UJIAN : Harian, Semester Gasal 2019/2020 MATA KULIAH : Bahasa Indonesia Keilmuan HARI, TANGGAL : 27 November 2020 Dosen : Dr. Supardi, M.Hum. Batas Waktu : 24.00 hari ini --oo00oo— Nama: Rizqa Diyah Sudiana NIM : 2020051014005 Prodi : Matematika
1. Bacalah artikel berikut untuk menerapkan teknik BABKJ
Sisi Positif Parenting Budaya Jepang Oleh: Buyung Okita
Parenting menjadi isu yang hangat dewasa ini. Semakin tinggi kesadaran masyarakat untuk lebih mempelajari bagaimana ilmu-ilmu parenting agar dapat diimplementasikan bagi putra-putrinya, atau sebagai bekal untuk membina rumah tangga di kemudian hari. Terdapat 4 jenis gaya parenting, yaitu gaya asuh otoriter, berwibawa, permisif, dan terlalu protektif. berikut adalah sedikit penjelasan mengenai keempat gaya asuh tersebut. Secara sederhana gaya asuh otoriter adalah gaya asuh di mana orang tua memaksakan kehendaknya tanpa memperhatikan atau mempedulikan bagaimana perspektif sang anak. Gaya asuh orang tua berwibawa adalah gaya asuh di mana orang tua menjadi panutan yang teladan, memberikan batasan yang cermat untuk putra-putrinya, dan memberikan pujian untuk upaya yang telah putra-putrinya lakukan. Gaya asuh permisif adalah gaya asuh di mana orang tua tidak memberikan batasan kepada anak-anaknya, semisal tidak memberikan garis yang jelas apa yang boleh dilakukan atau tidak. Memercayakan putra-putrinya untuk melakukan apa yang ia inginkan, cenderung tidak mengintervensi kecuali untuk hal yang bersifat sangat serius. Gaya asuh over protektif adalah gaya asuh di mana orangtua sangat melindungi putra-putrinya dari segala hal buruk, rasa sakit, pengalaman yang buruk, dan lain-lain. Karena itu banyak membatasi putra-putrinya di berbagai aspek. Pernahkah Anda melihat di media seperti film atau kartun yang menggambarkan bahwa anakanak di Jepang merupakan anak yang patuh? Walaupun di balik itu terdapat unsur kompetitif yang muncul karena adanya harapan orangtua agar putra-putrinya dapat lulus masuk ke sekolah atau kampus yang bergengsi. Memang unsur kompetitif merupakan hal yang positif, tetapi tingkat kompetitif yang tinggi dari harapan orangtua membuat putra-putri merasa tertekan. Bagaimanakah stereotip mengasuh ala orangtua di Jepang yang dapat kita lihat sebagai hal yang positif? 1. Hubungan antara orang tua dan anak yang sangat dekat Ibu dan anak memiliki hubungan yang sangat dekat. Setidaknya sampai usia 5 tahun anak tidur bersama orangtuanya. Ibu juga selalu menemani di manapun anaknya berada. Tidak jarang kita melihat ibu menggendong anaknya sambil melakukan kegiatan rumah seperti menyapu, memasak, berbelanja, dan lain-lain. Bahkan hampir setiap perempuan yang telah melahirkan dan menjadi ibu rela untuk berhenti bekerja dan fokus untuk mendidik anaknya di rumah. Pada usia antara 0-5 tahun, anak diperbolehkan melakukan apa saja. Mungkin budaya ini sedikit berbeda dengan negara lain. Yang dimaksud diperbolehkan melakukan apa saja adalah membiarkan anak bereksplorasi dengan kegiatan yang ia lakukan. Namun orangtua tetap menstimulus dengan hal yang positif dan menjadi role model yang baik. Filosofi ini menunjukkan bahwa, dengan membiarkan anak aktif akan membuat sang anak tumbuh sehat. Pada usia 0-5 tahun, anak juga diajak untuk bersosialisasi dengan keluarga dan kerabat sehingga dapat lebih mengenal saudara dan mudah bersosialisasi. Orang tua di Jepang juga beranggapan bahwa sebisa mungkin menemani putra-putrinya sehingga anak merasakan kasih sayang orangtuanya. 