Anda di halaman 1dari 12

DISKUSI 5

PEREKONOMIAN INDONESIA
ESPA4314

ANDINI LUTHFIA SAFA


044697534

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS TERBUKA
SOAL

Lihatlah disekitar anda. Pilihlah salah satu permasalahan berikut ini, apakah kemiskinan,
korupsi, pengangguran atau utang luar negeri.

Ceritakanlah secara singkat salah satu permasalahan yang anda pilih serta strategi
penanggulangan yang sudah dilakukan (bisa warga atau pemerintah). Jangan lupa memberikan
referensi pendukung atau data jika diperlukan.

JAWABAN
Pada diskusi ini saya memilih topik/tema “KORUPSI”

Korupsi adalah suatu bentuk ketidakjujuran atau tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang
atau suatu organisasi yang dipercayakan dalam suatu jabatan kekuasaan, untuk memperoleh
keuntungan yang haram atau penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi seseorang.
Korupsi dapat melibatkan banyak kegiatan yang meliputi penyuapan, penjualan pengaruh dan
penggelapan dan mungkin juga melibatkan praktik yang legal di banyak negara. Korupsi politik
terjadi ketika pejabat atau pegawai pemerintah lainnya bertindak dengan kapasitas resmi untuk
keuntungan pribadi. Korupsi paling umum terjadi di kleptokrasi, oligarki, negara-narkoba, dan
negara bagian mafia.

Korupsi dan kejahatan adalah kejadian sosiologis endemik yang muncul dengan frekuensi
reguler di hampir semua negara pada skala global dalam berbagai tingkat dan proporsi. Data
terbaru menunjukkan korupsi sedang meningkat. Setiap negara mengalokasikan sumber daya
domestik untuk pengendalian dan pengaturan korupsi dan pencegahan kejahatan. Strategi-
strategi yang dilakukan dalam rangka melawan korupsi seringkali dirangkum dalam istilah anti-
korupsi. Selain itu, prakarsa global seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa juga memiliki target
sasaran yang diharapkan dapat secara substansial mengurangi korupsi dalam segala bentuknya.

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk
keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah/pemerintahan rentan korupsi dalam praktiknya.
Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan
dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang
diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya
pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat,
terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan
narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja.
Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan
antara korupsi dan kejahatan.

Ciri-ciri korupsi antara lain sebagai berikut:


1) Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.
2) Korupsi pada umumnya dilakukan secara rahasia, kecuali korupsi itu telah merajalela dan
begitu dalam sehingga individu yang berkuasa dan mereka yang berada dalam lingkungannya
tidak tergoda untuk menyembunyikan perbuatannya.
3) Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.
4) Kewajiban dan keuntungan yang dimaksud tidak selalu berupa uang.
5) Mereka yang mempraktikan cara-cara korupsi biasanya berusaha untuk menyelubungi
perbuatannya dengan berlindung di balik pembenaran hukum.
6) Mereka yang terlibat korupsi menginginkan keputusan yang tegas dan mampu untuk
mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
7) Setiap perbuatan korupsi mengandung penipuan, biasanya dilakukan oleh badan publik atau
umum (masyarakat).
8) Setiap tindakan korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan.
9) Unsur-unsur Tindak Pidana Korupsi

Faktor penyebab korupsi ada dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal :

Faktor Internal

a) Sifat serakah/tamak/rakus manusia

Keserakahan dan tamak adalah sifat yang membuat seseorang selalu tidak merasa cukup atas
apa yang dimiliki, selalu ingin lebih. Dengan sifat tamak, seseorang menjadi berlebihan
mencintai harta. Padahal bisa jadi hartanya sudah banyak atau jabatannya sudah tinggi.
Dominannya sifat tamak membuat seseorang tidak lagi memperhitungkan halal dan haram
dalam mencari rezeki. Sifat ini menjadikan korupsi adalah kejahatan yang dilakukan para
profesional, berjabatan tinggi, dan hidup berkecukupan.

b) Gaya hidup konsumtif

Sifat serakah ditambah gaya hidup yang konsumtif menjadi faktor pendorong internal
korupsi. Gaya hidup konsumtif misalnya membeli barang-barang mewah dan mahal atau
mengikuti tren kehidupan perkotaan yang serba glamor. Korupsi bisa terjadi jika seseorang
melakukan gaya hidup konsumtif namun tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai.

