Anda di halaman 1dari 20

KESEHATAN DAN LINGKUNGAN PERSPEKTIF ISLAM

Oleh: Ernawati, SHI.,MH


Kemampuan Akhir yang diharapkan :
- Mahasiswa mampu menjelaskan konsep kesehatan dalam Islam dan memahami
pentingnya melestarikan lingkungan dalam hukum agama Islam

Uraian dan Pembahasan


A. KESEHATAN
Islam sangat memperhatikan soal kesehatan dengan cara antara lain mengajak dan
menganjurkan untuk menjaga dan mempertahankan kesehatan yang telah dimiliki setiap orang.
Anjuran menjaga kesehatan itu bisa dilakukan dengan tindakan preventif (pencegahan) dan
represif (pelenyapan penyakit atau pengobatan). Secara preventif, perhatian Islam terhadap
kesehatan ini bisa dilihat dari anjuran sungguh-sungguh terhadap pemeliharaan kebersihan.
Berikut penjelasannya!

1. Pandangan Islam tentang Kesehatan


Meskipun al-Qur‟an bukanlah buku kesehatan, akan tetapi Al-Qur’an adalah kitab
petunjuk bagi manusia agar selamat baik di dunia maupun di akhirat dan salah satu petunjuk itu
adalah petunjuk untuk menjalani hidup sehat sehingga bisa beraktivitas dan menjalankan ibadah
dengan benar.
Dalam bahasa arab kata sehat diungkapkan dengan kata “as-sihhah” atau yang seakar
dengan keadaan baik, bebas dari penyakit dan kekurangan serta dalam keadaan normal. Adapun
kesehatan adalah dasar untuk meraih kesejahteraan hidup di dunia ini karena betapa pun banyak
nikmat yang dimiliki, menjadi tidak bermakna bila seseorang jatuh sakit (Wahyudi, 2015).
Dalam keseharian, kita sering kali mengucapkan atau mendengar kata sehat wal`afiat yang
mana Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan al-Qur‟an menjelaskan kata „afiat‟ dalam bahasa
Arab, diartikan sebagai perlindungan Tuhan untuk hamba-Nya dari segala macam bencana dan
tipu daya. Perlindungan itu tentunya hanya dapat diperoleh orang yang mengindahkan petunjuk-
Nya. Kerena itu kata `afiat juga bisa bermakna sebagai berfungsinya anggota tubuh manusia sesuai
dengan tujuan pen-ciptaannya. Sementara sehat diartikan sebagai keadaan baik bagi segenap
anggota badan (Quraish Shihab, 1996).
Dari perspektif al-Qur’an, ditegaskan bahwa Islam memberikan perhatian terhadap
kesehatan diri manusia sebagai bagian dari lingkungan, dan kesehatan alam sebagai tempat
kehidupan manusia. Dalam al-Qur’an, Allah SWT berfirman (QS. al-Baqarah: 222), dan (QS. al-
Syams: 8-9). Kedua ayat ini menegaskan bahwa seorang Muslim harus menjaga dan memelihara
kesehatan jasmani maupun kesehatan rohaninya (Efendy, 2018).
Kondisi jasmani manusia sangatlah penting selama manusia masih hidup di dunia karena
jasmani merupakan modal yang diberikan oleh Allah kepada manusia agar dapat menjalankan
tugasnya sebagai khalifah di muka bumi ini dan juga agar manusia dapat berinteraksi dengan
manusia lainnya (Fuadi Husin, 2014). Beberapa ayat yang menerangkan pentingnya kesehatan
jasmani bagi manusia, yaitu: Firman Allah Swt dalam QS al-Baqarah ayat 247: Ayat di atas
menerangkan bahwa Nabi mereka berkata, sesung-guhnya Allah memilih Talut sebagai raja
mereka, karena ia memiliki beberapa keistimewaan, yaitu:
1) Bakat secara fitrah yang terdapat pada dirinya, merupakan syarat utama seorang menjadi
raja. Kerena ia terpilih menduduki jabatan ini.
2) Ia berilmu luas, sehingga menjadikan kemungkinan bagi dirinya mengatur tatanan kerajaan
yang dipegangnya. Dengan ilmunya itu ia mengatahui titik kelemahan dan potensi
kekuatan yang ada dalam tubuh umatnya. Dengan demikian ia dapat mengatur kesemuanya
itu dengan kematangan pikirannya.
3) Bertubuh kekar dan sehat, yang merupakan pertanda kesehatan piki-rannya. Dalam pepatah
dikatakan, “akal yang sehat terdapat pada tubuh yang sehat”. Dengan kekekaran dan
kesehatan tubuhnya itu, memungkankan bagi dirinya melakukan bela diri sehingga dapat
memengaruhi orang lain dan dihormati.
4) Ia berada dalam pertolongan taufik Allah sehingga dengan mudah ia dapat
mengadaptasikan dirinya sebagai seorang raja tanpa adanya kesusahan.

Dapat diketahui bahwa mukmin yang kuat lebih disukai Allah ketimbang mukmin yang
lemah, dan mukmin yang kuat tersebut secara fisik adalah mukmin yang sejati. Sebab itu, Al-
Qur’an mendorong manusia untuk mengembangkan pendidikan kesehatan lingkungan, dan tujuan
dari pendidikan kesehatan lingkungan tersebut tidak saja untuk menghasilkan mukmin yang sehat,
tetapi juga untuk memperkokoh keyakinan terhadap keagungan Allah sebagai Pencipta lingkungan
(Taufik, 2007).
Pengkajian terhadap kesehatan lingkungan dalam Islam tidak bisa lepas dari kajian tentang
tujuan penetapan syariat (maqâshid al-syarî’ah). Riyadi menjelaskan bahwa Islam telah
menetapkan tujuan penetapan syariat di bumi. Di antaranya adalah untuk memelihara agama (hifzh
al-dîn), akal (hifzh al-‘aql), jiwa (hifzh al-nafs), harta (hifzh al-mâl), dan keturunan umat manusia
(hifzh al-nasl). Jasad manusia merupakan milik dan ciptaan Allah yang dianugerahkan kepada
manusia untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Sebab itu, Allah SWT memerintahkan
manusia untuk menjaga kesehatan dan kebersihan fisik, dan memerintahkan manusia untuk
menjaga kesehatan mental dan jiwanya. Kesehatan manusia dapat diwujudkan dalam beberapa
dimensi, yakni jasmaniah material melalui keseimbangan nutrisi, kesehatan fungsional organ, dan
kesehatan pikiran; serta kesehatan ruhani yang disembuhkan oleh dimensi spiritual keagamaan
(Efendy, 2018).
Menurut M. Quraish Shihab, mufasir asal Indonesia dan penulis Tafsir al-Mishbah,
menyatakan bahwa al-Qur’an memberikan isyarat mengenai alam dan lingkungan dalam konteks
kependidikan dengan menjadikan lingkungan sebagai objek atau bahan belajar yang pada
gilirannya dapat mendorong perilaku yang positif dalam menyikapi alam dan lingkungan sebagai
bahan bacaan dan objek belajar. Dengan demikian, Islam memberikan masukan dalam pendidikan
kesehatan lingkungan melalui perilaku hidup sebagai seorang Muslim yang taat, sehingga tujuan
penciptaan manusia sebagai khalifah Allah dalam penjagaan alam dan lingkungan dapat terealisasi
dengan benar (Quraish Shihab, 1996).
Pemeliharaan kesehatan dalam Islam terletak pada kehidupan yang bersih, aktif, tenang,
moderat, adil, proporsional, seimbang, dan alami. Jangan melakukan sesuatu dengan mengabaikan
kebutuhan diri. Sehingga menjaga kesehatan manjadi hal penting yang harus dilakukan oleh
manusia agar tercipta kehidupan yang bermakna dan berguna bagi diri sendiri maupun masyarakat
sekitar. Dengan hal tersebut kehidupan seseorang akan lebih berarti dan berkualitas.

