Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

RUANG LINGKUP PEMBAGIAN AKHLAK

Disusun oleh :

Kelompok 2

1. Muhammad Rinaldi Harahap


2. Yusmidar Hasibuan

Dosen pengampu : Hopman Daulay M ,pd

Sekolah Tinggi Agama Islam Barumun Raya ( STAIBR )

( STAIBR ) 2022

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara historis dan teologis, akhlak dapat memadu perjalan hidup manusia agar selamat di dunia dan
akhirat. Tidakkah berlebihan bila misi utama kerasulan Muhammad SAW. adalah untuk
menyempurnakan akhlak manusia. Sejarah pun mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan
dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang prima, hingga hal ini dinyatakan oleh
Allah dalam Al-Qur’an.

Kepada umat manusia, khususnya yang beriman kepada Allah diminta agar akhlak dan keluhuran budi
Nabi Muhamad SAW. itu dijadikan contoh dalam kehidupan di berbagai bidang.Mereka yang mematuhi
permintaan ini dijamin keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat.

BAB 2
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak

Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-
perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Maka
bila sifat itu memunculkan perbuatan baik dan terpuji menurut akal dan syariat maka sifat itu
disebut akhlak yang baik, dan bila yang muncul dari sifat itu perbuatan-perbuatan buruk maka
disebut akhlak yang buruk. Didalam islam pengertian akhlak adalah sistem nilai yang mengatur
pola sikap dan tindakan manusia diatas bumi yang didasarkan kepada Al-Qur’an dan al-Hadist.

Akhlak menurut kaum muslimin, menujukkan kondisi jiwa yang menimbulkan perbuatan atau
perilaku secara spontan. Seseorang dikatakan bermental penolong, ketika dihadapkan kepada
orang yang sedang dirundung kesulitan-kesulitan, secara spontan akan memberikan pertolongan
tanpa banyak memperhatikan atau memikirkan untung rugi, atau ketika seseorang sedang
berjalan tiba-tiba tersandung batu, maka kata-kata yang akan keluar dari mulutnya
mencerminkan akhlaknya, ketika yang keluar dari mulutnya kata-kata “innalillahi wa innailahi
rojiun” atau “astaghfirullahaladzim” atau “subhanallah” maka itu berarti dia memiliki akhlak yang
terpuji dan sebaliknya, ketika yang keluar dari mulutnya nama-nama penghuni kebun binatang,
maka itulah akhlaknya. Jadi akhlak menunjukkan pada hubungan sikap batin dan perilaku secara
konsisten.

Secara bahasa, akhlak berasal dari kata khalaqa yang berarti ciptaan atau perbuatan. Melihat
asal katanya akhlak mengandung arti perbuatan manusia, tetapi kata akhlak biasanya dikaitkan
dengan perbuatan yang bernilai baik atau buruk. Karena itu objek yang dikaji dalam
pembahasan akhlak adalah aspek tingkah laku manusia dari segi nilai baik atau buruk. Dilihat dari
struktur agama islam yang terdiri dari aqidah, syariah, dan akhlak, maka akhlak dapat dinyatakan
sebagai perilaku yang tampak ketika seseorang telah melaksanakan syariat berdasarkan aqidah
islam. Karena itu, secara sruktual akhlak dapat diartikan sebagai perilakun yang telah berkonotasi
baik. Akan tetapi dalam realita sehari hari terdapat akhlak yang baik ( akhlaq al karimah) dan
buruk (akhlak al mazmumah). Akhlak yang baik adalah perilaku yang sesuai dengan norma ajaran
islam, sedangkan akhlak yang buruk adalah perilaku yang tidak sesuai dengan norma ajaran
islam.

B.Akhlak kepada Khaliq

Akhlak Kepada Khaliq (Allah) dapat diartkan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya
dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada tuhan sebagai khalik. Sikap atau perbuatan
tersebut memiliki ciri-ciri perbuatan akhlak sebagaimana telah disebutkan di atas. Dan dapat
disimpulkan bahwa Pengertian Aklhak kepada Allah adalah :
1.Akhlak kepada Allah adalah menjaga perkataan, sikap dan perbuatan agar tetap dekat
dengan Allah, dalam arti selalu mengingat Allah.

