Anda di halaman 1dari 18

BAB XIV.

KAPITA SELEKTA
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
(Pandangan Islam Terhadap Korupsi, Narkoba, Radikalisme dan LGBT)
Oleh : Nurbaiti, S.Sy., MH
Kemampuan Akhir yang diharapkan:
- Mahasiswa dapat memahami hukum, bahaya dan akar permasalahan dari Narkoba,
korupsi, LGBTdan Radikalisme

Uraian dan Pembahasan

A. Korupsi
Persoalan korupsi memang persoalan yang rumit dan pelik untuk Indonesia, bahkan
sudah menjadi budaya dan watak yang mendorong seseorang untuk melakukan perilaku
korup. Perilaku korupsi menjadi perilaku yang biasa bahkan menjadi gaya hidup, dalam arti
bahwa mereka pelaku korupsi sudah tidak menghiraukan lagi bahwa korupsi itu adalah
melanggar hukum. Realitas yang luar biasa kronis, ketika kita melihatnya. Beberapa
gambaran praktek tindak korupsi yang terjadi di negeri ini ditandai dengan cara yang kian
beragam dengan pola yang kian rumit dan sulit untuk diendus dan diungkap.
Korupsi juga penyebab utama keterpurukan bangsa ini. Jadi ada semacam
perkembangan di dunia korupsi. Perilaku korupsi yang dilakukan oleh hanya segelintir
pejabat negara akhirnya ‘berpindah’ dilakukan oleh masyarakat biasa. Hal yang lebih
berbahaya lagi, korupsi ini tidak hanya dilakukan oleh per individu melainkan juga dilakukan
secara bersama-sama tanpa rasa malu.. Jadi korupsi dilakukan secara berjamaah. Yang lebih
berbahaya lagi sebenarnya adalah korupsi sistemik yang telah merambah ke seluruh lapisan
masyarakat dan sistem kemasyarakatan.
1. Pengertian Korupsi
Perjalanan nomenklatur korupsi yang sekarang kita kenal bermula dari bahasa latin
corruptio atau corruptus. Corruptio sendiri berasal dari kata corrumpere, suatu kata latin
yang lebih tua. Dari bahasa latin corruptio inilah, nomenklatur korupsi turun ke banyak
bahasa Eropa seperti Inggris yaitu corruption, corrupt; Prancis yaitu corruption; dan Belanda
yaitu corruptie, korruptie. Dari Bahasa Belanda ini, nomenklatur korupsi diadopsi ke dalam
Bahasa Indonesia (Hamzah, 2005:4). Secara etimologis, korupsi berarti kebusukan,
kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-
kata atau ucapan yang memfitnah (Hamzah, 2005:339).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi diartikan secara terminologis sebagai
Penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan, dsb) untuk keuntungan
pribadi atau orang lain. Menyelewengkan; menggelapkan (uang, benda, dsb) (2010: 936).
Sedangkan definisi korupsi menurut Lembaga Transparansi Internasional adalah perilaku
pejabat publik, baik politikus maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal
memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan
kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka (Hamzah, 2005: 340). Korupsi
didefinisikan oleh Bank Dunia sebagai penyalahgunaan jabatan publik untuk mendapatkan
keuntungan pribadi. Di samping itu, ada banyak pengertian korupsi yang digunakan oleh para
peneliti, seperti: 1. Korupsi didefinisikan sebagai penyalahgunaan kekeuasaan oleh pegawai
pemerintah untuk kepentingan pribadi, 2. Korupsi didefinisikan sebagai suatu tindakan
penyelahgunaan kekayaan negara, yang melayani kepentingan umum, untuk kepentingan
pribadi atau perorangan.
2. Korupsi dalam Islam
Dalam fikih atau literatur Islam secara umum tidak ditemukan sebuah istilah yang
mengandung makna korupsi secara menyeluruh. Namun demikian, berdasarkan tindakan-
tindakan yang dikategorikan korupsi dalam hukum positif Indonesia dan berdasarkan konsep-
konsep kejahatan maliyyah dalam fikih, terdapat tiga unsur utama. Pertama, adanya
tasharruf, yaitu perbuatan yang bisa berarti menerima, memberi dan mengambil. Kedua,
adanya pengkhianatan terhadap amanat kekuasaan. Ketiga, kerugian yang ditanggung oleh
masyarakat luas atau publik (Na’im, 2006: 107).
Tindak pidana korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini masuk dalam kategori takzir.
Tindak pidana korupsi tidak bisa disamakan atau diqiyaskan dengan jarimah sariqah
(pencurian) dan hirabah (perampokan). Sebab kedua jarimah ini masuk dalam kategori
jarimah hudud, menurut M. Cherif Bassiouni, sebagaimana dikemukakan pula oleh ulama
ushul fiqh dari kalangan Hanafiyah. Di samping itu berdasarkan asas legalitas tentang
kejahatan terhadap materi, dalam al-Qur’an hanya disebutkan tentang pencurian dan
perampokan dengan sanksi pidana masing-masing berupa pidana potong tangan dan pidana
mati. Dalam al-Qur’an tidak disebutkan tentang sanksi bagi pelaku korupsi. Oleh sebab itu,
korupsi tidak sama dengan mencuri dan berbeda dengan merampok sehingga pelaku korupsi
menurut fiqh jinayah hanya bisa dituntut dengan hukum takzir bukan hukum hudud berupa
potong tangan seperti pencuri atau berupa hukuman mati seperti perampok. Di samping itu,
tindak pidana korupsi berbeda dengan jariimah sariqah, pada tindak pidana korupsi terdapat
kekuasaan pelaku yang profesional atas harta yang dikorupsinya sedangkan pencurian tidak
ada hubungan dengan kekuasaan pencuri atas harta yang dicurinya, harta tersebut berada di
luar kekuasaannya
Melakukan tindakan korupsi, berarti pelaku telah melakukan pelanggaran sumpah,
baik sumpah sebagai pejabat Negara atau pejabat publik yang diamanatkan kepadanya.
Adapun dari sisi korban, korban tindakan korupsi adalah harta Negara yang pada hakikatnya
adalah harta milik rakyat. Hal ini tentu sangat berbeda dengan sekedar mencuri dan
merampoknya yang biasanya pelaku tidak terkait dengan suatu jabatan dan korbannya bukan
Negara atau rakyat, melainkan individu tertentu atau sebuah perusahaan tertentu
Namun demikian, walaupun korupsi hanya masuk dalam wilayah jarimah takzir,
bukan berarti jenis atau bentuk hukum takzir nya berupa hukuman ringan. Hukum takzir bagi
pelaku tindak pidana korupsi berupa pidana pemecatan, di blacklist di masyarakat, penjara
puluhan tahun, pidana seumur hidup dan bahkan bisa berupa hukuman mati. Mengingat
dampak dari korupsi adalah pemiskinan secara masal terhadap masyarakat secara perlahan
dan merusak tatanan sistem kehidupan bernegara pada masa sekarang atau masa yang akan
datang dan pelakunya merupakan orang yang mempunyai wewenang dan kekuasaan maka
seharusnya pemerintah memberlakukan hukum takzir hukuman mati bagi pelaku korupsi.
