Anda di halaman 1dari 10

Pajak Atas Penyusutan

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pengertian Perencanaan Pajak
Secara garis besar pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning) menurut Mohammad
Zain dalam bukunya Manajemen Perpajakan (2005:43) menyebutkan bahwa: Perencanaan
Pajak (Tax Planning) adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak atau sekelompok
wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya, baik pajak penghasilan
maupun pajak lainnya, berada dalam posisi yang paling minimal, sepanjang hal ini
dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Adapun pengertian Perencanaan Pajak (Tax Planning) menurut Nur Hidayat dalam
artikel Tax
PlanningBukan
Untuk
Hindari
Pajak (2005:1) menyebutkan
bahwa: Perencanaan Pajak (Tax Planning) adalah upaya menekan jumlah kewajiban
pajak dengan cara legal.
Dari kedua definisi diatas dapat disimpulkan bahwa perencanaan pajak adalah upaya untuk
mengatur pembayaran pajak atau meminimalkan kewajiban pajak dengan tidak melanggar
peraturan perundang-undangan yang berlaku, agar pajak yang dibayar tidak lebih dari jumlah
yang seharusnya.
Pada umumnya, perencanaan pajak (tax planning) merujuk kepada proses merekayasa usaha
dan transaksi Wajib Pajak agar utang pajak berada dalam jumlah yang minimal, tetapi masih
dalam bingkai peraturan perpajakan.
Suatu perencanaan pajak yang tepat akan menghasilkan beban pajak minimal yang
merupakan hasil dari perbuatan penghematan pajak atau penghindaran pajak, bukan karena
penyelundupan pajak yang tidak berdasarkan pada peraturan perundang-undangan
perpajakan.

2.1.2 Pengertian Penyusutan


Pengertian penyusutan atau depresiasi menurut Zaki Baridwan, (2004:305) depresiasi
adalah sebagian dari harga perolehan aktiva tetap yang secara sistematis dialokasikan
menjadi biaya stai periode akuntansi.
Menurut PSAK No. 17 (2004.17.1) Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aktiva yang
dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi. Penyusutan untuk periode
akuntansi dibebankan ke pendapatan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Sedangkan yang dimaksud dengan penyusutan menurut Akuntansi Perpajakan terapan adalah
sebagai berikut : Proses alokasi sebagian harga perolehan aktiva menjadi biaya
(costallocation), sehingga biaya tersebut mengurangi laba usaha (Prabowo, Yusdianto,
Op.cit, Hal 22)
Dimana, aktiva yang dapat disusutkan adalah aktiva yang:
a.

Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode

b.

Memiliki suatu manfaat yang terbatas

c. Ditahan oleh suatu perusahaan untuk digunakan dalam produksi atau memasok barang
dan jasa, untuk disewakan atau untuk tujuan administrasi.
Penting bagi kita untuk memperhatikan akuntansi penyusutan terhadap akuntansi tetap,
karena penyusutan merupakan pengalokasian biaya. Karena kesalahan dalam pengalokasian
biaya akan mempengaruhi perhitungan laba rugi.

2.1.3 Kebijakan Pajak untuk Penyusutan


Kebijakan pajak untuk bagian penyusutan harus mempertimbangkan 3 (tiga) hal, yaitu: (Erly
Suandy, Perencanaan Pajak, Edisi 3, Salemba empat, Jakarta, 2006, Hal 30)
a.

Keadilan pajak (tax equity)

Untuk keadilan pajak perlu diperhatikan jenis kegiatan dari wajib pajak, apakah termasuk
perusahaan manufaktur atau perusahaan jasa. Dan juga harus memperhatikan struktur
modalnya, apakah termasuk padat modal (capital intensive) atau padat karya (labour
intensive). Dengan adanya penyusutan, maka perusahaan manufaktur dan jenis usaha yang
padat modal (capital intensive) akan lebih diuntungkan dibandingkan perusahaan jasa
ataupun jenis usaha padat karya (labor intensive).
b.