c) Moral yang lemah

Seseorang dengan moral yang lemah mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Aspek lemah
moral misalnya lemahnya keimanan, kejujuran, atau rasa malu melakukan tindakan korupsi.
Jika moral seseorang lemah, maka godaan korupsi yang datang akan sulit ditepis. Godaan
korupsi bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahan, atau pihak lain yang memberi
kesempatan untuk melakukannya.
Faktor Eksternal

a. Aspek Sosial

Kehidupan sosial seseorang berpengaruh dalam mendorong terjadinya korupsi, terutama


keluarga. Bukannya mengingatkan atau memberi hukuman, keluarga malah justru
mendukung seseorang korupsi untuk memenuhi keserakahan mereka. Aspek sosial lainnya
adalah nilai dan budaya di masyarakat yang mendukung korupsi. Misalnya, masyarakat
hanya menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya atau terbiasa memberikan
gratifikasi kepada pejabat.

Dalam means-ends scheme yang diperkenalkan Robert Merton, korupsi merupakan perilaku
manusia yang diakibatkan oleh tekanan sosial, sehingga menyebabkan pelanggaran norma-
norma. Menurut teori Merton, kondisi sosial di suatu tempat terlalu menekan sukses
ekonomi tapi membatasi kesempatan-kesempatan untuk mencapainya, menyebabkan tingkat
korupsi yang tinggi.

Teori korupsi akibat faktor sosial lainnya disampaikan oleh Edward Banfeld. Melalui teori
partikularisme, Banfeld mengaitkan korupsi dengan tekanan keluarga. Sikap partikularisme
merupakan perasaan kewajiban untuk membantu dan membagi sumber pendapatan kepada
pribadi yang dekat dengan seseorang, seperti keluarga, sahabat, kerabat atau kelompoknya.
Akhirnya terjadilah nepotisme yang bisa berujung pada korupsi.

b. Aspek Politik

Keyakinan bahwa politik untuk memperoleh keuntungan yang besar menjadi faktor
eksternal penyebab korupsi. Tujuan politik untuk memperkaya diri pada akhirnya
menciptakan money politics. Dengan money politics, seseorang bisa memenangkan
kontestasi dengan membeli suara atau menyogok para pemilih atau anggota-anggota partai
politiknya.

Pejabat yang berkuasa dengan politik uang hanya ingin mendapatkan harta, menggerus
kewajiban utamanya yaitu mengabdi kepada rakyat. Melalui perhitungan untung-rugi,
pemimpin hasil money politics tidak akan peduli nasib rakyat yang memilihnya, yang
terpenting baginya adalah bagaimana ongkos politiknya bisa kembali dan berlipat ganda.

Balas jasa politik seperti jual beli suara di DPR atau dukungan partai politik juga mendorong
pejabat untuk korupsi. Dukungan partai politik yang mengharuskan imbal jasa akhirnya
memunculkan upeti politik. Secara rutin, pejabat yang terpilih membayar upeti ke partai
dalam jumlah besar, memaksa korupsi.
c. Aspek Hukum

Hukum sebagai faktor penyebab korupsi bisa dilihat dari dua sisi, sisi perundang-undangan
dan lemahnya penegakan hukum. Koruptor akan mencari celah di perundang-undangan
untuk bisa melakukan aksinya. Selain itu, penegakan hukum yang tidak bisa menimbulkan
efek jera akan membuat koruptor semakin berani dan korupsi terus terjadi.

Hukum menjadi faktor penyebab korupsi jika banyak produk hukum yang tidak jelas
aturannya, pasal-pasalnya multitafsir, dan ada kecenderungan hukum dibuat
untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu. Sanksi yang tidak sebanding terhadap pelaku
korupsi, terlalu ringan atau tidak tepat sasaran, juga membuat para pelaku korupsi tidak
segan-segan menilap uang negara.

d. Aspek Ekonomi

Faktor ekonomi sering dianggap sebagai penyebab utama korupsi. Di antaranya tingkat
pendapatan atau gaji yang tak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Fakta juga menunjukkan
bahwa korupsi tidak dilakukan oleh mereka yang gajinya pas-pasan. Korupsi dalam jumlah
besar justru dilakukan oleh orang-orang kaya dan berpendidikan tinggi.

Banyak kita lihat pemimpin daerah atau anggota DPR yang ditangkap karena korupsi.
Mereka korupsi bukan karena kekurangan harta, tapi karena sifat serakah dan moral yang
buruk.