2. Hubungannya Kebersihan Dengan Kesehatan


Nabi Muhammad SAW banyak memberikan penjelasan tentang kesehatan. Nabi mengajak
kaum Muslim untuk membiasakan hidup sehat dan mencegah penyakit, memelihara kesehatan
diri, mengatur pola makan, menjaga kebersihan rumah dan lingkungan. Dalam Islam, kebersihan
merupakan sebagian dari iman dan merupakan perintah agama Islam. Kebersihan bahkan
merupakan syarat mutlak untuk melaksanakan ibadah (Efendy, 2018).
Kebersihan berasal dari kata bersih yang artinya yaitu bebas dari kotoran, sedangkan
kebersihan yaitu keadaan yang menurut akal dan pengetahuan manusia dianggap tidak
mengandung noda atau kotoran. Dalam membahas perkara kebersihan dalam agama Islam
digunakan 3 (tiga) macam istilah (Munawwir, 1997), yaitu:
1) Nazāfah (nazīf) secara bahasa yaitu kebersihan lawan dari kata kotor. Berasal dari kata
Nazufa-yanzufu-nazāfatan. Nazāfah yaitu kebersihan tingkat pertama, yang meliputi bersih
dari kotoran dan noda secara lahiriah, dengan alat pembersihnya benda yang bersih, antara
lain air.
2) Tahārah secara bahasa yaitu menyucikan atau membersihkan. Berasal dari kata Tahara-
yathuru-tuhran wa tahāratan. Tahārah mengandung pengertian yang lebih luas yakni
meliputi kebersihan lahiriah dan batiniah, sedangkan nazāfah hanya menitik beratkan pada
kebersihan lahiriah saja. Pada kitab-kitab klasik khusunya bab al-tahārah biasanya
disandingkan dengan bab al-najasah yang selanjutnya juga dibahas masalah air dan tanah,
wudhu dan mandi, tayamum dan lainnya. Namun demikian, ketika Allah, menerangkan
tentang penggunaan air untuk tahārah (mensucikan) disandingkan pula dengan kesucian
secara maknawiah, dimaksud dengan maknawiah karena kesucian dari hadas, baik hadas
besar maupun hadas kecil, sehingga dapat melaksanan ibadah, seperti salat dan tawaf
(Abdurrahman, 2012).
3) Tazkiyah secara bahasa yaitu tumbuh atau membersihkan, berasal dari kata zakka-yuzakki-
tazkiyah. Tazkiyah mengandung arti ganda, yaitu membersihkan diri dari sifat-sifat
(perbuatan) tercela dan menumbuhkan serta memperbaiki jiwa dengan sifat-sifat terpuji.
Kata Tazkiyah juga digunakan untuk mengungkapkan aspek kebersihan harta dan jiwa.
Sebagai contoh, ungkapan Allah dalam al-Qur‟an ketika menyebut zakat yang seakar
dengan tazkiyah, memang maksudnya untuk membersihkan harta, sehingga harta yang
dizakati adalah bersih dan yang tidak dizakati dinilai kotor.

Kebersihan sangat diperhatikan dalam Islam baik secara fisik maupun jiwa, baik secara
tampak maupun tidak tampak. Dianjurkan pula agar memelihara dan menjaga sekeliling
lingkungan dari kotoran agar tetap bersih. Dalam pandangan Yusuf al-Qardhawi ia menyebutkan
bahwa perhatian al-sunnah al-nabawiyyah terhadap kebersihan muncul dikarenakan beberapa
sebab (Al Qaradlawi and Firdaus, 1997), yaitu:
1) Sesungguhnya kebersihan adalah sesuatu yang disukai Allah SWT. Sebagaimana dalam
firmannya dalam QS. al-Baqarah ayat 222:
2) Kebersihan adalah cara untuk menuju kepada kesehatan badan dan kekuatan. Sebab hal itu
merupakan bekal bagi tiap individu. Disamping itu, badan adalah amanat bagi setiap
muslim. Dia tidak boleh menyianyiakan dan meremehkan manfaatnya, jangan sampai dia
membiarkan badannya diserang oleh penyakit.
3) Kebersihan itu adalah syarat untuk memperbaiki atau menampakkan diri dengan
penampilan yang indah yang dicintai oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.
4) Kebersihan dan penampilan yang baik merupakan salah satu penyebab eratnya hubungan
seseorang dengan orang lain. Ini karena orang sehat dengan fitrahnya tidak menyukai
sesuatu yang kotor dan tidak suka melihat orang yang tidak bersih.
Kebersihan sangat erat hubungannya dengan kesehatan. Karenanya dengan kebersihan dan
kesehatan dapat terwujud individu dan masyarakat yang sehat jasmani, rohani, dan sosial, sehingga
mampu menjadi umat pilihan dan khalifah Allah untuk memakmurkan bumi. Kesehatan
merupakan salah satu rahmat dan karunia Allah yang sangat besar yang diberikan kepada umat
manusia, karena kesehatan adalah modal pertama dan utama dalam kehidupan manusia. Tanpa
kesehatan manusia tidak dapat melakukan kegiatan yang menjadi tugas serta kewajibannya yang
menyangkut kepentingan diri sendiri, keluarga dan masyarakat maupun tugas dan kewajiban
melaksanakan ibadah kepada Allah SWT.

