Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

DAMPAK KORUPSI TERHADAP BIROKRASI


PEMERINTAHAN POLITIK DAN DEMOKRASI

DI BUAT OLEH :
NAMA : 1. TIO RISMA SAPUTRI
2. RIO RIFAI

SMAN 1 PEKAITAN
KEC. PEKAITAN KAB. ROKAN HILIR
TP. 2022-2023
KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan kepada Allah SWT berkat limpahan rahmat-Nya penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Dampak Korupsi Terhadap Birokrasi
Pemerintahan Politik dan Demokrasi”. Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas dari dosen
mata kuliah Pendidikan Budaya Anti Korupsi (PBAK). Makalah ini berisi tentang pengertian
korupsi, ciri-ciri korupsi, bentuk dan motif korupsi serta dampak korupsi terhadap birokrasi
pemerintahan politik dan demokrasi.
Penyusunan makalah ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
penyusunan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari makalah ini masih ada kekurangan sehingga
penulis mengharapkan saran dan kritik untuk memperbaiki makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat untuk penulis dan untuk masyarakat pada umumnya.
BAB I
PENDAHULUAN

Korupsi, tampaknya sudah membudaya dan bukan semata milik strata atas dalam jajaran
pemerintahan. Berkaitan dengan persoalan ini, secara hierarki, korupsi dianggap sudah menjadi
fenomena yang lekat mulai dari instansi pemerintahan di level pusat hingga tingkat lokal. Motif
melakukan korupsi berhubungan dengan banyak hal. Secara politik, motif orang melakukan
korupsi yaitu untuk mendapatkan kekuasaan dan secara ekonomi untuk mendapatkan akses lebih
ke sumber-sumber ekonomi dengan tujuan akhir untuk mendapatkan pendapatan lebih.
Secara substansif istilah korupsi dapat disetarakan dengan beberapa tindakan lain yang
dilarang di dalam Islam, yang menunjukkan berbagai bentuk penyalahgunaan amanah publik
untuk kepentingan pribadi. Pertama, korupsi dapat disetarakan dengan tindakan pejabat atau
birokrat menyalahgunakan atau menggelapkan hak milik publik yang dipercayakan kepadanya
untuk kepentingan pribadi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu korupsi?
2. Bagaimana saja ciri-ciri korupsi?
3. Apa saja bentuk dan motif korupsi?
4. Bagaimana dampak korupsi terhadap birokrasi pemerintahan politik dan demokrasi?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi korupsi
2. Mengetahui ciri-ciri korupsi
3. Mengenali berbagai bentuk dan motif korupsi
4. Mengetahui dampak korupsi terhadap birokrasi pemerintahan politik dan demokrasi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Korupsi