Kesimpulan ini sesuai dengan pendapat Abdu Muhsin al-Thariqi yang menyebutkan
bahwa konsep yang bisa diambil untuk pelaku korupsi secara tegas dan keras adalah
sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur’an surat al-Maidah: 33 dengan sanksi hukuman
mati, salib potong tangan dan kaki secara silang atau pengasingan. Adapun sanksi yang lain
adalah pencabutan hak-hak keperdataannya seperti Kartu Tanda Penduduk, Hak melakukan
transaksi serta pemiskinan terhadap harta-harta yang dimiliki oleh para koruptor.
3. Akibat Korupsi
Beberapa hal yang diakibatkan dari pelaku korupsi, yaitu (Ubaedillah, 2007: 236-
237):
a. Tindak korupsi mencerminkan kegagalan mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan
pemerintah (misalnya: korupsi dalam pengangkatan pejabat atau salah alokasi sumber
daya menimbulkan inefisiensi dan pemborosan).
b. Korupsi akan segera menular ke sektor swasta dalam bentuk upaya mengejar laba dengan
cepat (dan berlebihan) dalam situasi yang sulit diramalkan, atau melemahkan investasi
dalam negeri dan menyisihkan pendatang baru dan dengan demikian mengurangi
partisipasi dan pertumbuhan sektor swasta.
c. Korupsi mencerminkan kenaikan harga administrasi (pembayar pajak harus ikut
menyuap, karena membayar beberapa kali lipat untuk pelayanan yang sama).
d. Jika korupsi merupakan bentuk pembayaran yang tidak sah, hal ini akan mengurangi
jumlah dana yang disediakan untuk publik.
e. Korupsi merusak mental aparat pemerintah, melunturkan keberanian yang diperlukan
untuk mematuhi standar etika yang tinggi.
f. Korupsi dalam pemerintahan menurunkan legitimasi pemerintah,
g. Jika elit politik dan pejabat tinggi pemrintah secara luas dianggap korup, maka publik
akan menimpulkan tidak ada alasan bagi publik untuk tidak boleh korup juga.
h. Seorang pejabat atau politisi yang korup adalah pribadi yang hanya memikirkan diri
sendiri, tidak mau berkorban demi kemakmuran bersama di masa mendatang.
i. Korupsi menimbulkan kerugian yang sangat besar dari sisi produktivitas, karena waktu
dan energi habis untuk mejalin hubungan guna menghindari atau mengalahkan sistem,
dari pada untuk meningkatkan kepercayaan diri dan memberikan alasan yang obyektif
mengenai permintaan layanan yang diperlukan.
j. Korupsi akan menimbulkan perkara yang harus di bawa ke pengadilan dan tuduhan-
tuduhan palsu yang digunakan pada pejabat yang jujur untuk tujuan pemerasan.
k. Bentuk korupsi yang paling menonjol di beberapa negara yaitu “uang pelicin” atau “uang
rokok” menyebabkan keputusan ditimbang berdasarkan uang, bukan berdasarkan
kebutuhan manusia.
B. Narkoba
Permasalahan penyalahgunaan dan ketergantungan obat berbahaya atau Narkoba
(narkotika, psikotropika dan obat terlarang) Dalam istilah lain sering juga disebut dengan
NAPZA yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif mempunyai
dimensi yang luas dan kompleks. Meliputi aspek medis dan psikososial (ekonomi, politik,
sosial, budaya, kriminalitas, kerusuhan masal dan lain sebagainya).
Korban dari penyalahgunaan narkoba adalah anak-anak yang masih tergolong anak
usia sekolah pada umumnya remaja dan dewasa muda 16 – 25 tahun, justru mereka sedang
dalam usia produktif dan merupakan sumber daya manusia atau aset bangsa di kemudian hari.
Kejahatan narkoba telah bersifat transnasional yang dilakukan dengan modus operandi yang
tinggi dan teknologi canggih. Peredaran narkoba di Indonesia hampir meliputi sekitar
3.000.000. (tiga juta) orang, dan ini mungkin yang hanya di permukaan karena jumlah
pemakai narkoba seperti fenomena gunung es, yang terlihat hanya sedikit puncaknya, namun
dasarnya atau bawahnya lebih besar (Balitbang Agama dan diklat keagamaan, 2003: 48).
1. Pengertian Narkoba
Secara etimologis Narkoba atau narkotika berasal dari bahasa Inggris narcose atau
narcosis yang berarti menidurkan (Poerwadarminta, 1952: 112) dan pembiusan (Echols dan
Sadili, 1996: 390). Narkotika berasal dari bahasa Yunani yaitu narke atau narkam yang berarti
terbius sehingga tidak merasakan apa-apa (Sudarto, 1995: 9). Narkotika berasal dari perkataan
narkotic yang artinya sesuatu yang dapat menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan
efek stupor (bengong), bahan-bahan pembius atau obat bius (Echols dan Sadili, 1996: 390).
Secara terminologi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Narkoba atau narkotika
adalah obat yang dapat menenangkan syaraf, menghilangkan rasa sakit, menimbulkan rasa
mengantuk atau merangsang (Moelyono, 1988: 609). Menurut William Benton, secara
terminologis narcoric is general term for subtances that produce lethargy or stuper or the of
painI (Narkotika adalah suatu istilah umum untuk semua zat yang mengakibatkan
kelemahan/pembiusan atau mengurangi rasa sakit ) (Benton, 1970: 23).
2. Narkoba dalam Pandangan Islam
Istilah Narkoba dalam konteks hukum Islam, tidak disebutkan secara langsung dalam
al Qur’an maupun dalam al Sunnah. Yang ada dan dikenal ketika al Qur’an diturunkan adalah
istilah khamr. Oleh karena dalam teori ilmu Ushul Fiqih, bila suatu hukum belum ditentukan
status hukumnya, maka bisa diselesaikan melalui metode qiyas atau analogi hukum (Khudori
Bik, 1988: 334).
Khamr dalam istilah hukum nasional adalah minuman keras atau minuman yang
mengandung alkohol. Minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung karbohidrat
dengan cara fermentasi dan destilasi, atau fermentasi tanpa destilasi, maupun yang diproses
dengan cara diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan ethanol atau dengan cara
pengenceran minuman mengandung ethanol. Minuman keras berdasarkan kadar alkohol
dibagi kepada beberapa bagian tergantung kepada jumlah kadarnya (Dirjosisworo, 1984: 135).
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa setiap sesuatu yang
memabukkan dan merusak akal pikiran termasuk kategori khamr, baik yang terbuat dari
kurma, anggur dan lainnya, termasuk di dalamnya Narkoba.
Status hukum narkoba dalam konteks fiqih atau pidana Islam, memang tidak
disebutkan secara langsung baik dalam al-Qur’an maupun Sunah, Al-Qur’an hanya berbicara
tentang keharaman khamr. Pengharaman khamr dalam al-Qur’an bersifat gradual (Al-Jurjawi,
271).
Tahap pertama, turun Q.S. al-Baqarah: 219

