Anda di halaman 1dari 13

NAMA : Artika Handayani Harahap

NIM:P01031220087
KELAS:DIV-7C

1. Apa penyebab untuk korupsi?


Jawab : yang menyebabkan korupsi adalah
Gaya hidup konsumtif
Sifat serakah ditambah gaya hidup yang konsumtif menjadi faktor pendorong
korupsi. Gaya hidup konsumtif misalnya membeli barang-barang mewah dan
mahal atau mengikuti tren kehidupan perkotaan yang serba glamor. Korupsi bisa
terjadi jika seseorang melakukan gaya hidup konsumtif namun tidak diimbangi
dengan pendapatan yang memadai.
Faktor ekonomi sering dianggap sebagai penyebab utama korupsi. Di antaranya
tingkat pendapatan atau gaji yang tak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Fakta
juga menunjukkan bahwa korupsi tidak dilakukan oleh mereka yang gajinya pas-
pasan. Korupsi dalam jumlah besar justru dilakukan oleh orang-orang kaya dan
berpendidikan tinggi.
2. Penyebab Internal dan eksternal korupsi?
Jawab :
Faktor Penyebab Internal Korupsi
 Sifat serakah/tamak/rakus manusia
Keserakahan dan tamak adalah sifat yang membuat seseorang selalu
tidak merasa cukup atas apa yang dimiliki, selalu ingin lebih. Dengan sifat
tamak, seseorang menjadi berlebihan mencintai harta. Padahal bisa jadi
hartanya sudah banyak atau jabatannya sudah tinggi. Dominannya sifat
tamak membuat seseorang tidak lagi memperhitungkan halal dan haram
dalam mencari rezeki. Sifat ini menjadikan korupsi adalah kejahatan yang
dilakukan para profesional, berjabatan tinggi, dan hidup berkecukupan.
 Gaya hidup konsumtif
Sifat serakah ditambah gaya hidup yang konsumtif menjadi faktor
pendorong internal korupsi. Gaya hidup konsumtif misalnya membeli
barang-barang mewah dan mahal atau mengikuti tren kehidupan
perkotaan yang serba glamor. Korupsi bisa terjadi jika seseorang
melakukan gaya hidup konsumtif namun tidak diimbangi dengan
pendapatan yang memadai.
 Moral yang lemah
Seseorang dengan moral yang lemah mudah tergoda untuk melakukan
korupsi. Aspek lemah moral misalnya lemahnya keimanan, kejujuran, atau
rasa malu melakukan tindakan korupsi. Jika moral seseorang lemah,
maka godaan korupsi yang datang akan sulit ditepis. Godaan korupsi bisa
berasal dari atasan, teman setingkat, bawahan, atau pihak lain yang
memberi kesempatan untuk melakukannya.
Faktor Penyebab Eksternal Korupsi
 Aspek Sosial
Kehidupan sosial seseorang berpengaruh dalam mendorong terjadinya
korupsi, terutama keluarga. Bukannya mengingatkan atau memberi
hukuman, keluarga malah justru mendukung seseorang korupsi untuk
memenuhi keserakahan mereka. Aspek sosial lainnya adalah nilai dan
budaya di masyarakat yang mendukung korupsi. Misalnya, masyarakat
hanya menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya atau
terbiasa memberikan gratifikasi kepada pejabat. Dalam means-ends
scheme yang diperkenalkan Robert Merton, korupsi merupakan perilaku
manusia yang diakibatkan oleh tekanan sosial, sehingga menyebabkan
pelanggaran norma-norma. Menurut teori Merton, kondisi sosial di suatu
tempat terlalu menekan sukses ekonomi tapi membatasi kesempatan-
kesempatan untuk mencapainya, menyebabkan tingkat korupsi yang
tinggi. Teori korupsi akibat faktor sosial lainnya disampaikan oleh Edward
Banfeld. Melalui teori partikularisme, Banfeld mengaitkan korupsi dengan
tekanan keluarga. Sikap partikularisme merupakan perasaan kewajiban
untuk membantu dan membagi sumber pendapatan kepada pribadi yang
dekat dengan seseorang, seperti keluarga, sahabat, kerabat atau
kelompoknya. Akhirnya terjadilah nepotisme yang bisa berujung pada
korupsi.
 Aspek Politik
Keyakinan bahwa politik untuk memperoleh keuntungan yang besar
menjadi faktor eksternal penyebab korupsi. Tujuan politik untuk
