Anda di halaman 1dari 6

PENDIDIKAN ISLAM DALAM KESEHATAN

Kelompok 1:

- Mirza Adhalul Fahmi


- Efa Yanuren
- Sri Waningsih

A. Pengertian Sehat

Kata sehat merupakan indonesianisasi dari bahasa Arab ash-shihhah dan berarti sembuh, sehat,
selamat dari cela, nyata, benar, dan sesuai dengan kenyataan (Warson, [t.th.]:817). Kata sehat dapat
diartikan pula:

(1) dalam keadaan baik segenap badan serta bagian-bagiannya (bebas dari sakit), waras.

(2) mendatangkan kebaikan pada badan.

(3) sembuh dari sakit (Kamus Besar, 1990:794).

Dalam bahasa Arab terdapat sinonim dari kata ash-shihhah yaitu al-afiah yang berarti ash-
shihhah at-tammah (sehat yang sempurna - Warson [t.th.]:1021). Kadang-kadang kedua kata itu digabung
menjadi satu ash-shihhah wa alafiah, diindonesiakan menjadi sehat wal afiat dan artinya sehat secara
sempurna.

Dalam kaitan dengan ilmu kesehatan maupun ilmu keperawatan, yang dimaksudkan dengan kata
sehat adalah seluruh tubuh (termasuk anggota badan) dalam keadaan baik berfungsi sebagaimana adanya.
Kaki dikatakan sehat manakala kaki itu berfungsi secara penuh dan tidak ada sama sekali disfungsi
baginya sedikitpun di samping tidak merasa sakit (warson)

Di samping al-quran sebagai petunjuk, juga sebagai penyembuh. Allah berfirman

Artinya:
Dan
Kami

turunkan dari Alquran suatu yang menjadi obat (penawar) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman,
dan Alquran itu tidaklah menambah kepada orang-orang zalim selain kerugian (Q.S. al-Isra/17:82).

Segala sesuatu pasti ada pengecualiannya, kecuali yang Maha Mutlak. Pengecualian bahwa
semua sakit pasti bisa disembuhkan sebagaimana dikatakan dalam firman Allah QS. An-Nahl/16:69 ini
adalah sabda Rasul sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadist :

Abu Hurairah mendengar dari Rasulullah saw bersabda: di dalam jintan hitam itu terkandung obat dari
berbagai penyakit kecuali maut. (HR. Muttafaqun alaih).

Mati sebagaimana dikatakan dalam hadis di atas adalah pengecualian dari sakit. Mati memang
kodrat ilahi. Dia lah yang menghidupkan, yang mematikan. Dengan demikian, jika Allah menghendaki
seseorang harus mati, sementara ia sakit, diobati dengan apa, oleh siapa, dan dengan cara apa pun pasti
tidak bisa sembuh. Jadi Allah juga yang membuat pengecualian bahwa setiap sakit ada obatnya, dan
pengecualiannya adalah maut. Dalam pernyataan yang bernada anomali oleh Rasulullah harus dipahami
bahwa Rasulullah hanya menyatakannya mengenai kemutlakan Allah dalam hal mematikan dan
menghidupkan makhluk, bukan beliau yang mematikan dan menghidupkannya.

Dalam hal mengusahakan kesembuhan dari sakit, Rasulullah memberikan penjelasan dengan
berbagai macam cara. Dari hadis Jabir, sebagaimana telah dikutip, menunjukkan tiga hal untuk mencapai
kesehatan dari keadaan sakit, yaitu bekam, mengonsumsi madu, dan kei. Beliau juga menjelaskan cara
lain untuk berobat dari sakit, yaitu ruqiyah (secara teknis diterjemahkan jampi atau mantra).

B. Jalinan antara Kebersihan, Kesehatan, dan Keimanan

Rasulullah saw pernah berasabda dan amat populer di lingkungan dunia medika Islam an-Nadafatu min
al-iman (Bersih itu bagian dari iman). Sementara itu pepatah yang amat populer juga mengatakan Bersih pangkal
sehat, yang berarti modal pertama untuk memperoleh kesehatan adalah kebersihan. Lawan dari bersih adalah kotor
atau jorok.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa kotor dan jorok tidak mengundang kesehatan, melainkan
lawannya, yaitu sakit. Jadi, kotor atau jorok mengandung penyakit atau sakit. Dari alur pikir ini dapat dipahami
bahwa ada independensi (saling tergantung) antara bersih, sehat, dan iman. Bersih menyebabkan sehat, dan sehat
merupakan bagian dari iman. Di sisi lain, iman yang benar menuntut supaya hidup bersih, dan buah dari hidup
bersih adalah sehat.

