Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Korupsi merupakan tindakan seseorang yang menyalahgunakan kepercayaan
dalam suatu masalah atau organisasi untuk mendapatkan keuntungan. Korupsi
merupakan suatu kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang telah tumbuh seiring
dengan perkembangan peradaban manusia.

Menurut Pengertian Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan


Tindak Pidana Korupsi mengartikan bahwa Korupsi adalah Setiap orang yang
dikategorikan melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri,
menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.”

Tindak pidana korupsi di Indonesia hingga saat ini menjadi salah satu penyebab
terpuruknya sistem perekonomian bangsa yang dibuktikan dengan semakin meluasnya
tindak pidana korupsidalam masyarakat dengan melihat perkembangannya yang terus
meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak
terkendali akan membawa sisi negatif, tidak hanya terhadap kehidupan perekonomian
nasional denganmerugikan kondisi keuangan negara, namun juga melanggar hak-hak
sosial dan ekonomipada kehidupan berbangsa dan bernegara pada umumnya. Hal ini
disebabkan karena korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik dan meluas dengan
kurangnya pertanggungjawaban pidana yang seharusnya dilakukan oleh pelaku tindak
pidana terkait.

Tindak pidana korupsi dalam jumlah besar berpotensi merugikan keuangan negara
sehingga dapat mengganggu sumber daya pembangunan dan membahayakan stabilitas
politik suatu negara. Korupsi juga dapat diindikasikan sebagai alasan timbulnya
bahaya terhadap keamanan umat manusia, karena telah merambah ke dunia
pendidikan, kesehatan, penyediaan sandang pangan rakyat, keagamaan, dan fungsi-
fungsi pelayanan sosial lain. Dalam penyuapan di dunia perdagangan, baik 2 yang
bersifat domestik maupun transnasional, korupsi jelas- jelas telah merusak mental
pejabat.Demi mengejar kekayaan, para pejabat negara tidak takut melanggar hukum
negara.Kasus-kasus tindak pidana korupsi sulit diungkap karena para pelakunya terkait
dengan wewenang atau kekuasaannya yang dimiliki.

Untuk menyelesaikan permasalahan ini diperlukan penyelesaian yang sifatnya


khusus dan luar biasa pula dikarenakan tindak pidana korupsimerupakan kejahatan
yang luar biasa “ Extra ordinary crime “, juga dilakukan dengan sistematis.
Penyelesaian hukum di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari adanya sistem
pembuktian, pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam
persidangan.

B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan pengertian Korupsi, ciri-ciri Korupsi, Faktor Penyebab
korupsi dan jenis-jenis Korupsi ?
b. Apa yang dimaksud dengan Tindak Pidana Korupsi ?
c. Bagaimana sejarah perkembangan Tindak Pidana Korupsi ?
d. Apa sajakah yang termasuk undang-undang tindak pidana korupsi dan Dampak
Korupsi ?

C. Tujuan
a. Mengetahui Apa yang dimaksud dengan pengertian Korupsi, ciri-ciri Korupsi,
Faktor Penyebab korupsi dan jenis-jenis Korupsi
b. Mengetahui Apa yang dimaksud dengan Tindak Pidana Korupsi
c. Mengetahui Bagaimana sejarah perkembangan Tindak Pidana Korupsi
d. Mengetahui Apa sajakah yang termasuk undang-undang tindak pidana korupsi dan
Dampak Korupsi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi
Kata korupsi berasal dari bahasa latin “corruptio” atau corruptus. Menurut para
ahli bahasa, corruptio berasal dari kata corrumpere, suatu kata dari Bahasa Latin yang
lebih tua. Kata tersebut kemudian menurunkan istilah corruption,
corrups (Inggris), corruption (Perancis), corruptie/korruptie (Belanda) dan korupsi
(Indonesia).