Kebijakan ekonomi (economy policy)

Dengan adanya penyusutan membawa akibat pada peningkatan investasi (capital growth).
Jika penyusutan besar maka laba setelah pajak juga besar, pengembalian atas investasi (return
on investment-ROI) besar, sehingga pada akhirnya menyebabkam arus kas menjadi tinggi.
Menurut ketentuan perpajakan, perhitungan penyusutan dimulia pada tahun perolehan. Secara
ekonomis dapat diatur dengan peraturan tertentu secara selektif, untuk mendorong atau
menghambat suatu peningkatan modal. Penyusutan secara selektif dapat dibedakan menjadi:
1) Penyusutan untuk barang baru atau barang bekas
2) Penyusutan berdasarkan jenis industry tertentu
3) Penyusutan berdasarkan jenis asset
4) Penyusutan berdasarkan lokasi (terpencil)

c.

Administrasi (administration)

Secara administrasi penyusutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu sederhana dan kompleks.
Pemilihan jenis penyusutan, baik yang sederhana ataupun yang komplek, tergantung pada
beberapa hal, seperti besarnya biaya administrasi, sumberdaya manusia, dan kepatuhan dari
Wajib Pajak.

2.1.4. Karakteristik Dari Aset yang Dapat Disusutkan


Karakteristik dari asset yang dapat disusutkan adalah:
a.

Digunakan dalam kegiatan usaha

Aset yang boleh disusutkan adalah asset yang dipakai dalam usaha atau menjalankan usaha.
Aset ini dapat dibedakan menjadi asset bisnis, asset campuran, dan asset pribadi.
Untuk asset bisnis dapat disustkan semuanya, sedangkan untuk aset campuran boleh
disusutkan sebagian sesuai dengan yang digunakan dalam kegiatan usaha.
b. Nilainya menurun secara bertahap
Nilai asset yang dapat disusutkan harus menurun secara bertahap, baik karena semakin buruk
fisiknya atau karena faktor kualitas.
Kalau nilainya tidak menurun secara bertahap makan tidak dapat disusutkan tetapi langsung
dibiayakan, sedangkan untuk aset yang tidak dapat disusutkan adalah tanah, asset pendanaan,
barang dagangan dan persediaan.
c.

Aset berwujud dan asset tidak berwujud

Aset berwujud maupun asset tidak berwujud yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode
yang disusutkan.
Untuk asset yang tidak berwujud penyusutannya disebut dengan amortisasi.
d. Piihak yang berhak melakukan penyusutan
Pihak yang berhak melakukan pemyusutan adalah:
1) Pihak yang menggunakan asset tersebut untuk kegiatan usaha
2) Pemilik, dapat dibagi menjadi:
a) Legal owner
b) Beneficial owner
e.

Saat dilakukan penyusutan

Secara umum dapat dilakukan adalah saat digunakan, tetapi adakalanya pada tahun
perolehan.

f.

Dasar untuk melakukan penyusutan

Pada umumnya dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:


1) Harga perolehan (historical cost)
Termasuk didalamnya adalah harga, ongkos dan pajak. Pajak yang dapat dikreditkan, seperti
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dapat dikreditkan dengan pajak keluaran yang tidak
termasuk dalam harga perolehan.
2) Harga pergantian (replacement cost)
Pada prinsipnya harga perhgantian tidak diperkenankan, Karen untuk kepentingan pencatatan
menggunakan harga perolehan.
3) Revaluasi (revaluation)
Suatu asset yang telah direvaluasi biasanya disusutkan berdasarkan nilai revaluasinya.

2.1.5. Penyusutan yang Dipercepat


Penyusutan dapat dipercepat untuk dapat meningkatkan arus kas. Karena
penyusutannya besar, maka pajak yang akan dibayar lebih kecil dan pengembalian atas
investasi menjadi tinggi.
Metode yang dapat digunakan adalah:
a.