3. Pola Hidup Sehat Dalam Perspektif Hukum Islam


Pola hidup sehat merupakan segala sesuatu yang dilakukan manusia dengan rutin dan
berkesinambungan serta memberi makna pada kehidupan seseorang, baik bagi diri sendiri maupun
lingkungan sekitar. Pemahaman tentang pola hidup sehat tentunya tidak luput dari adanya
kebiasaan dan aturan yang dijadikan patokan atau penilaian seseorang dalam kehidupan. Tentunya
menjadi dasar seseorang dalam menjalani hidup ini.
Pola hidup merupakan suatu kebiasaan seseorang dalam kesehariannya secara teratur dan
berulang-ulang. Dalam hal ini Al-Qur‟an mengatur pola hidup mencakup beberapa aspek
(Wahyudi, 2015), diantaranya:
1) Menjaga kebersihan jasmani dan rohani
Menjaga kebersihan jasmani dan rohani juga merupakan pola hidup sehat yang diterangkan
dalam Al-Qur‟an, diantaranya membahas beberapa hal berikut ini:
a. Bersuci
(1) Wudhu
Wudhu berarti bersuci, hal itu diterangkan Al-Qur‟an dalam QS. Al-Maidah ayat 6
ini memberikan penjelasan bahwasanya dalam memperoleh hidup sehat Allah
memerintahkan untuk berwudhu sebagai bentuk pensucian diri manusia dari hadast,
salah satunya sebelum ia melaksanakan sholat yang dilakukan dengan niat, air yang
suci serta dilakukan dengan tertib.
(2) Mandi
Kebersihan jasmani (badan) dengan cara mandi merupakan syarat mutlak pertama
sekali bagi seorang muslim jika ia hendak melakukan ibadah kepada Allah swt.
(QS. An-Nisa‟ ayat 43)
b. Bersuci dari najis
Perintah bersuci dari najis terdapat dalam Al-Qur’an QS. Al-Baqarah ayat 222.
c. Menjaga kebersihan lingkungan
Kebersihan adalah pangkal kesehatan merupakan moto kedokteran modern yang telah
menjadi pengetahuan umum. Hidup yang bersih (jasmani, pakaian, makanan minuman
dan lingkungan) merupakan syarat yang mutlak untuk hidup yang sehat.
2) Pola makan
a. Tidak berlebih-lebihan
Allah memerintahkan bahwa dalam pola makan, makan-makanlah dengan baik dan
secukupnya dan janganlah berlebih-lebihan. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-
Araf ayat 31: Dalam surat ini Allah menerangkan bahwasannya Sikap berlebihan (al-
israf) dalam segala hal disebut sebagai hal negatif dan terlarang. Sesuatu umat tidak
dapat mempercepat maka kehancurannya dan tidak pula mereka sanggup menunda.
b. Makan-makanan yang halal dan bergizi
Perintah makan-makanan yang halal dan bergizi tertera dalam Al-Qur’an QS. Al-
Maa’idah ayat 5; Allah menerangkan bahwasannya seseorang dianjurkan untuk
mengkonsumsi makan makanan yang baik serta halal supaya asupan gizi atau makan
tersebut berguna bagi tubuh dan baik bagi kesehatan. Pola menjaga makan makanan
yang baik serta halal Allah menjanjikan akan menjadikannya tubuh orang yang
mengkonsumsi menjadi baik dan sehat.
3) Mengatur Waktu
Dalam hidup seseorang perlu untuk mengatur segala aktifitasnya supaya dapat berjalan
dengan baik. mengatur waktu dalam kehidupan sehari-hari menjadi penting. Mengatur
waktu tertera dalam Al-Qur’an QS. Al-Huud ayat 114; Dalam hal ini Allah memerintahkan
kepada manusia supaya ia mampu membagi waktunya dengan baik dan melaksanakan
amalan kebaikan supaya hidupnya menjadi teratur dan terarah dalam mencapai tujuan
hidup.
4) Istirahat yang cukup
Istirahat merupakan salah satu bentuk merelaksasikan tubuh sejenak utuk mendapatkan
kebugaran kembali perintah istirahat telah diterangkan dalam Al-Qur‟an. Sebagaimana
yang dijelaskan dalam QS. Al-Furqan ayat 47; Dalam bidang ilmu kesehatan Allah
menerangkan disurat Al-Furqan ayat 47 bahwasannya Allah menciptakan Alam ini dengan
terjadinya siang dan malam supaya orang-orang memperhatikan dan membagi waktunya
selama hidup di dunia. Adakalanya waktu untuk belajar, bekerja dan beristirahat. Supaya
tubuh tetap sehat dan bugar untuk menjalani aktifitas. Allah menciptakan malam sebagai
waktu unuk beristirahat agar orang-orang ketika bangun pagi siap untuk menjalani
aktifitasnya kembali, untuk berusaha dan beribadah.

Pola hidup sehat mencakup tata cara seseorang menjalani kehidupan dengan mengisi
hidupnya dengan aturan yang telah disyariatkan oleh agama Islam dan telah dicontohkan oleh Nabi
Muhammad SAW, baik cara hidup maupun cara makan dan sebagainya. Oleh sebab itu, pola hidup
sehat yang ada dalam Al-Qur’an dan yang dicontohkan Nabi Muhammad perlu untuk ditiru dan
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, agar dalam hidup seseorang menjadi lebih baik dan
bermakna serta bermanfaat.