2. Orang tua adalah cerminan anak Studi di Amerika dan Jepang pernah dilakukan untuk mengetahui bagaimana orang tua mengasuh anaknya. Orang tua di Amerika cenderung bersifat netral dan menunjukan anak cara untuk membuat suatu piramida, sesudah itu membiarkan anaknya untuk membuat piramida dengan apa yang telah diajarkan atau dengan caranya sendiri. Sedangkan orang tua di Jepang cenderung mentransmisikan apa yang ia lakukan kepada anaknya, sehingga orang tua sepenuhnya menjadi role model bagi anaknya. Setelah fase usia 5 tahun, anak boleh bereksplorasi melakukan sesuatu, lalu usia 5-15 tahun anak mulai diajari untuk melakukan kegiatan seperti membersihkan rumah, belajar untuk disiplin, dan melakukan apa yang dilakukan oleh orang tua. Fase ini mengajari anak-anak untuk dapat berkontribusi melakukan cara-cara yang telah dilakukan secara turun temurun. Pada fase ini orangtua memberikan batasan yang jelas mengenai hak dan kewajiban, apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Oleh karena itu kegiatan pendidikan moral di sekolah juga mulai diajarkan, tidak hanya sebagai mata pelajaran yang diselipkan pada mata pelajaran lain. Di sini anak diajarkan dan diberikan ruang untuk melakukan kegiatan sosial seperti saling melayani, kegiatan makan siang di sekolah, dan kegiatan lain yang juga kerap dilakukan di sekolah-sekolah Indonesia. Kegiatan sekolah dan rumah yang bersifat rutin, meskipun terkesan monoton merupakan cara Jepang untuk menbuat anak-anak belajar untuk disiplin. 3. Orang tua dan anak adalah setara Setelah anak berusia 15 tahun, orang tua mulai memberikan ruang agar anak dapat lebih mandiri dengan mengurangi batasan yang diterapkan pada fase sebelumnya. Hubungan tidak hanya sebagai orang tua dan anak, tetapi juga sebagai teman dan setara. Anak didukung untuk menjadi pribadi yang mandiri, dapat berpikir dan menentukan pilihan dan lebih bersifat demokratis. Fase ini mempersiapkan anak untuk melakukan kegiatan keterampilan bagi dirinya sendiri dan keluarga serta belajar bertingkah laku yang baik dan sopan (menurut adat Jepang). Anak mulai diajarkan independent (mandiri) dan dipersiapkan untuk dapat siap menjadi orang dewasa. Setelah usia 20 tahun anak dianggap resmi menjadi dewasa dengan biasanya diadakan upacara hari kedewasaan yang diselenggarakan di distrik/kota setempat yang diikuti oleh pemuda berusia 20 tahun. 