebuah perjanjian internasional bisa berlaku mengikat terhadap suatu negara. Hal ini
dikarenakan, bisa saja peserta perundingan perjanjian internasional menyepakati bahwa
penandatanganan perjanjian saja sudah cukup menandakan persetujuan negara terhadap
perjanjian tersebut.
Proses ratifikasi ini diperlukan, di antaranya jika teks perjanjian internasional terkait menyatakan
bahwa persetujuan negara untuk terikat ditunjukkan dengan cara ratifikasi.

2. Apa konsekuensi hukum ditandatanganinya suatu perjanjian oleh pihak-pihak?

Jawab : a. Berlaku sebagai Undang-Undang bagi pihak-pihak artinya pihak-pihak harus mentaati perjanjian
itu sama dengan mentaati Undang-Undang. Jika ada yang melanggar perjanjian yang mereka
buat, dianggap sama dengan melanggar Undang, yang mempunyai akibat hukum tertentu yaitu
sanksi hukum. Jadi barang siapa melanggar perjanjian, ia akan mendapat hukuman seperti yang
telah ditetapkan dalam Undang-Undang.

b. Tidak dapat ditarik kembali secara sepihak artinya perjanjian yang telah dibuat secara sah
mengikat pihak-pihak. Perjanjian tersebut tidak boleh ditarik kembali atau dibatalkan secara
sepihak saja. Jika ingin menarik kembali atau membatalkan harus memperoleh persetujuan pihak
lain. Namun demikian, apabila ada alasan-alasan yang cukup menurut UndangUndang,
perjanjuan dapat ditarik kembali atau dibatalkan secara sepihak.

c. Pelaksanaan dengan itikad baik artinya pelaksanaan itu harus berjalan dengan mengindahkan
norma-norma kepatuhan dan kesusilaan. Pelaksanaan yang sesuai dengan norma-norma
kepatutan dan kesusilaan itulah yang dipandang adil.

4. Dalam hukum internasional, dikenal subjek hukum internasional di mana individu menjadi subjek
hukumnya. Coba uraikan lebih lanjut tentang hal tersebut!

Jawab: subjek hukum diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban. subjek hukum internasional adalah
segala sesuatu yang menurut hukum dapat memiliki hak dan kewajiban, serta memiliki kewenangan
untuk melakukan hubungan hukum atau bertindak menurut ketentuan hukum internasional yang
berlaku.
Subjek hukum internasional, antara lain:
1. Negara
Negara merupakan subjek hukum internasional penuh. Menurut Konvensi Montevideo 1949,
kualifikasi suatu negara sebagai subjek hukum internasional adalah mempunyai penduduk yang tetap,
wilayah tertentu, pemerintahan yang sah atau berdaulat, dan negara tersebut mempunyai kemampuan
mengadakan hubungan dengan negara lain.
2. Organisasi Internasional
Klasifikasi organisasi internasional antara lain:
a. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud dan tujuan
yang bersifat umum. Misalnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
b. Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan tujuan yang
bersifat spesifik. Contohnya World Bank atau Bank Dunia, International Monetary Fund (IMF),
dan World Health Organization (WHO), dan lain-lain.
c. Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan global.
Contohnya ASEAN (Association of Southeast Asian Nations), European Union, dan lain-lain.
Kedudukan organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional kini tidak diragukan lagi,
dan mempunyai hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi-konvensi internasional yang
merupakan semacam anggaran dasarnya.
3. Palang Merah Internasional
Palang Merah Internasional yang berkedudukan di Jenewa mempunyai tempat tersendiri dalam
sejarah hukum Internasional. Palang Merah Internasional (PMI) sebagai subjek hukum internasional
memiliki ruang lingkup terbatas. Namun, kedudukan PMI diperkuat dengan adanya perjanjian dan
konvensi internasional. Mengingat misi PMI adalah untuk kemanusiaan, organisasi internasional ini
harus independen dan dilaksanakan tanpa intervensi negara mana pun.
4. Takhta Suci Vatikan
Mengutip dari artikel Vatikan Sebagai Subjek Hukum Internasional, Vatikan adalah subjek hukum
internasional karena diakui oleh negara-negara di dunia dan menjadi pihak pada perjanjian-
perjanjian internasional dan anggota pada beberapa organisasi internasional.
Hal tersebut terjadi setelah diadakannya perjanjian antara Italia dengan Takhta Suci pada tanggal 11
Februari 1929 (Lateran Treaty) yang mengembalikan sebidang tanah di Roma kepada Takhta Suci
dan memungkinkan didirikannya negara Vatikan, yang dengan perjanjian itu sekaligus dibentuk dan
diakui.
5. Pemberontak
Menurut hukum perang, kelompok pemberontak dapat menjadi subjek hukum internasional jika
telah terorganisir, menaati hukum perang, memiliki wilayah yang dikuasai, memiliki kemampuan
untuk mengadakan hubungan dengan negara lain, dapat menentukan nasibnya sendiri, menguasai
sumber daya alam di wilayah yang dikuasainya, dan memilih sistem ekonomi, politik, dan sosial
sendiri.
6. Individu
Manusia sebagai individu juga termasuk dalam subjek hukum internasional. Masih bersumber dari
buku yang sama, diterangkan Mochtar Kusumaatmadja, Perjanjian Versailles 1919 memuat
sejumlah pasal yang memungkinkan individu untuk mengajukan perkara secara internasional ke
Mahkamah Arbitrase Internasional.

