Dengan melihat beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa korupsi secara implisit
adalah menyalahgunakan kewenangan, jabatan atau amanah secara melawan hukum untuk
memperoleh keuntungan atau manfaat pribadi dan atau kelompok tertentu yang dapat merugikan
kepentingan umum.
Faktor Politik
Politik merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dapat dilihat ketika terjadi
instabilitas politik, kepentingan politis para pemegang kekuasaan, bahkan ketika meraih dan
mempertahankan kekuasaan. Perilaku korup seperti penyuapan dan politik uang merupakan fenomena
yang sering terjadi.
Faktor Hukum
Faktor hukum bisa dilihat dari dua sisi, di satu sisi dari aspek perundang-undangan dan sisi lain
lemahnya penegakan hukum. Ini bisa meliputi aturan yang diskriminatif dan tidak adil, rumusan yang
tidak jelas-tegas (non lex certa) sehingga multi tafsir, hingga sanksi yang terlalu ringan
Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Selain rendahnya gaji
pegawai, banyak aspek ekonomi lain yang menjadi penyebab terjadinya korupsi, diantaranya adalah
kekuasaan pemerintah yang dibarengi dengan faktor kesempatan bagi pegawai pemerintah untuk
memenuhi kekayaan mereka dan kroninya.
Faktor organisasi
Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, termasuk sistem
pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban korupsi atau di mana korupsi
terjadi biasanya memberi andil terjadinya korupsi karena membuka peluang atau kesempatan untuk
terjadinya korupsi.
Korupsi adalah kejahatan orang profesional yang rakus. Sudah berkecukupan, tapi serakah.
Mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu
datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus.
Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan
itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahannya, atau pihak yang lain yang memberi
kesempatan untuk itu
Kehidupan di kota-kota besar sering mendorong gaya hidup seseong konsumtif. Perilaku
konsumtif bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang
untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu
adalah dengan korupsi.
Aspek Sosial
Perilaku korup dapat terjadi karena dorongan keluarga. Kaum behavioris mengatakan bahwa
lingkungan keluargalah yang secara kuat memberikan dorongan bagi orang untuk korupsi dan
mengalahkan sifat baik seseorang yang sudah menjadi traits pribadinya. Lingkungan dalam hal ini malah
memberikan dorongan dan bukan memberikan hukuman pada orang ketika ia menyalahgunakan
kekuasaannya.
Faktor internal merupakan faktor penyebab korupsi yang datang dari sebab-sebab luar. Ini meliputi
beberapa aspek, yaitu:-
Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi
Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh
segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini pelanggaran korupsi justru terus berjalan
dengan berbagai bentuk. Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi di antaranya adalah:
- Masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama korupsi adalah masyarakat sendiri.
- Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila mereka ikut aktif
dalam agenda pencegahan dan pemberantasan.
Aspek ekonomi
Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal
ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya
dengan melakukan korupsi.
Aspek Politis
Menurut Rahardjo (1983) bahwa kontrol sosial adalah suatu proses yang dilakukan untuk
mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai dengan harapan masyarakat. Kontrol sosial
tersebut dijalankan dengan menggerakkan berbagai aktivitas yang melibatkan penggunaan kekuasaan
negara sebagai suatu lembaga yang diorganisasikan secara politik, melalui lembaga-lembaga yang
dibentuknya. Dengan demikian instabilitas politik, kepentingan politis, meraih dan mempertahankan
kekuasaan sangat potensi menyebabkan perilaku korupsi.
Aspek Organisasi
- Lemahnya pengawasan.
3. Mengapa korupsi sellu terjadi dilingkungan Pejabat negara
Beberapa i faktor-faktor penyebab kepala daerah melakukan korupsi antara lain:
Monopoli kekuasaan
Diskresi kebijakan.
