Anda di halaman 1dari 26

‫ﺑﺴﻢ اﻟﻠﮫ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﯿﻢ‬

PRINSIP DAN AJARAN


ISLAM DALAM ILMU
KESEHATAN
Para ulama sering mengaitkan penyakit dengan siksa Allah.
Al-Biqa'i dalam tafsirnya mengenai surah Al-Fatihah
mengemukakan sabda Nabi Saw.,”Penyakit adalah cambuk Tuhan
di bumi ini, dengannya Dia mendidik hamba-hamba-Nya.”
Pendapat ini didukung oleh kandungan pengertian takwa yang pada
dasarnya berarti menghindar dari siksa Allah di dunia dan di
akhirat. Siksa Allah di dunia, adalah akibat pelanggaran terhadap
hukum-hukum alam. Hukum alam antara lain membuktikan bahwa
makanan yang kotor mengakibatkan penyakit. Seorang yang makan
makanan kotor pada hakikatnya melanggar perintah Tuhan,
sehingga penyakit merupakan siksa-Nya di dunia yang harus
dihindari oleh orang yang bertakwa.
Dari sini dapat dimengerti bahwa Islam memerintahkan
agar berobat pada saat ditimpa penyakit.
Berobatlah, karena tiada satu penyakit yang diturunkan
Allah, kecuali diturunkan pula obat penangkalnya, selain
dari satu penyakit, yaitu ketuaan (HR Abu Daud dan
At-Tirmidzi dari sahabat Nabi Usamah bin Syuraik).
Beberapa prinsip dan kesepakatan dalam bidang hukum agama
yang berkaitan dengan
kesehatan. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1. Agama Islam bertujuan memelihara agama, jiwa, akal,
kesehatan, dan harta benda umat manusia.
2. Anggota badan dan jiwa manusia merupakan milik Allah yang
dianugerahkan-Nya untuk dimanfaatkan, bukan untuk
disalahgunakan atau diperjualbelikan.
3. Penghormatan dan hak-hak asasi yang dianugerahkan-Nya
mencakup seluruh manusia, tanpa membedakan ras atau
agama.
4. Terlarang merendahkan derajat manusia, baik yang
hidup, maupun yang telah wafat.
5. Jika bertentangan kepentingan antara orang yang
hidup dan orang yang telah wafat, maka dahulukanlah
kepentingan orang yang hidup.
A. ILMU KESEHATAN DALAM
PERSPEKTIF ISLAM
Wawasan Islam tentang kesehatan fisik dapat ditemukan
melalui konsepnya tentang kebersihan dan gizi (larangan
makanan dan minuman yang tidak baik, perintah
memakan makanan dan minuman yang halal lagi
bergizi). Sementara, penjelasannya tentang kesehatan
psikologis dapat ditemukan ilustrasinya dalam konsep
Islam tentang penyakit hati dan perintah makan makanan
yang halal.
Pandangan Islam tentang Kesehatan
Ruang Lingkup Kesehatan dalam Fiqih Islam
”…Allah senang kepada orang yang bertaubat dan
suka membersihkan diri.” (QS al-Baqarah, 2: 222)

