Anda di halaman 1dari 5

Sisi Positif Parenting Budaya Jepang

30 Juli 2020   18:44 Diperbarui: 1 Agustus 2020   04:18  2217  17 1

Lihat foto

Ibu mengendarai sepeda dengan putrinya (media.pri.org)

Parenting menjadi isu yang hangat dewasa ini. Semakin tinggi kesadaran masyarakat untuk lebih
mempelajari bagaimana ilmu-ilmu parenting agar dapat diimplementasikan bagi putra-putrinya,
atau sebagai bekal untuk membina rumah tangga di kemudian hari.

Secara sederhana terdapat 4 jenis gaya parenting, yaitu gaya asuh otoriter, berwibawa, permisif,
dan terlalu protektif. berikut adalah sedikit penjelasan mengenai keempat gaya asuh tersebut.

Secara sederhana gaya asuh otoriter adalah gaya asuh di mana orangtua memaksakan
kehendaknya tanpa begitu memperhatikan atau mempedulikan bagaimana perspektif sang anak.

Gaya asuh orangtua berwibawa adalah gaya asuh di mana orangtua menjadi panutan yang
teladan, memberikan batasan yang cermat untuk putra-putrinya, dan memberikan pujian untuk
upaya yang telah putra-putrinya lakukan.

Gaya asuh permisif adalah gaya asuh di mana orangtua tidak memberikan batasan kepada anak-
anaknya, semisal tidak memberikan garis yang jelas apa yang boleh dilakukan atau tidak.
Memercayakan putra-putrinya untuk melakukan apa yang ia inginkan, cenderung tidak
mengintervensi kecuali untuk hal yang bersifat sangat serius.

Gaya asuh overprotektif adalah gaya asuh di mana orangtua sangat melindungi putra-putrinya
dari segala hal buruk, rasa sakit, pengalaman yang buruk, dan lain-lain. Karena itu banyak
membatasi putra-putrinya di berbagai aspek.

Pernahkah Anda melihat di media seperti film atau kartun digambarkan bahwa anak-anak
di Jepang merupakan anak yang patuh? Walaupun di balik itu terdapat unsur kompetitif yang
muncul karena adanya harapan orangtua agar putra-putrinya dapat lulus masuk ke sekolah atau
kampus yang bergengsi. 

Tentunya unsur kompetitif di satu sisi merupakan hal yang positif, tetapi karena tingkat
kompetitif yang tinggi dari harapan orangtua membuat putra-putri merasa tertekan.
Bagaimanakah stereotip mengasuh ala orangtua di Jepang yang dapat kita lihat sebagai hal yang
positif?

Jepang populer dengan film bertema keluarga (japanbullet.com)

1. Hubungan antara orangtua dan anak yang sangat dekat


Ibu dan anak memiliki hubungan yang sangat dekat. Setidaknya sampai usia 5 tahun anak tidur
bersama orangtuanya. Ibu juga selalu menemani di manapun anaknya berada. 

Tidak jarang dapat dilihat bahwa ibu menggendong anaknya sambil melakukan kegiatan rumah
seperti menyapu, memasak, berbelanja, dan lain-lain. Bahkan hampir setiap perempuan yang
telah melahirkan dan menjadi ibu rela untuk berhenti bekerja dan fokus untuk mendidik anaknya
di rumah. 

Pada usia antara 0-5 tahun, anak diperbolehkan melakukan apa saja. Mungkin budaya ini sedikit
berbeda dengan negara lain. Yang dimaksud diperbolehkan melakukan apa saja adalah
membiarkan anak berksplorasi dengan kegiatan yang ia lakukan.
Namun orangtua tetap menstimulus dengan hal yang positif dan menjadi role model yang baik.
Filosofi ini menunjukan, dengan anak dibiarkan aktif menandakan bahwa sang anak tumbuh
sehat.

Pada usia 0-5 tahun, anak juga diajak untuk bersosialisasi dengan keluarga dan kerabat sehingga
dapat lebih mengenal saudara dan sosial. Orangtua di Jepang juga beranggapan bahwa sebisa
mungkin menemani putra-putrinya sehingga anak merasakan kasih sayang orangtuanya.