ِ ‫اْلَ ْم ِر َوالْ َمْي ِس ِر قُ ْل فِي ِه َمآإِ ْثُ ُُ َكبِريُ ُُ َوَمنَافِ ُع لِلن‬


‫َّاس َوإِْْثُُه َمآ أَ ْك ََبُ ِمن نَّ ْفعِ ِه َما‬ ْ ‫ك َع ِن‬
َ َ‫يَ ْسئَ لُون‬
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat
dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya". (Q.S. al- Baqarah :219)
Tahap kedua turun Q.S. al-Nisa: 43:

‫الصالََة َوأَنتُ ْم ُس َك َارى َح ََّّت تَ ْعلَ ُموا َماتَ ُقولُو َن‬


َّ ‫ين ءَ َامنُوا الَتَ ْقَربُوا‬ ِ َّ
َ ‫ََيأَيُّ َها الذ‬
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan. (Q.S. al-Nisa :43)

Tahap ketiga (tegas pelarangan khamr) turun Q.S. Al-Maidah: 90-91

‫اجتَنِبُوهُ لَ َعلَّ ُك ْم‬ ِ ِ


ْ َ‫س ُُ م ْن َع َم ِل الشَّْيطَان ف‬ ‫ج‬
ْ ِ ‫اب واْأل َْزالَ ُم‬
‫ر‬ ُ ‫َنص‬
َ ‫أل‬ْ‫ا‬
‫و‬ ‫ر‬ ِ ‫اْلمر والْمي‬
‫س‬ ْ ْ َْ ‫ا‬َ َِّ‫ََيأَيُّ َها الَّ ِذين ءاََمنُوا إ‬
‫ّن‬
ُ َ َ ُ َ َ ُ َ
ِ
‫ص َّد ُك ْم َعن‬ ِ
ُ َ‫ضآءَ ِِف ا ْْلَ ْم ِر َوالْ َمْيس ِر َوي‬ ُ ‫} إَِّّنَا يُِر‬90{ ‫تُ ْفلِ ُحو َن‬
َ ْ‫يد الشَّْيطَا ُن أَن يُوق َع بَْي نَ ُك ُم الْ َع َد َاوةَ َوالْبَغ‬

َّ ‫ِذ ْك ِر هللاِ َو َع ِن‬


}91{ َ‫الصالَةِ فَ َه ْل أَنتُم ُّمنتَ ُهون‬
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya
syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu
lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah
dan sembahyang; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu). (al-Maidah :
90-91)
Namun demikian ulama telah sepakat, bahwa menyalahgunakan Narkoba itu haram,
karena dapat merusak jasmani dan rohani umat manusia melibihi khamr (Ibnu al-Taimiyah,
1978: 35). Bahkan mengharamkannya baik sedikit kerusakannya dan ringan bahayanya
(Sabiq, 329). Pendapat di atas sesuai dengan beberapa Hadis Rasulullah saw yang
memperkuat pendapat diatas (al-Nasa`i, 695):

)‫ كل مسكر مخروكل مسكر حرام (رواه النسائى‬: ‫عن ايب هرير ة قال رسول هللا صلي هللا عليه وسلم‬
Dari Abi Hurairah ia berkata : Bersabda rasulullah SAW setiap yang memabukkan itu khamr
dan setiap yang memabukkan itu haram (HR. al-Nasa`i).

‫ ما اسكر كثريه فقليله‬: ‫عن عمر وبن شعيب عن ابيه عن جده عن النيب صل هللا عليه وسلم قال‬

)‫ (رواه النسائى‬.‫حرام‬
Dari amr bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya dari Nabi SAW, beliau bersabda: sesuatu
yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnya pun menjadi haram (HR. An-Nasai)

3. Akibat Penyalahgunaan Narkoba


a. Penyalahgunaan Narkoba pada kesehatan, dapat merusak organ hati, saluran pencernaan,
sistem peredaran darah, gangguan pernafasan, perusak paru-paru, gangguan jiwa, tertular
virus HIV, dan lain-lain. Hal tersebut telah dilarang oleh Allah SWT dalam Q.S. al-Nisa
ayat 29 dan al-Baqarah ayat 195.
ِ ِ ِ
ً ‫َوالَتَ ْقتُلُوا أَن ُف َس ُك ْم إ َّن هللاَ َكا َن ب ُك ْم َرح‬
}29{ ‫يما‬
Dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu. (Q.S. al- Nisa : 29)