Kata taubat dalam ayat di atas dapat melahirkan


kesehatan mental. Sedangkan kata kebersihan
mendatangkan kesehatan fisik.
Islam mengajarkan kepada kita mengenai kesehatan, banyak
hadits yang mengandung unsur medis mengenai perihal orang
sakit ialah:
1. Perintah untuk berobat. Kewajiban bagi setiap muslim
yang sakit untuk berobat.
2. Setiap penyakit ada obatnya Seperti:
- Karantina penyakit, Nabi bersabda “jauhkanlah dirimu
sejauh satu atau dua tombak dari orang yang berpenyakit
lepra.
- Islam juga mengajarkan prinsip-prinsip dasar dalam
penanggulangan berbagai penyakit infeksi yang
membahayakan masyarakat. Sabda Nabi yang berbunyi
“janganlah engkau masuk ke dalam suatu daerah yang
sedang terjangkit wabah, dan bila dirimu berada di
dalamnya janganlah pergi meninggalkannya”
Islam menganjurkan umatnya untuk melakukan upaya
proteksi diri (ikhtiar) dari berbagai penyakit infeksi,
misalnya dengan imunisasi.
Islam sangat mementingkan kesehatan jasmani dan fisik
yang dilakukan dengan cara menjaga kebersihan, olahraga,
menjaga asupan makanan. Dan semuanya terintegrasi dalam
setiap aktivitas ibadah. Hal ini agar menjadi kebiasaan yang
tidak disadari untuk umat Islam dan merupakan bentuk
pendidikan dari Allah.
Menjaga Kesehatan pribadi dan lingkungan dalam Islam :
1. Tubuh. Islam memerintahkan mandi bagi umatnya untuk
membersihkan tubuhnya dari najis dan hadas.
Mengajarkan kepada umatnya, mulai memotong kuku,
mencabut bulu ketiak dan bersiwaq hingga bagaimana
cara makan.
2. Tangan. Nabi Muhammad SAW bersabda: “cucilah kedua
tanganmu sebelum dan sesudah makan dan cucilah kedua
tanganmu setelah bangun tidur. Tidak seorang pun tahu
di mana tangannya berada di saat tidur.”
3. Makanan dan Minuman. Rasulullah SAW. bersabda
“tutuplah bejana air dan tempat minummu”.
4. Rumah. “Bersihkanlah rumah dan halaman
rumahmu”, sebagaimana dianjurkan untuk menjaga
kebersihan dan keamanan jalan.
5. Perlindungan sumber air. Rasulullah melarang
umatnya membuang kotoran di tempat-tempat
sembarangan, misalnya sumur, sungai, dan pantai.
Perintah-perintah Rasulullah tersebut memiliki makna
bahwa kita harus menjaga kebersihan dan kesehatan
agar terhindar dari berbagai infeksi saluran
pencernaan.
B. PENERAPAN ILMU KESEHATAN BERBASIS
SUNNATULLAH DAN QODARULLAH