Korupsi adalah istilah kontemporer yang diserap dari bahasa Latin Korupsi (dalam
bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere sama artinya dengan busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Korupsi juga dapat didefinisikan sebagai tindakan
penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat negara yang mendpatkan amanah dari rakyat untuk
mengelola kekuasaan demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Definisi korupsi yang sering dipakai (khususnya oleh lembaga Transparency
International) yaitu perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara
tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya,
dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Definisi TI lebih
menekankan tentang bahaya korupsi yang terjadi pada level birokrasi, atau lebih khususnya
terhadap penyalahgunaan jabatan. Definisi ini mencakup hampir semua penyuapan aktif
atau pasif antara pegawai publik dan orang pribadi, seperti dalam definisi Swiss Agency
for Development and Corruption, dimana korupsi diartikan sebagai tingkah laku orang yang
mempunyai tugas-tugas publik atau swasta adalah korupsi, jika mereka melanggar kewajiban
mereka demi keuntungan apa saja yang tidak dapat dibenarkan.
Definisi di atas sejalan dengan definisi yang diberikan oleh Prof. Robert Klitgaard yaitu:
"Menggunakan jabatan untuk kepentingan pribadi" (Klitgaard, 2000). Sebelumnya Klitgaard
memberikan definisi korupsi yang lebih khusus, yaitu: "Korupsi ada apabila seseorang secara
tidak halal meletakkan kepentingan pribadinya di atas kepentingan rakyat serta cita-cita yang
menurut sumpah akan dilayaninya" (Klitgaard, 1988).
Menurut Worldbank, korupsi didefinisikan "The Abuse of Public Power for Private
Benefit", penyalahgunaan kekuatan publik untuk kepentingan pribadi4(Tanzi, 1998, USAID,
1999). Keuntungan pribadi diartikan bukan hanya kepada seseorang, tetapi juga kepada suatu
partai politik, suatu kelompok tertentu dalam masyarakat, suku, teman atau keluarga.
Berdasarkan definisi di atas korupsi hanya terjadi pada tingkat birokrasi, dan tidak terjadi pada
sektor swasta (private).
Dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, korupsi dikategorikan sebagai tindakan setiap orang dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan
atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah tindakan
menguntungkan diri sendiri dan orang lain yang bersifat busuk, jahat, dan merusakkan
karena merugikan negara dan masyarakat luas. Pelaku korupsi dianggap telah melakukan
penyelewengan dalam hal keuangan atau kekuasaan, pengkhianatan amanat terkait pada
tanggung jawab dan wewenang yang diberikan kepadanya, serta pelanggaran hukum.

2.2. Ciri-ciri Korupsi


Menurut Stueckelberger tahun 2002, Korupsi mempunyai ciri-ciri khas seperti berikut :
1. Merupakan sarana untuk mendapatkan sesuatu
2. Jenis kegiatan yang tersembunyi dan tidak transparan
3. Pencarian keuntungan pribadi secara tidak sah
4. Pendapatan sesuatu yang bukan haknya secara tidak sah
5. Penggunaan dana secara tidak efisien
6.Sering berhubungan dengan pemerasan, penyalahgunaan posisi publik,nepotisme
7. Penyalahgunaan kepercayaan
8. Perusakkan integritas moril dan etos umum, dan
9. Pelanggaran hukum dengan disintegrasi kesadaran hukum.
Secara hierarki, korupsi dianggap sudah menjadi fenomena yang lekat mulai dari instansi
pemerintahan di level pusat hingga tingkat lokal. Motif melakukan korupsi berhubungan dengan
banyak hal. Secara politik, motif orang melakukan korupsi yaitu untuk mendapatkan kekuasaan
dan secara ekonomi untuk mendapatkan akses lebih ke sumber-sumber ekonomi dengan tujuan
akhir mvd untuk mendapatkan pendapatan lebih.
2.3. Bentuk dan Motif Korupsi
Bentuk dan motif korupsi dapat berbeda-beda, yaitu dijelaskan sebagai berikut
(Stueckelberger, 2002):
1) Korupsi kemiskinan (corruption of poverty), umumnya disebut “korupsi kecil” (petty
corruption), yaitu berakar dalam kemiskinan (Sebagai contoh jika pegawai-pegawai
pemerintah tidak menerima gaji atau gajinya tidak mencukupi kehidupan).
2) Korupsi kekuasaan (corruption of power), umumnya disebut “korupsi besar” (grand
corruption), yaitu berakar dari adanya nafsu untuk memiliki lebih banyak kekuasaan,
pengaruh, dan kesejahteraan atau dalam mempertahankan kekuasaan dan posisi ekonomi
yang telah dimiliki.
3) Korupsi untuk mendapatkan sesuatu (corruption of procurement) dan korupsi untuk
mempercepat urusan (corruption of acceleration) dimaksudkan untuk mendapat barang atau
pelayanan yang jika tanpa korupsi tidak bisa diperoleh atau tidak tepat waktu atau hanya
dengan biaya administratif yang lebih besar5
4) Tipe keempat adalah supportive corruption, korupsi yang secara tidak langsung
menyangkut uang atau imbalan langsung dalam bentuk lain untuk melindungi dan
memperkuat korupsi yang sudah ada.
5) Kelima, nepostistic corruption, yakni korupsi yang menunjukkan tidak sahnya teman
atau sanak famili untuk memegang jabatan dalam pemerintahan atau perilaku yang memberi
tindakan yang mengutamakan dalam bentuk uang atau lainnya kepada teman atau sanak
famili secara bertentangan dengan norma dan aturan yang berlaku.
6) Keenam, defensive corruption, yakni perilaku korban korupsi dengan pemerasan untuk
mempertahankan diri. George L. Yaney dalam The Systematization of Russian Government
(1973) menjelaskan bahwa pada abad ke-18 dan 19, para petani Rusia menyuap para pejabat
untuk melindungi kepentingan mereka. Tipe ini bukan pelaku korupsi, karena perbuatan
orang yang diperas bukanlah korupsi. Hanya perbuatan pelaku yang memeras sajalah yang
disebut korupsi.
7) Ketujuh, autogenic corruption adalah korupsi yang tidak melibatkan orang lain dan
pelakunya hanya seorang diri. Secara substantif, korupsi adalah pencurian melalui penipuan
dalam situasi yang mengkhianati kepercayaan. Jika berpegang pada pengertian ini, maka
tradisi korupsi telah merambah ke seluruh dimensi kehidupan manusia secara sistematis,
sehingga masalah korupsi merupakan masalah yang bersifat lintas-sistemik dan melekat
pada semua sistem sosial, baik sistem feodalisme, kapitalisme, komunisme, maupun
sosialisme (Aditjondro, 1998).
6