Korupsi adalah menggunakan kewenangan publik untuk mendapatkan


keuntungan atau manfaat indifidu. Ada pula yang menyebut korupsi adalah
mengambil bagian yang bukan menjadi haknya. Definisi lain, korupsi adalah
mengambil secara tidak jujur perbendaharaan milik publik atau barang yang
diadakan dari pajak yang dibayarkan masyarakat untuk kepentingan memperkaya
dirinya sendiri. Korupsi juga berarti tingkah laku yang menyimpang dari tugas-
tugas resmi suatu jabatan secara sengaja untuk memperoleh keuntungan berupa
status kekayaan atau uang untuk perorangan, keluarga dekat atau kelompok
sendiri.
B. Ciri-Ciri Korupsi
Menurut Evi Hartanti SH dalam bukunya menyebutkan bahwa ciri-ciri korupsi
adalah sebagai berikut:
a. Suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan. Seseorang yang di berikan amanah
seperti pemimpin yang menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan
pribadi, golongan, taua kelompoknya.
b. Penipuan terhadap badan pemerintah, lembaga swasta, atau masyarakat
umumnya. Usaha untuk memperoleh keuntungan dengan mengatasnamakan suatu
lembaga tertentu seperti penipuan memperoleh hadian undian dari suatu
perusahaan, padahal perusahaan yang sesungguhnya tidak menyelenggarakan
undian.
c. Dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepentingan khusus.
Contohnya, mengalihkan anggaran keuangan yang semestinya untuk kegiatan
sosial ternyata di gunakan untuk kegiatan kampanye partai politik.
d. Di lakukn dengan rahasia, kecuali dalam keadaan dimana orang-orang yang
berkuasa atau bawahannya menganggapnya tidak perlu. Korupsi biasanya di
lakukan tersembunyi untuk menghilangkan jejak penyimpangan yang di
lakukannya.
e. Melibatkan lebih dari satu orang atau pihak. Beberapa jenis korupsi melibatkan
adanya pemberi dan penerima
f. Adanya kewajiban dan keuntungan bersama, dalam bentuk uang atau yang lain.
Pemberi dan penerima suappada dasarnya bertujuan mengambil keuntungan
bersama.
g. Terpusatnya kegiatan korupsi pada mereka yang mengkehendaki keputusan yang
pasti dan mereka yang dapat memengaruhinya. Pemberian suap pada kasus
melibatkan petinggi Mahlkamah Konstitusi bertujuan memengaruhi keputusnnya.
h. Adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup dalam bentuk pengesahan hokum.
Adanya upaya melemahkan lembaga pemberantasan korupsi melalui produk
hokum yang di hasilkan suatu Negara atas inisiatif oknum-oknum tertentu di
pemerintahan.
C. Faktor Penyebab Korupsi
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi, baik berasal dari dalam diri
pelaku atau dari luar pelaku. Faktor penyebab korupsi antara lain :

a. Faktor Politik
Politik merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dapat dilihat
ketika terjadi instabilitas politik, kepentingan politis para pemegang kekuasaan,
bahkan ketika meraih dan mempertahankan kekuasaan. Perilaku korup seperti
menyuap, politik uang merupakan fenomena yang sering terjadi.
b. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini
dapat dijelaskan dari pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan.
Selain rendahnya gaji atau pendapatan, banyak aspek ekonomi lain yang menjadi
penyebab terjadinya korupsi, di antaranya adalah kekuasaan pemerintah yang
dibarengi dengan faktor kesempatan bagi pegawai pemerintah untuk memenuhi
kekayaan mereka dan kroninya.
k tergolong orang miskin. Dengan demikian korupsi bukan disebabkan oleh
kemiskinan, tapi justru sebaliknya, kemiskinan disebakan oleh korupsi.
c. Faktor Organisasi
Organisasi dalam hal ini adalah organisasi yang luas, termasuk sistem
pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisai yang menjadi korban korupsi
atau dimana korupsi terjadi biasanya memberi andil terjadinya korupsi karena
membuka peluang atau kesempatan untuk melakukan korupsi.
Aspek-aspek terjadinya korupsi dari sudut pandang organisasi meliputi: (a)
kurang adanya teladan dari pemimpin (b) tidak adanya kultur organisasi yang
benar, (c) sistem akuntabilitas dalam instansi kurang memadai, (d) manajemen
cenderung menutupi didalam organisasinya.