B. LINGKUNGAN
Ilmu pengetahuan tentang lingkungan bukanlah suatu yang terpisah dari ilmu-ilmu agama
Islam. Alhasil, Pendidikan Agama Islam memiliki tanggungjawab yang sama besar dibandingkan
dengan pendidikan lainnya, dalam mengabdi pada perbaikan kualitas kehidupan manusia secara
lahir dan batin. Pendidikan Agama Islam pun dituntut mengembangkan respon yang seimbang
dalam menghadapi persoalan-persoalan yang berkembang di dunia sekarang ini, termasuk di
dalamnya persoalan pelestarian lingkungan.
1. Definisi Lingkungan Berdasarkan Konsep Islam
Term lingkungan dalam al-Qur’an disebutkan dalam bentuk yang variatif, seperti al-
‘alamin (spesies), al-sama’ (ruang waktu), al-ard (bumi) dan al-bi’ah (lingkungan). Varian-varian
yang disebutkan dalam al-Qur’an ini pada prinsipnya mengilustrasikan tentang spirit “rahmatan li
al-‘alamin”, dimana lingkungan tidak saja diafiliasikan pada bumi tetapi mencakup semua alam,
seperti planet bumi, ruang angkasa dan angkasa luar. Konsep ini tentunya mengacu pada
pentingnya pemeliharaan keseimbangan ekosistem di bumi dan sekaligus juga memiliki hubungan
dengan ekosistem yang ada di luar bumi. Kewajiban pemeliharaan atas lingkungan tidak hanya
terhadap bumi melainkan juga lingkungan planet lainnya (Abdillah, 2001).
Lingkungan dalam bahasa arab dikenal dengan istilah fikih lingkungan hidup (fiqhul
bi`ah). Jika ditelisik dari sisi semantik, terdiri dari dua kata (kalimat majemuk; mudhaf dan mudhaf
ilaih), yaitu kata fiqh dan al-bi`ah. Secara bahasa “Fiqh” berasal dari kata Faqiha-Yafqahu-Fiqhan
yang berarti al-‘ilmu bis-syai`i (pengetahuan terhadap sesuatu) al-fahmu (pemahaman) (Abadi,
2005). Sedangkan kata “Al-Bi`ah” dapat diartikan dengan lingkungan hidup, yaitu: kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain.
Maka Fiqh al-bî’ah merupakan regulasi norma-norma hukum Islam yang mengatur
perilaku dan tindakan manusia yang berhubungan dengan konservasi lingkungan hidup.
Sebagaimana diketahui, bahwa krisis ekologis sebagian besar dilatarbelakangi tindakan manusia.
Dalam konteks inilah letak signifikansi merumuskan paradigma fiqh al-bî’ah berbasis kecerdasan
naturalis untuk mengatur kaidah baik-buruk atau halal-haram yang akan menjadi patokan penilaian
tindakan manusia terhadap lingkungan, sehingga dengan cara ini, umat Islam akan mampu
menghadirkan sebuah pendekatan religius yang mendasarkan diri pada Alquran, Hadits dan Ijtihad
dalam memandang persoalan lingkungan hidup (Zuhdi, 2014)
Dari pengertian di atas, dapat diambil pengertian bahwa fikih lingkungan (fiqhul bi`ah)
adalah ketentuan-ketentuan Islam yang bersumber dari dalil-dalil yang terperinci tentang prilaku
manusia terhadap lingkungan hidupnya dalam rangka mewujudkan kemashlahatan penduduk bumi
secara umum dengan tujuan menjauhkan kerusakan yang terjadi (Zulaikha, 2014).
Lingkungan merupakan kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber
daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah
maupun di dalam lautan. Dengan lingkungan terdiri dari komponen abiotik dan biotik (Muspiroh,
2014), sebagai berikut:
1) Komponen abiotik / lingkungan mati
Lingkungan abiotik adalah segala yang tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim,
kelembaban, cahaya, topografi, bunyi. Secara terperinci, komponen abiotik merupakan
keadaan fisik dan kimia di sekitar organisme yang menjadi medium dan substrat untuk
menunjang berlangsungnya kehidupan organisme tersebut. Beberapa contoh komponen
abiotik adalah air, udara, cahaya matahari, tanah, iklim.
2) komponen biotik/lingkungan hidup
Segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia dan mikro-organisme
(virus dan bakteri). Lingkungan hidup, sering disebut sebagai lingkungan, adalah istilah
yang dapat mencakup segala makhluk hidup dan tak hidup di alam yang ada di Bumi atau
bagian dari Bumi, yang berfungsi secara alami tanpa campur tangan manusia yang
berlebihan.

Konsep lingkungan versi Islam dalam pengertian luas merupakan upaya merevitalisasi misi
asal ekologi, “back to basic ecology”. Pemahaman ekologi dikembalikan pada esensinya dimana
ekologi dipersepsi sebagai hubungan timbal balik antara komponen yang ada dalam ekosistem.
Dengan kata lain tidak terbatas hanya komponen manusia dan ekosistemnya, melainkan seluruh
komponen dalam ekosistem. Seluruh komponen dalam ekosistem diperhatikan kepentingannya
secara proporsional, tidak ada yang dipentingkan dan tidak ada pula yang diterlantarkan. Maka
lingkungan pada prinsipnya merupakan suatu sistem yang saling berhubungan satu dengan yang
lainnya, sehingga pengertian lingkungan hampir mencakup semua unsur ciptaan Allah SWT.
Itulah sebabnya lingkungan hidup termasuk manusia dan perilakunya merupakan unsur
lingkungan yang sangat menentukan.
2. Al-Qur’an Mengenai Lingkungan Hidup
Secara rinci dalam Al-Qur`an sudah digambarkan secara rinci tentang pelestarian
lingkungan hidup (Zulaikha, 2014). Secara sub pokok masing-masing disebutkan dalam
pembahasan berikut:
a) Melestarikan lingkungan hidup merupakan manifestasi keimanan. QS. Al-A’raf [7]: 85.
b) Merusak lingkungan adalah sifat orang munafik dan pelaku kejahatan. QS. Al-Baqarah [2]:
205.
c) Semesta merupakan anugerah Allah untuk manusia.QS. Luqman [31]: 20, QS. Ibrahim
[14]: 32-33.
d) Manusia adalah khalifah untuk menjaga kemakmuran lingkungan hidup.QS. Al-An’am
[6]: 165.
e) Kerusakan yang terjadi di muka bumi oleh karena ulah tangan manusia. QS. As-Syuura
[42]: 30, QS. Al-A’raf [7]: 56.

3. Etika Islam Terhadap Lingkungan Hidup


Perhatian menempatkan Islam dalam isu-isu seputar lingkungan tergambarkan dalam
gerakan ekologi agama (religious ecological movement) di antara para Muslim. Dalam
menggambarkan etika lingkungan Islam tersebut, para Muslim menempatkan agenda eco-Islamic
dalam ajaran-ajaran Islam yang berhubungan dengan nilai-nilai ekologi, baik yang mengubah gaya
hidup mereka secara langsung, maupun yang tidak (Asmanto, 2015).
Adapun landasan etika lingkungan hidup menurut al-Qur’an yang terangkum dalam surah
al-An’am ayat 38 yakni:

‫اب ِم ْن َش ْي ٍء ۚ ُثَّ إِ َ ىل َرِّبِِ ْم ُُْي َشُرو َن‬


ِ َ‫ض وََل طَائٍِر ي ِطري ِِبََناحْي ِه إََِّل أُمم أ َْمثَالُ ُكم ۚ ما فَ َّرطْنَا ِِف الْ ِكت‬
َ ْ ٌَ َ ُ َ
ٍ ِ
َ ِ ‫َوَما م ْن َدابَّة ِِف ْاْل َْر‬
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan
kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun
dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.”

Dari ayat ini diberikan paparan landasan etika lingkungan hidup (Sururi, 2014), sebagai
berikut:
1) Penciptaan alam (segala isinya) tiada lain hanya oleh Allah swt., tidak ada satu kata atau
sikap pun yang mengarah kepada menduakan kekuasaan-Nya dengan kata lain pengakuan
akan Tauhid.
2) Tiada sesuatu yang sia-sia di bumi ini, semua memberikan manfaat bagi semua makhluk,
maka manusia sebagai hamba Allah seharusnya selalu menjaga hubungan baik dengan
Penciptanya.
3) Dengan pernyataan dalam point kedua tersebut, seharusnya manusia menghormati
lingkungan hidup guna keberlangsungan hidup manusia itu sendiri. Oleh karena itu,
manusia seharusnya mampu menanamkan rasa tanggungjawab terhadap lingkungan hidup
agar kelestarian alam tetap terjaga.