}195{ ‫ني‬ِِ ُّ ‫َح ِسنُوا إِ َّن هللاَ ُُِي‬ ِ ‫والَ تُلْ ُقوا ِِبَي ِدي ُكم إِ ََل الت‬
َ ‫ب الْ ُم ْحسن‬ ْ ‫َّهلُ َكة َوأ‬
ْ ْ ْ َ
Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat
baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. al-
Baqarah :195)
b. Penyalahgunaan Narkoba menghancurkan potensi sosial ekonomi karena pelaku
penyalahgunaan Narkoba produktivitasnya akan menurun. Sesuai dengan Hadis :

‫ ال ضرر وال ضرار (رواه ابن‬: ‫ قالل رسول هلل صلي هللا عليه وسلم‬،‫عن عكر مة عن ابن عباس قال‬

)‫ما جه واالد ار قطين‬


Dari Ikrimah dari Ibnu Abbas ia berkata, bersabda Rasulullah saw janganlah membuat
mudarat pada dirimu sendiri dan pada orang lain. (HR. Ibnu Majah dan al-Daruqutni).
c. Penyalahgunaan Narkoba dapat merusak keamanan dan ketertiban masyarakat kerena
penyalahgunaan Narkoba sering melakukan perbuatan kriminalitas yang meresahkan dan
menggelisahkan masyarakat serta sering terjadinya kecelakaan lalu lintas karena
mengendarai mobil dalam keadaan pengaruh Narkoba. Perhatikan firman Allah SWT
sebagai berikut:

}77{ ‫ين‬ ِِ ُّ ‫ض إِ َّن هللاَ الَ ُُِي‬


ِ ‫َوالَتَْب ِغ الْ َف َس َاد ِِف اْأل َْر‬
َ ‫ب الْ ُم ْفسد‬
Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Q.S. al-Qashash:77)
d. Penyalahgunaan Narkoba membahayakan kehidupan bangsa dan negara, karena narkoba
dapat mengakibatkan rusaknya persatuan dan kesatuan yang pada gilirannya merusak
stabilitas nasional, mentalitas dan moralitas manusia Indonesia masa depan. Hal ini sesuai
dengan kaedah ushul fiqih:
‫دفع املفا سد مقدم علي جلب املصا حل‬
Menolak kerusakan didahulukan atas memperoleh kebaikan (maslahah).