memperkaya diri pada akhirnya menciptakan money politics. Dengan
money politics, seseorang bisa memenangkan kontestasi dengan
membeli suara atau menyogok para pemilih atau anggota-anggota partai
politiknya. Pejabat yang berkuasa dengan politik uang hanya ingin
mendapatkan harta, menggerus kewajiban utamanya yaitu mengabdi
kepada rakyat. Melalui perhitungan untung-rugi, pemimpin hasil money
politics tidak akan peduli nasib rakyat yang memilihnya, yang terpenting
baginya adalah bagaimana ongkos politiknya bisa kembali dan berlipat
ganda. Balas jasa politik seperti jual beli suara di DPR atau dukungan
partai politik juga mendorong pejabat untuk korupsi. Dukungan partai
politik yang mengharuskan imbal jasa akhirnya memunculkan upeti politik.
Secara rutin, pejabat yang terpilih membayar upeti ke partai dalam jumlah
besar, memaksa korupsi
 Aspek Hukum
Hukum sebagai faktor penyebab korupsi bisa dilihat dari dua sisi, sisi
perundang-undangan dan lemahnya penegakan hukum. Koruptor akan
mencari celah di perundang-undangan untuk bisa melakukan aksinya.
Selain itu, penegakan hukum yang tidak bisa menimbulkan efek jera akan
membuat koruptor semakin berani dan korupsi terus terjadi. Hukum
menjadi faktor penyebab korupsi jika banyak produk hukum yang tidak
jelas aturannya, pasal-pasalnya multitafsir, dan ada kecenderungan
hukum dibuat untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu. Sanksi yang
tidak sebanding terhadap pelaku korupsi, terlalu ringan atau tidak tepat
sasaran, juga membuat para pelaku korupsi tidak segan-segan menilap
uang negara.
 Aspek Ekonomi
Faktor ekonomi sering dianggap sebagai penyebab utama korupsi. Di
antaranya tingkat pendapatan atau gaji yang tak cukup untuk memenuhi
kebutuhan. Fakta juga menunjukkan bahwa korupsi tidak dilakukan oleh
mereka yang gajinya pas-pasan. Korupsi dalam jumlah besar justru
dilakukan oleh orang-orang kaya dan berpendidikan tinggi. Banyak kita
lihat pemimpin daerah atau anggota DPR yang ditangkap karena korupsi.
Mereka korupsi bukan karena kekurangan harta, tapi karena sifat serakah
dan moral yang buruk. Di negara dengan sistem ekonomi monopolistik,
kekuasaan negara dirangkai sedemikian rupa agar menciptakan
kesempatan-kesempatan ekonomi bagi pegawai pemerintah untuk
meningkatkan kepentingan mereka dan sekutunya. Kebijakan ekonomi
dikembangkan dengan cara yang tidak partisipatif, tidak transparan dan
tidak akuntabel.
 Aspek Organisasi
Faktor eksternal penyebab korupsi lainnya adalah organisasi tempat
koruptor berada. Biasanya, organisasi ini memberi andil terjadinya
korupsi, karena membuka peluang atau kesempatan. Misalnya tidak
adanya teladan integritas dari pemimpin, kultur yang benar, kurang
memadainya sistem akuntabilitas, atau lemahnya sistem pengendalian
manajemen. Mengutip buku Pendidikan Antikorupsi oleh Eko Handoyo,
organisasi bisa mendapatkan keuntungan dari korupsi para anggotanya
yang menjadi birokrat dan bermain di antara celah-celah peraturan. Partai
politik misalnya, menggunakan cara ini untuk membiayai organisasi
mereka. Pencalonan pejabat daerah juga menjadi sarana bagi partai
politik untuk mencari dana bagi kelancaran roda organisasi, pada akhirnya
terjadi money politics dan lingkaran korupsi kembali terjadi.
3. Penyebab negara korupsi & Alasan mengapa negara itu korupsi?
Jawab : Dikarenakan lemahnya hukum yang mengikat. Praktik korupsi bisa
terjadi karena lemahnya hukum yang mengikat tentang praktik korupsi. Hal ini
tentunya tidak akan memberikan efek jera yang cukup karena suatu hukuman
yang diterima oleh para koruptor tidak seberapa sehingga kasus korupsi ini tidak
terlalu disegani.