Berdasarkan pernyataan dari informan bahwa hak diskresi melekat pada pejabat publik,
khususnya kepala daerah, artinya diskresi di lakukan karena tidak semua tercakup dalam peraturan
sehingga diperlukan kebijakan untuk memutuskan sesuatu, sehingga apa yang ditarget itu bisa
terpenuhi tanpa harus menunggu adanya aturan yang tersedia, masalahnya kemudian diskresi ini
dipahami secara sangat luas, padahal diskresi itu sangat terbatas, dia hanya bisa diberi ruangnya ketika
tidak ada aturan main dan itu dalam situasi yang sangat mendesak, APBD merupakan dasar pengelolaan
keuangan daerah dalam satu tahun anggaran yang merupakan rencana pelaksanaan Pendapatan Daerah
dan Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu.
Pemungutan penerimaan daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD.
Demikian pula pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Dalam
pelaksanaannya kepala daerah sering dihadapkan pada kenyataan untuk membiayai suatu kegiatan yang
tidak dianggarkan dalam APBD. Informan 1 menjelaskan adanya situasi dimana seorang kepala daerah
mengeluarkan biaya yang tidak ada dalam APBD, oleh sebab itu kepala daerah mencari celah untuk
menciptakan pengeluaran fiktif untuk menutupi biaya tersebut sehingga kepala daerah cenderung
melakukan korupsi untuk kepentingan dinas maupun untuk kepentingan pribadi.
Lemahnya Akuntabilitas.
Dalam wawancara dengan Informan menyatakan kondisi pada saat ini adanya kolusi antara
kepala daerah dengan DPRD terkait dengan kebijakan yang dibuat oleh kepala daerah misalnya masalah
pembuatan perda dan perijinan.termasuk dalam lemahnya akuntabilitas adalah kurang nya transparansi
dalam pengelolaan anggaran, pengelolaan asset dan dalam pengadaan barang dan jasa, sehingga
menyebabkan kepala daerah melakukan tindak pidana korupsi.
Faktor Lainya
Beberapa faktor penyebab kepala daerah melakukan korupsi lainnya antara lain karena biaya
pemilukada langsung yang mahal, kurangnya kompetensi dalam pengelolaan keuangan daerah, kurang
pahamnya peraturan, dan pemahaman terhadap konsep budaya yang salah.
Dari beberapa faktor penyebab korupsi kepala daerah di atas, perlu di lakukan pencegahan dan
pengawasan yang efektif yaitu dengan meningkatkan pembinaan terhadap SPIP di pemerintah daerah.
BPKP sebagai Pembina SPIP telah melakukan sosialisasi dan pembinaan SPIP, bekerjasama dengan KPK,
telah melakukan pencegahan korupsi. BPKP telah melakukan kerjasama dengan aparat penegak hukum
dalam pencegahan dan pengawasan tindak pidana korupsi, namun hasilnya belum optimal, sehingga
harus di tingkatkan di waktu yang akan datang.
4. Sebutkan nama2 koruptor di Indonesia beserta apa yang dikorupsikan! (minimal 30 orang)
1. Jiwasraya Dugaan kasus korupsi yang menjerat PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menjadi sorotan
publik dalam beberapa hari terakhir. Jiwasraya sebelumnya mengalami gagal bayar polis kepada
nasabah terkait investasi Saving Plan sebesar Rp 12,4 triliun. Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di
email kamu. Daftarkan email Produk tersebut adalah asuransi jiwa berbalut investasi hasil kerja sama
dengan sejumlah bank sebagai agen penjual. Akibatnya, negara mengalami kerugian lebih dari Rp 13,7
triliun. "Jadi Rp 13,7 triliun hanya perkiraan awal dan diduga ini akan lebih dari ituKejaksaan Agung
menetapkan lima orang tersangka. Mereka adalah Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny
Tjokrosaputro, mantan Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya Harry Prasetyo, dan Presiden Komisaris
PT Trada Alam Minera Tbk Heru Hidayat, mantan Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya Hendrisman
Rahim dan pensiunan PT Asuransi Jiwasraya Syahmirwan. Baca juga: Perjalanan Jiwasraya, Pionir
