Anda di halaman 1dari 3

GONE Theory

Teori GONE pertama kali dikemukakan oleh Jack bologne tahun 2006.

Greedy atau keserakahan, berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara potensial
ada didalam diri setiap orang;

Opportunity atau kesempatan, berkaitan dengan keadaan organisasi atau instansi atau
masyarakat yang sedemikian rupa,sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang untuk
melakukan kecurangan;

Need atau kebutuhan, berkaitan dengan faktor faktor yang dibutuhkan oleh individu untuk
menunjang hidupnya yang wajar;

Exposures atau pengungkapan , berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang dihadapi
oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan

Tak Pernah Merasa Puas

Korupsi disebut juga corruption by greedy atau korupsi akibat keserakahan karena para
pelaku umumnya sudah berkecukupan secara materil (Kuntadi, 2015). Indivudu melakukan
tindakan korupsi karena tidak adanya rasa puas terhadap apa yang dimiliki. Ketika individu
sudah memiliki setumpuk uang maka mereka berhasrat untuk memiliki uang setinngi gunung.
Hasrat untuk menambah kekayaan tentunya hal yang lumrah bagi setiap individu namun
ketika jalan yang ditempuh adalah dengan cara salah maka hal tersebut tentunya tidak benar

Pembenaran

Pembenaran. Alasan seseorang yang melakukan tindakan korupsi bahwa tindakannya itu
merupakan tindakan yang lazim atau benar menurut dirinya.

Monopoli kekuasaan

Berdasarkan wawancara dengan beberapa informan tentang monopoli kekuasaan di


simpulkan bahwa kepala daerah memiliki kekuasaan yang sangat besar dalam pengelolaan
anggaran APBD, perekrutan pejabat daerah, pemberian ijin sumber daya alam, pengadaan
barang dan jasa dan pembuatan peraturan kepala daerah, dan adanya dinasti kekuasaan, hal
ini menyebabkan kepala daerah melakukan tindak pidana korupsi melalui suap dan gratifikasi

Diskresi kebijakan.

Berdasarkan pernyataan dari informan bahwa hak diskresi melekat pada pejabat publik,
khususnya kepala daerah, artinya diskresi di lakukan karena tidak semua tercakup dalam
peraturan sehingga diperlukan kebijakan untuk memutuskan sesuatu, sehingga apa yang
ditarget itu bisa terpenuhi tanpa harus menunggu adanya aturan yang tersedia, masalahnya
kemudian diskresi ini dipahami secara sangat luas, padahal diskresi itu sangat terbatas, dia
hanya bisa diberi ruangnya ketika tidak ada aturan main dan itu dalam situasi yang sangat
mendesak,

Dalam pelaksanaannya kepala daerah sering dihadapkan pada kenyataan untuk membiayai
suatu kegiatan yang tidak dianggarkan dalam APBD. Informan 1 menjelaskan adanya situasi
dimana seorang kepala daerah mengeluarkan biaya yang tidak ada dalam APBD, oleh sebab
itu kepala daerah mencari celah untuk menciptakan pengeluaran fiktif untuk menutupi biaya
tersebut sehingga kepala daerah cenderung melakukan korupsi untuk kepentingan dinas
maupun untuk kepentingan pribadi.

Lemahnya Akuntabilitas.

Kolusi Eksekutif dan Legislatif dalam Pembuatan Kebijakan yang Koruptif.

Dalam wawancara dengan Informan menyatakan kondisi pada saat ini adanya kolusi antara
kepala daerah dengan DPRD terkait dengan kebijakan yang dibuat oleh kepala daerah
misalnya masalah pembuatan perda dan perijinan.termasuk dalam lemahnya akuntabilitas
adalah kurang nya transparansi dalam pengelolaan anggaran, pengelolaan asset dan dalam
pengadaan barang dan jasa, sehingga menyebabkan kepala daerah melakukan tindak pidana
korupsi.

Gaya hidup

Individu yang mempunyai gaya hidup yang konsumtif tetapi tidak sebanding dengan
pendapatan yang diterima tidak menutup kemungkinan untuk melakukan tindakan
menyimpang yaitu korupsi untuk memenuhi segala kebutuhannya

Tekanan

Tekanan. Merupakan kondisi atau situasi yang mendorong seseorang melakukan tindak
pidana korupsi seperti kesulitan keuangan, situasi kerja yang koruptif, tekanan bentuk lain
seperti tekanan dari atasan.

Hukuman rendah

Hukuman yang rendah (exposes) belum menjamin tidak terulangnya kecurangan tersebut
baik oleh pelaku yang sama maupun oleh pelaku yang lain. Semakin rendah tingkat
hukuman maka semakin tinggi pula potensi seseorang untuk melakukan tindakan fraud.

Lemahnya peraturan
Tindakan korupsi yang terjadi di Indonesia diakibatkan karena ada kelemahan di dalam
peraturan perundang-undangan. Lembaga-lembaga eksekutif seperti bupati walikota dan
lainnya dalam melakukan korupsi anggaran tidak hanya berdiri sendiri tetapi banyak pihak
yang terlibat. Pihak-pihak yang terlibat contohnya seperti dalam penentuan tender
pembangunan. Kasus yang terjadi merupakan penyebab dari lemahnya peraturan perundang-
undangan dan hanya menguntungkan pihak tertentu (Wahyudi dan Sopanah, 2010).

Faktor Lainya

Beberapa faktor penyebab kepala daerah melakukan korupsi lainnya antara lain karena biaya
pemilukada langsung yang mahal, kurangnya kompetensi dalam pengelolaan keuangan
daerah, kurang pahamnya peraturan, dan pemahaman terhadap konsep budaya yang salah.

Dari beberapa faktor penyebab korupsi kepala daerah di atas, perlu di lakukan pencegahan
dan pengawasan yang efektif yaitu dengan meningkatkan pembinaan terhadap SPIP di
pemerintah daerah. BPKP sebagai Pembina SPIP telah melakukan sosialisasi dan pembinaan
SPIP, bekerjasama dengan KPK, telah melakukan pencegahan korupsi. BPKP telah
melakukan kerjasama dengan aparat penegak hukum dalam pencegahan dan pengawasan
tindak pidana korupsi,

Sumber

http://lib.lemhannas.go.id/public/media/catalog/0010121500000011883/swf/1485/files/basic-
html/page8.html

https://www.researchgate.net/publication/328263554_Studi_Tentang_Teori_GONE_dan_Pen
garuhnya_Terhadap_Fraud_Dengan_Idealisme_Pimpinan_Sebagai_Variabel_Moderasi_Stud
i_Pada_Pengadaan_BarangJasa_di_Pemerintahan

http://www.bpkp.go.id/puslitbangwas/konten/2674/16.050-Faktor-Faktor-Penyebab-Kepala-
Daerah-Korupsi

http://repositori.uin-alauddin.ac.id/12231/

Anda mungkin juga menyukai