Anda di halaman 1dari 20

Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan untuk
Kepentingan Umum
Jidny Izham Al Fasha 110110180151
Muqtarib 110110180152
Lilis Desyana Sipahutar 110110180153
Bima Chrismanuel 110110180154
Anisa Aurora Pradipta 110110180155
Mohamad Rafi Andiansyah 110110180156
Lutfan Ananda Antariksa 110110180157
Shella Maureen Wijaya 110110180158
Pengertian Pengadaan Tanah

 Menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No.2 Tahun 2012 tentang


Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Kepentingan Umum, Pengadaan
tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi ganti
kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.
 Istilah Pengadaan Tanah menggantikan istilah Pencabutan hak atas
tanah/ Pembebasan Tanah
 Dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
dikatakan bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum
dilaksanakan dengan pemberian ganti kerugian yang layak dan adil.
Dasar Hukum untuk Pengadaan Tanah

 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, tentang Pengadaan Tanah Bagi


Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 22);
 Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012, tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2012, tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah.
 Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960
Tujuan Pengaturan Pengadaan Tanah

 Saat pemerintah memerlukan tanah untuk kepentingan umum,


pemerintah menghadapi banyak persoalan karena disini menyangkut dua
kepentingan yaitu kepentingan pemerintah yang berhadapan dengan
kepentingan masyarakat. Hal tersebut sering terjadi dikarenakan adanya
faktor tarik menarik kepentingan yang ada di dalam masyarakat, untuk
menentukan siapa yang paling berhak dalam memanfaatkan fungsi tanah
demi kepentingan masing-masing.
Tujuan Pengaturan Pengadaan Tanah

 Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum


merupakan tuntutan yang tidak dapat dielakkan oleh pemerintah mana
pun. Semakin maju masyarakat, semakin banyak diperlukan tanah-tanah
untuk kepentingan umum(awam). Sebagai konsekuensi dari hidup
bernegara dan bermasyarakat, jika hak milik individu (pribadi) berhadapan
dengan kepentingan umum maka kepentingan umumlah yang harus
didahulukan.
 Pasal 18 UUPA menyatakan bahwa “Untuk kepentingan umum, termasuk
kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat,
hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang
layak dan menurut cara yang diatur dengan undang-undang.”
Tahapan Pelaksanaan Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum
1) Persiapan
2) Inventarisasi dan Identifikasi
3) Pengumuman
4) Penetapan Penilai
5) Musyawarah Penetapan bentuk Ganti Kerugian
6) Pemberian bentuk ganti kerugian
7) Penitipan bentuk ganti kerugian di Pengadilan Negeri
Pemutusan Hubungan Hukum Antara Pihak
yang Berhak dan Obyek Pengadaan Tanah

 Setelah diberikan ganti kerugian atau ganti kerugian telah dititipkan di


Pengadilan Negeri atau telah dilaksanakan Pelepasan hak Obyek
Pengadaan tanah, hubungan hukum antara Pihak yang berhak dan
tanahnya hapus demi hukum. Kepala Kantor Pertanahan karena
jabatannya melakukan pencatatan hapusnya hak pada buku tanah dan
daftar umum pendaftaran tanah lainnya, dan selanjutnya
memberitahukan kepada para pihak terkait Pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum.
Kasus Pengadaan Tanah untuk
Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-
Bandung
Identifikasi Masalah

 Bagaimanakah proses/pelaksanaan pembebasan lahan (tanah) pada


pembangunan Rel Kereta cepat Bandung-Jakarta?
 Hambatan-hambatan apa saja yang timbul dalam pembangunan Rel
kereta cepat Bandung-Jakarta ?
 Bagaimana proses ganti kerugian terhadap tanah yang terpakai
pembangunan kereta cepat?
Resume Kasus

 Pengadaan tanah untuk pembangunan Kereta Api Cepat Jakarta-


Bandung dilaksanakan oleh PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) yang
merupakan konsorsium dari empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
terdiri dari :
1. PT WIJAYA KARYA (Persero)Tbk (WIKA)
2. PT Jasa Marga (Persero) Tbk
3. PT Kereta Api Indonesia (Persero)
4. PT Perkebunan Nusantara VIII.
Resume Kasus

 Kegiatan pengadaan tanah pembangunan kereta cepat Jakarta-


Bandung dilaksanakan berdasarkan:
1. Keputusan Gubernur Jawa Barat tanggal 07 September 2017 Nomor
593/Kep.793- Pmksm/2017
2. Keputusan Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi
Jawa Barat tanggal 05 Oktober 2017 Nomor 198/Kep.32.15/X/2017
Resume Kasus

 BPN dalam pembebasan lahan tersebut, menargetkan akan rampung pada


April. Namun target ini tidak tercapai karena masih banyak masyarakat yang
masih ragu dan belum setuju atas pembebasan lahan tersebut.
 BPN menegaskan bahwa pembebasan lahan akan ditargetkan rampung pada
bulan Juni, jika masih ada masyarakat yang menolak hingga akhir nanti, maka
BPN akan melakukan konsinyasi ke pengadilan.
 Konsinyasi dilakukan jika pemilik lahan tak kunjung menyetujui harga ganti rugi
yang ditentukan pemerintah. Konsinyasi adalah penyelesaian ganti rugi melalui
pengadilan. Pemerintah melalui Tim Pelepasan Tanah (TPT) dan Panitia
Pengadaan Tanah (P2T) akan menitipkan uang ganti rugi sesuai taksiran Tim
Appraisal kepada pengadilan. Lebih lanjut dikatakan bahwa nantinya pihak
pengadilanlah yang akan mengambil alih proses menyelesaian ganti rugi itu.
 Hal ini sesuai dengan amanat Peraturan Kepala BPN RI No 3 Tahun 2007
Resume Kasus