C. Radikalisme
Dalam beberapa tahun terakhir ini kita sering mendengar orang berselisih paham
mengenai istilah jihad. Hal ini dipicu oleh maraknya aksi-aksi terorisme yang
mengatasnamakan doktin jihad. Sebagian orang membenarkan bahwa apa yang dilakukan
oleh para teroris adalah tindakan jihad karena mereka memperjuangkan agama Allah. Namun
ulama-ulama besar yang paling berpengaruh di dunia seperti Syeikh Yusuf Qardhawi, Prof.
Ali Jum’ah, dan lain-lain, menolak aksi terorisme disebut sebagai jihad. Justru aksi-aksi
seperti itu mencederai kemuliaan agama Allah (Umar, 2018: 195).
Jihad yang sebenarnya tidak pernah terpisah dengan ijtihad dan mujahadah. Jihad
harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan kekuatan ijtihad dan mujahadah. Jihad
tanpa perhitungan matang apalagi mendatangkan mudarat yang lebih besar daripada manfaat,
sesungguhnya tidak tepat disebut jihad. Boleh jadi hanya tindakan nekat yang dilegitimasi
dengan ayat atau hadits, dan lebih tepat disebut perbuatan sia-sia, atau bahkan keonaran (al-
fasad).
1. Pengertian Radikalisme
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, radikal memiliki makna secara
mendasar (sampai kepada hal yang prinsip); perubahan yang amat keras atau menuntut
perubahan (undang-undang, pemerintahan); maju dalam berpikir atau bertindak. Adapun
radikalisme memiliki makna paham atau aliran yang radikal dalam politik; paham atau aliran
yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan
atau drastis; sikap ekstrem dalam aliran politik (2010)
Radikalisme dapat digolongkan menjadi dua tingkatan, pertama pemikiran dan kedua,
aksi atau tindakan. Radikalisme pemikiran yaitu masih berupa wacana, konsep atau gagasan
yang mengarah kepada mendukung penggunaan upaya kekerasan untuk mencapai tujuan.
Adapun radikalisme aksi atau tindakan yaitu adanya tindakan memaksakan pendapatnya
dengan cara-cara yang inkonstitusional, bahkan bisa berupa aksi menggerakkan massa untuk
kepentingan tertentu dan berakhir pada konflik sosial (Munip, 2012: 162).
Secara sederhana, radikalisme adalah pemikiran atau sikap yang ditandai oleh empat
hal yang sekaligus menjadi karakteristiknya. Pertama, sikap tidak toleran dan tidak mau
menghargai pendapat atau keyakinan orang lain. Kedua, sikap fanatik, yakni sikap yang
membenarkan diri sendiri dan menyalahkan orang lain. Ketiga, sikap eksklusif, yakni sikap
tertutup dan berusaha berbeda dengan kebiasaan orang banyak. Keempat, sikap revolusioner,
yakni kecenderungan untuk menggunakan kekerasan dalam mencapai tujuan (Rodin, 2016:
31).
Sejarah kekerasan dan radikalisme sering kali membawa nama agama. Hal ini dapat
dipahami karena agama memiliki kekuatan yang dahsyat, yang melebihi kekuatan politik,
sosial, dan budaya. Agama bahkan bisa diangkat sampai pada tingkat supranatural. Atas
nama agama, kemudian radikalisme diabsahkan dalam berbagai tindakan. Mulai dari
mengkafirkan orang-orang yang tak sepaham (takfir) sampai melakukan pembunuhan (Rodin,
2016: 31).
2. Ciri gerakan radikalisme
Abdul munip mengutip uraian Rubaidi tentang ciri gerakan radikalime. Pertama,
menjadikan Islam sebagai ideologi final dalam mengatur kehidupan individual dan juga
politik ketatanegaraan. Kedua, nilai-nilai islam yang dianut mengadopsi sumbernya di timur
tengah secara apa adanya tanpa mempertimbangkan perkembangan sosial dan politik ketika
al-Qur`an dan hadis hadir di muka bumi ini dengan realitas lokal kekinian. Ketiga, karena
perhatian lebih terfokus pada teks al-Qur`an dan hadis, maka purifikasi ini sangat berhati-hati
untuk menerima segala budaya non-asal Islam (budaya timur tengah) termasuk berhati-hati
menerima tradisi lokal karena khawatir mencampuri Islam dengan bid’ah. Keempat, menolak
ideologi non-timur tengah termasuk ideologi barat, seperti demokrasi, sekularisme dan
liberalisme. Kelima, gerakan kelompok ini sering berseberangan dengan masyarakat luas
termasuk pemerintah (Munip, 2012: 162).
Secara ringkasnya abu rokhmad mengungkapkan ciri-ciri keagamaan yang mereka
anut meliputi bebrapa hal. Pertama, khas timur tengah. Kedua, secara harfiah dalam
memahami Islam. Ketiga, mengenalkan istilah-istilah baru yang bernuansa arab, seperti
halaqah, dawrah, mabit dan seterusnya (Rokhmad, 2012: 81).
3. Penyebab Radikalisme Agama
Azyumardi Azra mengungkapkan penyebab radikalisme sebagaimana yang dikutip
oleh Abdul Munip, radikalisme keagamaan di kalangan Islam itu disebabkan beberapa hal.
Pertama, pemahaman keagamaan yang literal, tidak utuh memahami ayat al-Qur`an. Kedua,
Bacaan yang salah terhadap sejarah Islam yang dikombinasikan dengan idealisasi berlebihan
terhadap Islam pada masa tertentu. Ketiga, deprivasi politik, sosial dan ekonomi yang masih
bertahan dalam masyarakat (Munip, 2012: 162-164).
4. Penyebaran Radialisme Agama
Para pendukung faham radikalisme Islam menggunakan berbagai upaya dalam
menyebarluaskan radikalisme, baik dalam rangka pengkaderan intenal anggota maupun untuk
kepentingan sosialisasi kepada masyarakat luas. Di antaranya adalah:
a. Melalui pengkaderan organisasi. Kegiatan ini merupakan pembinaan terhadap anggota
dan atau calon anggota dari organisasi simpatisan atau pengusung radikalisme.
Pembinaannya pun terbagi kepada dua. Pertama, pengkaderan internal. Pengkaderan
internal biasanya dilakukan dalam bentuk training calon anggota baru dan pembinaan
anggota lama. Rekrutmen calon anggota baru dilakukan baik secara individual maupun
kelompok. Rekrutmen individual biasanya dilakukan oleh organisasi radikal Islam bawah
tanah seperti NII, melalui apa yang sering disebut dengan pencucian otak
(brainwashing). Kajian-kajian yang diselenggarakan oleh kelompok-kelompok radikal
juga berisi tentang pemahaman-pemahamn Islam yang sarat dengan muatan radikalisme,
seperti anjuran untuk memusuhi pihak lain yang dianggap bertentangan dengan dalil
konsep al-wala wa al-bara`. Kedua, mentoring agama Islam. Pada awalnya kegiatan
mentoring agama Islam dilaksanakan di beberapa kampus perguruan tinggi umum dan
dimaksudkan sebagai kegiatan komplemen atau pelengkap untuk mengatasi terbatasnya
waktu kegiatan perkuliahan pendidikan agama Islam (PAI) di ruang kelas. Selanjutnya,
kegiatan mentoring ini sering dimanfaatkan oleh para mentornya untuk mengajarkan
ajaran Islam yang bermuatan radikalisme. Ketiga, pembinaan rohis SMA/SMP yang
tergabung dalam kerohanian Islam (rohis).
b. Melalui masjid-masjid yang berhasil “dikuasai”. Kelompok Islam radikal juga sangat
lihai memanfaatkan masjid yang kurang “diurus” oleh masyarakat sekitar. Pemanfaatan
masjid sebagai tempat untuk mneyebarkan ideologi radikalisme Islam pernah dibuktikan
oleh CSRC melalui penelitiannya (Munip, 2012: 167)
c. Melalui majalah, buletin, dan booklet. Salah satu buletin yang berisi ajakan untuk
mengedepankan jihad dengan kekerasan adalah buletin “dakwah & jihad” yang
diterbitkan oleh majelis ar-Rayan Pamulang di bawah asuhan Abu Muhammd Jibril.
d. Melalui penerbitan buku-buku. International Cricis Group (ICG) mengungkapkan
bahwasanya buku-buku jihad diterbitkan oleh semacam jaringan penerbit yang memiliki
kedekatan ideologis dengan Jamaah Islamiyah (JI). Sebagian perusahaan penerbitan yang
terkait JI berada di Solo, dikelola oleh alumi Pondok Pesantren al-Mukmin, yang
didirikan oleh Ba’asyir dan Sungkar di Ngruki Solo. Rumah-rumah penerbitan ini
muncul dalam situs mereka: http://solobook. Wordpress.com. beberapa penerbit tersebut
adalah al-Alaq, Kelompok Arafah, kelompok al-Qowam, Kelompok Aqwam, Kafeyah
Cipta Media (KCM), penerbit di daearah Solo yang lain dan ar-Rahmah Media. Selain
buku-buku terjemahan, kelompok Islam radikal juga menrbitkan buku-buku dalam
bentuk e-book.
e. Melalui internet. Beberapa situs yang terdeteksi menyebarluaskan informasi tentang
jihad adalah www.arrahmah.com, www.thoriquna.wordpess.com, www.jihad.hexat.com,
http://almuwahhidin.wordpress.com, www.millahibrahim.wordpress.com dan
http://alqoidun.sitesled.com (Munip, 2012: 165-174).
5. Upaya Deradikalisasi
