Disusun Oleh:
H. Umar Faruk 1610313110020
Adi Marta 1610313210001
Muhammad Ridhoni Luthfi Hasan 1610313210039
SI AKUNTANSI C
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2018
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Kode Etik
Dalam Bidang Perpajakan”. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Dr. Wahyudin Nor,
SE, Msi, Ak, CA selaku Dosen mata kuliah Etika Profesi & Binis Universitas Lambung
Mangkurat yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai kode etik dalam bidang perpajakan. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Penyusun
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Etika adalah prinsip moral yang memberikan pegangan bagi tingkah laku
seseorang. Seseorang bertindak secara etis bila memperhatikan dampak dari
tindakannya terhadap lingkungan sosialnya.
Etika merupakan sebuah nilai luhur yang wajib dimiliki oleh setiap individu.Berbicara
perihal etika, apapun bentuknya pastilah berkaitan dengan nilai. Etika adalah yang tak
kasat mata, namun memiliki pengaruh yang luar biasa dalam segala segi kehidupan.
Ketika etika itu dikaitkan dengan perpajakan, maka akan banyak sekali pihak yang
terlibat di dalamnya. Bahkan bisa dikatakan semua pihak ada di dalamnya. Secara
subyektif seluruh warga Negara adalah wajib pajak. Dengan demikian artinya etika
perpajakan ini wajib dimiliki, dimengerti dan diamalkan oleh setiap individu seperti
halnya etika berpakaian dan sebagainya. Pendapatan terbesar Negara ini didapatkan
dari sektor pajak, pajak inilah yang digunakan untuk pembangunan baik sektor
infrastukrtur maupun pembangunan dibidang lainnya. Alangkah kecewanya begitu
mendengar adanya sebuah penyimpangan yang melibatkan antar institusi dinegeri ini
berkaitan dengan pengelolaan pendapatan tersebut. Bagaimana pembangunan dinegara
ini akan akan maju jika pendapatan untuk membangun disalahgunakan untuk
kepentingan pribadi. Apalagi penyimpangan ini sudah dianggap menjadi sebuah tradisi.
Namun sangatlah tidak bijak ketika kita membicarakan etika perpajakan, kita hanya
menunjuk satu pihak saja, misalnya pemerintah yang bertindak sebagai fiskus. Tidak
dapat dipungkiri bahwa fiskus merupakan salah satu actor utama
dalam perpajakan. Namun ada actor utama lainnya, yaitu pegawai pajak, konsultan
pajak dan wajib pajak itu sendiri.
3
Berdasarkan pernyataan di atas, maka kode etik profesi perlu diterapkan dalam setiap
jenis profesi. Kode etik ini menetapkan prinsip dasar dan aturan etika profesi yang
harus diterapkan oleh setiap individu.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang
akan dibahas sebagai berikut:
1. Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Pajak.
2. Kode Etik Konsultan Pajak.
3. Etika Wajib Pajak
C. Tujuan Pembahasan
4
BAB II
PEMBAHASAN
Dasar hukum:
Kode etik pegawai direktorat jenderal pajak diatur dalam PMK No. 1/PM.3/2007.
Peraturan Menteri Keuangan tersebut merupakan sebuah bentuk pelaksanaan
ketentuan Pasal 2 dan Pasal 10 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
29/PMK.01/2007 tentang Pedoman Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil di
Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 71/PMK.01/2007.
5
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
KODE ETIK PEGAWAI
Pasal 2
Pasal 3
6
4. Memberikan pelayanan kepada wajib pajak, sesama pegawai, atau pihak lain dalam
pelaksanaan tugas dengan sebaik-baiknya;
5. Mentaati perintah kedinasan;
6. Bertanggung jawab dalam penggunaan barang inventaris milik direktorat jenderal
pajak;
7. Mentaati ketentuan jam kerja dan tata tertib kantor;
8. Menjadi panutan yang baik bagi masyarakat dalam memenuhi kewajiban
perpajakan;
9. Bersikap, berpenampilan, dan bertutur kata secara sopan.
Pasal 4
BAB III
PELANGGARAN KODE ETIK
Pasal 5
Segala bentuk ucapan, tulisan, atau perbuatan Pegawai yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, merupakan pelanggaran Kode Etik.