2. Orang tua adalah cerminan anak

Studi di Amerika dan Jepang pernah dilakukan untuk mengetahui bagaimana orangtua mengasuh
anaknya. Orangtua di Amerika cenderung bersifat netral dan menunjukan anak cara untuk
membuat suatu piramida, sesudah itu membiarkan anaknya untuk membuat piramida dengan apa
yang telah diajarkan atau dengan caranya sendiri. 

Sedangkan orangtua Jepang cenderung mentransmisikan apa yang ia lakukan kepada anaknya,
sehingga orang tua sepenuhnya menjadi role model bagi anaknya.

Setelah fase usia 5 tahun di mana anak boleh bereksplorasi melakukan sesuatu, lalu usia 5-15
tahun anak mulai diajari untuk melakukan kegiatan seperti membersihkan rumah, belajar untuk
disiplin, dan melakukan apa yang dilakukan oleh orangtua. 

Fase ini mengajari anak-anak untuk dapat berkontribusi melakukan cara-cara yang telah
dilakukan secara turun temurun. Fase ini orangtua memberikan batasan yang jelas mengenai hak
dan kewajiban, apa yang boleh dilakukan atau tidak. 

Oleh karena itu kegiatan pendidikan moral di sekolah juga mulai diajarkan tidak hanya sebagai
mata pelajaran dan diselipkan di mata pelajaran lain, tetapi juga anak diberikan ruang untuk
melakukan kegiatan sosial seperti saling melayani, kegiatan makan siang di sekolah, dan
kegiatan lain yang juga kerap dilakukan di sekolah-sekolah Indonesia.

Kegiatan sekolah dan rumah yang bersifat rutin, meskipun terkesan monoton merupakan cara
Jepang untuk menbuat anak-anak belajar untuk disiplin.

3. Orangtua dan anak adalah setara

Setelah anak berusia 15 tahun, orang tua mulai memberikan ruang untuk anak dapat lebih
mandiri dengan mengurangi batasan yang diterapkan pada fase sebelumnya.

Hubungan tidak hanya sebagai orangtua dan anak, tetapi juga sebagai teman dan setara. Anak
didukung untuk menjadi pribadi yang mandiri, dapat berpikir dan menentukan pilihan dan lebih
bersifat demokratis.
Fase ini untuk mempersiapkan anak melakukan kegiatan keterampilan bagi dirinya sendiri dan
keluarga serta belajar bertingkah laku yang baik dan sopan (menurut adat Jepang). Anak
diajarkan untuk mulai independen dan dipersiapkan untuk dapat siap menjadi orang dewasa. 

Setelah usia 20 tahun anak dianggap resmi menjadi dewasa dengan biasanya diadakan upacara
hari kedewasaan yang diselenggarakan di distrik/kota setempat yang diikuti oleh pemuda berusia
20 tahun. 

4. Memperhatikan tentang perasaan dan emosi

Selain mengajari dan mempersiapkan anak untuk dapat hidup di komunitas sosial masyarakat
yang lebih luas, anak juga diberikan semangat untuk dapat memahami dan menghormati
perasaanya sendiri.

Orangtua mengajarkan anaknya untuk melakukan hal yang tidak mempermalukannya.


Contohnya tidak menegur anaknya atau menasehati anaknya di muka umum ketika melakukan
hal yang dirasa kurang pantas.

Orangtua memilih menunggu situasi dan tempat yang lebih privasi untuk menasehatinya. Anak
diajarkan untuk dapat memiliki sikap empati dan saling menghormati orang lain.

Film Kukijiro diperankan Takeshi Kitano (mubi.com)

Orangtua di Jepang tidak menggangap gaya asuh mereka menjadi gaya asuh yang terbaik. Begitu
pula dewasa ini nilai budaya barat pun menginsipirasi cara orangtua di Jepang mendidik
anaknya. Namun meskipun terjadi pergeseran dan perubahan, gaya asuh orangtua di Jepang yang
menyayangi putra-putrinya tidak berubah.

Setelah membaca sedikit stereotip gaya asuh orangtua di Jepang, dapat dipahami bahwa gaya
asuhnya merupakan perpaduan antara sedikit gaya permisif, gaya authoritative (berwibawa).

Anda mungkin juga menyukai