Anda di halaman 1dari 29

‫ﺑﺴﻢ اﻟﻠﮫ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﯿﻢ‬

PARADIGMA ISLAM
TENTANG ILMU
KESEHATAN
1. HAKIKAT ILMU KESEHATAN
Ilmu kesehatan adalah kelompok disiplin ilmu terapan
yang menangani kesehatan manusia dan hewan.
Ada dua bagian ilmu kesehatan: studi, riset,
dan pengetahuan mengenai kesehatan, serta aplikasi
pengetahuan tersebut untuk meningkatkan kesehatan,
mengobati penyakit, dan memahami fungsi-fungsi
biologis pada manusia dan hewan
Pengertian kesehatan dalam pandangan Islam
tercermin dalam sebuah hadits yang diriwayatkan
oleh Tirmidzi dan Ibnu Majah :
“Rasulullah S.a.w. bersabda : “Barang siapa sehat
badannya, damai hatinya (jiwa) dan punya makanan
untuk sehari-harinya (sosial ekonomi), maka
seolah-olah dunia seisinya dianugerahkan
kepadanya”. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Dari hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa sehat atau
kesehatan dalam Islam adalah suatu keadaan yang
sempurna dan sejahtera pada badan, jiwa, sosial dan
ekonomi yang menjadikan dirinya produktif memelihara
kehidupan dunia dan akhirat.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam musyawarah
Nasional Ulama tahun 1983 merumuskan kesehatan
sebagai ketahanan “jasmaniah, ruhaniyah dan sosial” yang
dimiliki manusia sebagai karunia Allah yang wajib
disyukuri dengan mengamalkan tuntunan-Nya, dan
memelihara serta mengembangkannya.
Islam sangat memperhatikan kondisi kesehatan
sehingga dalam Al Quran dan Hadits ditemui banyak
referensi tentang sehat. Misalnya Hadits Bukhari yang
diriwayatkan oleh Ibnu Abbas,Rasulullah bersabda.
“Dua nikmat yang sering tidak diperhatikan oleh
kebanyakan manusia yaitu kesehatan dan waktu
luang.”
Kosa kata “sehat wal afiat” dalam Bahasa Indonesia
mengacu pada kondisi ragawi dan bagian-bagiannya
yang terbebas dari virus penyakit. Sehat Wal Afiat ini
dapat diartikan sebagai kesehatan pada segi fisik, segi
mental maupun kesehatan masyarakat.
Dalam kamus bahasa arab sehat diartikan sebagai
keadaan baik bagi segenap anggota badan dan afiat
diartikan sebagai perlindungan Allah SWT untuk
hamba-Nya dari segala macam bencana dan tipudaya.
Menurut Aswadi Syuhadak dari UIN Sunan Ampel
Surabaya, indikasi sakit, sembuh dan sehat dalam
bahasa Al-Qur’an, secara berurutan dapat didasarkan
pada kata maradl, syifa’ dan salim.
Kata maradl dan syifa’ secara berdampingan
diungkapkan dalam QS.al-Syu`ara’ [26/47]: 80
“Apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan
aku“.
Pada ayat ini tampak dengan jelas bahwa term
sakit-maradl dikaitkan dengan manusia,
sedangkan syifa’ maupun kesembuhan yang diberikan
pada manusia adalah disandarkan pada Allah SWT.
Kandungan makna demikian ini juga mengantarkan
pada sebuah pemahaman bahwa setiap ada penyakit
pasti ada obatnya, dan apabila obatnya itu sesuai
penyakitnya akan memperoleh kesembuhan, dan
kesembuhannya itu adalah atas izin dari Allah SWT.
2. KEUTAMAAN ILMU KESEHATAN
a. Keutamaan Menuntut Ilmu
Menuntut ilmu itu lebih baik di sisi Allah daripada Sholat,
Puasa, Haji, Berjihad, karena manfaat ilmu itu melebihi
dari yang lainnya, dan semua ibadah itu tidak sah tanpa
ilmu. “(Al-Hadits)”.
Seluruh Malaikat, makhluk-makhluk yang ada di langit,
daratan dan di lautan akan memohonkan ampunan kepada
Allah terhadap orang-orang yang menuntut ilmu “(Al
Hadits)”
Hadir di mejlis ilmu itu lebih afdal dari pada sholat sunnat
seribu rakaat, menghadiri jenazah seribu orang, menjenguk
orang sakit seribu orang, dan lebih afdal dari pada beramal
tanpa ilmu “(Al Hadits dari Abi Zar)
“ Siapa yang menuntut ilmu karena Allah, maka Allah akan
menjamin penghidupannya/rezkinya”. (Al Hadits).
“ Belajar satu huruf dari ilmu agama, sama dengan ibadah
sunnat setahun, dan duduk ia di hadapan sang guru untuk
belajar ilmu, maka Allah akan bukakan 70 pintu rahmat”.