1. Pengertian Sunnatullah
Kata sunnatullah dari segi bahasa terdiri dari kata sunnah dan
Allah. Kata sunnah antara lain berarti kebiasaan. Sunnatullah
adalah kebiasaan-kebiasaan Allah dalam memperlakukan
masyarakat. Sunnatullah adalah hukum-hukum Allah yang
disampaikan untuk umat manusia melalui para Rasul,
undang-undang keagamaan yang ditetapkan oleh Allah yang
termaksud di dalam al-Qur’an, hukum (kejadian) alam yang
berjalan tetap dan otomatis.
2. Ilmu berdasarkan Sunnatullah
Dalam konsep islam, Allah adalah al-Khaliq (Pencipta),
Sedangkan manusia dan alam semesta adalah al-Makhluq
(yang diciptakan). Allah menciptakan manusia dan alam
semesta dengan karakteristik dan sifat tertentu,atau istilah
Al-Qur’an dengan “fitrah” tertentu. Karena Allah yang
menciptakan maka Allah pulalah yang mengetahui
(al-Alim) segala karakteristik dan sifat makhluk
ciptaanNya.
Dengan demikian hanya Allah yang berhak membuat dan
menentukan hukum (aturan) yang berlaku bagi makhluk-Nya
sesuai dengan fitrahnya.
Adapun hukum Allah (sunnatullah) dibedakan menjadi dua
bagian yaitu :
1. Sunnatullah qauliyah → sunnatullah yang berupa wahyu
yang tertulis dalam bentuk lembaran atau dibukukan,
yaitu Al-Qur‟an.
2. Sunnatullah kauniyyah → sunnatullah yang tidak tertulis
dan berupa kejadian atau fenomena alam. Contohnya,
matahari terbit di ufuk timur dan tenggelam di ufuk barat.
Kedua sunatullah tersebut memiliki persamaan, yaitu:
❑ Berasal dari Allah swt
❑ Dijamin kemutlakannya
❑ Tidak dapat dirubah atau diganti dengan hukum
lainnya.
Contoh: hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an. Dalam
Al-Qur’an dikatakan bahwa barang siapa yang beriman
dan beramal saleh, pasti akan mendapat balasan pahala
dari Allah swt.
Perbedaan antara sunnatullah qauliyan dan sunnatullah
kauniyah :
Sunatullah kauniyah → dapat diukur. Sunnatullah
qauliyah → Walaupun pasti terjadi, tetapi tidak diketahui
secara pasti kapan waktunya.
Prinsip pengembangan IPTEK berbasis sunatullah :
1. Sunnatullah kita yakini sebagai ciptaan Allah SWT,
yang berukuran, tidak berubah-ubah dan obyektif.
2. Ada tatanan alam yang teratur di dunia, baik natural
maupun sosial. Kata Einstein, bahwa Tuhan
menciptakan alam ini bukan seperti melempar dadu.
3. Dunia ini tertata menurut ukuran (qadar kauniyah)
tertentu secara matematis, baik geometrik, aljabar
maupun statistic.
4. Tatanan natural maupun sosial bersifat sederhana
mengikuti prinsip tidak rumit dan bersifat global.
5. Keberadaan dunia natural maupun sosial mengikuti
prinsip kausalitas segala sesuatu memiliki ukuran dan
terjadi menurut sebabnya Qur’an, Al-Kahfi,18:84-85).
6. Prinsip adanya perubahan (Qs, Ar Ra’d, 13: 11) yang
diarahkan oleh Allah SWT. Contah air bisa berubah
menjadi padat ketika suhu nol derajat, atau menjadi uap
ketika suhunya 100 derajat. Rumput yang hijau
menjadi hitam pada tingkat kekeringan tertentu.
7. Adanya kesatuan alam dasar, kita yakini karena alam natural
maupun sosial diciptakan oleh Allah Yang Maha Esa. Rumput
yang hijau menjadi hitam dalam satu keadaan.
8. Adanya fenomena paradox, seperti perilaku natural dan sosial
pada kondisi tertentu memiliki perilaku kontinyuitas namun
pada kondisi lainnya memiliki perilaku diskontinyuitas Atau
kondisi deterministic (matematis) versus probabilitas (statistic).
Dan selanjutnya antara rumput yang hijau kemudian menjadi
warna hitam (Ingat riwayat paradoks, pertemuan Nabi Khidir
dan Nabi Musa, Al Kahfi, 18 : 60 -82).
Dengan dasar delapan prinsip sunnatullah qadar kauniyah
tersebut,sunnatullah yang tersedia dalam ayat qauliyah dan
kauniyah akan dapat dijelaskan fenomenanya di alam, untuk
selanjutnya dapat disusun menjadi dasar mengembangkan IPTEK
berbasis sunnatulllah.
b. Pengertian Qadarullah
Takdir (qadar) adalah perkara yang telah diketahui dan
ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan telah
dituliskan oleh al-qalam (pena) dari segala sesuatu yang akan
terjadi hingga akhir zaman.
Allah telah menentukan segala perkara untuk makhluk-Nya
sesuai dengan ilmu-Nya yang terdahulu (azali) dan ditentukan
oleh hikmah-Nya. Tidak ada sesuatupun yang terjadi
melainkan atas kehendak-Nya dan tidak ada sesuatupun yang
keluar dari kehendak-Nya. Maka, semua yang terjadi dalam