2. Akhlak kepada Allah dilaksanakan dengan senantiasa menjalankan perintah Allah dan
menjauhi larangan-larangannya.

3. Cara yang dilakukan dlm berakhlak kpd Allah antara lain dengan tidak berbuat syirik (An-
Nisa; 116), bertaqwa (An-Nur: 35, Al-Baqarah 177), ridha dan Ikhlas thd takdirNya (Al-Baqarah
222), bersyukur (Al-Baqarah 152), dan beribadah (Az-Zariyat 56).

Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah.
Pertama, karena Allah lah yang telah menciptakan manusia. Dia menciptakan manusia dari air
yang ditumpahkan ke luar dari antara tulang punggung dan tulang rusuk (lihat QS. Al-thariq (86)
5-7). Dalam ayat lain Allah mengatakan bahwa manusia diciptakan dari tanah yang kemudian
diproses menjadi benih yang disimpan dalam tempat yang kokoh (Rahim), setelah ia menjadi
segumpal darah, segumpal daging, dijadikan tulang dan dibalut dengan daging, dan selanjutnya
diberi roh. (lihat QS. Al-mu’minun (23) 12-13), dengan demikian sebagai yang diciptakan sudah
sepantasnya berterima kasih kepada yang menciptakannya.

Kedua, karena Allah-lah yang telah memberikan perlengkapan panca indera, berupa
pendengaran, pengkilatan, akal fikiran, dan hati sanubari, disamping anggota badan yang kokoh
dan sempurna kepada manusia. Seperti firman Allah berikut :

)78( َ‫ار َو ْاالَ ْفِئ َدةَ لَ َعلَ ُك ْم تَ ْش ُكرُون‬


َ ‫ص‬َ ‫ون اُ َّمهَتِ ُك ْم اَل تَ ْعلَ ُمونَ َش ْيًئا َو َج َع َل لَ ُك ْم ال َّس ْم َع َو ْاالَ ْب‬
ِ ُ‫َوهللاُ اَ ْخ َرج ُك ْم ِم ْن بُط‬

Artinya: dan Allah mengeluaran kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu pun, dan dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati
nurani, agar kamu bersyukur. (QS. An Nahl :78).

Ketiga, karna Allah lah yang telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan
bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan sebagainya. (lihat QS. al jatsiyah: 45: 12-13).

Keempat, Allah yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan menguasai
daratan dan lautan. Sebagaimana firman Allah yang berbunyi:

ِ ‫ت َوفَض َّْلنَهُ ْم على َكثِي ٍْر ِّم َّم ْن خَ لَ ْقنَا تَ ْف‬


ً‫ض ْيال‬ ِ َ‫َولَقَ ْد َك َّر ْمنَا بَني اَ َد َما َو َح َم ْلنَهُ ْم فِي البَحْ ِر َو َرزَ ْقنَهُ ْم ِمنَ الطَّيِّبب‬

Artinya: dan sungguh kami telah memuliakan anak cucu adam, dan kami angkut
mereka di darat dan di laut dan kami angkut mereka rezeki dari yang baik-baik dan
kami lebihkan mereka di atas banya makhluk yang kami ciptakan dengan
kelebihan yang sempurna. (QS. Al isra :12 :70).

Namun demikian, sesungguhpun Allah telah memberikan berbagai kenikmatan kepada


manusia sebagaimana disebutkan diatas bukanlah menjadi alaasan Allah yang ingin di
hormati. Bagi Allah dihormati atau tidak, tidak akan mengurangi kemuliaanNya Akan
tetapi sebagaimana manusai sewajarnya menunjukkan akhlak yang sesuai kepada Allah.

Para ulama menjelaskan bahwa berakhlaq baik kepada Sang Khaliq berputar pada tiga
perkara:

1.Membenarkan berita yang datang dari Allah subhanahu wata’ala

2.Menerima hukum-hukum yang Allah tetapkan dengan mengamalkannya

3.Menerima takdir Allah dengan sabar dan ridha.

Selanjutnya kita akan jelaskan lebih detil lagi tentang tiga perkara ini.

Pertama: Membenarkan berita yang datang dari Allah subhanahu wata’ala.