D. Jenis-Jenis Korupsi
Beberapa ahli mengidentifikasi jenis korupsi, di antaranya Syed Hussein Alatas
yang mengemukakan bahwa berdasarkan tipenya korupsi di kelompokkan menjadi
tujuh jenis korupsi sebagai berikut:

a. Korupsi transaktif (transactive corruption) yaitu menunjukan kepada adanya


kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima,
demikeutungan kedua belah pihak dan dengan aktif di usahakan tercapainya
keuntungan ini oleh kedua-duanya.
b. Korupsi yang memeras (extortive corruption) adalah jenis korupsi di mana pihak
pemberi di paksa untuk menyuap guna mencegah kerugian yang sedang
mengancam dirinya, kepentingannya atau orang-orang dan hal-hal yang di
hargainya.
c. Korupsi investif (investive corruption) adalah pemberian barang atau jasa tanpa
ada pertalian langsung dari keungan tertentu, selain keuntungan yang di bayangkan
akan di peroleh di masa yang akan dating.
d. Korupsi perkerabatan (nepotistic corruption) adalah penunjukan yang tidak sah
terhadap teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan dalam pemerintahan,
atau tindakan yang memberikan perlakuan yang mengutamakan dalam bentuk uang
atau bentuk-bentuk lain, kepada mereka, secara bertentangan dengan norma dan
peraturan yang berlaku.
e. Korupsi definitive (definisife corruption) adalah perilaku korban korupsi dengan
pemerasan, korupsinya adalah dalam rangka mempertahankan diri.
f. Korupsi otogenik (autogenic corruption) yaitu korupsi yang di laksanakan oleh
seorang diri.
g. Korupsi dukungan (supportive corruption) yaitu korupsi tidak secara langsung
menyangkut uang atau imbalan langsung dalam bentuk lain.

E. Pengertian Tindak Pidana Korupsi


Pengertian tindak pidana korupsi dalam arti luas yaitu perbuatan seseorang yang
merugikan keuangan negara dan yang membuat aparat pemerintah tidak efektif,
efisien, bersih dan berwibawa.Pengertian Tindak Pidana Korupsi juga dapat ditemukan
pada Kamus Umum Bahasa Indonesia: “Korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti
penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya”.
Tindak pidana korupsi merupakan bentuk penyimpangan dari kekuasaan atau
pengaruh yang melekat pada seseorang aparat pemerintahan yang mempunyai
kedudukan tertentu sehingga dengan kedudukan pejabat dapat melakukan tindak
pidana korupsi.tindak pidana korupsi merupakan kejahatan merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara, maka percobaan untuk melakukan kejahatan
korupsi dijadikan delik selesai dan diancam dengan hukuman yang sama dengan
ancaman bagi pidana itu sendiri yang telah selesai dilakukan.

F. Pelaku Tindak Pidana Korupsi


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pelaku adalah orang yang melakukan
suatu perbuatan. Jadi dapat disimpulkan bahwa Pelaku Tindak Pidana adalah orang
yang melakukan perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukuman
pidana. 26 Menurut KUHP, macam pelaku yang dapat dipidana terdapat pada pasal 55
dan 56 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:

a. Pasal 55 KUHP Dipidana sebagai pembuat sesuatu perbuatan pidana: a. Mereka


yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan
perbuatan. b. Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau
penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja
menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan. c. Terhadap penganjur,
hanya perbuatan yang sengaja yang dianjurkan sajalah yang diperhitungkan,
beserta akibat-akibatnya.
b. Pasal 56 KUHP. Dipidana sebagai pembantu sesuatu kejahatan : Mereka yang
dengan sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan.Mereka yang
dengan sengaja memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan
kejahatan.