Asuransi Jiwa yang Kini Terseok-seok
2. Asabri Selain kasus Jiwasraya, kasus PT Asabri juga menjadi sorotan dalam beberapa waktu terakhir.
Hal itu menyusul pernyataan Menteri Koordinator Bidang Poliitik, Hukum dan Keamanan (Menko
Polhukam) Mahfud MD yang mengatakan ada indikasi korupsi di tubuh Asabri. Meski belum diketahui
secara pasti karena sedang dalam kajian, total kerugian negara diyakini mencapai Rp 10 triliun.
Sepanjang 2019, saham-saham milik Asbari mengalami penurunan sekitar 90 persen.
3. Bank Century Kasus korupsi yang memiliki nilai fantastis berikutnya adalah kasus Bank Century.
Pasalnya, negara mengalami kerugian sebesar Rp 7 triliun. Nilai tersebut berdasarkan Laporan Hasil
Perhitungan (LHP) kerugian negara atas kasus tersebut. Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
(FPJP) ke Bank Century telah menyebabkan kerugian negara Rp 689,394 miliar..
4. Pelindo II Beberapa waktu lalu, BPK telah mengeluarkan laporan kerugian negara akibat kasus dugaan
korupsi di Pelindo. Dalam laporan tersebut diketahui empat proyek di PT Pelindo II menyebabkan
kerugian negara mencapai Rp 6 triliun.
5. Kotawaringin Timur Kasus korupsi yang nilainya cukup fantastis selanjutnya yakni kasus korupsi yang
menyeret Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi. Nilai kerugian negara akibat kasus tersebut hingga Rp
5,8 triliun dan 711.000 dollar AS. Berstatus tersangka, Supian diduga menyalahgunakan wewenang
dalam penerbitan izin usaha pertambangan kepada tiga perusahaan.
6. BLBI Kasus surat keterangan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI) ini terjadi pada 2004 silam
saat Syafruddin mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau yang disebut SKL terhadap Sjamsul
Nursalim selaku pemegang saham pengendali BDNI, yang memiliki kewajiban kepada BPPN. Berdasarkan
audit yang dilakukan BPK, nilai kerugian keuangan negara mencapai 4,58 triliun. Kasus ini turut
menyeret beberapa nama, seperti Syafruddin Arsjad Temenggung dan Sjamsul Nursalim.
7. E-KTP Kasus korupsi KTP elektronik menjadi kasus yang menarik perhatian publik karena nilainya yang
fantastis dan penuh dengan drama. Berdasarkan perhitungan BPK, negara mengalami kerugian sebesar
Rp 2,3 triliun. Beberapa nama besar yang terseret dalam kasus ini adalah mantan Ketua DPR RI Setya
Novanto, Irman Gusman, dan Andi Narogong.
8. Hambalang Kasus korupsi terakhir yang memiliki nilai kerugian tertinggi adalah kasus proyek
Hambalang. Hasil audit BPK menyebutkan bahwa kasus ini mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp
706 miliar. Akibat korupsi tersebut, megaproyek wisma atlet Hambalang mangkrak pada tahun 2012.
9. Soeharto
Mantan Presiden Kedua Soeharto disebut-sebut telah melakukan tindak pidana korupsi terbesar
dalam sejarah dunia. Kekayaan negara yang diduga telah dicuri oleh Soeharto berkisar antara 15
hingga 35 miliar dolar AS atau sekitar Rp 490 triliun.
10.juliari batubara
Di tengah wabah, bekas politikus PDI Perjuangan itu menerima suap lebih dari Rp32 miliar dari rekanan
penyedia bansos di Kemensos. Jatah bansos yang mestinya utuh diterima warga ditilap tiap paketnya.
Sedangkan warga yang mati-matian bertahan di tengah wabah, mendapati jatah bansosnya berkurang,
kualitas yang sudah buruk kian memburuk, dan terpaksa mengolahnya karena hanya itu yang mereka
punya.
