Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH KELOMPOK 3

ANALISIS DISINTEGRASI ORGANISASI PAPUA MERDEKA


Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu : Prof.Dr.Hj.Ieke Sartika Iriany.MS

Disusun Oleh:
Fikri Mochamad Fauzan (24031120011)
Mochamad Rifki Permana (24031120042)
Daniah Yumna (24031120008)
Muhamad Novval Jalaludin (24031120018)
Muhammad Ismail Septiana (24031120069)

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GARUT
GARUT
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur ke Hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya
kepada kita semua khususnya kepada penulis makalah ini sehingga dapat menyelsaikan
tugasnya dalam membuat makalah. Sholawat serta salamnya semoga dilimpahkan kepada
junjunan kita Nabi Besar Muhammad SAW kepada keluarganya, sahabatnya, serta orang-orang
yang taat pada ajarannya.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangannya, baik
dalam penyusunan maupun dalam tutur bahasanya. Namun penulis tetap mengharapkan dan
semoga makalah ini dapat memberi manfaat pada semua yang berkepentingan, khususnya bagi
penulis sendiri.

Untuk itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis harapkan sebagai
landasan penyusun makalah selanjutnya. Semoga makalah yang sederhana ini mencapai tujuan
yang dimaksud dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Garut, 04 Maret 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................
DAFTAR ISI .......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................
2.1 Ancaman Disintegrasi OPM ...................................................................................
2.2 Penyebab Disintegrasi Konflik OPM......................................................................
2.3 Solusi Mengatasi Konflik Disintegrasi OPM .........................................................
BAB III PENUTUP ............................................................................................................
3.1 Kesimpulan .............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Papua yang terletak di wilayah paling timur dari kesatuan Republik Indonesia masuk dalam
NKRI pada tanggal 19 Nopember 1969 melalui resolusi PBB No. 2504. Hal ini sekaligus
menjadi pengakuan atas integrasi Papua ke Indonesia menurut hukum internasional.
Selanjutnya, Papua menjadi daerah otonom yang absah bagi Indonesia pada tahun yang
sama melalui UU No.12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Daerah Otonomi Irian Barat dan
Kabupaten-Kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat.
Akan tetapi sejak menjadi bagian NKRI, sebagian penduduk Papua merasa kurang puas
karena secara fakta mereka masih marginal dan miskin. Papua yang luasnya empat kali lipat
pulau Jawa dan memiliki sumber daya alam yang sangat besar seharusnya mampu membuat
rakyatnya hidup sejahtera. Kondisi kemiskinan tersebut tampak pada terisolirnya kehidupan
sekitar 74% penduduk Papua. Tempat tinggal mereka tidak memiliki akses sarana
transportasi ke pusat pelayanan ekonomi, pemerintahan dan pelayanan sosial.
Ketidakpuasan secara ekonomis itulah, yang memunculkan semangat untuk memerdekakan
diri. Pemerintah Pusat dinilai gagal dalam membangun kesejahteraan di Papua, apalagi
dengan diadakannya Operasi Militer oleh Pemerintah Pusat untuk mengatasi pemberontakan
separatisme di Papua yang dalam faktanya justru banyak menimbulkan pelanggaran HAM.
Hal ini memperkuat rakyat Papua berkeinginan untuk melepaskan diri dari NKRI.
Separatisme di Papua dimotori oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang disusul
pembentukan Presidium Dewan Papua (PDP). Gerakan ini telah ada sejak 1965 dengan
melakukan aktifitas secara sporadis dalam gerakan militer yang melibatkan masyarakat.
Perlawanan yang dilakukan OPM ditandai dengan penyanderaan, demonstrasi massa,
pengibaran bendera, penempelan pamflet, aksi pengrusakan dan pelanggaran lintas batas
negara.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Ancaman Disintegrasi OPM ?
2. Faktor penyebab disintegrasi konflik OPM ?
3. Solusi konflik disintegrasi ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan dan agar mahasiswa mengetahui tentang apa saja pembahasan
disintegrasi ancaman organisasi papua merdeka, sedangkan manfaat dari penulisan makalah
adalah untuk menambah wawasan sehingga mahasiswa dapat memahami ancaman
disintegrasi yang ada di Indonesia salah satunya konflik di Papua ini.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ancaman Disintegrasi Organisasi Papua Merdeka