4. Memperhatikan tentang perasaan dan emosi Selain mengajari dan mempersiapkan anak untuk dapat hidup di komunitas sosial masyarakat yang lebih luas, anak juga diberikan semangat untuk dapat memahami dan menghormati perasaanya sendiri. Orang tua mengajarkan anaknya untuk melakukan hal yang tidak mempermalukannya. Contohnya tidak menegur anaknya atau menasehati anaknya di muka umum ketika melakukan hal yang dirasa kurang pantas. Orangtua memilih menunggu situasi dan tempat yang lebih privasi untuk menasehatinya. Anak diajarkan untuk dapat memiliki sikap empati dan saling menghormati orang lain. Orang tua di Jepang tidak menggangap gaya asuh mereka menjadi gaya asuh yang terbaik. Begitu pula dewasa ini nilai budaya barat pun menginsipirasi cara orangtua di Jepang dalam mendidik anaknya. Meskipun terjadi pergeseran dan perubahan, namun gaya asuh orang tua di Jepang yang menyayangi putra-putrinya tidak berubah. Setelah membaca gaya asuh orang tua di Jepang, dapat dipahami bahwa gaya asuh mereka merupakan perpaduan antara sedikit gaya permisif dan gaya authoritative (berwibawa). Demikian, perbedaan gaya asuh orang tua di amerika dan gaya asuh orang tua di Jepang Sumber: https://www.kompasiana.com/buyungokita/%205f22b2a4d541df59d84bebe2/sisipositif-parenting- budaya-jepang?page=all#section2
1. Temukanlah informasi awal, identitas, dan topik artikel! (langkah survey)
Artikel iji berjudul "Sisi Positif Parenting Budaya Jepang" yang ditulis oleh Buyung Okita. 2. Buatlah tiga pertanyaan yang relevan dengan isi teks! (langkah question) a. Sebutkan 4 jenis gaya parenting! b. Apa perbedaan cara mengasuh di Jepang dengan di Amerika Serikat! c. Bagaimana cara orangtua di Jepang memperhatikan tentang perasaan dan emosi anak? 3. Temukanlah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang sudah dibuat pada nomor 2! (langkah read) 4. Catatlah dengan bahasa sendiri jawaban-jawaban yang sudah ditemukan pada nomor 3! (langkah recite) a. Ada 4 jenis gaya parenting yaitu gaya otoriter, gaya supermisif, daya berwibawa dan gaya overprotective. b. Cara mengasuh orang tua jepang lebih dengan menjadi role model bagi anak-anaknya, dan tetap mengawasi anak dan juga memberi kebebasan kepada anak untuk mengikuti keinginannya. Orang tua jepang juga mengajarkan sopan santun, bahkan sopan santun menjadi salah satu pelajaran di sekolah. Sedangkan di Amerika Serikat, orang tua lebih membebaskan anaknya untuk mengikuti keinginan tanpa memberi batasan kepada anaknya. Lebih santai dan membiarkan anak mengeksplorasi sendiri mengenai lingkungan dan jati dirinya. c. Orang tua di Jepang mengajarkan untuk menghargai diri sendiri, orang tua di Jepang menjadikan diri sendiri sebagai role model anak-anaknya. Ketika anak melakukan kesalahan di muka umum, mereka akan memberitahu di tempat privasi. Dengan hal ini ingin ditanamkan rasa empati yang lebih tinggi dengan menghargai diri sendiri dan juga orang lain. 5. Catatlah informasi utama dari artikel di atas! (langkah review) Ada 4 jenis gaya parenting yaitu gaya otoriter, gaya supermisif, gaya berwibawa dan gaya overprotektif. Sisi positif yang dapat kita ambil dari pola asuh Jepang yaitu kedekatan anak dan orang tu terutama ibu, orang tua sebagai role model yang mencerminkan anak, adanya kesetaraan orang tua dengan anak setelah anak dianggap sudah beranjak dewasa, dan orang tua memperhatikan perasaan dan emosi dari anak. Pola asuh Jepang juga menjunjung tinggi sopan santun dan menghormati sesama.