Di negara dengan sistem ekonomi monopolistik, kekuasaan negara dirangkai sedemikian


rupa agar menciptakan kesempatan-kesempatan ekonomi bagi pegawai pemerintah untuk
meningkatkan kepentingan mereka dan sekutunya. Kebijakan ekonomi dikembangkan
dengan cara yang tidak partisipatif, tidak transparan dan tidak akuntabel.

e. Aspek Organisasi

Faktor eksternal penyebab korupsi lainnya adalah organisasi tempat koruptor berada.
Biasanya, organisasi ini memberi andil terjadinya korupsi, karena membuka peluang atau
kesempatan. Misalnya tidak adanya teladan integritas dari pemimpin, kultur yang benar,
kurang memadainya sistem akuntabilitas, atau lemahnya sistem pengendalian manajemen.

Mengutip buku Pendidikan Antikorupsi oleh Eko Handoyo, organisasi bisa mendapatkan
keuntungan dari korupsi para anggotanya yang menjadi birokrat dan bermain di antara
celah-celah peraturan. Partai politik misalnya, menggunakan cara ini untuk membiayai
organisasi mereka. Pencalonan pejabat daerah juga menjadi sarana bagi partai politik untuk
mencari dana bagi kelancaran roda organisasi, pada akhirnya terjadi money politics dan
lingkaran korupsi kembali terjadi.

Data Kasus Korupsi di Indonesia Tahun 2022

Hingga Juni 2022, tercatat sejumlah upaya penanganan tindak pidana korupsi yang telah
dilakukan KPK. Dilansir dari laman resmi KPK, dalam semester pertama tahun 2022, KPK telah
melakukan 66 penyelidikan, 60 penyidikan, 71 penuntutan, 59 perkara inkracht, dan
mengeksekusi putusan 51 perkara. Dari total perkara penyidikan, KPK telah menetapkan
sebanyak 68 orang sebagai tersangka dari total 61 surat perintah penyidikan (spirindik) yang
diterbitkan. Jika dirinci, perkara yang sedang berjalan pada semester pertama sebanyak 99 kasus
yang terdiri dari 63 kasus carry over dan 36 kasus baru dengan 61 sprindik yang diterbitkan.

Carry over merupakan kasus yang sudah berlangsung lama namun kemudian dikembangkan oleh
KPK dan ditemukan dugaan tindak pidana korupsi lain. Tak hanya itu, KPK juga telah
melakukan 52 kali penggeledahan dan 941 penyitaan dalam proses penyidikan perkara. Pada
Semester I 2022, KPK telah memulihkan kerugian keuangan negara yang timbul akibat tindak
pidana korupsi atau asset recovery sebesar Rp313,7 miliar. Total asset recovery ini terdiri dari
Rp248,01 miliar yang merupakan pendapatan uang sitaan hasil korupsi, Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPPU), dan uang pengganti yang telah diputuskan atau ditetapkan oleh
pengadilan.

Lalu, Rp41,5 miliar berasal dari pendapatan denda dan penjualan hasil lelang korupsi dan TPPU,
serta Rp24,2 miliar berasal dari penetapan status penggunaan dan hibah. Capaian asset recovery
ini meningkat 83,2% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Pada
Semester I 2021, angka asset recovery KPK senilai Rp171,23 miliar.
Pemberantasan Korupsi

Dari survei persepsi masyarakat terhadap KPK dan korupsi Tahun 2008, didapati bahwa belum
terlalu banyak orang yang tahu bahwa tugas dan wewenang yang diamanahkan kepada KPK bukan
hanya tugas yang terkait dengan penanganan kasus korupsi dan penanganan pengaduan
masyarakat. Hal ini dapat dimaklumi, karena sekalipun telah banyak yang dilakukan oleh KPK
dalam melakukan pencegahan korupsi dan dalam mengkaji sistem administrasi lembaga
negara/pemerintah yang berpotensi korupsi, kegiatan-kegiatan itu menurut kalangan pers kalah
nilai jualnya jika dibandingkan dengan liputan atas penindakan korupsi.

Pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian Tindakan untuk mencegah dan
memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Karenanya ada tiga hal yang perlu
digarisbawahi yaitu ‘mencegah’, ‘memberantas’ dalam arti menindak pelaku korupsi, dan ‘peran
serta masyarakat’.