4. Pengertian korupsi di uu no.31 tahun 1999 & uu no.20 tahun 2001?


Jawab :
 Pengertian Korupsi menurut UU No.31 Tahun 1999 Jo UU No.20 Tahun
2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah tindakan
melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain,
atau korupsi yang berakibat merugikan negara atau perekonomian negara
 UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
adalah tindakan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri
sendiri, orang lain, atau korupsi yang berakibat merugikan negara atau
perekonomian negara. Secara gamblang dalam UU No. 20 Tahun 2001,
tindak pidana korupsi di jelaskan dalam 13 pasal. Berdasarkan pasal-
pasal tersebut, korupsi dirumuskan ke dalam 30 (tiga puluh) bentuk/jenis
tindak pidana korupsi, dan dari 30 (tiga puluh) jenis tindak pidana korupsi
pada dasarnya dikelompokkan dalam 7 kelompok pidana korupsi dan
Tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi,

5. (resum) : bentuk korupsi, pasal mengenai korupsi, pasal dan bunyi mengenai
suap.
Jawab :
 Kerugian Keuangan Negara
Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau korporasi. Pelakunya memiliki tujuan menguntungkan
diri sendiri serta menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau
sarana yang ada. Misalnya, seorang pegawai pemerintah melakukan
mark up anggaran agar mendapatkan keuntungan dari selisih harga
tersebut. Tindakan ini merugikan keuangan negara karena anggaran bisa
membengkak dari yang seharusnya.
 Suap Menyuap 
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Aparatur Sipil Negara, 
penyelenggara negara, hakim, atau advokat dengan maksud supaya
berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya. Suap
menyuap bisa terjadi antarpegawai maupun pegawai dengan pihak luar.
Suap antarpegawai misalnya dilakukan untuk memudahkan kenaikan
pangkat atau jabatan. Sementara suap dengan pihak luar misalnya ketika
pihak swasta memberikan suap kepada pegawai pemerintah agar
dimenangkan dalam proses tender.
 Penggelapan dalam Jabatan 
Tindakan dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga, atau
melakukan pemalsuan buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk
pemeriksaan administrasi. Contoh penggelapan dalam jabatan, penegak
hukum merobek dan menghancurkan barang bukti suap untuk melindungi
pemberi suap.
 Pemerasan
Pegawai negeri atau penyelenggara negara menguntungkan diri sendiri
atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar,
atau menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan
sesuatu bagi dirinya sendiri. Misalnya, seorang pegawai negeri
menyatakan bahwa tarif pengurusan dokumen adalah Rp50 ribu, padahal
seharusnya hanya Rp15 ribu atau malah gratis. Pegawai itu memaksa
masyarakat untuk membayar di luar ketentuan resmi dengan ancaman
dokumen mereka tidak diurus.
 Perbuatan Curang
Perbuatan curang dilakukan dengan sengaja untuk kepentingan pribadi
yang dapat membahayakan orang lain. Misalnya, pemborong pada waktu
membuat bangunan atau penjual bahan bangunan melakukan perbuatan
curang yang membahayakan keamanan orang atau barang. Contoh lain,
kecurangan pada pengadaan barang TNI dan Kepolisian Negara RI yang
bisa membahayakan keselamatan negara saat berperang.
 Benturan Kepentingan dalam Pengadaan
Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak
langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan
atau persewaan padahal dia ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya. Misalnya, dalam pengadaan alat tulis kantor seorang
pegawai pemerintahan menyertakan perusahaan keluarganya untuk
proses tender dan mengupayakan kemenangannya.
 Gratifikasi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan
yang berlawanan dengan kewajiban tugasnya. Misalnya, seorang
pengusaha memberikan hadiah mahal kepada pejabat dengan harapan
mendapatkan proyek dari instansi pemerintahan. Jika tidak dilaporkan
kepada KPK, maka gratifikasi ini akan dianggap suap.
Pasal Mengenai Korupsi

TINDAK PIDANA KORUPSI

Pasal 2

(2) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(3) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Pasal 3

Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliyar rupiah).