5. Kebiasaan internasional merupakan salah satu sumber atau dasar pengambilan keputusan Mahkamah
Internasional dalam memutuskan suatu kasus. Bagaimana kebiasaan bisa menjadi sumber hukum
internasional?
Jawab : kebiasaan internasional adalah kebiasaan bersama negara-negara di dunia yang menjadi bukti
praktik umum yang diterima sebagai hokum. Kebiasaan internasional diakui sebagai salah
satu sumber hukum internasional oleh Pasal 38(1)(b) Piagam Mahkamah Internasional. Pasal
92 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa juga menyatakan bahwa kebiasaan internasional adalah
salah satu sumber hukum yang akan diterapkan oleh Mahkamah Internasiona.
Kebiasaan internasional terdiri dari aturan-aturan hukum yang berasal dari tindakan negara-negara
yang konsisten yang muncul dari keyaknian bahwa tindakan mereka itu diwajibkan oleh
hukum. Maka dari itu, terdapat dua unsur yang harus dipenuhi untuk membuktikan keberadaan
suatu kebiasaan internasional:

• Praktik atau kebiasaan negara-negara (usus)


• Keyakinan dari negara-negara bahwa kebiasaan tersebut dilakukan atas dasar kewajiban hukum
• Kepentingan kedua unsur ini telah ditegaskan oleh Mahkamah Internasional dalam perkara Legality
of the Threat or Use of Nuclear Weapons. Terkait dengan aspek opinio juris yang merupakan unsur
subjektif, Mahkamah Internasional menyatakan dalam perkara North Sea Continental Shelf bahwa
kebiasaan tersebut harus dilakukan dengan sedemikian rupa sehingga menjadi bukti keyakinan
bahwa kebiasaan tersebut diwajibkan oleh hukum, sehingga negara yang melakukan kebiasaan
tersebut harus merasa bahwa tindakan mereka sejalan dengan kewajiban hukum. Mahkamah
Internasional menekankan perlunya pembuktian rasa untuk memenuhi kewajiban hukum dan bukan
"tindakan yang didorong oleh pertimbangan kesopanan, kemudahan atau tradisi". Pernyataan ini
ditegaskan kembali dalam perkara Nicaragua v. United States of America.
Kebiasaan internasional tidak hanya berlaku dalam konteks multilateral, tetapi bisa juga berlaku
dalam konteks regional. Keberadaan kebiasaan regional telah diakui oleh Mahkamah Internasional
dalam perkara Right of Passage Over Indian Territory yang melibatkan Portugal dan India; dalam
perkara tersebut, Mahkamah Internasional menyatakan bahwa "tidak ada alasan mengapa praktik
yang sudah lama berlangsung di antara kedua negara yang diterima oleh keduanya sebagai praktik
yang mengatur hubungan di antara mereka tidak dapat menjadi landasan hak dan kewajiban timbal-
balik di antara kedua negara.”

Anda mungkin juga menyukai