2.4. Dampak Korupsi terhadap Birokrasi Pemerintahan Politik dan Demokrasi

2.4.1 Dampak Korupsi Terhadap Birokrasi Pemerintahan


Birokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang secara sistematis dipegang oleh
pegawai pemerintahan karena telah berpegang pada hierarki dan jenjang jabatan. Dalam
birokrasi baik sipil maupun militer, memang merupakan kelompok yang paling rawan
terhadap korupsi. Sebab, di tangan mereka terdapat kekuasaan penyelenggaraan
pemerintahan yang menjadi kebutuhan semua warga negara. Oleh karena itu,
Transperency International, lembaga internasional yang bergerak dalam upaya anti
korupsi, secara sederhana mendefinisikan korupsi sebagai penyalahgunaan kekuasaan
publik untuk kepentingan pribadi.
Lebih jauh lagi, TI membagi kegiatan korupsi di sektor publik ini dalam dua jenis,
yaitu korupsi administratif dan korupsi politik. Secara administratif, korupsi bisa
dilakukan ‘sesuai dengan hukum’, yaitu meminta imbalan atas pekerjaan yang
seharusnya memang dilakukan, serta korupsi yang ‘bertentangan dengan hukum’ yaitu
meminta imbalan uang untuk melakukan pekerjaan yang sebenarnya dilarang untuk
dilakukan.
Kebocoran keuangan negara yang paling besar di lingkungan lembaga negara
adalah melalui Pengadaan Barang dan Jasa, lemahnya pengawasan dan kurangnya
penerapan disiplin serta sanksi terhadap penyelenggara negara dalam melaksanakan
tugas-tugas negara berdampak birokrasi pemerintahan yang buruk.
Dengan demikian, suatu pemerintahan yang terlanda wabah korupsi akan
mengabaikan tuntutan pemerintahan yang layak. Kehancuran birokrasi pemerintah
merupakan garda depan yang berhubungan dengan pelayanan umum kepada masyarakat.
Korupsi menumbuhkan ketidakefisienan yang menyeluruh di dalam birokrasi. Tidak
efisiennya birokrasi ini, menghambat masuknya investor asing ke negara tersebut. Negara
yang tingkat korupsinya tinggi akan memiliki citra negatif dari negara lain, sehingga
kehormatan negara tersebut akan berkurang. Sebaliknya, negara yang tingkat korupsinya
rendah akan mendapat pandangan positif dari negara lain dan memiliki citra yang baik di
dunia internasional sehingga kedaulatan dan kehormatan negara itu akan dilihat baik oleh
negara lain. Bahkan, apabila negara memiliki tingkat korupsi yang sangat rendah
biasanya akan menjadi tempat studi banding dari negara lain untuk memperoleh
pembelajaran.