OPM lahir di Irian Jaya dari dua faksi utama pimpinan Terianus Aronggear, SE dan Aser
Demotekay pada tahun 1964 dan tahun 1963. Sebagai organisasi OPM kegiatannya
terbagi dua yaitu kegiatan politik dan kegiatan militer. Kegiatan politik kemudian terus
dilanjutkan di luar negeri sedangkan kegiatan militer dilakukan di Irian Jaya. Secara
keseluruhan kegiatan politik di luar negeri kurang efektif sebab terjadi perpecahan antara
para pemimpin politik OPM dari segi orientasinya ada yang pro-Barat dan ada yang
berorientasi ke neo-Marxis/Sosialis. Perpecahan ini jelas mempengaruni faksi militer di
Irian Jaya sehingga kegiatan mereka lemah dan mudah dipatahkan oleh Pemerintah atau
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.
Organisasi Papua Merdeka (OPM) merupakan gerakan separatis yang dibentuk pada
tahun 1965 dengan tujuan memisahkan diri dari kedaulatan NKRI pada saat itu.
Organisasi ini terbentuk akibat perasaan bahwa Papua sama sekali tidak memiliki
hubungan sejarah dengan Indonesia. Gerakan ini mengklaim bahwa Papua adalah
wilayah otonom yang seharusnya menjadi sebuah negara berdaulat dengan
pemerintahan sendiri.
Pemberontakan OPM merupakan hadangan terhadap proses integrasi di Irian Jaya yang
lebih banyak diwarnai oleh dimensi yang horizontal, yaitu suatu tujuan untuk mengurangi
diskontinuitas dan ketegangan kultur kedaerahan dalam rangka proses penciptaan suatu
masyarakat politik yang homogen.
Pemberontakan OPM dapat digolongkan ke dalam beberapa tindakan sebagai aksi
perlawanan fisik bersenjata atau aksi militer yang dilakukan secara sporadis, aksi
penyanderaan, aksi demonstrasi massa, aksi pengibaran bendera Papua Barat, aksi
penempelan dan pengebaran pamflet/selebaran, aksi rapat-rapat politik dan
pembentukan organisasi perjuangan lokal, aksi pelintasan perbatasan ke Papua New
Guinea, aksi pengrusakan/pembongkaran.
Dalam tinta emas sejarah Indonesia, pembebasan Irian Barat yang kemudian menjadi
wilayah kedaulatan NKRI pada tahun 1963 merupakan otentifikasi kerasnya perjuangan
bangsa Indonesia atas kemerdekaan. Namun ironisnya, dua tahun berselang, gerakan
separatis Papua muncul dan ini mengancam integrasi wilayah NKRI.

2.2 Faktor Penyebab Disintegrasi Konflik OPM

1. Sejarah integrasi dan status identitas politik, konflik Papua di dasarkan pada adanya
perbedaan cara pandang antara nasionalis Indonesia dan nasionalis Papua atas sejarah
peralihan kekuasaan Papua dari Belanda ke Indonesia. Nasionalis Indonesia memandang
polemik penyerahan kekuasaan dan status politik Papua telah selesai dengan adanya
PEPERA 1969 dan di terimanya hasil penentuan tersebut oleh majelis umum sidang
PBB. Sementara, nasionalis Papua berpandangan PEPERA 1969 itu sendiri terjadi
banyak kecurangan yang di lakukan oleh pemerintah Indonesia, kala itu termasuk dalam
1.025 perwakilan warga.Terlebih nasionalis Papua berpegang pada insiden 1 Desember
1961.
2. Problem kekerasan politik dan pelanggaran HAM. LIPI mencatat problem ini
muncul sebagai ekses dari pandangan dari keutuhan NKRI harga mati dan gagasan
memisahkan diri merupakan tindakan melawan hukum yang di kemudian di
identifikasikan secara militeristik sehingga upaya tersebut diartikan dengan menggunakan
pendekatan keamanan sebagai solusi untuk mengakhiri perbedaan. Hasilnya rakyat
Papua mengalami kekerasan politik dan terlanggar hak asasinya akibat pelaksanaan
tugas memerangi organisasi Papua Merdeka (OPM). Negara seharusnya hadir sebagai
institusi yang mensejahterahkan justru muncul sebagai sosok yang berwajah sangar.