(Al Hadits).
b. Keutamaan ilmu Kesehatan (kedokteran)
Ilmu kesehatan mendapatkan kedudukan yang tinggi di
dalam agama Islam. Di antara tujuan menjadi tenaga
kesehatan (kedokteran) dan mempelajari ilmu
kesehatan (kedokteran) adalah untuk menyingkap
rahasia obat dari suatu penyakit. Perkembangan ilmu
kedokteran juga akan meningkatkan optimisme kaum
muslimin di dalam menghadapi penyakit setelah
berharap rahmat dan kesembuhan dari Allah Azza wa
Jalla.
Ini karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda:
‫ﻣَﺎ أَﻧْزَ َل اﻟﻠﱠ ُﮫ دَ ا ًء إ ﱠِﻻ أَﻧْزَ َل َﻟ ُﮫ ﺷِ ﻔَﺎ َء‬
“Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, kecuali Ia
telah menurunkan obatnya.” (HR. al-Bukhari)
Dalam riwayat lain terdapat tambahan:
‫َﻓﺈِذَ ا أ ُﺻِ ﯾبَ دَ َوا ُء اﻟدﱠا ِء ﺑَرَ أَ ِﺑﺈِذْ ِن اﻟﻠﱠ ِﮫ ﻋَ زﱠ َوﺟَ ﱠل‬
“Jika obat tepat mengenai penyakitnya maka sembuhlah
dengan seijin Allah Azza wa Jalla.” (HR. Muslim)
Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata:
“Al-Qadli berkata: “Di dalam hadits-hadits ini terdapat
beberapa jumlah ilmu agama dan ilmu duniawi, serta sah
atau legalnya ilmu kedokteran dan bolehnya membuka
praktek kedokteran secara global.”
Al-Allamah Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata:
“Di dalam hadits ini terdapat anjuran mempelajari
kedokteran badan sebagaimana mempelajari kedokteran hati.
Dan bahwa ilmu kedokteran itu termasuk sebab-sebab yang
bermanfaat (untuk sembuhnya penyakit, pen). Semua dasar
serta cabang dan perincian ilmu kedokteran menjadi syarah
(penjabaran) bagi hadits ini, karena Syari’ (Allah dan Rasul)
telah memberitahu kita bahwa setiap penyakit terdapat
obatnya. Maka hendaknya kita berusaha mempelajarinya. Dan
setelah itu mengamalkan dan melaksanakan ilmu tersebut.”
Peran dokter juga sedikit disinggung di dalam Al-Quran.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
ٍ‫ت اﻟﺗﱠرَ اﻗِﻲَ )( َوﻗِﯾ َل ﻣَنْ رَ اق‬
ِ َ‫ﻛ ﱠَﻼ إِذَ ا َﺑﻠَﻐ‬
“Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah
(mendesak) sampai ke kerongkongan, dan dikatakan
(kepadanya): “Siapakah yang dapat mengobati?” (QS.
Al-Qiyamah: 26-27).
Al-Imam Abu Qilabah rahimahullah menafsirkan:
“Ayat “Siapakah yang dapat mengobati?”, beliau
berkata: “Adakah seorang dokter yang bisa
menyembuhkan?”
Dari ayat di atas terdapat pelajaran bahwa seseorang yang
sakit boleh dipanggilkan dokter, hanya saja dokter tidak
dapat mengobati seseorang dari penyakit kematian.
3. AYAT-AYAT AL QURAN DAN HADITS
YANG RELEVAN
Al-Quranul Karim sebagai kitab suci panduan hidup
muslimin telah memuat panduan umum menjaga
kesehatan. Seorang ulama pakar tafsir, yaitu Syaikh
Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di menyatakan:
“Menjaga kesehatan dilakukan dengan tiga langkah:
melakukan aktivitas yang bermanfaat bagi kesehatan,
menghindari aktivitas yang membahayakan kesehatan,
dan menyingkirkan berbagai unsur yang dapat
membahayakan kesehatan tubuh.”
Beberapa dalil di dalam Al-Quran yang menunjukkan
bimbingan dalam tiga langkah di atas:
1) Melakukan aktivitas yang bermanfaat bagi kesehatan.
Allah Ta’ala berfirman, “Makanlah dan minumlah oleh kalian,
namun janganlah berlebih-lebihan,” (QS. Al-A’raf ayat 31).