Maka menurut Muhammad Idrus (2015) dalam “Islam dan Etika Lingkungan”,
sebagaimana dikutip (Harahap, 2015), dengan jurnal “Etika Islam Dalam Mengelola Lingkungan
Hidup”, ada 3 (tiga) tahapan dalam beragama secara tuntas dapat menjadi sebuah landasan etika
lingkungan dalam perspektif Islam, yaitu:
1) Ta`abbud. Bahwa menjaga lingkungan adalah meupkan impelementasi kepatuhan kepada
Allah. Karena menjaga lingkungan adalah bagian dari amanah manusia sebagai khalifah.
Bahkan dalam ilmu fiqih menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan berstaus
hukum wajib karena perintahnya jelas baik dalam Al Qur`an maupun sabda Rasulullah
Saw. Menurut Ali Yafie masalah lingkungan dalam ilmu fiqih masuk dalam bab jinayat
(pidana) sehingga jika ada orang yang melakukan pengrusakan terhadap lingkungan dapat
dikenakan sangsi atau hukuman.
2) Ta`aqquli. Perintah menjaga lingkungan secara logika dan akal pikiran memiliki tujuan
yang sangat dapat difahami. Lingkungan adalah tempat tinggal dan tempat hidup makhluk
hidup. Lingkungan alam telah didesain sedemikian rupa oleh Allah dengan keseimbangan
dan keserasiaanya serta saling keterkaitan satu sama lain. Apabila ada ketidak seimbangan
atau kerusakan yang dilakukan manusia. Maka akan menimbulkan bencana yang bukan
hanya akan menimpa manusia itu sendiri tetapi semua makhluk yang tinggal dan hidup di
tempat tersebut akan binasa.
3) Takhalluq. Menjaga lingkungan harus menjadi akhlak, tabi`at dan kebiasaan setiap orang.
Karena menjaga lingkungan ini menjdi sangat mudah dan sangat indah manakala
bersumber dari kebiasaan atau keseharian setiap manusia sehingga keseimbangan dan dan
kelestarian alam akan terjadi dengan dengan sendirinya tanpa harus ada ancaman hukuman
dan sebab-sebab lain dengan iming-imning tertentu.

Etika lingkungan merupakan pedoman tentang cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang
didasari atas nilai-nilai positif untuk mempertahankan fungsi dan kelestarian lingkungan. Untuk
menciptakan lingkungan yang bersih dan Islami, Islam juga memiliki etika terhadap lingkungan
yang berdasarkan pada kerangka konseptual (Abdurrahman, 2012), yang meliputi:
1) Tauhid
Etika lingkungan berbasis tauhid yaitu kesadaran secara spiritual yang terwujud dalam
interaksi antar sistem ekologi yang ada. Lingkungan dioptimalkan sebagai sarana untuk
sampai pada Allah swt. Lingkungan sebagai sarana mengingat Allah, karena segala yang
ada di bumi temasuk didalamnya lingkungan merupakan ciptaan Allah swt yang
merupakan manifestasi Allah SWT. Dengan kesadaran ini, seseorang akan memperlakukan
lingkungan dengan arif dan bijaksana, melihat alam sebagai partner bukan musuh. Semua
unsur lingkungan memiliki nilai dan manfaat sehingga menuntut kita untuk berbuat baik
kepada lingkungan. Tauhid tidak dapat dipisahkan dengan aspek lain yang mendorong
manusia mempertanggungjawabkan segala perilakunya. Manusia dilahirkan sebagai
khalifah di muka bumi, maka ia harus mampu memelihara dan melestarikan lingkungan.
2) Ibadah
Segala sesuatu dinilai ibadah dengan syarat memulainya dengan niat yang ikhlas oleh
karena itu kegiatan memelihara lingkungan harus dilandasi dengan tujuan beribadah
kepada Allah SWT. Manusia diciptakan oleh Allah swt itu beribadah kepada-Nya,
sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Dzariyat: 56:
ِ ‫اْلنْس إََِّل لِي عب ُد‬ ِْ ‫وما خلَ ْقت‬
‫ون‬ ُ ْ َ َ ِْ ‫اْل َّن َو‬ ُ َ ََ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-
Ku.”
3) Pengetahuan (‘ilm)
Islam menempatkan ilmu pada tempat yang tinggi dan orang yang berilmu akan selalu
ditinggikan oleh Allah SWT. Konsep ilmu yang dimaksud dalam etika lingkungan Islam
yaitu tanda-tanda alam yang harus dikaji dengan menggunakan ilmu pengetahuan.
Sehingga dapat dilakukan pemeliharaan lingkungan dan pencegahan kerusakan lingkungan
dengan perilaku yang tepat.
4) Memanfaatkan dan Memelihara
Manusia sebagai khalifah di muka bumi memiliki tanggungjawab untuk mengolah,
memanfaatkan dan melestarikan lingkungan. Pengaturan lingkungan yang dilakukan
manusia akan berpengaruh terhadap masa depan generasi yang akan datang.
5) Amanah dan Keseimbangan
Allah SWT telah memberikan informasi spiritual kepada manusia untuk bersikap ramah
terhadap lingkungan. Manusia harus selalu menjaga lingkungan agar tidak rusak, tercemar
bahkan menjadi punah, sebab apa yang Allah SWT berikan kepada manusia semata-mata
merupakan suatu amanah. Manusia harus memperlakukan lingkungan sebagai amanah dari
Allah swt dan mendayagunakannya dengan seimbang.
6) Keindahan
Dalam kegiatan mengolah, memanfaatkan dan melestarikan lingkungan manusia harus
memperhatikan estetika dan keindahan. Gunung yang hijau, air laut yang tampak indah
membiru dan sungai yang jernih jangan sampai terkontaminasi oleh berbagai macam polusi
yang dapat merusak dan membahayakan manusia dan habitat flora dan fauna yang hidup
di dalamnya.
7) Halal dan haram
Lingkungan harus dikontrol oleh dua konsep yaitu halal (menguntungkan) dan haram
(membahayakan). Jika diteliti secara cermat, haram mencakup segala sesuatu yang bersifat
merusak bagi manusia dan lingkungan. Dan segala sesuatu yang menguntungkan bagi
manusia dan lingkungannya tanpa menimbulkan keburukan adalah halal.

Etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan


lingkungannya. Etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan
dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga. Keterkaitan etika
Islam dalam permasalahan lingkungan tidak bisa dipisahkan karena etika berbicara bukan hanya
sebatas hubunganantar individu dan individu akan tetapi lebih luas terhadap permasalahan
lingkungan hidup.