kehidupan seorang hamba adalah berasal dari ilmu, kekuasaan
dan kehendak Allah, namun tidak terlepas dari kehendak dan
usaha hamba-Nya.
Allah Ta’ala berfirman
‫إِﻧﱠﺎ ُﻛ ﱠﻞ َﺷﯿْﺊٍ َﺧﻠَ ْﻘﻨَﮫُ ﺑِﻘَ َﺪ ٍر‬
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut
ukuran.” (Qs. Al-Qamar: 49)
‫ﻖ ﻛُـ ﱠﻞ َﺷﯿْﺊٍ ﻓَﻘَ ﱠﺪ َرهُ ﺗَ ْﻘ ِﺪ ْﯾﺮًا‬ َ َ‫َو َﺧﻠ‬
“Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia
menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (Qs.
Al-Furqan: 2)
‫َوإِنﱠ ﻣِﻦْ َﺷﯿْﺊٍ إِﻻﱠ ِﻋ ْﻨ َﺪهُ ﺑِ ِﻤ ْﻘﺪَا ٍر‬
“Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah
khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan
dengan ukuran tertentu.” (Qs. Al-Hijr: 21)
Ilmu berdasarkan Qadarullah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ْ‫ﻻَ ﯾُﺆْ ﻣِﻦُ َﻋ ْﺒ ٌﺪ َﺣﺘﱠﻰ ﯾُﺆْ ﻣِﻦَ ﺑِﺎ ْﻟﻘَ َﺪ ِر َﺧ ْﯿ ِﺮ ِه وِﺷِ ﱢﺮ ِه َﺣﺘﱠﻰ ﯾَ ْﻌﻠَ َﻢ أَنﱠ ﻣَﺎ أَﺻَﺎﺑَﮫُ ﻟَ ْﻢ ﯾَﻜُﻦ‬
ُ‫ﻟِﯿُﺨْ ﻄِ ﺌَﮫُ َوأَنﱠ ﻣَﺎ أَﺧْ ﻄَﺄَهُ ﻟَ ْﻢ ﯾَﻜُﻦْ ﻟِﯿُﺼِ ْﯿﺒَﮫ‬
“Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga dia
beriman kepada qadar baik dan buruknya dari Allah,
dan hingga yakin bahwa apa yang menimpanya tidak
akan luput darinya, serta apa yang luput darinya tidak
akan menimpanya.” (HR. Turmudzi)
Jibril ‘alaihis salam pernah bertanya kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai iman, maka
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
َ‫اﻹ ْﯾﻤَﺎنُ أَنْ ﺗُﺆْ ﻣِﻦَ ﺑِﺎ ﻟﻠ ِﮫ َو َﻣﻼَ ﺋِ َﻜﺘِ ِﮫ َو ُﻛﺘُﺒِ ِﮫ َو ُر ُﺳﻠِ ِﮫ وَا ْﻟﯿَﻮْ مِ ْاﻵ ﺧِ ِﺮ ِوﺗُﺆْ ﻣِﻦ‬ ِْ
‫ﺑِﺎْﻟﻘَ َﺪ ِر َﺧ ْﯿ ِﺮ ِه َو َﺷ ﱢﺮ ِه‬
“Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya,
Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari akhir serta
qadha’ dan qadar, yang baik maupun yang buruk.” (HR.
Muslim)
C. AYAT DAN HADITS YANG RELEVAN
Al-Qur’an memandang orang yang beriman dan berilmu
pengetahuan berada pada posisi yang tinggi dan mulia, dan
ditegaskan dalam hadits Nabi yang memuat anjuran untuk
menuntut ilmu.
Rasulullah saw pun memerintahkan para orang tua agar
mendidik anak-anaknya dengan sebaik mungkin. “Didiklah
anak-anakmu, karena mereka itu diciptakan untuk
menghadapi zaman yang sama sekali lain dari zamanmu
kini.” (Al-Hadits Nabi saw). “Menuntut ilmu itu diwajibkan
bagi setiap Muslimin, Sesungguhnya Allah mencintai para
penuntut ilmu.” (Hadis Nabi saw).
Dalam beberapa hadits juga ditemui penjelasan Rasulullah
s.a.w. tentang kesehatan fisik, antara lain adalah sebagai
berikut:
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash dia berkata bahwa
Rasulullah saw telah bertanya (kepadaku): “Benarkah kamu
selalu berpuasa di siang hari dan selalu berjaga di malam
hari?” Aku pun menjawab: “ya (benar) ya
Rasulullah.”Rasulullah saw pun lalu bersabda: “Jangan
kau lakukan semua itu. Berpuasalah dan berbukalah kamu,
berjagalah dan tidurlah kamu, sesungguhnya badanmu
mempunyai hak atas dirimu, matamu mempunyai hak atas
dirimu, dan isterimu pun mempunyai hak atas dirimu.” (HR.
Bukhari).
Rasulullah s.a.w. juga pernah memberi nasihat:
”Apabila kalian mendengar adanya wabah penyakit di
suatu daerah, janganlah mengunjungi daerah itu, akan
tetapi apabila kalian berada di daerah tersebut,
janganlah meninggalkannya.” (HR al-Bukhari dari
Usamah bin Yazid)
Berkaitan dengan kesehatan mental-psikologis Allah
SWT menjelaskan: ”Pada hari harta dan anak-anak
tidak berguna, (tetapi yang berguna tiada lain) kecuali
yang datang kepada Allah dengan hati yang sehat.”
(QS asy-Syu’arâ’, 26: 88-89)
Dalam sebuah hadits Rasulullah s.a.w. mengisyaratkan
dengan jelas masalah pentingnya memperhatikan kesehatan
mental, termasuk tindakan orang tua yang dapat
memengarui kepribadian dan perkembangan mental
anaknya. Dalam sebuah hadits diungkapkan ada seorang
anak yang sedang digendong, kemudian pipis sehingga
membasahi pakaian Nabi. Ibunya merenggut bayi tersebut
dengan kasar sembari memaksa si bayi untuk menghentikan
pipisnya. Dalam kondisi ini, Nabi menegur si ibu dengan
mengatakan: ”Jangan hentikan pipisnya, jangan renggut ia
dengan kasar. Sesungguhnya pakaian ini dapat dibersihkan
dengan air, tapi apa yang dapat menjernihkan (mengobati)
luka hati sang anak (yang engkau renggut dengan kasar).”

Anda mungkin juga menyukai