Pasal 4

Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak


menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 dan Pasal 3.

Pasal 5

Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
209 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling sedikit Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua
ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 6
Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
210 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 7

Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
387 atau Pasal 388 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau denda
paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp.350.000.000,00 (tida ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 8

Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
415 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 9

Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
416 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua
ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 10

Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
417 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau denda paling sedikit
Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.350.000.000,00 (tida
ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 11

Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
418 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp.
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250.000.000,00 (dua
ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 12

Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal
419, Pasal 420, Pasal 423, Pasal 425, atau Pasal 435 Kitab Undang-undang Hukum
Pidana, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling
sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 13

Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan
mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau
kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan
atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun
dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 14

Setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-undang yang secara tegas


menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang tersebut
sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam Undang-undang
ini.

Pasal 15

Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat


untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.

Pasal 16

Setiap orang di luar wilayah negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan,
kesempatan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya pidana korupsi dipidana
dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.

Pasal 17

Selain dapat dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3 Pasal 5
sampai dengan Pasal 14, terdakwa dapat dijatuhi pidana tambahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18.
Pasal suap menyuap

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-


Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
tepatnya Pasal 12 B, diatur tentang tindak pidana gratifikasi atau suapmenyuap, di
antaranya adalah pemberian uang, pemberian barang, pemberian discount (rabat)
pemberian komisi, pemberian pinjaman tanpa bunga, pemberian tiket perjalanan
pemberian fasilitas penginapan, dan pemberian paket perjalanan wisata, dan
pemberian pengobatan secara cuma-cuma. Menurut Pasal 12 B, maka ancaman
hukuman yang dibebankan adalah maksimal seumur hidup, dan minimal 4 tahun.

6. 40 kasus korupsi menjadi 7 kasus (resum)


Jawab : 30 jenis korupsi ini sangat beragam, mulai dari korupsi kecil atau petty
corruption sampai korupsi kelas kakap atau grand corruption. Berikut adalah
daftar 30 jenis tindak pidana korupsi tersebut:
 Menyuap pegawai negeri;
 Memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya;
 Pegawai negeri menerima suap;
 Pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya;
 Menyuap hakim;
 Menyuap advokat;
 Hakim dan advokat menerima suap;
 Hakim menerima suap;
 Advokat menerima suap; 
 Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan;
 Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi;
 Pegawai negeri merusakan bukti;
 Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti;
 Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti;
 Pegawai negeri memeras;
 Pegawai negeri memeras pegawai negeri yang lain;
 Pemborong membuat curang;
 Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang;
 Rekanan TNI/Polri berbuat curang;
 Pengawas rekanan TNI/Polri berbuat curang;
 Penerima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang;
 Pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang lain;
 Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya;
 Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak melaporkan ke KPK;
 Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi;
 Tersangka tidak memberikan keterangan mengenai kekayaan;
 Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka;
 Saksi atau ahli yang tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan
palsu;
 Seseorang yang memegang rahasia jabatan, namun tidak memberikan
keterangan atau memberikan keterangan palsu;
 Saksi yang membuka identitas pelapor.

Dari ke-30 jenis korupsi tersebut, diklasifikasikan lagi menjadi tujuh


kelompok tindak pidana korupsi, yaitu: 

1. Kerugian Keuangan Negara


Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau korporasi. Pelakunya memiliki tujuan menguntungkan diri sendiri serta
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada. Misalnya, seorang
pegawai pemerintah melakukan mark up anggaran agar mendapatkan keuntungan dari
selisih harga tersebut. Tindakan ini merugikan keuangan negara karena anggaran bisa
membengkak dari yang seharusnya.

2. Suap Menyuap 
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Aparatur Sipil Negara,  penyelenggara
negara, hakim, atau advokat dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu dalam jabatannya. Suap menyuap bisa terjadi antarpegawai maupun
pegawai dengan pihak luar. Suap antarpegawai misalnya dilakukan untuk memudahkan
kenaikan pangkat atau jabatan. Sementara suap dengan pihak luar misalnya ketika
pihak swasta memberikan suap kepada pegawai pemerintah agar dimenangkan dalam
proses tender.