4. Konsep Pengelolaan Lingkungan Hidup


Konsep lingkungan dalam Alquran disebut dengan beberapa istilah, yaitu seluruh spesies,
yang meliputi manusia, tumbuh-tumbuhan, hewan darat, udara dan laut (al-‘ālamīn), lingkungan
sosial dan alam (bī’ah), dan bumi yang berisi udara, air, api/cahaya, dan semua hewan melata
(‘ard) (Kholis and Karimah, 2017). Konsep sebagaimana disebut di atas merupakan terma yang
diperkenalkan Al-quran sebagai wadah dari keseluruhan organisme agar mereka bisa saling
memanfaatkan secara simbiosis-mutualis sehingga terjaga keseimbangannya.
Konsep ini menurut Fachruddin dalam (Islam and Natural Resource Management: 2013),
tergambar ketika Ketika Umar Ibnu Khatthab Radiyallahu Anhu diangkat menjadi menjadi
Khalifah (586-644) di Madinah Semenanjung Arab dimana beliau memperkenalkan konsep
pengelolaan lingkungan dengan memberikan beberapa sudut pandang, yaitu:
1) Sumberdaya alam akan terancam apabila dieksploitasi secara berlebihan,
2) Memperkenalkan pemanfaatan lahan yang telah ditingalkan dan diberikan kepada
masyarakat untuk dikelola secara produktif,
3) Tidak diperkenankan melakukan eksploitasi secara berlebihan terhadap sumberdaya
karena dikhawatirkan akan menganggu hak generasi berikutnya, dan
4) Melakukan pemanfaatan tanah dengan mendistribusikan tanah yang tidak
dipakai/digunakan oleh pemiliknya selama tiga tahun kepada masyarakat secara adil
sehingga dapat menghasilkan produktivitas lahan yang baik.

Pandangan yang telah disampaikan oleh Umar Ibnu Khaththab RA tentang konsep
pengelolaan lingkungan merupakan bentuk manifestasi ajaran Islam yang bersumber dari Al-
Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad SAW tentang pengelolaan lingkungan. Prinsip-prinsip ajaran
ini dapat dieksplorasi untuk mendidik masyarakat dan meningkatkan kesadaran tentang
lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam (La Fua, 2014). Konsep Islam menegaskan bahwa
segala sesuatu di ekosistem ini adalah makhluk ciptaan Allah SWT dan mereka semua tunduk di
dihadapan Allah SWT sebagaimana firman-Nya:
ً ُ‫ض َو َم ْن فِّي ِّه َّن َو ِّإ ْن ِّم ْن َش ْيءٍ ِّإ ََّّل يُ َس ِّب ُح ِّب َح ْم ِّد ِّه َو َٰلَ ِّك ْن ََّل تَفْقَ ُهونَ ت َ ْسبِّي َح ُه ْم ۗ ِّإنَّهُ َكانَ َح ِّلي ًما َغف‬
‫ورا‬ ُ ‫ت ُ َس ِّب ُح لَهُ ال َّس َم َاواتُ ال َّس ْب ُع َو ْاْل َ ْر‬
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan
tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti
tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun” (QS. Al-
Israa': 44).

Oleh karena itu, menurut Yûsuf Qardhâwî beberapa konsep lingkungan hidup dalam Islam
antara lain sebagai berikut. Pertama, penanaman pohon dan penghijauan. Kedua, pembajakan
tanah dan pemupukan menghidupkan lahan yang mati. Ketiga, menjaga kebersihan. Keempat,
menjaga sumber kekayaan alam. Kelima, menjaga kesehatan manusia. Keenam, ramah terhadap
lingkungan. Ketujuh, menjaga lingkungan dari perusakan. Kedelapan, menjaga keseimbangan
lingkungan. Dapat dilihat bahwa undang-undang yang bersandar pada hukum Islam memiliki
kepedulian terhadap berbagai masalah lingkungan. Secara otomatis, Islam menegaskan larangan
bagi siapapun yang hendak mencemari dan merusak lingkungan. Gagasan al-Qardhâwî
menunjukkan bahwa Islam memberikan perhatian terhadap pemeliharaan alam secara lengkap,
mulai dari penanaman pohon, pemanfaatan tanah secara bijak, melestarikan kekayaan alam,
mengaja kesehatan dan kebersihan diri dan lingkungan, dan menjaga keseimbangan dan ramah
terhadap lingkungan dengan tidak merusaknya (Efendy, 2018).

Sebagai sebuah sistem, lingkungan harus tetap terjaga keteraturannya sehingga sistem itu
dapat berjalan dengan teratur dan memberikan kemanfaatan bagi seluruh anggota ekosistem.
Manusia sebagai makhluk yang sempurna, yang telah diberikan akal budi (akal dan hati nurani)
ini manusia mestinya mampu mengemban amanat untuk menjadi pemimpin sekaligus wakil Tuhan
di muka bumi. Sebagai pemimpin, manusia harus bisa memelihara dan mengatur keberlangsungan
fungsi dan kehidupan semua makhluk, sekaligus mengambil keputusan yang benar pada saat
terjadi konflik kepentingan dalam penggunaan atau pemanfaatan sumberdaya alam. Pengambilan
keputusan ini harus dilakukan secara adil, bukan dengan cara memihak kepada individu atau
kelompok makhluk tertentu, akan tetapi mendholimi atau mengkhianati individu atau kelompok
makhluk lainnya dalam komunitas penghuni bumi. Untuk itulah manusia dituntut untuk dapat
mengembangkan akhlaq (perilaku yang baik) terhadap lingkungan.

5. Pelestarian Lingkungan Dalam Perspektif Hukum Islam


Pendidikan lingkungan yang diajarkan secara Islami merupakan sarana penting bagi
muslim untuk mengenal dan menyadari lingkungan hidup mereka secara baik dan benar sehingga
mampu berperan secara sadar dan aktif dalam pengelolaan dan pembinaan lingkungan. Sebagai
mayoritas penduduk Indonesia, muslim mempunyai kewajiban dan peran yang sangat besar dalam
pengelolaan lingkungan tersebut. Dibutuhkan pengetahuan dan kesadaran yang mendalam bahwa
Islam sangat memperhatikan lingkungan.
Dalam bukunya yang berjudul Ri’ayatul Bi’ah fi Syari’atil Islam: 2001, Dr. Yusuf Al-
Qardhawi menjelaskan bahwa fikih sangat concern terhadap isu-isu lingkungan hidup ini. Hal ini
dapat dibuktikan dengan pembahasan-pembahasan yang terdapat dalam literatur fikih klasik,
seperti: pembahasan thaharah (kebersihan), ihya almawat (membuka lahan tidur), al-musaqat dan
al-muzara’ah (pemanfaatan lahan milik untuk orang lain), hukum-hukum terkait dengan jual beli
dan kepemilikan air, api dan garam, hak-hak binatang peliharaan dan pembahasan-pembahasan
lainnya yang terkait dengan lingkungan hidup yang ada di sekitar manusia. Beliau juga
menegaskan, bahwa pemeliharaan lingkungan merupakan upaya untuk menciptakan kemaslahatan
dan mencegah kemudharatan. Hal ini sejalan dengan maqāsid al-syarī’ah (tujuan syariat agama)
yang terumuskan dalam al-Dharuriyah al-Khamsah, yaitu: hifzu al-nafs (melindungi jiwa),
hifzual-aql (melindungi akal), hifzu al-māl (melindungi kekayaan/property), hifzu al-nasb
(melindungi keturunan), hifzu al-dīn (melindungi agama). Menjaga kelestarian lingkungan hidup
menurut beliau, merupakan tuntutan untuk melindungi kelima tujuan syari’at tersebut. Dengan
demikian, segala prilaku yang mengarah kepada pengrusakan lingkungan hidup semakna dengan
perbuatan mengancam jiwa, akal, harta, nasab, dan agama.