7
BAB IV
SANKSI PELANGGARAN KODE ETIK
Pasal 6
1. Pegawai yang melakukan pelanggaran Kode Etik dikenakan sanksi moral dan atau
hukuman disiplin.
2. Pengenaan sanksi moral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara
terbuka atau tertutup.
Konsultan Pajak adalah setiap orang yang dengan keahliannya dan dalam lingkungan
pekerjaannya, secara bebas dan profesional memberikan jasa perpajakan kepada Wajib
Pajak dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
8
Bab II
KEPRIBADIAN KONSULTAN PAJAK INDONESIA
Pasal 2
Pasal 3
Konsultan Pajak Indonesia dilarang :
1) Melakukan kegiatan profesi lain yang terikat dengan pekerjaan sebagai pegawai
negeri, kecuali dibidang riset, pengkajian dan pendidikan;
2) Meminjamkan ijin praktek untuk digunakan oleh pihak lain;
3) Menugaskan karyawannya atau pihak lain yang tidak menguasai pengetahuan
perpajakan untuk bertindak, memberikan nasehat dan menangani urusan perpajakan.
Bab III
HUBUNGAN DENGAN TEMAN SEPROFESI
Pasal 4
Konsultan Pajak Indonesia wajib menjaga hubungan dengan teman seprofesi, dilandasi
sikap saling menghormati, saling menghargai dan saling mempercayai.
Pasal 5
Konsultan Pajak Indonesia dilarang :
1) Menarik pelanggan yang diketahui atau patut dapat diketahui bahwa pelanggan
tersebut merupakan pelanggan Konsultan Pajak lain;
2) Membujuk karyawan dari Konsultan Pajak lain untuk pindah menjadi karyawannya;
9
3) Menerima pelanggan pindahan dari Konsultan Pajak lain tanpa memberitahukan
kepada Konsultan Pajak lain tersebut, dan harus secara jelas dan meyakinkan secara
legal bahwa pelanggan tersebut telah mencabut kuasanya dari Konsultan Pajak lain
tersebut.
Pasal 6
1) Apabila terjadi sengketa sesama anggota IKPI, maka sengketa tersebut diselesaikan
oleh Pengurus Cabang.
2) Apabila penyelesaian sengketa pada ayat (1) tidak diperoleh, sengketa tersebut
diajukan kepada Pengurus Pusat.
3) Apabila penyelesaian sengketa pada ayat (2) belum juga diperoleh, sengketa tersebut
diajukan kepada Dewan Kehormatan.
Bab IV
HUBUNGAN DENGAN WAJIB PAJAK
Pasal 7
Konsultan Pajak Indonesia wajib:
1) Menjunjung tinggi integritas, martabat dan kehormatan :
Dengan memelihara kepercayaan masyarakat.
Bersikap jujur, dan berterus terang tanpa mengorbankan rahasia penerima jasa.
Dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang
jujur, tetapi tidak boleh menerima kecurangan atau mengorbankan prinsip.
Mampu melihat mana yang benar , adil dan mengikuti prinsip obyektivitas dan
kehati hatian .
2) Bersikap profesional:
Senantiasa menggunakan pertimbangan moral dalam pemberian jasa yang
dilakukan.
Senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan dan menghormati kepercayaan
masyarakat dan pemerintah
Melaksanakan kewajibannya dengan penuh kehati hatian, dan mempunyai
kewajiban mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan .
10
3) Menjaga kerahasiaan dalam hubungan dengan Wajib Pajak;
Harus menghormati dan menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh selama
menjalankan jasa nya, dan tidak menggunakan atau mengungkapkan informasi
tersebut tanpa persetujuan, kecuali ada hak atau kewajiban legal professional
yang legal atau hukum atau atas perintah pengadilan untuk mengungkapkannya.
Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf atau karyawan
maupun pihak lain dalam pengawasannya dan pihak lain yang diminta nasihat
dan bantuannya tetap menghormati dan menjaga prinsip kerahasiaan.
Pasal 8
Konsultan Pajak Indonesia dilarang:
1) Memberikan petunjuk atau keterangan yang dapat menyesatkan Wajib Pajak
mengenai pekerjaan yang sedang dilakukan.
2) Memberikan jaminan kepada Wajib Pajak bahwa pekerjaan yang berhubungan
dengan instansi perpajakan pasti dapat diselesaikan .
3) Menetapkan syarat-syarat yang membatasi kebebasan Wajib Pajak untuk pindah
atau memilih konsultan pajak lain.
4) Menerima setiap ajakan dari pihak manapun untuk melakukan tindakan yang
diketahui atau patut diketahui melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan.
5) Menerima permintaan wajib pajak atau pihak lain untuk melakukan rekayasa atau
perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perpajakan
Bab V
PUBLIKASI
Pasal 9
Konsultan Pajak Indonesia wajib mengikuti ketentuan-ketentuan penggunaan papan
nama kantor konsultan pajak sebagai berikut:
1) Nama kantor konsultan pajak yang dicantumkan pada papan nama adalah sesuai
dengan nama yang tercantum dalam ijin praktek dari Menteri Keuangan/Direktur
Jenderal Pajak;
2) Pada papan nama harus dicantumkan nomor ijin praktek Konsultan Pajak;
3) Apabila Konsultan Pajak berbentuk persekutuan, Nomor ijin praktek yang harus
dicantumkan pada papan nama adalah nomor ijin praktek salah seorang dari anggota
persekutuan;
11
4) Ukuran dan warna papan nama disesuaikan dengan kebutuhan.
Pasal 10
Konsultan Pajak Indonesia dilarang memasang iklan untuk mendapatkan pelanggan.
Bab VII
DEWAN KEHORMATAN
Pasal 13
1) Sanksi terhadap pelanggaran Kode Etik berupa :
a. Teguran tertulis;
b. Pemberhentian sementara;
c. Pemberhentian tetap;
2) Sebelum sanksi yang tersebut pada ayat (1) di atas diberikan, anggota IKPI yang
bersangkutan harus diberi kesempatan membela diri dalam rapat Majelis
Kehormatan dan anggota tersebut dapat disertai oleh sebanyak-banyaknya 3 (tiga)
orang anggota IKPI lainnya sebagai pendamping.
3) Dalam hal keputusan sanksi pemberhentian tetap, maka keputusan tersebut baru
berlaku setelah yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk membela diri di
depan Kongres.
4) Keputusan Kongres merupakan keputusan final dan mengikat.
Pada dasarnya etika wajib pajak identik dengan kewajiban wajib pajak yaitu
melaksanakan segala kewajiban perpajaknnya. Secara lebih detail hal itu tertuang
dalam buku panduan wajib pajak, antara lain:
1. Kewajiban mendaftarkan diri
2. Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, Dan Pelaporan
3. Memenuhi panggilan undang-undang, menghadiri pemeriksaan sesuai dengan waktu
yang ditentukan khususnya untuk jenis pemeriksaan kantor;
4. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi
dasarnya, dan dokumen lain yang termasuk data yang dikelola secara elektronik,
yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan
bebas wajib Pajak, atau objek yang terutang Pajak. Khusus untuk pemeriksaan
12
lapangan, wajib pajak wajib memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau
mengunduh data yang dikelola secara elektronik.
5. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu
dan memberi bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan;
6. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atau surat pemberitahuan hasil
pemeriksaan.
7. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh akuntan publik khususnya
untuk jenis pemeriksaan kantor.
8. Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.