Upaya menanggulangi masuknya faham radikal dapat dilakukan dengan beberapa hal.
Pertama, memberikan penjelasan islam secara memadai. Kedua,mengedepankan dialog
dalam pembelajaran agama Islam. Ketiga, pemantauan terhadap kegiatan dan materi
mentoring keagamaan. Keempat, pengenalan dan penerapan pendidikan multikultural
(Munip, 2012: 174-175).
Adapun pemahaman tentang inti ajaran Islam di antaranya mencakup beberapa hal.
Pertama, memberikan penjelasan tentang jihad. Selama ini makna jihad sering dipahami
secara terpenggal, tidak utuh, sehingga melahirkan implementasi yang keliru ditengah
masyarakat. Jihad seringkali dipahami sebagai perjuangan yang harus melahirkan korban,
bila perlu melayangkan nyawa. Jihad yang selama ini hanya dipahami semata-mata sebagai
perjuangan fisik juga keliru sebab dalam al-Qur’an surat as-Shaf ayat 11 sudah ditegaskan.
Jihad bertujuan untuk mempertahankan kehidupan manusia yang bermartabat, bukannya
menyengsarakan, apalagi menyebabkan kematian orang-orang yang tak berdosa. Sinergi
antara jihad, ijtihad, dan mujahadah inilah yang selalu dicontohkan Rasulullah. Jihad
Rasulullah selalu berhasil dengan mengesankan. Di medan perang dan di medan perundingan
ia selalu menang, dan diperhitungkan kawan dan lawan. Kedua, penjelasan tentang toleransi.
Semua agama pasti memiliki misi kebaikan. terlebih lagi Islam, yang dibawa oleh nabi
Muhammad saw yang oleh al-Qur`an disebut sebagai rahmat bagi seluruh alam, sebagaimana
firman Allah dalam surat al-Anbiya` ayat 107. Jika seseorang sudah beriman kepada Allah,
seperti apapun keimannnya, maka harus diperlakukan secara terhormat sebagaimana
penjelasan dalam surat al-Syu`ara ayat 114. Bahkan, Allah juga menegaskan agar sesama
manusia saling memuliakan satu sama lain dalam surat al-Isra` ayat 70. Kita wajib
memuliakan manusia sebagaimana sang pencipta memuliakannya. Bukan hanya kepada
orang lain, tetapi terhadap diri sendiri pun Allah SWT melarang untuk mencelakakan diri,
sebagaimana ditegaskan dalam QS. Al-Baqarah ayat 195. Ketiga, pengenalan tentang
hubungan ajaran Islam dan kearifan lokal. Seringkali orang merasa belum sempurna
keislamannya apabil belum berhasil mewujudkan negara Islam, sedangkan kaum muslim
Indonesia hidup di negara di mana yang berlaku secara formal ialah hukum positif, bukan
hukum Islam yang dilembagakan menjadi hukum hegara. Selain itu, masyarakat kita juga
hidup dalam sebuah lingkaran di mana budaya-budaya yang berlaku ialah budaya setempat
atau budaya lokal, bukan budaya arab di mana Islam dilahirkan. Saat ini, banyak orang
merasa memperjuangkan “Islam” tetapi sesungguhnya yang diperjuangkan adalah budaya di
mana Islam mewujudkan dirinya, bukan Islamnya itu sendiri. Masih banyak umat Islam
belum bisa membedakan antara ajaran Islam dan budaya arab, sebuah budaya yang pertama
kali mengusung ajaran Islam. Sejatinya, menjadi the best muslim tidak mesti harus
menyerupakan diri dengan orang Arab, orang Mesir, orang Yaman atau orang Persia. Kita
bisa tetap sebagai orang yang berkebudayaan Indonesia dengan berbagai atributnya dan pada
bersamaan tetap menjadi the best muslim. Bahkan, mungkin tidak kalah dengan muslim arab
(Munip, 2012: 174-175).
D. LGBT (Lesbian, Gay, biseksual dan Transgender)
Pada dasarnya, perilaku LGBT sudah lama ada di Indonesia, namun tidak secara
terang-terangan muncul di lingkungan masyarakat, mengingat respon masyarakat cenderung
negatif menannggapi hal tersebut. Namun, setelah LGBT menjadi perbincangan dunia dan
beberapa negara mendukung legalisasi hak kaum LGBT, maka kaum LGBT di Indonesia ikut
mendesak pemerintah untuk melegalkan LGBT melalui pembentukan peraturan perundang-
undangan yang mengatur hak-hak kaum LGBT. Saat ini, kaum LGBT pun secara terang-
terangan berani untuk menyatakan sikap di hadapan umum maupun di lingkungan
masyarakat.
1. Pengertian LGBT
Makna LGBT (Lesbian, Gay, biseksual dan Transgender) menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) online didefinisikan sebagai berikut, lesbian merupakan wanita
yang mecintai atau merasakan rangsangan seksual sesama jenisnya; gay atau homoseks
merupakan hubungan seks dengan pasangan sejenis (pria dengan pria): biséksual yaitu
mempunyai sifat kedua jenis kelamin (laki-laki dan perempuan) atau tertarik kepada kedua
jenis kelamin (baik kpd laki-laki maupun kepada perempuan). Adapun makna transgender
adalah orang yang memiliki identitas gender atau ekspresi gender yang berbeda dengan
seksnya yang ditunjuk saat lahir (Setiawan dan Sukmadewi, 2017: 127).
Sedangkan menurut Masjfuk Zuhdi, Homoseksual ialah hubungan seksual antara
orang-orang yang sama jenis kelaminnya, baik sesama pria maupun sesama wanita. Namun,
biasanya istilah homosex itu dipakai untuk seks antar pria; sedangkan untuk antar wanita
disebut dengan lesbian (female homosex). Homoseksual dalam bahasa arab disebut dengan
liwath dilakukan dengan cara memasukkan penis (zakar) ke dalam anus (dubur). Sedangkan
lesbian dilakukan dengan cara melakukan masturbasi satu sama lain atau dengan cara
lainnya untuk mencapai orgasme (puncak kenikmatan atau climax of the sex act) (Zuhdi,
1996: 42).
2. LGBT dalam Islam
LGBT (Lesbian, Gay, biseksual dan Transgender) menurut fikih jinayah adalah
termsuk dosa besar karena bertentangan dengan norma agama, norma susila dan bertentangan
pula dengan sunnatullah (God’s law/natural law) dan fitrah manusia (human nature). Sebab
Allah menjadikan manusia terdiri dari pria dan wanita adalah agar berpasang-pasangan
sebagai suami istri untuk mendapatkan keturunan yang sah dan untuk memperoleh
ketenangan dan kasih sayang, sebagaimna fimran Allah SWT dalam al-Qur`an surat al-Nahl
ayat 72:
ِ ‫وهللا جعل لَ ُكم ِمن أَن ُف ِس ُكم أ َْزواجا وجعل لَ ُكم ِمن أ َْزو ِاج ُكم بنِني وح َف َد ًة ورزقَ ُكم ِمن الطَّيِب‬
‫ات‬َ َ َََ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ََ َ ً َ ْ ْ َ ََ ُ َ
}72:‫ت هللاِ ُه ْم يَ ْك ُف ُرو َن { النحل‬
ِ ‫اط ِل ي ْؤِمنُو َن وبِنِعم‬
َْ َ
ِ
ُ َ‫أَفَبِالْب‬
Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari
isteri-isteri kamu itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik.
Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah (QS.
16:72)
ِ ِ ‫وِمن ءاَيتِِه أَ ْن خلَق لَ ُكم ِمن أَن ُف ِس ُكم أ َْزو‬
َ ‫اجا لتَ ْس ُكنُوا إِلَْي َها َو َج َع َل بَْي نَ ُكم َّم َوَّد ًة َوَر ْْحَةً إِ َّن ِِف َذل‬
‫ك‬ ًَ ْ ْ َ َ ََ ْ َ
ٍ
} 21:‫ت لَِق ْوم يَتَ َف َّك ُرو َن {الروم‬ٍ ‫ألََي‬
َ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-
Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS. 30:21)
Sebagaimana dalam KHI ditegaskan bahwa perkawinan merupakan akad yang sangat
kuat untuk menaati perintah Allah dan pelaksanaannya merupakan ibadah. Allah tidak
menjadikan manusia seperti makhluk lainnya yang hidup bebas mengikuti nalurinya dalam
hubungan tanpa aturan. Demi menjaga kehormatan dan martabatnya sehingga hubungan
antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat dan berdasarkan rasa saling meridhai.
Pernikahan juga memuat aspek akidah, karena di dalam pernikahan terdapat petunjuk
Allah dan Rasul-Nya.Sedangkan dilihat dari nilai muamalah perkawinan merupakan
perbuatan yang tidak hanya melibatkan dua orang, tetapi juga dua keluarga. Sehingga
diharapkan dapat membentuk dan memelihara keluarga dengan bermuamalah yang baik serta
senantiasa bersilaturrahmi.
Melalui pernikahan jalur keturunan bisa diketahui dan hal ini sangat berdampak besar
bagi perkembangan generasi selanjutnya. Tujuan pernikahan dalam Islam tidak hanya
sekedar pada batas pemenuhan nafsu biologis atau pelampiasan nafsu seksual, tetapi memiliki
tujuan-tujuan penting yang berkaitan dengan sosial, psikologi dan agama. Pernikahan
bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan
rahmah. Adapun hikmah-hikmah perkawinan adalah dengan pernikahan maka akan
memelihara gen manusia, menjaga diri dari terjatuh pada kerusakan seksual, sebagai pondasi
keluarga yang teguh dan kokoh serta dorongan untuk bekerja keras
3. Fenomena LGBT di Indonesia