 Pemilik lahan yang akan digunakan untuk kepentingan umum diberi waktu
selama 120 hari semenjak musyawarah pertama untuk menyelesaikan
ganti rugi. Setelah jatuh tempo, pemilik lahan masih diberi tambahan
waktu selama 14 hari. Jika setuju bisa segera menerima pembayaran.
 Namun jika tidak, mereka bisa mengajukan keberatan kepada bupati/wali
kota. Tidak adanya titik temu ini, maka proses di pengadilan-lah yang bisa
menyelesaikan. Tentunya biaya yang akan dititipkan ke pengadilan
adalah harga yang sesuai dengan perhitungan tim appraisal, karena
harga yang disodorkan itu sudah yang tertinggi.
 Kalau masyarakat masih meminta tawaran yang masih tinggi, dan
pemerintah tidak bisa memenuhi, maka konsinyasi adalah jalan
pemecahannya.
Pembahasan Kasus

 Kepentingan umum melebihi kepentingan individu


 Kesejahteraan, manfaat, keperluan, kegunaan, kehendak atau
kepentingan umum adalah di atas kesejahteraan, manfaat, keperluan,
kegunaan, kehendak atau kepentingan sendiri untuk harta itu.
 Berdasarkan konstitusi dan bertolak dari realitas perkembangan
masyarakat, pengambilan tanah untuk kepentingan umum tak mungkin
dihalangi, sebab masyarakat dan negara terus berkembang dengan
segala subsistem kemasyarakatannya
Pembahasan Kasus

 Pelaksanaan Pengadaan Tanah dalam pembangunan rel kereta cepat


Bandung-Jakarta pertama melakukan inventarisasi dan identifikasi
dilaksanakan untuk mengetahui Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan
Tanah Inventarisasi dan Identifikasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan,
dan Pemanfaatan Tanah meliputi kegiatan :
1. Pengukuran dan pemetaan bidang perbidang tanah.
2. Pengumpulan data Pihak yang Berhak dan Obyek Pengadaan Tanah.
Pembahasan Kasus

 Penilaian besarnya nilai Ganti Kerugian oleh Penilai dilakukan bidang per
bidang tanah meliputi :
1. tanah;
2. ruang atas tanah dan bawah tanah;
3. bangunan;
4. tanaman;
5. benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau
6. kerugian lain yang dapat dinilai
Kerugian lain yang dapat dinilai maksudnya adalah kerugian non fisik yang dapat
disetarakan dengan nilai uang, misalnya kerugian karena kehilangan usaha atau
pekerjaan, biaya pemindahan tempat, biaya alih profesi dan nilai atas properti
sisa. Nilai Ganti Kerugian yang dinilai oleh Penilai merupakan nilai pada saat
pengumuman penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum.
Pembahasan Kasus

 Lembaga Pertanahan melakukan musyawarah dengan Pihak yang Berhak


dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil penilaian dari
penilai disampaikan kepada Lembaga Pertanahan untuk menetapkan bentuk
dan/atau besarnya Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian Ganti Kerugian
 Pemberian Ganti Kerugian berdasarkan Pasal 74 ayat (1) dan ayat (2)
Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 dapat diberikan dalam bentuk :
1. uang;
2. tanah pengganti;
3. permukiman kembali;
4. kepemilikan saham;
5. bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
Pembahasan Kasus

 Penentuan bentuk dan besarnya ganti kerugian dilakukan dengan


musyawarah antara Lembaga Pertanahan dengan pihak yang berhak
dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari, diatur dalam Pasal 37
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
 Pemberian ganti kerugian dilakukan berdasarkan Pasal 74 ayat (1) dan
ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum.
Pembahasan Kasus

 Setelah dikeluarkan besaran nilai kerugian tersebut maka pihak yang


menguasai objek tanah (dalam hal ini adalah warga desa pemilik tanah) akan
dipertemukan dalam sebuah musyawarah dengan lembaga pertanahan guna
menetapkan besar dan bentuk ganti kerugian yang akan diberikan kepada
warga.
 Pada musyawarah inilah yang akan dituangkan dalam sebuah berita acara
kesepakatan pemberian gantu rugi. Tentu saja di dalam musyawarah ini pihak
warga yang menguasai objek tanah dapat mengajukan tuntutannya apabila
terdapat hal-hal yang masih belum disepakati bersama, termasuk dengan nilai
maupun bentuk ganti rugi yang akan diterima.
 Apabila musyawarah selama 30 hari tidak menemukan kata sepakat, pihak
yang berhak dapat menempuh upaya keberatan ke Pengadilan Negeri
setempat.
Kesimpulan
 Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 menyatakan bahwa
pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan dengan
pemberian ganti kerugian yang layak dan adil, dengan demikian, pertama
harus dilakukan penentuan besar nilai kerugian. Kedua, menetapkan
musyawarah antara pemilk tanah dengan lembaga pertanahan paling
lama 30 hari. Ketiga, menentukan bentuk pemberian ganti kerugian.
Keempat, musyawarah dengan lembaga pertanahan guna menetapkan
besar dan bentuk ganti kerugian yang akan diberikan kepada warga,
dimana pihak warga yang menguasai objek tanah dapat mengajukan
tuntutannya apabila terdapat hal-hal yang masih belum disepakati
bersama, termasuk dengan nilai maupun bentuk ganti rugi yang akan
diterima. Apabila musyawarah selama 30 hari tidak menemukan kata
sepakat, pihak yang berhak dapat menempuh upaya keberatan ke
Pengadilan Negeri setempat.

Anda mungkin juga menyukai