Anda di halaman 1dari 3

Apa yang Saudara ketahui tentang kekuasaan dan bagaimana implementasi kekuasaan

diawal perjalanan pada kekaisaran Rumawi Suci.

Makna kedaulan dalam konteks hubungan antarnegara menjadi semakin penting


setelah ditandatangani konferensi Montevideo tahun 1933. 

Coba diskusikan materi ini agar Adan lebih enguasai materi dengan baik.

Dalam maknanya sebagai kekuasaan yang tertinggi, makna kedaulatan telah diakui
sejak Aristoteles dan Sarjana Hukum Romawi. Pengertian ini sampai pada batasan-
batasan tertentu masih dianut hingga abad pertengahan, dengan memahami bahwa
kedaulatan sebagai wewenang tertinggi dari suatu kesatuan politik. Semula kedaulatan
dikaitkan dengan kekuasaan gereja yang mutlak. Seiring dengan berjalannya waktu,
pusat kekuasaan jatuh ke tangan penguasa sekuler, sehingga muncul beberapa teori
baru tentang pemusatan kekuasaan tertinggi.

Kekuasaan adalah kewenangan yang diperoleh dari seseorang atau sekelompok orang
untuk menjalankan kewenangan yang dilandaskan atas kewenangan yang diberikan,
dan kewenangan itu tidak boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau
melebihi kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk mempengaruhi tingkah
laku orang lain berdasarkan keinginan dari pelaku. Namun, pada hakikatnya kekuasaan
dijalankan untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau sekelompok orang secara
langsung dengan jalan memberi perintah atau secara tidak langsung dengan
menggunakan alat dan perkara yang tersedia seperti adanya undang-undang yang
harus dipatuhi terhadap undang-undang yang berlaku di wilayah tersebut, jika tidak
dijalankan maka akan ada konsekuensi yang mengikat.

Kekaisaran Romawi Suci adalah himpunan berbagai satuan politik di Eropa Tengah
yang pernah telah tersedia dari tahun 962 sampai 1806. Wilayah awal mulanya yaitu
kawasan Kerajaan Franka Timur, pecahan dari Kerajaan Franka sesudash pembagian
menurut Perjanjian Verdun, dan Kerajaan Lombardia yang sekarang menjadi wilyah
Italia. Himpunan ini menyebut dirinya sebagai kekaisaran atau imperium. Meskipun
demikia, kaisar tidak mempunyai kekuasaan absolut atas anggota-anggotanya,
sehingga berlainan dari model Kekaisan Romawi atau Kerajaan Prancis yang
kekuasaannya semakin absolut.

Pada masa kekaisaran Romawi Suci semakin dari sebuah konfederasi. Pemikiran
Reich tak hanya mencakup pemerintah dari wilayah tertentu, tapi juga mempunyai
konotasi keagamaan Kristen yang kuat. Sampai pada tahun 1508, raja-raja Jerman
tidak dianggap sebagai kaisar dari Reich sebelum Paus atau wakil Kristus di bumi,
memahkotainya secara resmi sebagai Kaisar. Oleh karena itu, dapat dinyatakan
sebagai sebuah persilangan antara negara dan konfederasi keagamaan.

Kekuasaan kaisar atas kekaisaran Romawi paling tidak secara teori adalah sesuai
kekuasaannya sebagai Tribunus (protestas tribunicia) dan sebagai Prokonsul
Kekaisaran (imperium proconsulare). Secara teori. Kekaisaran Tribunus (sebagaimana
sebelumnya kekuasaan Tribunus Pleb di masa Republik Romawi) menciptakan seorang
Kaisar dan posisinya menjadi tak dapat disalahkan (sacrosanctus), dan memberikan
Kaisar kekuasaan untuk mengatur pemerintahan Romawi, termasuk kekuasaan untuk
mengepalai dan mengontrol senat.

Kekuasaan Prokosul Kekaisaran (sebagaimana sebelumnya kekuasaan gubernur


militer, atau prokonsul, di masa Republik Romawi) memberikan kekuasaan wewenang
atas tentara Romawi. Ia juga memperoleh kekuasaan yang di masa Republik
merupakan hak dari senat dan majelis romawi

Kaisar juga ada kewenangan untuk melakukan bermacam tugas yang sebelumnya
diterapkan oleh para Censor, termasuk kekuasaan untuk mengatur keanggotaan
Senat. Selain itu, Kaisar juga mengendalikan lembaga keagamaan, karena sebagai kaisar
beliau yaitu Pontifex Maximus dan yaitu salah satu bagian pimpinan dari keempat
lembaga keagamaan Romawi. Perbedaan-perbedaan wewenang tersebut walaupun
jelas di masa awal Kekaisaran, yang belakang sekalinya mengabur dan kekuasaan
Kaisar menjadi kurang konstitusional dan semakin monarkis.

Makna kedaulatan dalam konteks antarnegara menjadi semakin penting setelah


ditandatangani Konferensi Montevideo tahun 1933. Menurut konferensi ini, sebagai
subjek hukum internasional, negara harus memiliki kualifikasi sebagai berikut :

1. Penduduk yang tetap

2. Wilayah tertentu

3. Pemerintah
4. Kemampuan mengadakan hubungan dengan negara-negara lain

Keempat unsur ini merupakan unsur yang khusus dalam kaitannya dengan negara
sebagai subjek hukum internasional dan menjadi unsur konstitutif yang terpenting.
Dikaji dari sudut pandang hukum internasional, kedaulatan mewakili totalitas hak-hak
negara dalam menjalankan hubungan luar negeri dan menata urutan-urutan dalam
negerinya. Dari sudut pandang ini, ciri utama negara yang berdaulat adalah bahwa
kemampuannya untuk melakukan sendiri pengawasan terhadap wilayahnya dan orang-
orang yang berada di dalamnya wilayah itu, kecuali bila hal itu bertentangan dengan
aturan-aturan hukum internasional.

Negara sebagai subjek utama dalam sistem hukum internasional dan pencipta hukum
di dalam sistem tersebut, mempunyai tugas primer, yaitu berperan dalam perumusan
ketentuan-ketentuan yang membatasi tingkah lakunya.

Anda mungkin juga menyukai