Tidak bisa dipungkiri bahwa kaum serta komunitas LGBT di Indonesia juga
berkembang pesat dan tersebar di hampir seluruh kota besar Indonesia, meski keberadaan
komunitas ini ditentang banyak kalangan, namun keberadaan mereka tetap eksis. Di
indonesia sejak tahun 1982 mulai dibentuk komunitas untuk mengakomodasi kepentingan
kaum gay. Pada tahun 1980-an hingga tahuan 1990-an mulai bermunculan komunitas serupa
bagi kaum lesbian, gay dan transgender. Saat ini terdapat beberapa asosiasi utama LGBT di
Indonesia yang aktif melakukan berbagai kegiatan, seperti Gaya Nusantara, Arus Pelangi dan
Ardhanary Institute (Setiawan dan Sukmadewi, 2017: 128-129).
Tentunya aktifitas dari berbagai asosiasi maupun kelompok LGBT di masing-masing
wilayah di Indonesia mendapatkan sorotan dari masyarakat, utamanya dari pihak yang kontra
terhadap aktivitas tersebut, mulai dari akademisi, para ahli hingga para pemuka agama.
Kelompok masyarakat yang mendukung adanya LGBT di Indonesia, bahkan ada yang
mengusulkan agar pemerintah segera membuat kebijakan untuk mengakomodasi kepentingan
para penganut LGBT.
Masih teringat pemberitaan di nedia massa saat Forum Pembela Islam (FPI)
membubarkan secara frontal kegiatan pemilihan putri waria di sebuah hotel ternama di
Surabaya beberapa waktu lalu. Ini membuktikan bahwa komunitas ini tidak sekedar ada,
tetapi juga memiliki visi dan misi ke depan yang termanifestasi dari program dan kegiatan-
kegiatan mereka. Perilaku LGBT ini tidak hanya dianggap sebagai penyimpangan dan dosa
oleh agama Islam, namun juga oleh semua agama yang ada di Indonesia (Juditha, 2014: 27).
Bila kita amati, kecenderungan baru di kalangan laki-laki di Indonesia, yaitu banyak
di antara mereka yang cenderung berjalan melenggok. Mereka yang bersangkutan pun berani
dengan terbuka menyebut dirinya termasuk generasi ngondeg, (kata ini berasal dari kata
konde). Upaya eksistensi mereka juga sering menggunakan argumen hak asasi manusia. Hal
tersebut sebagai upaya meminta kebebasan dalam memilih untuk berpasangan atau
berkelamin dengan siapapun atau apapun.
Kelompok-kelompok yang pro dan mendukung LGBT di Indonesia juga terbilang
banyak, seperti Dorce Gamalama, GAYa (Jakarta), Arus Pelangi (Surabaya), kongres
Internasional Lesbian & Gay Association (ILGA) – Surabaya, Rumah Mode Komunitas
Transseksual Surabaya, pesantren LGBT Yogyakarta, QFF (LGBTQ) dan lain sebagainaya
(Juditha, 2014: 28).
SOAL-SOAL LATIHAN
1. Apa Bahaya Narkoba Bagi Manusia?
2. Jelaskan Pandangan Islam terhadap Korupsi!
3. Jelaskan konsep dalam Al-Qur’an yang menjadi dasar dalam membahas mengenai
LGBT!
4. Konsep apa yang menjadi dasar agar kita tidak menjadi umat Muslim yang melakukan
tindakan radikal?
5. Jelaskan mengenai pemaknaan hukum meminum khamr dihubungkan dengan
peyalahgunaan Narkoba!