Apabila doktrin ini dikaitkan dengan metode hukum Islam yaitu 5 (lima) konsep pokok
(al-Dharuriyah al-Khamsah) seperti dijelaskan sebelumnya, yaitu: memelihara agama, jiwa, akal,
keturunan dan harta, maka pemeliharaan atas kelima kemaslahatan pokok ini terkait langsung
dengan pemeliharaan terhadap lingkungan (Abrar, 2012), sebagai berikut:

1) Konsepsi Islam tentang kewajiban memelihara lingkungan adalah sama dengan dengan
kewajiban memelihara lima tujuan pokok agama. Sederhananya dapat dikatakan bahwa
lingkungan adalah prasyarat untuk mewujudkan tujuan pokok agama. Menjaga sholat
adalah salah satu bentuk perwujudan dari memelihara agama. Lingkungan yang bersih
sebagai infrastruktur untuk menjalankan sholat juga merupakan salah satu faktor yang
menentukan sah atau tidaknya sholat seseorang. Apabila lingkungan tercemari, baik berupa
air untuk berwudhu’ atau tempat untuk melaksanakan sholat kotor dan sebagainya, maka
secara otomatis pemeliharaan terhadap agama pun sudah terabaikan Dalam konteks
keberadaan lingkungan sebagai pra syarat pemeliharaan tujuan pokok agama dapat dibaca
dari Kaedah Fiqih yang menjelaskan “maala yatimmu al-wajib illa bihi fahuwa al-wajib”
(sesuatu yang wajib tidak sempurna kecuali dengannya, maka ia juga menjadi wajib)
artinya memelihara lingkungan adalah wajib dalam rangka memelihara agama.
2) Kewajiban pemeliharaan terhadap jiwa sebagai tujuan pokok agama juga terkait langsung
dengan kewajiban memelihara lingkungan. Maka kewajiban untuk memelihara lingkungan
pada dasarnya adalah kewajiban untuk memelihara jiwa manusia. Sehubangan dengan
perintah ini, Allah SWT melarang untuk melakukan pembunuhan dan eksploitasi
lingkungan. “Siapa yang membunuh seorang manusia dan membuat kerusakan di muka
bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh manusia seluruhnya Dan siapa yang
memelihara kehidupan manusia, maka seakan-akan ia telah memelihara kehidupan
manusia seluruhnya” (QS. Al-Maidaah: 32).
3) Berkaitan dengan pemeliharaan jiwa, Islam juga memerintahkan untuk memelihara akal
sebagai tujuan pokok. Perhatian agama terhadap kesehatan akal sangat terkait dengan
kondisi tubuh yang sehat (al-aqlu al-salim fi jism al-salim/akal yang baik terletak pada
tubuh yang sehat). Jawaban praktis adalah lingkungan yang bersih. Kondisi lingkungan
yang bersih, baik dan tidak tercemar adalah faktor utama dalam membentuk kesehatan
yang baik. Dengan begitu kewajiban atas pemeliharaan lingkungan sama halnya dengan
kewajiban pemerliharaan terhadap akal.
4) Memelihara keturunan sebagai tujuan Agama sekaligus dengan bentuk kualitas yang
terjamin. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. An-nisa ayat 9, lingkungan dengan
segala sumber daya yang dimilikinya merupakan potensi besar untuk keberlangsungan
hidup manusia. Merusak lingkungan dengan mengeksploitasinya tanpa perhitungan, akan
merusak kehidupan dan penghidupan generasi selanjutnya. Oleh sebab itu memelihara
lingkungan sama wajibnya dengan memelihara keturuanan.
5) Eksploitasi alam merupakan salah satu bentuk pengerusakan terhadap harta, karena alam
adalah karunia Tuhan untuk kebutuhan dan kelangsungan hidup manusia. Air, pohon-
pohonan, mineral bumi dan segala jenisnya menjadi harta kekayaan yang tak terhingga dan
diberikan untuk kebutuhan makhlukNya.

Menurut ajaran Islam, permasalahan tersebut di atas, tidaklah sulit untuk mencari jalan
pemecahannya sekiranya manusia taat atas petunjuk Allah SWT. Manusia harus menyadari bahwa
segala sesuatu yang ada di dalam alam semesta ini adalah milik Allah SWT (QS. al-Maa’idah ayat
117). Tetapi Allah SWT dengan kasih sayangnya telah memberikan hak kepada manusia untuk
menfaatkan alam ini dengan sebaik-baiknya dan mengolah sumbernya untuk kemakmuran
manusia (QS. al-Baqarah 29). Sebagai makhluk yang memperoleh hak menggunakan alam ini,
manusia haruslah mematuhi ketentuan-ketentuan yang diatur oleh pemiliknya yaitu Allah SWT.
Manusia tidak berhak memanfaatkan dan menggunakan alam ini secara sembarangan dan
bertentangan dengan ketentuan yang ditetapkan Allah SWT (Efendy, 2018).
Sebagai agama dengan spirit rahmatan li al-‘alamin Islam meletakkan pemeliharaan
lingkungan sebagai basis terhadap pemeliharaan tujuan pokok agama. Kemashlahatan lingkungan
tidak hanya berimplikasi positif terhadap pemeliharaan kelangsungan hidup manusia tetapi juga
untuk lingkungan itu sendiri. Oleh karena itu, Islam di kenal 3 (tiga) macam bentuk pelestarian
lingkungan (Mangunjaya, 2013), sebagai berikut:
1) Dengan cara ihya'. Yakni pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh individu. Dalam hal ini
seseorang mematok lahan untuk dapat digarap dan difungsikan untuk kepentingan
pribadinya. Orang yang telah melakukannya dapat memiliki tanah tersebut. Mazhab Syafi’i
menyatakan siapapun berhak mengambil manfaat atau memilikinya, meskipun tidak
mendapat izin dari pemerintah. Lain halnya dengan Imam Abu Hanifah, beliau
berpendapat, Ihya' boleh dilakukan dengan catatan mendapat izin dari pemerintah yang
sah. Imam Malik juga berpendapat hampir sama dengan Imam Abu Hanifah. Akan tetapi,
beliau menengahi dua pendapat itu dengan cara membedakan dari letak daerahnya.
2) Dengan proses igta'. Yakni pemerintah memberi jatah pada orang-orang tertentu untuk
menempati dan memanfaatkan sebuah lahan. Adakalanya untuk dimiliki atau hanya untuk
dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu.
3) Dengan cara hima. Dalam hal ini pemerintah menetapkan suatu area untuk dijadikan
sebagai kawasan lindung yang difungsikan untuk kemaslahatan umum. Dalam konteks
dulu, hima difungsikan untuk tempat penggembalaan kuda-kuda milik negara, hewan,
zakat dan lainnya. Setelah pemerintah menentukan sebuah lahan sebagai hima, maka lahan
tersebut menjadi milik negara. Tidak seorang pun dibenarkan memanfaatkannya untuk
kepentingan pribadinya (melakukan ihya'), apalagi sampai merusaknya.