Dipercepat (accelerated)

Terdapat dua cara utama dalam penyusutan tercepat, yaitu:


1) Metode saldo menurun ganda (double declining balance method)
Metode saldo menurun ganda sering disebut metode penyusutan yang dipercepat
(accelerated depreciation method). Metode ini sering kali digunakan dengan pertimbangan
bahwa biaya pemeliharaan dan perbaikan asset tetap akan cenderung meningkat dengan
bertambahnya usia aset tetap. Oleh karena itu, berkurangnya jumlah penyusutan pada tahuntahun berikutnya dalam metode ini akan diimbangi dengan peningkatan beban pemeliharaan
dan perbaikan
Metode saldo menurun ganda menggunakan nilai buku untuk menghitung penyusutan,
penyusutan yang diterapkan pada nilai buku adalah 40% pertahun atau dua kali lipat (dobel)
dari garis lurus yaitu 20% per tahun.
2) Metode jumlah angka tahunan (sum of the year digits method).
Metode penyusutan ini menghasilkan tarif penyusutan yang menurun dengan dasarpenurunan
pecahan dari nilai yang dapat disusutkan yakni harga perolehan dikurang dengannilai sisa dan
setiap pecahan menggunakan jumlah tahun sebagai bilangan penyebut.

Misalnya jika kita memiliki umur pakai selama 4 tahun, sehingga kita menambahkan 1 + 2 +
3 + 4 = 10. kemudian penyusuta akan menjadi 4/10 tahun pertama, 3/10 tahun kedua, 2/10
tahun ketiga dan 1/10 tahun keempat. Sehingga jika harga beli 5000 dikurangi nilai sisa 1000,
hasil yang diperoleh 4000. maka untuk tahun pertama 4/10 dari 4000 adalah 1600; tahun
kedua 3/10 dari 4000 adalah 1200; tahun ketiga 2/10 dari 4000 adalah 800; tahun ke empat
1/10 dari 4000 adalah 400. (Merlina Hamadi)

b. Memperpendek umur (shorted life)


Dengan umur yang menjadi pendek maka unsur pembagi yang digunakan
untuk menentukan nilai aktiva menjadi lebih kecil, sehingga penyusutan menjadi lebihbesar.
c.

Bebas (Arbitrary deduction)

2.1.6. Penyusutan Berdasarkan Peraturan Perpajakan


Sebagaimana telah diatur dalam pasal 9 ayat (2) UU PPh bahwa pengeluaran untuk
mendapatkan manfaat, menagih, dan memelihara penghasilanyang mempunyai masa manfaat
lebih dari satu tahun tidak boleh dibebankan sekaligus, melainkan melalui penyusutan. Hal
ini sesuai dengan kelaziman dunia usaha dan selaras dengan prinsip penandingan antara
pengeluaran dan penerimaan ( matching cost againsts revenue ).
Dalam ketentuan ini pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan mempertahankan
penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, tidak dapat diperkurangkan
sebagai biaya sekaligus pada tahun pengeluarannya. Namun demikian, dalam perhitungan
dan penerapan tariff penyusutan untuk keperluan pajak, perlu diperhatikan dasar hukum
penyusutan fiscal, karena dapat berbeda dengan penyusutan untuk akuntansi.
Mulai tahun 1995 ketentuan fiskal mengharuskan penyusutan harta tetap dilakukan secara
individual per aset, tidak lagi secara gabungan ( berdasarkan golongan ) seperti yang berlaku
sebelumnya kecuali untuk alat-alat kecil yang sama atau sejenis masih boleh menggunakan
penyusutan secara golongan.
Saat Mulainya Penyusutan
Undang-undang Pajak Penghasilan secara khusus dan eksplisit menetapkan saat dimulainya
penyusutan fiskal adalah pada bulan perolehan. Penyusutan fiskal harus dilakukan sebulan
penuh. Pengecualian dari ketentuan ini hanya dapat terjadi karena hal-hal berikut:
a.