Hadi bersama dengan rekannya Direktur Utama PT Erni Putra Terari Tamin Sukardi dinilai terbukti
menyuap Merry Purba sebesar 150 ribu dolar Singapura melalui panitera pengganti Helpandi dan
rencananya ada 130 ribu dolar Singapura yang akan diberikan kepada Sontan Merauke Sinaga selaku
Hakim Anggota I.
16. Tubagus Iman AriyadiWali Kota Cilegon nonaktif Tubagus Iman Ariyadi divonis 6 tahun penjara.
Majelis hakim menyatakan Iman terbukti menerima suap Rp 1,5 miliar terkait izin Amdal di kawasan
industri Cilegon.
17. 7. Pengacara OC Kaligis terkait dengan kasus suap hakim PTUN Medan dari putusan 10 tahun
menjadi 7 tahun penjara.
18. Mantan Ketua DPD Irman Gusman terkait dengan kasus suap pembelian gula impor di Perum Bulog
dari putusan 4 tahun 6 bulan menjadi 3 tahun penjara.
19. Mantan Panitera Pengganti PN Negeri Medan Helpandi dalam kasus menerima hadiah atau janji
terkait dengan putusan perkara di PN Medan dari putusan 7 tahun menjadi 6 tahun penjara.
20. Mantan Anggota DPRD DKI Jakarta M. Sanusi terkait dengan kasus korupsi perizinan reklamasi
Pantai Jakarta dari putusan 10 tahun menjadi 7 tahun penjara.
21. Mantan Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Tarmizi dalam kasus korupsi terkait
dengan penanganan perkara perdata di PN Jaksel dari putusan 4 tahun menjadi 3 tahun penjara.
22. Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar dalam kasus suap terkait dengan impor
daging dari putusan 8 tahun menjadi 7 tahun.
23. Mantan Direktur Utama PT Erni Putra Terari Tamin Sukardi terkait kasus suap penanganan perkara di
PN Medan dari putusan 6 tahun menjadi 5 tahun penjara.
24. Mantan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Maria Manalip dalam kasus suap revitalisasi Pasar
Lirung dan Pasar Beo dari putusan 4 tahun 6 bulan menjadi 2 tahun penjara.
25. Mantan Direktur Pengolahan PT Pertamina Suroso Atmomartoyo dikabulkan PK dengan pidana uang
pengganti dihapus, namun pidana penjara tetap selama 5 tahun. 16. Mantan Panitera Pengganti PN
Bengkulu Badaruddin Bachsin alias Billy terkait dengan kasus perantara suap hakim Pengadilan Tipikor
Bengkulu pada tahap PK menjadi 5 tahun, sebelumnya divonis 8 tahun penjara di tingkat kasasi.
26. Mantan Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra. Pidana penjaranya dikurangi, sebelumnya divonis 5
tahun penjara, tetapi belum ada salinan lengkap.
27. Mantan calon Gubernur Sulawesi Tenggara Asrun, pidana penjaranya dikurangi, tetapi belum ada
salinan lengkap. Sebelumnya divonis 5,5 tahun menjadi 4 tahun penjara dalam putusan PK.
28. Mantan Panitera Pengganti PN Jakarta Utara Rohadi. Mantan Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi
PKB Musa Zainuddin dalam kasus suap infrastruktur..
29.Eko Edi Putranto - Direksi Bank Keinginan Sentosa (BHS)terjerat kasus korupsi Bantuan Likuiditas
Bank Indonesia, senilai 2,6 Triliun.
30. Aa Umbara,Anak Bupati non-aktif Bandung Barat Aa Umbara, terungkap bisa memindahkan pejabat
dengan uang Rp 10 juta dalam sidang kasus korupsi Covid-19.
References
(n.d.). Retrieved from https://osf.io/preprints/inarxiv/gf4vn/