Memelihara lingkungan pada dasarnya bertujuan untuk mewujudkan keadilan yang


universal. Konsep keadilan universal Islam adalah meletakkan kemaslahatan sebagai tujuan utama
dari aktifitas kemanusiaan. Peduli terhadap kelestarian lingkungan tidak saja berorientasi pada
kemaslahatan lingkungan itu sendiri, akan tetapi lebih dari itu sebagai jaminan terhadap
kelangsungan hidup manusia. Islam memberikan kebebasan kepada manusia untuk mengelola
alam, tetapi kebebasan itu adalah kebebasan yang bertanggungjawab dan berkeadilan. Alam
sebagai resorsis ekonomi tidak hanya untuk dieksploitasi dan dijadikan sumber kekayaan pribadi,
Melainkan harus dipelihara dan dijadikan sarana untuk berbagi dan memberdayakan kelompok-
kelompok miskin dan lemah. Karena konsep keadilan pada prinsipnya merupakan pemberdayaan
terhadap kaum miskin dan kaum tertindas untuk memperbaiki nasib mereka dalam sejarah
manusia. Keadilan terhadap lingkungan juga merupakan manifestasi untuk keadilan Tuhan.
Karena pada dasarnya Tuhan adalah Maha Pemelihara, yang kemudian otoritas pemeliharaan
tersebut didelegasikan kepada manusia untuk kepentingan manusia itu sendiri (Abrar, 2012).
Demikian perhatian Islam terhadap kemaslahatan manusia dan alam sekitarnya.

SOAL-SOAL LATIHAN

1. Jelaskan Pengertian Islam tentang Kesehatan!


2. Jelaskan Pola Hidup Sehat Dalam Perspektif Islam
3. Jelaskan Pengertian Lingkungan Berdasarkan Konsep Islam
4. Jelaskan Etika Islam Terhadap Lingkungan Hidup!
5. Jelaskan Pelestarian Lingkungan Dalam Perspektif Hukum Islam!

LEMBAR JAWABAN
SOAL-SOAL LATIHAN
BAB XII

1.

2.

3.

4.

5.
DAFTAR PUSTAKA

Abadi, M. bin Y. al (2005) ‘Fayrus, Al-Qamus Al-Muhith’. Beirut: Muassasah Ar-Risalah.


Abdillah, M. (2001) Agama ramah lingkungan: perspektif Al-Qur’an. Penerbit Paramadina.
Abdurrahman, M. (2012) ‘Memelihara Lingkungan dalam ajaran Islam’, Menteri Koordinasi
Bidang Perekonomian RI. Bandung.
Abrar, M. (2012) ‘Fiqh Lingkungan: Tinjauan Hukum Islam Terhadap Lingkungan’, Mamangan,
1(1).
Asmanto, E. (2015) ‘Revitalisasi Spiritualitas Ekologi Perspektif Pendidikan Islam’, TSAQAFAH.
Universitas Darussalam Gontor, 11(2), p. 333. doi: 10.21111/tsaqafah.v11i2.272.
Efendy, I. (2018) ‘Konstruksi Pendidikan Kesehatan Lingkungan Dalam Perspektif Islam’,
MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman, 40(2). doi: 10.30821/miqot.v40i2.305.
La Fua, J. (2014) ‘Aktualisasi Pendidikan Islam dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup menuju
Kesalehan Ekologis’, Al-Ta’dib, 7(1), pp. 19–36.
Fuadi Husin, A. (2014) ‘Islam Dan Kesehatan’, Islamuna: Jurnal Studi Islam, 1(2). doi:
10.19105/islamuna.v1i2.567.
Harahap, R. Z. (2015) ‘ETIKA ISLAM DALAM MENGELOLA LINGKUNGAN HIDUP’,
Jurnal EduTech, 1(1). Available at: www.agamadanekologi.blogspot.com,.
Kholis, N. and Karimah, R. (2017) ‘Aksi Budaya Teo-Ekologi Melalui Integrasi Kurikulum
Pendidikan Lingkungan Hidup’, Al-Tahrir: Jurnal Pemikiran Islam. STAIN Ponorogo,
17(2), p. 451. doi: 10.21154/altahrir.v17i2.958.
Mangunjaya, F. M. (2013) ‘Islam and Natural Resource Management’, Integrating Religion Within
Conservation: Islamic Beliefs and Sumatran Forest Management, p. 11.
Munawwir, A. W. (1997) ‘Kamus al-Munawwir’, Surabaya: Pustaka Progressif.
Muspiroh, N. (2014) ‘Peran Pendidikan Islam Dalam Pelestarian Lingkungan’, QUALITY, 2(2).
Al Qaradlawi, Y. and Firdaus, F. (1997) Fiqih peradaban: sunah sebagai paradigma ilmu
pengetahuan. Dunia Ilmu.
Quraish Shihab, M. (1996) ‘Wawasan al-Qur’an Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat’,
Cet. III (Bandung: Mizan, 1996).
Sururi, A. (2014) MENGGAPAI PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA: Studi
Perbandingan Etika Islam dan Etika Ekofeminisme.
Taufik, M. (2007) ‘Perspektif Filsafat Pendidikan Islam tentang Alam dan Lingkungan’, dalam
http://digilib. uin-suka. ac. id/.../MUHAMMAD% 20TAUFIK, 20.
Wahyudi, M. N. (2015) POLA HIDUP SEHAT DALAM PERSPEKTIF AL-QUR`AN.
Zuhdi, M. H. (2014) ‘KONSEP KEPEMIMPINAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM’,
AKADEMIKA, 19(1).
Zulaikha, S. (2014) ‘414-1-1065-1-10-20170307’, PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG, 19(02).
http://journal.unpar.ac.id/index.php/veritas/article/view/1418

Anda mungkin juga menyukai