3. Penggelapan dalam Jabatan 


Tindakan dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga, atau melakukan
pemalsuan buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi.
Contoh penggelapan dalam jabatan, penegak hukum merobek dan menghancurkan
barang bukti suap untuk melindungi pemberi suap.

4. Pemerasan
Pegawai negeri atau penyelenggara negara menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan
potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. Misalnya, seorang
pegawai negeri menyatakan bahwa tarif pengurusan dokumen adalah Rp50 ribu,
padahal seharusnya hanya Rp15 ribu atau malah gratis. Pegawai itu memaksa
masyarakat untuk membayar di luar ketentuan resmi dengan ancaman dokumen
mereka tidak diurus.

5. Perbuatan Curang
Perbuatan curang dilakukan dengan sengaja untuk kepentingan pribadi yang dapat
membahayakan orang lain. Misalnya, pemborong pada waktu membuat bangunan atau
penjual bahan bangunan melakukan perbuatan curang yang membahayakan
keamanan orang atau barang. Contoh lain, kecurangan pada pengadaan barang TNI
dan Kepolisian Negara RI yang bisa membahayakan keselamatan negara saat
berperang.

6. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan


Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung
dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan padahal
dia ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya. Misalnya, dalam pengadaan alat
tulis kantor seorang pegawai pemerintahan menyertakan perusahaan keluarganya
untuk proses tender dan mengupayakan kemenangannya.

7. Gratifikasi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap
pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan
dengan kewajiban tugasnya. Misalnya, seorang pengusaha memberikan hadiah mahal
kepada pejabat dengan harapan mendapatkan proyek dari instansi pemerintahan. Jika
tidak dilaporkan kepada KPK, maka gratifikasi ini akan dianggap suap.

7. Tahun 2020-2023 : kasus korupsi besar di indonesia (buat tingkatannya,


contohnya, usia pelaku)
Jawab :
1. Kasus Korupsi Jiwasraya
Di tahun 2020 kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (persero) bahkan di
sebut sebagai kerugian besar bagi negara oleh Badan Pemeriksaan
Keuangan (BPK) yang mencapai hingga belasan triliun rupiah. Kasus ini
menyeret eks Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya periode 2008-
2014, Syahmirwan dituntut selama 18 tahun penjara. Dikutip Pikiran-
rakyat.com dari Antara, Syahmirwan dinilai terbukti melakukan korupsi yang
merugikan keuangan negara senilai Rp16.807 triliun. Selain itu, kasus ini juga
menyeret Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya 2008-2018, Hendrisman
Rahim, ia dituntut 20 tahun penjara. Hendrisman terbukti
melakukan korupsi yang merugikan keuangan negara senilai Rp16.807 triliun.
2. Kasus Suap Jaksa Pinangki
Sirna Malasari adalah tersangka dalam kasus penyuapan uang 500.000 dolar
AS, sekitar Rp7,3 miliar dari buronan Bank Bali Joko Soegiarto Tjandra alias
Djoko Tjandra. Jaksa Pinangki yang berusaha memulangkan Djoko Tjandra
tanpa harus dipidana menjalani sidang perdananya pada Rabu 23 September
2020 di Ruang Sidang Kusumahatmaja, Gedung Pengadilan Tipikor Jakarta.
Di sana, terbongkar 'action plan' yang ditawarkan pada tersangka kasus Bank
Bali itu. Pada periode Juli 2020, beredar foto pertemuan antara jaksa dengan
Djoko Tjandra. Jaksa tersebut diduga adalah Pinangki yang pada saat itu
diketahui menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II
pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan. Atas kasus ini, Jaksa
Pinangki resmi dijatuhi sanksi disiplin dibebastugaskan dari jabatan struktural,
karena terbukti melanggar disiplin dan kode etik perilaku jaksa. Pada tanggal
29 Juli 2020, Pinangki Sirna Malasari akhirnya dicopot dari jabatan sebagai
Kepala Subbagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan
Jaksa Agung Muda Pembinaan.
3. Kasus Dugaan Suap Ekspor Benih Lobster Menteri KKP Edhy Prabowo
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Edhy Prabowo ditangkap KPK. Dia
ditangkap Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) bersama istri dan beberapa orang
lainnya di Bandara Soekarno-Hatta sepulang dari Amerika Serikat. Kasus yang
menjeratnya terkait ekspor benih lobster atau benur. KPK menetapkan Edhy
Prabowo sebagai tersangka pada 26 November 2020. Selain Edhy, KPK juga
menetapkan enam tersangka lainnya yang juga terseret dalam kasus ekspor
benih lobster atau benur. Mereka yang ditetapkan tersangka
penerima suap yakni Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP; Andreau
Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP; Siswadi (SWD) selaku
Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK); Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri
Menteri KKP; dan Amiril Mukminin selaku swasta. Sementara diduga sebagai
pihak pemberi, KPK menetapkan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua
Putra Perkasa Pratama (DPPP). KPK menduga, Edhy
Prabowo menerima suap dengan total Rp10,2 miliar dan 100.000 dolar AS
dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy selaku Menteri Kelautan
dan Perikanan memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama
untuk menerima izin sebagai eksportir benih lobster atau benur.