Kemajuan teknologi informasi sudah banyak membantu KPK dalam melakukan tugas-tugasnya.
Dari mulai gedung KPK yang dirancang sebagai smart building, paper-less information system
yang diberlakukan sebagai mekanisme komunikasi internal di KPK, dan program-program
kampanye serta pendidikan antikorupsi KPK. Dalam meningkatkan peran serta masyarakat,
informasi elektronik sangat dibutuhkan agar informasi yang disampaikan dapat lebih cepat
diterima, lebih luas sebarannya, dan lebih lama penyimpanannya. KPK juga telah mengadakan
berbagai lomba bagi pelajar, mahasiswa, dan masyarakat yang antara lain berupa lomba PSA
antikorupsi, lomba film pendek antikorupsi, lomba poster, dan lomba-lomba lainnya.

Kemajuan Teknologi Informasi Dan Perbaikan Layanan Publik

KPK menyambut baik tujuan pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik yang
antara lain adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik disamping untuk
berbagai tujuan lain.

Sebagai contoh untuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang dilansir oleh Transparency
International. Tahun 2008 ini IPK Indonesia 2,6 sedikit meningkat dari 2,3 pada tahun sebelumnya
dengan peningkatan peringkat dari peringat 143 di tahun 2007 menjadi peringkat 126. Bisa
dikatakan IPK ini merupakan survey on surveys, dimana untuk kasus Indonesia angka 2,6
merupakan agregat dari 10 survei yang dilakukan oleh berbagai organisasi internasional. Patut
dicatat bahwa dari 10 survei tersebut hanya 1 survei yang secara langsung terkait dengan
penindakan korupsi, dan sisanya (90%) merupakan survei yang terkait dengan layanan publik,
khususnya di bidang investasi.
Gambar : Tren skor IPK Indonesia 2003-2008

Saat ini telah ada beberapa pemerintah daerah yang menyelenggarakan one stop service untuk
pelayanan publik khususnya yang terkait dengan layanan perijinan. Kemudahan pemberian
layanan publik ini diharapkan akan mengurangi keengganan berinvestasi. Investasi diharapkan
akan masuk karena pemerintahan yang melayani dengan baik dipersepsikan sebagai pemerintahan
yang bersih, baik karena kemudahan yang diberikan, maupun karena tidak adanya biaya-biaya
siluman yang memberatkan.

Berbagai penelitian nasional dan internasional mengaitkan secara langsung maupun tidak langsung
antara korupsi (yang diwakili oleh ketepatan mutu-prosedur/waktu-biaya layanan publik) dengan
tingkat investasi, tingkat kemiskinan, dan bahkan dengan berbagai tolok ukur pembangunan
seperti angka kematian bayi, tingkat pendapatan perkapita dan angka melek huruf[4]. Karena itu
tidak mengherankan jika dalam pengantar hasil surveinya Transparency International menyatakan
bahwa pada negara-negara miskin dengan level korupsi yang parah, korupsi bisa berarti perbedaan
antara hidup dan mati.

Kembali pada pemanfaatan kemajuan teknologi informasi, selain dipergunakan untuk mendorong
efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, kemajuan teknologi informasi juga dapat menghemat
APBN dalam kegiatan pengadaan barang/jasa untuk kepentingan pemerintah. Diharapkan e-
procurement yang menyediakan fasilitas pengadaan melalui jaringan elektronik akan
meningkatkan transparansi proses pengadaan sehingga bisa menekan kebocoran yang mungkin
terjadi. Di berbagai kesempatan selalu saya tekankan bahwa transparansi merupakan syarat
pertama dari perwujudan good governance. Mengapa? Karena transparansi akan mempermudah
akses informasi bagi masyarakat yang kemudian mempermudah dan memancing partisipasi
mereka. Dengan adanya kedua hal tersebut, maka pada gilirannya pemerintah dituntut untuk lebih
akuntabel dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Berbicara tentang penghematan yang dapat dilakukan dari pelaksanaaan e-procurement ini,
beberapa pihak mengklaim telah terjadi penghematan yang luar biasa. Dari berbagai sumber,
disebutkan bahwa penghematan yang terjadi berkisar antara 15% hingga 23,5%, angka yang tidak
tanggung-tanggung untuk ukuran APBN negara kita.

Penggunaan Teknologi Informasi Dalam Memperkuat Pembuktian Kasus Korupsi


Penegak hukum di Indonesia, dalam hal ini Kepolisian, Kejaksaan, dan Komisi Pemberantasan
Korupsi sama-sama diberi kewenangan melakukan penyadapan. Dan tidak seperti yang
dipersepsikan banyak orang, para penegak hukum tidak bisa sekehendak hatinya menggunakan
instrumen yang sensitif ini.