Sementara pada birokrasi militer, peluang korupsi, baik uang maupun kekuasaan,
muncul akibat tidak adanya transparansi dalam pengambilan keputusan di tubuh angkatan
bersenjata serta nyaris tidak berdayanya hukum saat harus berhadapan dengan oknum
militer yang seringkali berlindung di balik institusi militer.
Tim peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang dipimpin oleh Dr.
Indria Samego mencatat empat kerusakan yang terjadi di tubuh ABRI akibat korupsi:
a) Secara formal material anggaran pemerintah untuk menopang kebutuhan angkatan
bersenjata amatlah kecil karena ABRI lebih mementingkan pembangunan ekonomi
nasional. Ini untuk mendapatkan legitimasi kekuasaan dari rakyat bahwa ABRI
memang sangat peduli pada pembangunan ekonomi. Padahal, pada kenyataannya
ABRI memiliki sumber dana lain di luar APBN.
b) Perilaku bisnis perwira militer dan kolusi yang mereka lakukan dengan para
pengusaha keturunan Cina dan asing ini menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang
lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya bagi kesejahteraan rakyat dan prajurit
secara keseluruhan.
c) Menimbulkan rasa iri hati perwira militer lain yang tidak memiliki kesempatan yang
sama. Karena itu, demi menjaga hubungan kesetiakawanan di kalangan militer,
mereka yang mendapatkan jabatan di perusahaan negara atau milik ABRI
memberikan sumbangsihnya pada mereka yang ada di lapangan.
d) Akan melunturkan semangat profesionalisme militer pada sebagian perwira militer
yang mengenyam kenikmatan berbisnis baik atas nama angkatan bersenjata maupun
atas nama pribadi. Selain itu, sifat dan nasionalisme dan janji ABRI, khususnya
Angkatan Darat, sebagai pengawal kepentingan nasional dan untuk mengadakan
pembangunan ekonomi bagi seluruh bangsa Indonesia lambat laun akan luntur dan
ABRI dinilai masyarakat telah beralih menjadi pengawal bagi kepentingan golongan
elite birokrat sipil, perwira menengah ke atas, dan kelompok bisnis besar (baca:
keturunan Cina). Bila ini terjadi, akan terjadi pula dikotomi, tidak saja antara
masyarakat sipil dan militer, tetapi juga antara perwira yang profesional dan
Saptamargais dengan para perwira yang berorientasi komersial.