As-Sa’di menjelaskan bahwa Allah Ta’ala memberikan
perintah bagi manusia untuk makan dan minum, dimana tubuh
tidak dapat berfungsi dengan baik tanpanya. Perintah yang
umum ini menjelaskan bahwa mengkonsumsi makanan dan
minuman -yang sesuai untuk manusia- bermanfaat dalam
segala waktu dan keadaan
Jika kita perluas pembahasan ini, kita dapat mengambil
pelajaran bahwa salah satu cara penting menjaga
kesehatan ialah melakukan berbagai aktivitas yang
bermanfaat bagi kesehatan. Selain makan dan minum,
aktivitas penting lainnya misalnya olahraga dan istirahat
sesuai kebutuhan
“Demikianlah, segala amal yang Allah sebutkan di kitab-Nya,
seperti jihad, shalat, puasa, haji, dan seluruh amalan termasuk
berbuat baik kepada makhluk, meskipun tujuan terbesarnya
ialah mencari ridha Allah Ta’ala mendekatkan diri
kepada-Nya, mencari balasan-Nya, serta berbuat baik kepada
hamba-Nya, sesungguhnya amal-amal tersebut dapat
menyehatkan dan melatih tubuh, begitu pula melatih dan
menenangkan jiwa, menyenangkan hati. Di dalam amal
tersebut juga terdapat rahasia yang istimewa, yaitu menjaga
dan meningkatkan kesehatan, serta menghilangkan sumber
penyakit dari tubuh.” (syeikh abdur rahman bin Nashir
As-Sa’di
2. Menghindari aktivitas yang membahayakan
kesehatan
Allah Ta’ala memperbolehkan orang yang sakit untuk
bertayamum jika air wudhu membahayakan kesehatan,
sebagaimana firman Allah:
“Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang
dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan,
kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah
kamu dengan tanah yang baik (suci); usaplah mukamu dan
tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha
Pengampun.” (QS. An Nisa’: 43)
Allah Ta’ala juga melarang untuk mencampakkan tangan
kita ke dalam kebinasaan. Allah berfirman:
“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Al
Baqarah : 195)
Termasuk di larangan ini ialah menggunakan segala zat
yang membahayakan tubuh baik dari jenis makanan
maupun obat-obatan tertentu.
Di ayat ke 31 Surat Al-A’raf di atas terdapat larangan
berlebih-lebihan dalam makan dan minum. Bentuk
berlebih-lebihan bisa dalam hal jumlahnya, dalam
memilih makan-minum, waktu makan-minum, dan ini
merupakan bentuk menghindari hal-hal yang
membahayakan diri.
3. Menyingkirkan berbagai unsur yang dapat
membahayakan kesehatan tubuh
Contoh ajaran yang disebutkan di dalam Al-Qur’an adalah
pemberian izin khusus bagi orang yang berihram untuk
mencukur rambut karena ada gangguan (kutu) di
kepalanya. Padahal, hukum asalnya orang yang sedang
berihram dilarang mencukur rambut.
"Dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban
sampai di tempat penyembelihannya".(QS. Al Baqarah:
196)
Inilah contoh menjaga kesehatan dengan menghilangkan
sumber penyakit. Penerapan lain dari pelajaran ini ialah
dengan cara menjaga kebersihan, mengatur sanitasi dan
pengelolaan sampah, menghindari asap rokok dan polusi
berlebihan, pemberantasan hewan yang menyebarkan
penyakit, dan lain sebagainya.
Dalil dari Hadits
Islam adalah perintis pertama yang berbicara tentang bakteri
dan kotoran yang dimasukkan dalam istilah “khabats” atau
“khataya” atau “syaithan”. Sebagai contoh adalah sabda
Rasulullah saw.:
‫ﺷﯾْطَ ﺎنَ َﯾ ْﻘ ُﻌ ُد ﻋَ ﻠَﻰ ﻣَﺎ طَ ﺎل َ ﺗَﺣْ َﺗﮭَﺎ‬
‫َﻗ ﱢﻠ ْم أَظَ ﺎﻓِرَ َك َﻓﺈِنﱠ اﻟ ﱠ‬
“potonglah kukumu, sesungguhnya syetan duduk
(bersembunyi) di bawah kukumu yang panjang” .
Hadits diatas dengan jelas menunjukkan adanya bakteri yang
tersembunyi di bawah kuku-kuku, seperti bakteri thypoeid,
desentri atau telur cacing
“Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah saw. Bersabda:
Andaikan aku tidak memberatkan pada umatku (atau pada
orang-orang) pasti aku perintahkan (wajibkan) atas mereka
bersiwak (gosok gigi) tiap akan sembahyang. ” (HR. Bukhari
Musllim)
Syara’ melarang seseorang melakukan shalat sedang pada
mulutnya masih terdapat sisa-sisa makanan, melainkan terlebih
dahulu dibersihkan dan berkumur tiga kali. Gigi-gigi
dibersihkan dan sisa-sisa makanan yang ada dikeluarkan,
karena sisa-sisa makanan yang tertinggal dalam mulut akan
membusuk, dan apabila masuk di antara gigi-gigi akan
menimbulkan infeksi yang pada gilirannya menyebabkan
kerusakan gigi
Itulah hikmah Rasulillah mendorong kita untuk
menggunakan siwak (sikat gigi). Rasulullah bersabda:
‫اَﻟﺳ َﱢوا ُك ﻣَطْ ﮭَرَ ةٌ ﻟِ ْﻠ َﻔ ﱢم ﻣَرْ ﺿَ ﺎةٌ ﻟِﻠرﱠ بﱢ‬
“siwak adalah membersihkan mulut dan mendapat
keridhoan Tuhan”

Anda mungkin juga menyukai