Bagi KPK, penyadapan hanya dapat dilakukan setelah ada surat tugas yang ditandatangani
Pimpinan KPK yang menganut kepemimpinan kolektif di antara lima komisionernya. Sedangkan
keputusan untuk melakukan penyadapan didasarkan pada kebutuhan untuk memperkuat alat bukti
dalam kegiatan penyelidikan. Penyelidikan itu sendiri dilakukan setelah kegiatan pengumpulan
data dan keterangan dilakukan setelah ditemukan indikasi tindak pidana korupsi. Dengan
demikian, penyadapan bukan merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendapatkan
bukti adanya suatu tindak pidana korupsi, dan keputusan untuk melakukannya bukanlah keputusan
yang mudah.

Dalam melakukan penyadapan sesuai kewenangan yang diatur dalam Pasal 26 UU No. 31/1999 jo
UU No. 20/2001 serta pasal 12 butir a UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, KPK tunduk pada Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor
11/PER/M.KOMINFO/02/2006 tentang Teknis Penyadapan Terhadap Informasi. Karena itu KPK
tidak menganggap lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik sebagai ancaman, karena penyadapan yang selama ini dilakukan merupakan
lawfull interception, sesuai aturan yang ada dan dilakukan dengan tanggung jawab,
profesionalisme, dan kehati-hatian ekstra.

KPK tidak pernah menyebarluaskan hasil sadapan, kecuali sebagai pembuktian di sidang
pengadilan, yang diperdengarkan atas perintah hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Kesimpangsiuran informasi terjadi, ketika salah satu stasiun televisi swasta menayangkan program
yang memuat upaya penindakan KPK lengkap dengan pemutaran rekaman hasil penyadapan yang
dilakukan KPK. Terkait dengan banyaknya tayangan dalam program tersebut yang menampilkan
para terperiksa, terdakwa, dan terpidana kasus-kasus yang ditangani KPK, ada sebagian
masyarakat yang menduga ada andil KPK di dalamnya. Sebagai catatan, gambar-gambar dan
rekaman yang ditampilkan tersebut diambil dari ruang persidangan atau di halaman dan lobby
tamu KPK yang merupakan ruang publik. Parahnya lagi bukan hanya masyarakat awam hukum
yang berpendapat demikian. Dalam satu kesempatan talk show di salah satu universitas di
Yogyakarta medio September 2008 ini, seorang doktor hukumpun menyatakan bahwa KPK telah
melanggar hak asasi manusia para terdakwa kasus tindak pidana korupsi karena memperdengarkan
secara terus-menerus rekaman pembicaraan dengan tujuan sebagai hukuman asesoris yang
diberikan untuk mempermalukan mereka.

Peran masyarakat dalam memberantas korupsi :

1) Pantang terlibat tindak pidana korupsi


"Mulai dari diri sendiri" adalah kata yang paling tepat untuk menggambarkan poin ini. Bisa
dibayangkan jika ratusan juta rakyat Indonesia sama-sama memegang teguh prinsip kejujuran,
maka korupsi akan tinggal cerita.

Namun kesamaan persepsi ini tidak akan muncul begitu. Agar dapat menolak dan tidak
terlibat dalam korupsi, seseorang harus memahami jenis-jenis tindak pidana korupsi yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001.

Dengan memahami apa dan bagaimana korupsi serta jenis-jenis korupsi, seseorang bisa
dengan mudah menghindarinya. Jangan sampai, korupsi terjadi karena ketidaktahuan yang
akan merugikan diri sendiri dan orang lain.

2) Berlatih untuk berintegritas

Seseorang yang antikorupsi haruslah memiliki integritas yang kokoh. Integritas adalah
bertindak dengan cara yang konsisten dengan apa yang dikatakan. Nilai integritas merupakan
kesatuan antara pola pikir, perasaan, ucapan, dan perilaku yang selaras dengan hati nurani dan
norma yang berlaku.

Jika seseorang mengakui bahwa dia orang yang jujur, maka pengakuannya akan tercermin
dari tindakan, perasaan, dan perilakunya. Integritas akan menjaga orang itu tetap jujur, walau
tidak ada orang lain di sekitar yang melihat kejujurannya.