Harta / aset yang masih dalam proses pengerjaan

Untuk harta / aset dalam proses pengerjaan , penyusutan dimulai pada tahun selesainya
pekerjaan tersebut. Jadi, walaupun pada umumnya penyusutan atas aset dimulai pada tahun

perolehan tetapi untuk harta /aset yang pengerjaannya memerlukan waktu lebuh dari satu
tahun, perhitungan penyusutan dimulai saat selesaunya harta/ aset yang bersangkutan.
b. Harta / aset dalam usaha sewa guna usaha
Penyusutan terhadap harta dalam sewa guna usaha khususnya sewa guna usaha tanpa hak
opsi dimulai pada bulan harta tersebut disewagunausahakan.

c.

Wajib Pajak yang mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak, apabila tidak mengikuti
prinsip umum penyusutan. Misalnya penyusutan baru dilakukan pada tahun harta / aset
tersebut menghasilkan.
Pengelompokan Harta berwujud
Dalam sistem penyusutan menurut UU PPh, semua aset tetap berwujud yang memenuhi
syarat penyusutan fiskal harus dikelompokkan terlebih dahulu menjadi dua golongan :
a.

Harta berwujud kelompok bukan bangunan

b. Harta berwujud kelompok bangunan


Harta berwujud bukan bangunan dikelompokkan menurut masa manfaatnya sebagai berikut :
Kelompok Bukan Bangunan

Masa manfaat

Kelompok 1

4 Tahun

Kelompok 2

8 Tahun

Kelompok 3

16 Tahun

Kelompok 4

20 Tahun

Harta berwujud bangunan dikelompokkan menurut masa manfaatnya sebagai berikut :


Kelompok Bangunan

Masa manfaat

Bangunan Permanen

20 tahun

Bangunan Tidak Permanen

10 tahun

Metode dan Tarif Penyusutan Fiskal


Mulai tahun 1995 Wajib Pajak diperkenankan untuk memilih metode penyusutan fiskal untuk
aset tetap berwujud bukan bangunan, yaitu metode saldo menurun ganda atau metode garis

lurus. Metode mana yang akan dipakai bergantung pada Wajib Pajak, sepanjang dilaksanakan
dengan taat asas. Satu yang perlu dicatat adalah bahwa metode yang dipilih harus diterapkan
terhadap seluruh kelompok harta.
Maksudnya, Wajib Pajak tidak dapat menggunakan metode saldo menurun terhadap
kelompok yang satu dan menerapkan metode garis lurus terhadap kelompok lainnya.
TARIF PENYUSUTAN UNTUK ASET TETAP BUKAN BANGUNAN
Tarif Penyusutan
Kelompok Bukan
Bangunan

Metode Garis Metode


Lurus
Menurun

Kelompok 1

25,00 %

50,00%

Kelompok 2

12,50 %

25,00%

Kelompok 3

6,25 %

12,50%

Kelompok 4

5,00 %

10,00%

Saldo

TARIF PENYUSUTAN UNTUK ASET TETAP BERUPA BANGUNAN


Kelompok Bangunan

Tarif
Penyusutan
(Metode Garis Lurus )

Bangunan Permanen

5%

Bangunan Tidak Permanen

10%

2.1.7. Penyusutan Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan


Aset tetap dan akuntansi penyusutan diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK)
didalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 16 tentang Aset Tetap dan
Aset Lain-lain , PSAK Nomor 17 tentang Akuntansi Penyusutan.

Metode Penyusutan
Penyusutan dapat dilakukan dengan berbagai metode yang dapat dikelompokkan menurut
kriteria berikut :
a.

Berdasarkan waktu

1)

Metode Garis Lurus

2) Metode pembebanan yang menurun :


a)

Metode jumlah angka tahun

b) Metode saldo menurun/ saldo menurun ganda


b. Berdasarkan penggunaan
1) Metode jam jasa
2) Metode jumlah unit
c.