3. Problem kegagalan pembangunan. Topik pembangunan di jadikan salah satu isu utama
yang menjadi akar konflik di Papua di karenakan adanya ketimpangan yang terjadi
ekonomi dan pembangunan, jika di bandingkan dengan daerah lain, lalu diskriminasi
kebijakan pusat ke daerah dan eksploitasi besar-besaran yang di lakukan terhadap
kekayaan alam Papua adalah beberapa hal yang menjadikan pemerintah gagal
melakukan pembangunan di Papua. Ironisnya, data menunjukan pembangunan ekonomi
justru lebih banyak di lakukan di era sebelum dari pada setelah pelaksanaan otsus.
kondisi ini di perparah dengan adanya tingkat kecemburuan sosial yang tinggi antara
penduduk asli dan pendatang atas penguasaan sektor perekonomian.

4. Persoalan marginalisasi orang Papua dan inkonsistensi kebijakan otsus. Seperti juga
telah di singgung Amich Alhumami, praktek marginalisai dapat jelas terlihat di Papua. Tim
LIPI menjelaskan marginalisasi dapat di lihat pada aspek demografi, sosial politik, sosial
ekonomi dan sosial budaya, seringkali di identikan dengan kegiatan separatisme.
Sedangkan dari bidang politik terutama di era orde baru, orang Papua tercatat beberapa
kali menduduki jabatan gubernur

2.3 Solusi Mengatasi Konflik Disintegrasi OPM

Mengambil langkah tegas menangkap dan menghukum aktor intelektual pencipta


kerusuhan di Papua, Pemerintah harus berani mengambil langkah tegas menegakkan
hukum atas provokasi dan tindakan yang ingin memecah belah masyarakat. berkomitmen
dan mengaplikasikan program penegakan HAM dan perlindungan hak sosial dasar
masyarakat Papua, menurunkan tensi kebijakan militerisme dalam penanganan Papua.
Militerisme hanya akan melahirkan perlawanan bersenjata yang lebih militan dari
kelompok-kelompok yang menolak kebijakan pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat yang gencar dilakukan oleh pemerintah pusat.
Pemerintah pusat wajib menjaga martabat dan kehormatan masyarakat Papua yang
selama kurun 30-an tahun termarjinalisasi oleh politik keberpihakan terhadap kepentingan
modalasing.
Hargai hak sosiokultural masyarakat Papua. Papua telah berjasa menggerakkan turbin
anggaran negara melalui pajak sumber daya alam yang dieksploitasi korporasi. Papua
masyarakatnya beradab dan menghargai entitas masyarakat yang lain. Muliakan mereka
dengan program dan kebijakan yang memiliki pemanusiaan manusia.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada hakekatnya pemberontakan OPM masih mempengaruhi pembentukan integrasi


politik yang mantap di Irian Jaya, hal mana dapat dilihat dari sikap dan dukungan yang
diberikan oleh rakyat Irian Jaya terhadap OPM sehingga timbul berbagai aksi
pemberontakan secara sporadis dalam kurun waktu 20 tahun dan OPM lebih mampu
mensosialisasikan nilai-nilai "nasionalis
Papua" sebagai ideologi OPM kepada rakyat Irian Jaya.
Oleh karena itu untuk mewujudkan integrasi politik yang mantap di Irian disarankan
agar terlebih dulu menghilangkan ideologi OPM serta melakukan pendekatan "cinta-
kasih" dalam pergaulan atas dasar persamaan dan persaudaraan.
DAFTAR PUSTAKA

https://ilmugeografi.com/ilmu-sosial

https://www.gurupendidikan.co.id/

https://www.bbc.com/indonesia

https://core.ac.uk

Anda mungkin juga menyukai