Jelas wajib pajak harus menaati aturan perpajakan, itulah etika wajib pajak. Jadi ketika
mereka tidak menaati aturan tersebut, bisa dikatakan kalau mereka telah melanggar
etika perpajakan. Apalagi dengan system self-assessment yang berlaku di Indonesia,
etika wajib pajak mutlak dibutuhkan. Sekali lagi disinilah nilai berlaku. Aturan pajak
dengan segala sanksinya mampu dilanggar oleh wajib pajak, karena tidak adanya nilai
dalam diri mereka.
13
KASUS
Kejaksaan Agung menetapkan Kepala Seksi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya
Gambir Agoeng Pramoedya (AP) sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan
gratifikasi, hadiah, atau janji dalam pengurusan pajak.
PENGEMBANGAN
Kasus tersebut pada awalnya terungkap karena kegiatan yang dilakukan oleh Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ditjen Pajak dalam mengungkap penyalahgunaan faktur
pajak. Perkara ini selanjutnya ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Agung.
Tersangka Jajun Jaenuddin (JJ) diduga sejak Januari 2007 - 2013 telah
menyalahgunakan kewenangan, dalam bentuk menerima suap (gratifikasi) dalam
penjualan faktur pajak dari beberapa perusahaan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Keduanya diduga melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Jajun Jaenuddin (JJ) adalah mantan bawahan Agoeng Pramoedya (AP). Dalam aksinya,
tersangka menggunakan perantara, mulai security perumahan, office boy KPP Madya,
serta tukang jahit.
14
Pegawai pajak ini diduga menerima dana dari pihak-pihak lain melalui rekening yang
bersangkutan di beberapa bank dengan total sebesar Rp 14,162 miliar lebih. Uang
digunakan untuk membeli saham, mobil, properti dan logam mulia.
Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung menetapkan
pengusaha yang menyuap dua pegawai pajak (AP & JJ) sebesar Rp7.145.435.666
menjadi tersangka.
Pemberian yang dilakukan oleh tersangka TL alias HA agar Jajun Jaenuddin (JJ) dan
Agoeng Pramoedya (AP) melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya
yang bertentangan dengan kewajibannya selaku Pegawai Negeri Sipil pada Direktorat
Jenderal Pajak
Tersangka (TL) dikenakan melanggar Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP
15
ANALISIS KASUS :
BAB II
KODE ETIK PEGAWAI
Pasal 3
Dalam kasus ini kedua tersangka Agoeng Pramoedya (AP) dan Jajun Jaenuddin (JJ)
telah melanggar melanggar kode etik Bab II pasal 3 tentang kewajiban yang harus
dilakukan oleh setiap pegawai dengan rincian, sebagai berikut:
1. Tersangka telah melanggar kode etik pasal 3 ayat (2) bahwa kedua tersangka tidak
bekerja secara professional karena telah menerima suap (gratifikasi) dengan total
Rp 14 miliar dari wajib pajak, dan juga tidak transparan dalam melaksanakan
16
tugasnya sebagaimana mestinya dalam pengurusan Pajak Pertambahan Nilai
(PPN),Pajak Penghasilan, serta penyalahgunaan Faktur Pajak dari beberapa
perusahaan termasuk dari pengusaha TL alias HA.
2. Tersangka telah melanggar kode etik pasal 3 ayat (3) bahwa kedua tersangka tidak
mengamankan data yang dimiliki direktorat jenderal pajak berupa faktur pajak yang
mana menjadi bagian dari data direktorat jenderal pajak yang harus dijaga
keamanan nya.
3. Tersangka telah melanggar kode etik pasal 3 ayat (8) kedua tersangka tidak bisa
menjadi panutan yang baik bagi masyarakat maupun pegawai bawahannya karena
tindakan yang dilakukannya tidak mencerminkan sebagai pegawai pajak yang baik.