4. Kasus suap Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna


Pada 27 November 2020, Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna
ditangkap KPK. Penangkapan Ajay oleh komisi antirasuah tersebut
dilaporkan terkait dugaan suap perizinan Rumah Sakit. Ajay sebagai pucuk
pimpinan di Kota Cimahi diduga menerima sejumlah uang beberapa kali dari
HY yang merupakan Komisaris RS Umum Kasih Bunda. HY pun turut
ditetapkan sebagai tersangka. Atas kasus tersebut, Ajay menjadi Wali Kota
Cimahi ketiga yang ditangkap KPK. Pasalnya selain Ajay, Wali Kota Cimahi
sebelumnya yakni Itoc Tochija dan Atty Suharti juga ditangkap oleh KPK.
5. Kasus Dugaan Suap Menteri Sosial Juliari Batubara
Pada 6 Desember 2020 lalu, KPK menetapkan Menteri Sosial
(Mensos) Juliari Batubara sebagai tersangka kasus dugaan suap bantuan
sosial Covid-19. KPK menduga Juliari menerima uang Rp 8,2 miliar. Dari
Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Sabtu, 5 Desember di beberapa tempat
di Jakarta, petugas KPK mengamankan barang bukti uang dengan jumlah
sekitar Rp14,5 miliar dalam berbagai pecahan mata uang yaitu sekitar Rp11,
9 miliar, sekitar 171,085 dolar AS (setara Rp2,420 miliar) dan sekitar 23.000
dolar Singapura (setara Rp243 juta). Ketua KPK Firli Bahuri membeberkan
secara lengkap konstruksi perkara dugaan suap yang menjerat Juliari
Batubara. Atas kasus ini KPK menetapkan lima orang tersangka yaitu
sebagai tersangka penerima suap Menteri Sosial Juliari Peter Batubara,
Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono sedangkan tersangka
pemberi adalah Ardian IM (AIM) dan Harry Sidabuke (HS). Firli mengatakan
tersangka Ardian IM dan Harry Sidabuke telah menyiapkan uang
dugaan suap sebesar Rp14,5 miliar di sebuah apartemen daerah Jakarta dan
Bandung sebelum ditangkap KPK. Uang Rp14,5 miliar tersebut disimpan di
dalam tujuh koper, tiga ransel, serta amplop kecil. Perkara ini menurut Firli
diawali adanya pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket
sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9
triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan dua
periode. Diduga disepakati adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang
harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS.
Program bansos sembako di Jabodetabek adalah salah satu dari 6 program
perlindungan sosial di Kementerian Sosial yang diselenggarakan pemerintah
untuk mengatasi pandemi Covid-19. Total anggaran untuk bansos sembako
Jabodetabek adalah senilai Rp6,84 triliun dan telah terealisasi Rp5,65 triliun
(82,59 persen) berdasarkan data 4 November 2020.

Anda mungkin juga menyukai