KPK merumuskan sembilan nilai integritas untuk mencegah korupsi, yaitu jujur, mandiri,
tanggung jawab, berani, sederhana, peduli, disiplin, adil, dan kerja keras atau yang disingkat
"Jumat Bersepeda KK". Tidak hanya bagi diri sendiri, nilai integritas ini juga harus kita
ajarkan kepada lingkungan, terutama keluarga sebagai yang terdekat.

3) Melaporkan tindak pidana korupsi

"Lihat, Lawan, Laporkan" sebagai salah satu jargon KPK bukannya tanpa arti. Dengan jargon
tersebut, KPK mengajak masyarakat untuk melaporkan kepada aparat penegak hukum jika
mendapati kasus korupsi.

Pelaporan masyarakat merupakan penyumbang terbesar dalam terbongkarnya kasus-kasus


korupsi di Indonesia, mulai dari kasus kecil hingga kakap. Maka dari itu, peran masyarakat
dalam pelaporan tindak pidana korupsi sangat penting.

Masyarakat yang antikorupsi tidak akan diam saja jika melihat korupsi di depan matanya.
Namun ada keengganan masyarakat untuk melapor, salah satu alasannya karena khawatir
keselamatannya terancam. Kekhawatiran itu seharusnya dapat ditepis karena KPK akan
melindungi identitas pelapor.
4) Memperbaiki sistem sehingga antikorupsi

Masyarakat juga bisa berperan memberantas korupsi dengan berkontribusi dalam perbaikan
sistem. Perbaikan sistem dimaksudkan untuk menutup celah-celah korupsi yang bisa
dimanfaatkan para koruptor menilap uang negara.

Masyarakat yang memiliki kedudukan di pemerintahan atau perusahaan, bisa melakukan


perbaikan sistem secara langsung. Mereka bisa mengidentifikasi celah-celah korupsi,
misalnya pada pengadaan barang dan jasa atau rekrutmen serta promosi pegawai, dan
menutupnya dengan kekuasaan yang dimiliki.

Namun untuk masyarakat umum, kontribusi untuk perbaikan sistem bisa dilakukan membantu
pemantauan layanan publik, melakukan kajian terkait layanan publik, menyampaikan
rekomendasi kepada pemerintah, atau membangun manajemen antikorupsi di lingkungan
masing-masing.

5) Kampanye dan menyebarkan nilai integritas

Dengan prinsip pemberantasan korupsi tidak bisa dilakukan seorang diri, maka nilai-nilai
antikorupsi dan integritas harus disebarluaskan. Seorang yang memegang teguh integritas
harus menularkan nilai-nilai luhur tersebut ke sekitarnya, mulai dari keluarga, teman, kampus,
atau rekan kerja.

Seseorang yang memiliki tekad kuat menjadi agen perubahan, sudah seharusnya memiliki
pola kampanye antikorupsi. Tidak selalu harus dengan sosialisasi yang serius, bisa juga
melalui aksi kreatif sebagai pemantik kesadaran antikorupsi, seperti puisi, lagu, atau dongeng.

KPK memiliki solusi bagi masyarakat yang ingin terlibat aktif dalam kampanye antikorupsi,
yaitu dengan menjadi menjadi Penyuluh Antikorupsi (Paksi) atau Ahli Pembangun Integritas
(API). Paksi dan API adalah insan yang kompeten dalam menyampaikan kampanye
antikorupsi karena telah tersertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Profesi KPK.

Sejatinya setiap masyarakat Indonesia berpotensi menjadi agen perubahan antikorupsi, hanya
perlu memunculkan kesadaran bahwa Indonesia yang lebih baik bisa diwujudkan dengan
bantuan kita. Dengan peran serta masyarakat, bukan tidak mungkin korupsi akan jadi barang
langka lalu punah di negeri ini.
Sumber Referensi :
1. https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi
2. https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20220407-kenapa-masih-banyak-yang-
korupsi-ini-penyebabnya

3. https://djpb.kemenkeu.go.id/kppn/manokwari/id/data-publikasi/berita-terbaru/3026-tindak-
pidana-korupsi-pengertian-dan-unsur-unsurnya.html

4. https://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=667:
upaya-pemberantasan-korupsi-seiring-kemajuan-teknologi-
informasi&catid=107&Itemid=187&lang=en

5. https://aclc.kpk.go.id/aksi-informasi/Eksplorasi/20230103-masyarakat-bisa-berperan-dalam-
pemberantasan-korupsi-ini-caranya

6. https://nasional.kompas.com/read/2022/09/21/01000051/data-kasus-korupsi-di-indonesia-
tahun-2022

Anda mungkin juga menyukai