JAWABAN
1. Bahaya Narkoba Bagi Manusia meliputi:
a. Penyalahgunaan Narkoba pada kesehatan, dapat merusak organ hati, saluran
pencernaan, sistem peredaran darah, gangguan pernafasan, perusak paru-paru,
gangguan jiwa, tertular virus HIV, dan lain-lain.
b. Penyalahgunaan Narkoba menghancurkan potensi sosial ekonomi karena pelaku
penyalahgunaan Narkoba produktivitasnya akan menurun.
c. Penyalahgunaan Narkoba dapat merusak keamanan dan ketertiban masyarakat
kerena penyalahgunaan Narkoba sering melakukan perbuatan kriminalitas yang
meresahkan dan menggelisahkan masyarakat serta sering terjadinya kecelakaan lalu
lintas karena mengendarai mobil dalam keadaan pengaruh Narkoba.
d. Penyalahgunaan Narkoba membahayakan kehidupan bangsa dan negara, karena
narkoba dapat mengakibatkan rusaknya persatuan dan kesatuan yang pada gilirannya
merusak stabilitas nasional, mentalitas dan moralitas manusia Indonesia masa depan.
2. Melakukan tindakan korupsi, berarti pelaku telah melakukan pelanggaran sumpah, baik
sumpah sebagai pejabat Negara atau pejabat publik yang diamanatkan kepadanya.
Adapun dari sisi korban, korban tindakan korupsi adalah harta Negara yang pada
hakikatnya adalah harta milik rakyat. Hal ini tentu sangat berbeda dengan sekedar
mencuri dan merampoknya yang biasanya pelaku tidak terkait dengan suatu jabatan dan
korbannya bukan Negara atau rakyat, melainkan individu tertentu atau sebuah
perusahaan tertentu.
3. Yang menjadi dasar dalam pembahasan LGBT adalah bahwa hal tersebut bertentangan
dengan sunnatullah (God’s law/natural law) dan fitrah manusia (human nature). Sebab
Allah menjadikan manusia terdiri dari pria dan wanita adalah agar berpasang-pasangan
sebagai suami istri untuk mendapatkan keturunan yang sah dan untuk memperoleh
ketenangan dan kasih sayang, sebagaimna fimran Allah SWT dalam al-Qur`an surat al-
Nahl ayat 72 dan Arrum ayat 21.
4. Memahami prinsip dasar agama islam bahwa Islam adalah agama yang rahmatan
lil’alamin
5. Karena minuman beralkohol adalah minuman yang mengandung karbohidrat dengan
cara fermentasi dan destilasi, atau fermentasi tanpa destilasi, maupun yang diproses
dengan cara diproses dengan cara mencampur konsentrat dengan ethanol atau dengan
cara pengenceran minuman mengandung ethanol. Berdasarkan definisi diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa setiap sesuatu yang memabukkan dan merusak akal pikiran
termasuk kategori khamr, baik yang terbuat dari kurma, anggur dan lainnya, termasuk di
dalamnya Narkoba.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Jurjawi, Ali Ahmad. Hikmah Al Tasyri wa Falsafatuhu. Dar al-Fikr.
Al-Nasai, Sunan al Nasai bi Syarhi al Hafiz Jalaluddin al-Suyuti. Beirut: Dar al-Ma’rifah.
Al-Taimiyah, Ibnu. Majmu al-Fatawa Beirut: Dar al-Arabiyyah, 1978.
Bik, Muhammad Khudori. Ushul al-Fiqh, Beirut: Dar al-Fikr, 1988.
Balitbang Agama dan Diklat Keagamaan, “Penanggulangan Narkoba oleh Masyarakat
Sekolah”, Jakarta : Depag RI, 2003.
Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji (BIUH), Pandangan Islam tentang Penyalahgunaan
Narkotika (Jakarta: Depag RI 1995) hal. 9
Dirjosisworo, Soedjono Alkoholisme Paparan Hukum dan Kriminologi, Bandung: Remaja
Karya, 1984.
Echols, Jhon M.dan Hasan Sadili, Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia, 1996.
Hamzah, Andi. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Nasional dan Internasional. Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2005.
Juditha, Christiany “Realitas Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) dalam
majalah,” Jurnal Komunikasi Universitas Tarumanagara, (2014).
Majah, Ibnu. Sunan Ibnu Majah. Dar Ihya al-Turas al-arabi.
Munip, Abdul. “Menangkal Radikalismen Agama di Sekolah,” Jurnal Pendidikan Islam, Vol.
1 (2012).
Naisaburi, Hasan Ali bin Ahmad Al-Wahidi. Asbab Al Nuzul, Beirut: Dar al-Fikr, 1414
H/1994 M.
Na’im, Mohammad Masyhuri, dkk. Nu Melawan Korupsi Kajian Tafsir dan Fiqh. Jakarta:
Tim Kerja Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi, 2006.
Poerwadarminta, Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Vers Luys, 1952.
Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan dan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia (versi
offline)
Rodin, Dede. “Islam dan Radikalisme”, Jurnal ADDIN, Vol 10 No. 1 Februari (2016)
Rokhmad, Abu. “Radikalisme Islam dan Upaya Deradikalisasi Paham Radikal,” Walisongo,
Vol. 20 (2012)
Sabiq, Sayyid. Fiqhu al-Sunnah. Beirut: Dar al-Kitab al-‘Araby, 1997.
Setiawan, Wawan, dkk. “Peran Pancasila Pada Era Globalisasi; Kajian Terhadap Pancasila
dan Fenomena LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender) di Indonesia,” Jurnal
Dinamika Sosial Budaya, Vol. 19 ( 2017).
Shabuni, Muhammad Ali. Tafsir Ayat Ahkam Dar al-Fikr.
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Islam. Bandung: Alumni, 1986.
Ubaedillah, dkk. Pendidikan Kewargaan (Civic Education); Demokrasi, Hak Asasi Masnusia
dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007.
Umar, Nasaruddin. Khutbah-Khutbah Imam Besar. Jakarta: Pustaka Iiman, 2018.
William Benton, Encyclopedia Britanica, USA, 1970.
Yusuf al-Qardlawi, al Halal wa al Haram fi al Islam, Surabaya: Bina Ilmu, 1993.
Zuhdi, Masjfuk, Masail Fiqhiyah, Jakarta: PT. Toko Gunung Agung, 1996.
http://repository.radenintan.ac.id/423/

Anda mungkin juga menyukai