2. Bacalah artikel berikut!
Sewindu Riset Pesisir, Data Karbon Biru Padang Lamun Indonesia Tercapai Oleh: Dr. A’an Johan Wahyudi PADANG lamun merupakan ekosistem laut dangkal yang didominasi oleh tumbuhan lamun, yaitu tumbuhan berbunga yang telah beradaptasi dengan air asin. Laut Indonesia tercatat memiliki 13 spesies lamun dari 60 spesies yang tercatat di dunia. Tidak seperti ekosistem terumbu karang dan mangrove, padang lamun mendapat perhatian yang relatif minim. Namun demikian, hasil riset di seluruh dunia menyatakan berbagai nilai penting dari padang lamun terutama karena layanan ekosistemnya. Layanan ekosistem yang dimaksud misalnya sebagai tempat pemijahan dan pembesaran berbagai spesies ikan, penyaring material tersuspensi pada air laut, sumber makanan mamalia laut dugong, dan layanan karbon biru untuk mitigasi perubahan iklim. Istilah karbon biru (blue carbon) digunakan untuk karbon yang diserap, disimpan dan dilepaskan kembali oleh ekosistem vegetasi laut (mangrove dan padang lamun). Karbon biru menjadi layanan ekosistem yang penting terutama karena terkait aksi mitigasi perubahan iklim melalui penurunan emisi karbon. Target penurunan emisi karbon Sesuai dengan inisiatif Pembangunan Rendah Karbon (PRK), Indonesia memiliki target penurunan emisi karbon sebesar 29% (atau 41% dengan bantuan luar negeri) relatif terhadap business as usual (BAU) sampai tahun 2030. Target penurunan emisi ini salah satunya harus disumbangkan oleh sektor laut dan perikanan, dengan terlebih dahulu menentukan beberapa prasyarat. Prasyarat minimal antara lain penentuan faktor emisi alih lahan ekosistem pesisir, catatan perubahan luas area, dan neraca karbon (cadangan dan serapan karbon) ekosistem vegetasi pesisir termasuk padang lamun. Ketika pertama kali isu karbon biru mendapat perhatian peneliti Indonesia satu dekade terakhir, langkah awal yang dilakukan adalah melakukan riset mengenai cadangan dan serapan karbon ekosistem pesisir. Pengembangan metode riset di Indonesia dilakukan dengan mengacu pada perkembangan terakhir riset karbon biru di dunia. Namun demikian, berbagai panduan dan metode riset umumnya menitikberatkan pada sampling lapangan dan analisis laboratorium dengan sarana yang canggih dan maju. Kendala ini menjadi salah satu tantangan di Indonesia, terutama karena tidak banyak peneliti yang mendapatkan kesempatan melakukan riset karbon biru dengan sarana memadai. Sementara itu, wilayah cakupan nasional Indonesia sangat luas, apalagi jika ditargetkan untuk memperoleh data yang representatif secara nasional untuk data faktor emisi dan neraca karbon yang diperlukan dalam perhitungan penurunan emisi karbon pada konteks PRK. Riset karbon biru padang lamun menemukan momentumnya sekitar awal tahun 2013 lalu, ketika dimulainya riset untuk menentukan neraca karbon, di samping inventarisasi dan riset ekologis ekosistem. Namun, terkendala oleh sarana laboratorium dan akses lapangan, wilayah Indonesia yang luas tidak cukup terwakili. Tercatat hanya ada sembilan lokasi di Indonesia yang telah diteliti dalam rangka riset karbon biru. Tentunya sebaran wilayah ini masih jauh dari cukup. Meskipun demikian, terdapat data dan informasi terkait padang lamun (biomas, kepadatan dan persentase tutupan) di sekitar 19 lokasi di Indonesia yang diperoleh dari program COREMAP-CTI. Termotivasi oleh inisiatif PRK, pada tahun 2018 peneliti dari berbagai lembaga tergerak untuk saling berbagi data dan informasi terkait riset karbon biru. Data lengkap neraca karbon padang lamun dari sembilan lokasi kemudian dikombinasikan dengan data dari 19 lokasi lainnya. Model statistik yaitu Robust Linear Mixed Models (rLMMs) digunakan untuk menentukan korelasi antar parameter padang lamun terkait neraca karbon, yaitu biomassa, kepadatan, persentase