Pasal 4
Dalam kasus ini kedua tersangka Agoeng Pramoedya (AP) dan Jajun Jaenuddin (JJ)
telah melanggar melanggar kode etik Bab II pasal 4 tentang larangan untuk setiap
pegawai dengan rincian, sebagai berikut:
1. Tersangka telah melanggar kode etik pasal 4 ayat (3). Karena, tersangka telah
menyalahgunakan kewenangan, dalam bentuk menerima suap (gratifikasi) dari
17
beberapa perusahaan terkait penjualan faktur pajak dari beberapa perusahaan baik
secara langsung maupun tidak langsung termasuk dengan pengurusan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan dan Faktur Pajak kepada pengusaha
TL alias HA.
2. Tersangka telah melanggar kode etik pasal 4 ayat (5). Dapat dilihat bahwa
tersangka menerima dana dari pengusaha (TL alias HA) dan pihak-pihak lain
melalui rekening yang bersangkutan di beberapa bank dengan total sebesar Rp
14,162 miliar lebih. Uang digunakan untuk membeli saham, mobil, properti dan
logam mulia.
3. Tersangka telah melanggar kode etik pasal 4 ayat (6). Kedua tersangka telah
menyalahgunakan data dan atau informasi perpajakan yaitu pengurusan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan dan Faktur Pajak.
4. Tersangka telah melanggar kode etik pasal 4 ayat (8). Kedua tersangka telah
melakukan perbuatan tidak terpuji yang bertentangan dengan norma kesusilaan
yaitu bertindak dan berperilaku tidak jujur dalam bekerja sebagai pegawai
direktorat jenderal pajak dan merusak citra serta martabat direktorat jenderal pajak
karena kedua tersangka melakukan tindak pidana korupsi atau menerima suap dari
beberapa perusahaan terkait pengurusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak
Penghasilan, dan faktur pajak.
18
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Setiap profesi yang memberikan pelayanan jasa pada masyarakat harus memiliki
kode etik yang mengatur tentang etika profesi.
2. Dalam menjalankan profesi apapun itu, sangat diperlukan ketaatan terhadap etika
dan prinsip-prinsip yang sudah diatur dalam setiap profesi agar tugas pokok dan
fungsi dari profesi itu sendiri dapat terlaksana sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dan agar semua pihak yang terkait dengan profesi itu sendiri baik
masyarakat maupun para penyedia layanan tidak ada yang dirugikan sebagai
akibat dari ketidaktaatan para penyedia layanan pada kode etik profesi mereka
sendiri.
3. Adapun profesi sebagai praktisi pajak yang secara langsung melayani masyarakat
di bidang perpajakan memiliki tanggung jawab untuk menjalankan sistem pajak
yang baik dan kuat yang terdiri dari entitas administrasi pajak, kongres,
administrasi dan komunitas praktisi. Selain itu juga praktisi pajak memiliki
tanggung jawab untuk melayani publik dengan penuh loyalitas dan tetap menjaga
kerahasiaan kliennya, serta tidak menyajikan informasi yang salah pada
pemerintah.
4. Wajib pajak harus menaati aturan perpajakan yang berlaku, ketika mereka tidak
menaati aturan tersebut, bisa dikatakan kalau mereka telah melanggar etika
perpajakan. Apalagi dengan system self-assessment yang berlaku di Indonesia,
etika wajib pajak mutlak dibutuhkan.
19
DAFTAR PUSTAKA
- http://aampi.blogspot.co.id/2014/08/kode-etik-pegawai-direktorat-jenderal.html
- https://adiearrafik.wordpress.com/2013/06/22/etika-bisnis-dan-profesi-etika-dalam-
perpajakan/
- https://news.detik.com/berita/d-3709949/kejagung-tahan-pemberi-suap-rp-14-miliar-
ke-pns-pajak
- https://sarwoajiwicaksono.wordpress.com/2010/04/13/ikatan-konsultan-pajak-
indonesia-kode-etik/
- http://poskotanews.com/2017/08/21/terima-hadiah-pejabat-pajak-jadi-tersangka/
20