2.4.2 Dampak Korupsi Terhadap Politik dan Demokrasi


Di negara-negara demokrasi baru, demokrasi juga tak berpengaruh terhadap
pengurangan korupsi. Sebagai contoh, Indonesia telah menjadi negara demokrasi sejak
tahun 1998. Menurut Freedom House, lembaga pemeringkat demokrasi dunia, Indonesia
sudah tergolong negara bebas sepenuhnya (demokrasi) sejak 2004. Namun, Indeks
Persepsi Korupsi 2012 menempatkan Indonesia di peringkat ke-118 dengan skor 32.
Artinya, masyarakat merasakan bahwa korupsi masih merajalela di negeri ini.
Ada dua aspek penting yang terkait dengan demokrasi: prosedur dan substansi.
Negara-negara demokrasi baru seperti Indonesia umumnya masih tergolong ke dalam
demokrasi prosedural. Yang sudah berjalan adalah aspek-aspek yang terkait dengan
pemilihan umum. Hal ini tidak cukup menjamin berlangsungnya demokrasi yang dapat
meminimalkan korupsi.
Korupsi tidak terlepas dari kehidupan politik dan demokrasi. Rencana anggaran
yang diajukan pihak eksekutif kepada pejabat legislatif yakni pihak DPR/DPRD untuk
disetujui dalam APBN/APBD adalah berdampak politik. Anggaran APBN/APBD yang
dikucurkan ke masyarakat implementasinya harus dapat dipertangungjawabkan secara
accountable kepada masyarakat dan bebas dari intervensi kepentingan pribadi maupun
golongan tertentu.
Pihak-pihak yang terlibat dalam penetapan anggaran pendapatan belanja negara di
DPR kemungkinan tidak terlepas dari kepentingan politik dari masing-masing partai yang
diwakilinya. Beberapa bentuk konflik kepentingan dapat menimbulkan suatu potensi
korupsi seperti dalam bentuk kebijakan dan gratifikasi. Indonesia merupakan negara
demokrasi di mana masyarakat dapat ikut serta dalam pengawasan terhadap jalannya
pemerintahan. Upaya pencegahan korupsi melalui pengaduan masyarakat adalah bentuk
peran serta yang harus mendapat tanggapan dengan cepat dapat dipertangungjawabkan.
Korupsi mengganggu kinerja sistem politik yang berlaku. Publik cenderung
meragukan citra dan kredibilitas suatu lembaga yang diduga terkait dengan tindakan
korupsi.
BAB III
SIMPULAN
Korupsi adalah suatu tindakan pelanggaran yang dilakukan baik oleh pejabat politik
maupun pegawai negeri untuk memperkaya diri secara tidak wajar dan tidak legal dengan
sesuatu yang bukan menjadi haknya sehingga menyebabkan kerugian pada pihak yang lainnya.
Korupsi juga memiliki banyak ciri-ciri dan bentuk yang beragam. Contoh bentuk korupsi
diantaranya korupsi kecil yang berakar dari kemiskinan, Korupsi besar dari adanya nafsu
inginkan kekuasaan , Korupsi menyangkut uang/imbalan untuk melindungi korupsi yang sudah
ada, dan masih banyak lagi.
Korupsi menimbulkan dampak yang tidak sedikit. Diantaranya dampak korupsi terhadap
birokrasi pemerintahan yaitu rusaknya hubungan kepercayaan dengan masyarakat dalam bidang
pengadaan barang dan jasa, lalu korupsi juga bisa menghambat birokrasi pemerintahan sehingga
investor asing pun ikut terhambat. Sedangkan dalam urusan birokrasi militer, perilaku bisnis
yang berbau korupsi perwira militer dan kolusi yang mereka lakukan dengan para pengusaha
keturunan Cina dan asing ini menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang lebih banyak mudaratnya
daripada manfaatnya dan menimbulkan rasa iri hati perwira militer lain yang tidak memiliki
kesempatan yang sama.
Dampak korupsi yang selanjutnya adalah terhadap politik dan demokrasi salahsatunya
adalah rencana anggaran yang diajukan pihak eksekutif kepada pejabat legislatif yang tidak
transparan dan mengganggu kinerja sistem politik yang berlaku. Publik cenderung meragukan
citra dan kredibilitas suatu lembaga yang diduga terkait dengan tindakan korupsi.
DAFTAR PUSTAKA

Darmodiharjo, Darji. 1996. Pokok-pokok Filsafat Hukum. Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama
Syarbaini, Syahrial. 2011. Pendidikan Pancasila: Implementasi Nilai-Nilai Karakter
Bangsa di Perguruan Tinggi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
MM, Khan. 2000. Political And Administrative Corruption Annota Ted Bibliography.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014. Pendidikan Budaya Anti Korupsi.
Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan.
Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Yang Bersih dan Bebas dari
Kolusi, Korupsi dan Nepotisme
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantas Tindak Pidana Korupsi

Anda mungkin juga menyukai