Berdasarkan kriteria lainnya

1) Metode berdasarkan jenis dan kelompok


2) Metode anuitas
3) Sistem persediaan
Perubahan metode penyusutan harus diperlakukan sebagai suatu kebijakan akuntansi dan
dilaporkan sesuai dengan PSAK Nomor 25 tentang laba atau rugi bersih untuk periode
berjalan, kesalahan mendasar dan perubahan kebijakan akuntansi dan beban penyusutan
untuk periode sekarang dan masa yang akan datang harus disesuaikan.

2.2

Analisis Masalah

2.2.1 Contoh
Soal Perencanan
Pajak
Atas
Penyusutan

Tahun
1

Metode Penyusutan
Garis Lurus

Saldo Menurun

250.000.000

500.000.000

250.000.000
250.000.000
PT.
Abdi 2
membeli asset tetap
3
250.000.000
125.000.000
berupa
mesin,
dengan
harga 4
250.000.000
125.000.000
perolehan
Rp
Akum. Penyusutan 1.000.000.000
1.000.000.000
1.000.00.000. Mesin
tersebut dlam asset
tetap kelompok 1. Besarnya beban penyusutan dapat dilihat pada Tabel.

Dari table 1 dapat dilihat bahwa besarnya beban penyusutan oer tahun berbeda-beda
tetapi pada akhir masa manfaat (tahun ke-4) jumlah akumulasi penyusutan adalah sama.
Sehingga dalam perpajakan perbedaan besarnya beban penyusutan ini dikenal dengan istilah
beda waktu/beda sementara (timing difference/temporary difference). Walaupun berdasarkan
nilai nominal pada akhir masa manfaat bsarnya akumulasi beban penyusutan sama, namun
jika ditinjau dari nilai tunai (present value) jumlahnya akan menjadi berbeda.
Dalam contoh ini, untuk mengetahui nilai tunai (present value) tingkat diskon yang
digunakan adalah 20%. (Lihat tabel).
Metode Penyusutan
Tahun

Garis lurus

Saldo Menurun

Tingkat diskon

Nominal PV

PV

Nominal PV

PV

(20%)

250.000.000

208.333.333,30

500.000.000

416.666.666,70

0,833333

250.000.000

173.611.111,10

250.000.000

173.611.111,10

0,694444

250.000.000

144.675.925,90

125.000.000

72.337.963,00

0,578703

250.000.000

120.563.271,60

125.000.000

60.281.635,80

0,482253

1.000.000.000

647.183.641,90

1.000.000.000

722.897.376,60

Dari table diatas dapat dilihat bahwa mesin yang pada saat perolehannya sebesar Rp
1.000.000.000,00 dan pada akhir masa manfaat (tahun ke-4) dengan discount factor 20%
jumlah nilai tunai (present value) dari akumulasi beban penyusutan mesin dengan
menggunakan metode garis lurus sebesar Rp 647.183.642 dan menggunakan metode saldo
menurun sebesar Rp 722.897.76,50
Tabel (Perbandingan besar penghematan pajak antara mertode garis lurus dan metode saldo
menurun dengan tingkat diskonto 20%.
Garis lurus (Rp)
Ket

Nominal PV

Saldo Menurun (Rp)


PV
(Tingkat
20%)

Nominal PV
diskon

PV
(Tingkat
20%)

diskon

1.000.000

1.000.000.000

500.000.000

416.666.666,70

1.000.000

647.183.641,98

1.000.000.000

722.897.376,54

300.000.000

194.115.092,59

300.000.000

216.869.212,96

Penghematan pajak = Rp 216.869.212,96 Rp 194.115.092,59 = Rp 22.714.120,37

Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh besarnya penghematan pajak yang dapat dilakukan
jika perusahaan memilih metode saldo menurun dalam menghitung besarnya beban
peyusutan. Tarif pajak yang digunakan adalah tarif pajak tertiggi yaitu 30% karena
diasumsikan bahwa perusahaan telah mencapai laba di atas Rp 100.000.000. Dengan tingkat
diskon 20% besar penghematan pajak adalah Rp 216.869.212,96 Rp 194.115.092,59 = Rp
22.714.120,37.

Anda mungkin juga menyukai