Pada ketentuan Pasal 55 KUHP disebutkan perbuatan pidana, jadi baik kejahatan
maupun pelanggaran yang di hukum sebagai orang yang melakukan disini dapat dibagi
atas 4 macam, yaitu :

a. Pleger Orang ini ialah seorang yang sendirian telah mewujudkan segala elemen
dari peristiwa pidana. 27
b. Doen plegen Disini sedikitnya ada dua orang, doen plegen dan pleger. Jadi bukan
orang itu sendiri yang melakukan peristiwa pidana, akan tetapi ia menyuruh orang
lain, meskipun demikian ia dipandang dan dihukum sebagai orang yang melakukan
sendiri peristiwa pidana.
c. Medpleger Turut melakukan dalam arti kata bersama-sama melakukan,
sedikitdikitnya harus ada dua orang, ialah pleger dan medpleger. Disini diminta,
bahwa kedua orang tersebut semuanya melakukan perbuatan pelaksanaan, jadi
melakukan elemen dari peristiwa pidana itu. Tidak boleh hanya melakukan
perbuatan persiapan saja, sebab jika demikian, maka orang yang menolong itu
tidak masuk medpleger, akan tetapi dihukum sebagai medeplichtige.
d. Uitlokker Orang itu harus sengaja membujuk melakukan orang lain, sedang
membujuknya harus memakai salah satu dari jalan seperti yang disebutkan dalam
Pasal 55 ayat (2), artinya tidak boleh memakai jalan lain.

G. Sejarah Perkembangan Tindak Pidana Korupsi


Pada Zaman Kerajaan Pada zaman kerajaan praktek korupsi hanya terjadi pada
perebutan kekuasaan dimana hal ini juga dilakukan untuk memperkaya diri dan
keluarga serta untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Pada era Indonesia Merdeka
dan pada era setelah Indonesia merdeka. Didalam era tersebut yang masih di bawah
pimpinan presiden Ir.Soekarno terlihat jelas bahwa telah dua kali di bentuk Badan
Pemberantas Korupsi yaitu Paran dan Operasi Budhi. Kedua badan tersebut dibentuk
untuk mengawasi praktek-praktek korupsi yang terjadi pada era tersebut dimana salah
satunya dengan cara mengisi formulir yang zaman sekarang dikenal dengan daftar
kekayaan pejabat negara. Sedangkan Operasi Budhi sendiri kebanyakan bergerak di
perusahaanperusahaan negara yang dimana dianggap rawan akan praktek korupsi.

Pada Era Orde Baru Pada masa orde baru sendiri juga terlihat akan adanya
praktek-praktek korupsi dengan dibentuknya suatu badan khusus yang menangani
akan hal ini, yaitu komite empat dan juga Opstib (Operasi tertib).

Pada Era Reformasi Di dalam orde reformasi praktek korupsi telah menjalar
kemana-mana seperti virus yang menjangkit seluruh elemen penyelenggara negara.
Pada orde tersebut pimpinan Negara Indonesia adalah Presiden BJ Habibie. Pada
waktu kepemimpinannya Presiden membuat suatu rumusan undang-undang yaitu
Undang-undang No.28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan
bebas dari KKN dan juga pembentukan berbagai komisi atau badan baru seperti
KPKPN,KPPU, atau lembaga Ombudsman. Serta dilanjutkan juga oleh 30 presiden
selanjutnya yaitu Presiden berikutnya, Abdurrahman Wahid membentuk Tim
Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK).

Pada Era Demokrasi Beralih ke zaman sekarang, yaitu Demokrasi adanya badan
yang mengurus tentang Tindak Pidana Korusi yang dimana telah kita ketahui yaitu
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dimana KPK di bantu oleh lembaga-lembaga
hukum yang ada di Indonesia dalam misi pemberantasan Korupsi. KPK adalah
lembaga independen yang berdiri sendiri dan bebas dari pengaruh kekuasaan apapun.
Tugas dan wewenang KPK telah terurai jelas di dalam Undang-undang No.30 tahun
2002.

H. Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi


a. Undang- Undang Nomor 24 (PRP) Tahun 1960 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Dari permulaan dapat diketahui bahwa peraturan penguasa perang pusat tentang
pemberanasan korupsi itu bersifat darurat, bersifat temporer, yang berlandaskan
undang- undang keadaan bahaya. Semula, ia berbentul peraturan pemerintah
pengganti undang- undang, kemudian disahkan menjadi undang- undang. Karena
bentuknya adalah peraturan pemerintah pengganti undang- undang, yang dengan
undang- undang Nomor 1 tahun 1961 dijadikan undang- undang, maka tidak perlu
dibahas di DPR.
Sebagaimana dikemukakan pembuat undang- undang memandang tidak perlu
lagi ada peraturan tentang perbuatan korupsi bukan pidanan karena bagaimanapun,
dalam hal- hal seperti itu terbuka kemungkinan bagi pemerintah untuk menggugat
perdata melalui Pasal 1365 BW terhadap pelaku perbuatan seperti itu.
Telah dikemukakan jugan bahwa perumusan delik yang ada dalam peraturan
penguasa perang pusat tersebut diambil alih sepenuhnya oleh undang- undag
Nomor 24 (PRP) 1960 ini dengan sedikit perubahan. Pada Pasal 1 ayat (1) sub a
dan  sub b hanya kata “ perbuatan” diganti dengan “tindakan” karena undang –
undang ini memakai istilah “tindak pidana Korupsi” bukan perbuatan korupsi
pidana.

b. Undang- Undang No. 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi.
Jika kita tinjau yurisprudensi selama kurun waktu antara 1960- 1970, sangat
sedikit delik korupsi dapat ditemukan.Berlainan misalnya dengan kurun waktu
1971- 1981, dimana dapat ditemukan perkara korupsi dari yang kecil sampai yang
besar. Kita dapat menemukan dalam yurisprudensi perkara- perkara yang besar
seperti Robby Tjahjadi, Abu Kiswo, Ledjen. siswadji, Budiadji, liem keng eng, dan
endang widjaja, kemudian dua orang hakim senior, masing- masing JZL, yang
diadili pengadilan negeri jakarta pusat.
Seperti diketahui sejak lahirnya orde baru pada tahun 1966, suaru- suara yang
menghendaki pemberantasan korupsi, lebih diperhebat semakin hari bertambah
nyaring, baik berupa berita maupun berupa karangan disurat kabar, majalah, dalam
pertemuan, diskusi dan sebagainya yang bertemakan pemberantasan korupsi. Juga
dikenal adanya komite anti korupsi di awal orde baru.
Masih dibawah kuasa peraturan penguasa perang pusat, pemerintah telah
berusaha sekeras- kerasnya mengefektifkan pemberantasan korupsi, yaitu
dengankeputusan presiden Nomor 228 Tahun 1967, Tanggal 2 Desember 1967,
dibentuk tim pemberantasan korupsi (TPK). dalam tim ini jaksa agung diberi
wewenang mengoordinasikan penyidikan bak terhapda pelaku militer maupun
sipil, bahkan perkara koneksitas antara orang sipil dan militer pada prinsipnya
pengadilan negara mengadili, dengan hakim- haim sipil dan militer.

c. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi.
Dengan terbentuknya kabinet Habibie yang mulai menjadi menteri kehakiman
pada tahun 1998, dicanangkan untuk mempercepat penciptaan undang-undang
dalam waktu singkat, kurang dari dua tahun, pemerintahan ini menciptakan
undang-undang sebanyak-banyaknya dengan sepuluh tahun pemerintahan soeharto.
Penciptaan undang-undang yang diutamakan antara lain perubahan atau
penggantian undang-undang No 3 tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Rupanya anggapan bahwa yang kurang sempurna sehingga
banyak terdapat korupsi ialah undang-undangnya, padahal “orangnya” dan
“sistemnya”.

d. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubaha atas Undang-undang


Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Setelah Baharudin Lopa menjabat Menteri Kehakiman sekitar bulan maret
2001, cita-citanya menciptakan ketentuan tentang pembalikan beban pembuktian
didalam undang-undang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi segera
direalisasikan dengan membentuk tim yang terdiri atas, antara lain Baharudin
Lopa, Adnan Bayung Nasution, Romli, Abdulgani Abdullah, Netabaya, Yusrida,
Sri Hadningsih, Indrianto Seno Adji, Arifin, dan Oka Mahendra. Jadi, maksud
semula untuk mengubah undang-undang no.31 tahun 1999 hanyalah untuk
menambah ketentuan tentang pembalikan beban pembuktian.

I. Dampak Korupsi
Dari beberapa sumber dampak dari korupsi sebagai berikut:

a. Berkurangnya Kepercayaan Terhadap Pemerintah Akibat pejabat pemerintah


melakukan korupsi mengakibatkan berkurangnya kepercayaan terhadap
pemerintah tersebut. Disamping itu, negara lain juga lebih mempercayai negara
yang pejabatnya bersih dari korupsi, baik kerja sama di bidang politik, ekonomi,
ataupun dalam bidang lainya. Hal ini akan mengakibatkan pembangunan
ekonomi serta mengganggu stabiltas perekonomian negara yang stabilitas
politik.
b. Berkurangnya Kewibawaan Pemerintah Dalam Masyarakat Apabila banyak dari
pejabat pemerintah yang melakukan penyelewengan keuangan negara,
masyarakat akan bersifat apatis terhadap segala anjuran dan tindakan
pemerintah. Sifat apatis tersebut akan mengakibatkan ketahanan nasional akan
rapuh dan megganggu stabilitas keamanan NegaraMenyusutnya Pendapatan 34
Negara Penerimaan negara untuk pembangunan didapatkan dari dua Sektor,
yaitu dari pungutan bead an penerimaan pajak pendapatan Negara dapat
berkurang apabila tidak diselamatkan dari penyelundupan dan penyelewengan
oleh oknum-oknum pemerintah pada sector sekto penerimaan tersebut.
c. Rapuhnya Keamanan dan Ketahanan Negara Keamanan dan ketahanan negara
akan rapuh apabila para pejabat pemerintah mudah disuap karena kekuasaan
asing yang hendak memaksakan ideologi atau pengaruhnya terhadap bangsa
Indonesia. menggunakan penyuapan sebagai suatu sarana untuk mewujudkan
cita-citanya.
d. Hukum Tidak Lagi Dihormati . Negara kita adalah negara hukum dimana segala
sesuatu harus didasarkan pada hukum. Cita-cita untuk menggapai tertib hukum
tidak akan terwujud apabila para penegak hukum melakukan tindakan korupsi
sehingga hokum tidak dapat ditegakkan, ditaati, serta tidak diindahkan oleh
masyarakat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung
merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam
perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan
kedudukannya dan aspek penggunaan uang Negara untuk kepentingannya.Adapun
penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin,kelemahan pengajaran dan
etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman
yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber
daya manusia, serta struktur ekonomi.Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis,
yaitu bentuk, sifat,dan tujuan.Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang
diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara. 
DAFTAR PUSTAKA

Lamintang, PAF dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum Pidana


Indonesia .Bandung : Penerbit Sinar Baru.

Muzadi, H. 2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan


Tindak Pidana Korupsi. Malang : Bayumedia Publishing.

Pujiyono, Kumpulan Tulisan Hukum Pidana, (Bandung: Mandar Maju, 2007)

Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia . Jakarta :


GhaliaIndonesia

Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, (Jakarta: Kompas, 2006)

Anda mungkin juga menyukai