tutupan, cadangan karbon, dan serapan karbon. Hanya ada 13 lokasi (dari 28 lokasi) yang cukup lengkap untuk digunakan datanya dalam penentuan formula model. Hasil kerja tim peneliti tersebut akhirnya dapat dipublikasikan dalam majalah ilmiah internasional, Ocean Science Journal (https://rdcu.be/b14ic) pada tahun 2020. Hasilnya, perhitungan neraca karbon padang lamun di Indonesia dapat dilakukan dengan memanfaatkan formula yang telah dikembangkan. Data dasar terkait padang lamun (biomassa, kepadatan, dan persentase tutupan) yang banyak tersedia di lembaga penelitian daerah dan universitas dapat dikonversi ke nilai neraca karbon dengan formula yang tersedia pada publikasi ilmiah tersebut. Hasil riset tersebut juga dapat memperkirakan total cadangan karbon yang tersimpan di ekosistem padang lamun Indonesia yaitu sekitar 1.005 kilo ton karbon dengan potensi penyerapan karbon sebesar 7,4 mega ton karbon per tahun. Rata-rata cadangan karbon lamun di Indonesia tercatat maksimum sebesar 0,36 dan 0,79 ton karbon per hektar, masing-masing untuk cadangan karbon atas dan bawah permukaan. Seagrass Carbon Converter (SCC), faktor emisi karbon, dan PRK Sebagai tindak lanjut agar hasil riset dapat dengan mudah dipakai oleh pemangku kepentingan, maka dikembangkanlah sebuah aplikasi berbasis web, yaitu Seagrass Carbon Converter (http://scc.oseanografi.lipi.go.id/). SCC dibuat dengan mengacu pada formula untuk mengkonversi nilai biomas, kepadatan dan persentase tutupan lamun menjadi nilai cadangan dan serapan karbon. SCC diharapkan menjadi alternatif yang memudahkan bagi praktisi di daerah dalam hal pelaporan potensi neraca karbon biru ekosistem padang lamun. Pelaporan- pelaporan semacam ini biasanya secara rutin diminta oleh sekretariat PRK untuk dipantau dan dievaluasi dalam kaitannya target penurunan emisi karbon. Berdasarkan nilai rata-rata cadangan karbon padang lamun nasional, maka kita bisa menentukan faktor emisi aktivitas antropogenik alih guna lahan padang lamun yaitu sebesar 0,05 ton karbon. Nilai ini adalah 4% dari rata-rata cadangan karbon (jumlah cadangan karbon atas dan bawah permukaan = 1,15 ton karbon). Konstanta 4% berdasarkan hasil riset sebelumnya bahwa, setiap hektar padang lamun akan mulai melepas karbon ke udara secara bertahap sebesar 4% per tahun dari total cadangan karbon tersimpan, dimulai sejak terjadinya kerusakan atau alih guna lahan. SCC dalam konteks penentuan faktor emisi dan pelaporan PRK, dapat dimanfaatkan berbasis data lokal sesuai dengan luasan area, kepadatan, biomassa maupun persentase tutupan padang lamun. Sehingga faktor emisi juga dapat ditentukan dan disesuaikan dengan kondisi riil di daerah dimana padang lamun berada. Hal ini cukup relevan dengan fakta bahwa kondisi padang lamun akan berbeda di satu tempat dengan tempat lainnya mengikuti skala mikro atau meso ekosistem. Artinya, dengan demikian SCC dapat memenuhi target Tier 2 (atau bahkan Tier 3) dalam konteks aksi mitigasi perubahan iklim. Dr. A’an Johan Wahyudi Diplomat Sains ASEAN 2020; Peneliti Madya Bidang Biogeokimia Laut Pusat Penelitian Oseanografi - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Sumber: https://www.kompas.com/sains/read/2020/09/28/190600323/sewindu-riset-pesisir-datakarbon-biru- padang-lamun-indonesia-tercapai?page=all#page2.
Jawablah pertanyaan berikut!
1. Kata ”PRK” muncul di paragraf dan kalimat ke berapa? Paragraf Pertama: Kalimat ke-8 Kalimat ke-15 Kalimat ke-21 Paragraf Kedua: Kalimat ke-3 Kalimat ke-7 2. Kata ”SCC” muncul di paragraf dan kalimat ke berapa? Paragraf Pertama: Kalimat ke-29 Paragraf Kedua: Kalimat pertama Kalimat ke-2 Kalimat ke-7 Kalimat ke-10 3. Frasa “Robust Linear Mixed Models” muncul di paragraf dan kalimat ke berapa? Paragraf pertama, kalimat ke-22.