Dalam banyak kesempatan Alquran menekankan kualitas hidup bersih atau suci, baik suci secara lahiriah
maupun suci secara batiniah. Firman Allah:

(Dan terhadap pakaianmu bersihkanlah - Q.S. al-Mudassir/74 :4) adalah contoh perintah Allah agar kita
mengusahakan kebersihan dan kesucian pakaian yang kita kenakan.

C. Kesehatan Jasmani

Telah disinggung bahwa bersih itu pangkal sehat. Selanjutnya, makanan dan minuman yang
dikonsumsi harus yang bergizi dan harus sekaligus halal. Bergizi saja tidak cukup dan halal saja juga
belum cukup. Allah memang memerintahkan kepada kaum muslimin supaya makan makanan yang
halalan thayyiban. Demikian firman Allah:

Artinya:

Wahai manusia ! makanlah dari (makanan) halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu (Q.S. al-Baqarah/2:l68).

Secara hukum makanan yang kita makan itu harus halal dan secara realistik makanan itu harus
bersih dan bergizi karena kandungan pengertian thayyiban adalah baik, lezat, bergizi, dan sehat (Warson,
[t.th.]:939). Terkandung pengertian makanan atau minuman sehat adalah aman dikonsumsi baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Makanan yang di dalamnya terdapat pengawet, pewarna,
penyedap, pengenyal, dan perenyah yang tidak direkomendasikan oleh ilmu-ilmu kesehatan (kedokteran,
keperawatan, gizi, teknologi pangan) di luar cakupan thayyiban karena harus kita hindarkan dalam arti
tidak mengonsumsinya.

D. Kesehatan Rohani
Seorang dikatakan sehat rohaninya jika ia terbebas dari penyakit batiniah. Penyakit ini cukup banyak. Al-
Ghazali menyebutkan antara lain:

1. Hubb ad-Dunya (Cinta dunia) berlebihan karena menumbuhkan kemunafikan.


2. Rakus, amat dekat dengan cinta dunia, bahkan saling berkelindan. Cinta harta menyebabkan rakus,
atau rakus merupakan perwujudan cinta harta. Nabi Muhammad saw memberikan contoh profil
orang cinta harta dan rakus melalui sabdanya sebagai berikut:


Artinya:

Jikalau manusia itu memiliki dua lembah emas, niscaya ia akan mencari yang ketiga untuk tambahan
dari dua lembah tadi, dan rongga manusia itu tidak akan penuh selain oleh tanah; dan Allah menerima
taubat terhadap siapa yang mau bertaubat (al-Hadis).

E. Kesehatan Jasmani dan Rohani

Orang yang sehat secara jasmani tetapi sakit rohaninya, tentu lebih tampak nafsu
kebinatangannya. Sebaliknya, orang yang sehat rohani tetapi sakit jasmaninya tentu mobilitasnya amat
terbatas. Menurut Islam, tipologi ideal adalah orang yang secara jasmani dan rohani sehat. Hubungan
antara jasmani dan rohani merupakan hubungan timbal balik, saling mempengaruhi, dan saling ada
ketergantungan. Jasmani sehat mempengaruhi rohani menjadi sehat.Rohani sehat mengarahkan kepada
perilaku supaya jasmani juga sehat.

Orang yang secara rohani sehat tetapi tidak sehat secara jasmani dikarenakan keterbatasan
pemikirannya atau berpikir secara parsial bahwa dunia itu tidak penting, dunia itu hanya ghurur (menipu),
dunia hanya lahw (sendaugurauan), dan dunia hanya sementara sehingga tidak atau kurang
memperhatikan kepentingan jasmani dan hanya terobsesi keakhiratan.
Selanjutnya membiarkan diri secara jasmani tidak atau kurang terawat, sakit-sakitan, dan
termarginalisasi oleh struktur dan sistem sosial di mana ia tinggal, padahal realitas sosial itu senantiasa
berubah dan berkembang secara cepat. Kemajuan hari ini akan segera menjadi kuno beberapa dekade
kemudian. Islam menghendaki umatnya supaya sehat dan kuat baik jasmani maupun rohaninya laksana
Thalut.

F. KESIMPULAN

Dari penjelasan tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa, seseorang dikatakan sehat bukan hanya
sehat jasmani, namun juga sehat rohani.
DAFTAR PUSTAKA

al-Quran al-Karim

Ahmad Muhammad al-Hufi. Keteladanan Akhlak Nabi Muhammad Saw.Bandung: Pustaka Setia,2000.

Abi Abd-llah Muhammad bi Ismail al-Bukhari.[t.th.]. Shahih al-Bukhari.VII. Semarang :Thoha Putra.

Ahmad Warson al-Munawwir, [t.th.]. Almunawwir: Kamus Arab-Indonesia. Yogyakarta: Krapyak.

Anda mungkin juga menyukai