Maksudnya adalah seseorang tidak boleh ragu dan bimbang dalam membenarkan berita
yang datang dari Allah, karena berita dari Allah bersumber dari ilmu Allah yang paling
benar perkataannya. Allah ta’ala berfirman:

ُ ‫َم ْن َأصْ َد‬


‫ق ِمنَ هَّللا ِ َح ِديثًا‬

“Dan siapakah orang yang lebih benar perkataan(nya) dari pada Allah?” (An Nisa: 87).

Maka wajib membenarkan berita dari Allah dengan mempercayainya, membelanya,


berjihad di jalan Allah dengannya, di mana dia tidak dimasuki oleh keraguan dan
kerancuan tentang kebenaran Al Qur’an dan As Sunnah. Apabila seseorang sudah
memiliki akhlaq seperti ini maka dia pun bisa menolak setiap syubhat, kerancuan yang
dibawa oleh orang-orang inkarul hadits (orang-orang yang menentang hadits, tidak mau
menerima hadits Nabi shallallahu ‘alahi wasallam). Demikian juga dia bisa menolak setiap
syubhat yang dibawa oleh para pelaku kebid’ahan yang menambah-nambahi ajaran
agama dengan apa yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Dan demikian juga dia bisa menolak semua syubhat orang-orang kafir yang
membenci kaum muslimin. Kita ambil contoh hadits “Lalat” yang diriwayatkan di dalam
Shahih Al Bukhari nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda :

‫ب َأ َح ِد ُك ْم فَ ْليَ ْغ ِم ْسهُ ثُ َّم لِيَ ْن ِز ْعهُ فَِإ َّن فِي ِإحْ دَى َجنَا َح ْي ِه دَا ًء َواُأْل ْخ َرى ِشفَا ًء‬ ُّ ‫ِإ َذا َوقَ َع‬
ِ ‫الذبَابُ فِي ش ََرا‬

“Jika seekor lalat jatuh dalam minuman salah seorang dari kalian, maka hendaklah
ia celupkan lalat itu ke dalam minuman, lalu setelah itu hendaknya ia membuang
lalat itu, karena sesungguhnya di dalam salah satu sayapnya terdapat penyakit,
dan di sayap lainnya terdapat obat.” (HR. Al Bukhari, 5782).

Ini adalah berita dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perkara-perkara
yang ghaib, Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah mengucapkan dari hawa
nafsunya, tetapi yang beliau ucapkan adalah wahyu Allah. Ini karena Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah manusia, sedangkan manusia tidak mengetahui hal-hal yang
ghaib, bahkan Allah berfirman kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

َّ َ‫ك ِإ ْن َأتَّبِ ُع ِإال َما يُو َحى ِإل‬


‫ي‬ ٌ َ‫ْب َوال َأقُو ُل لَ ُك ْم ِإنِّي َمل‬
َ ‫لْ ال َأقُو ُل لَ ُك ْم ِع ْن ِدي خَ زَ اِئنُ هَّللا ِ َوال َأ ْعلَ ُم ْال َغي‬

“Katakanlah: aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada


padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku
mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. aku tidak mengikuti kecuali
apa yang diwahyukan kepadaku.” (Al An’am: 50 ).

Berita, hadits tentang lalat ini wajib untuk kita terima dengan akhak yang baik. Dan
berakhlak baik terhadap hadits ini adalah dengan menerimanya serta menetapkan
bahwa hadits yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah benar,
walau pun orang-orang menentangnya.

Demikian pula kita yakin dengan seyakin-yakinnya, bahwa pendapat yang menyelisihi
hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam adalah pendapat yang keliru
dan batil, hal ini karena Allah berfirman :

َ‫ق ِإال الضَّال ُل فََأنَّى تُصْ َرفُون‬


ِّ ‫ق فَ َما َذا بَ ْع َد ْال َح‬
ُّ ‫فَ َذلِ ُك ُم هَّللا ُ َربُّ ُك ُم ْال َح‬

“Maka (Zat yang demikian) Itulah Allah Rabb kamu yang sebenarnya; Maka
tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka Bagaimanakah
kamu dipalingkan (dari kebenaran)?” (Yunus: 32).

Kedua: Menerima hukum-hukum yang Allah tetapkan dengan mengamalkannya

Tidaklah sepantasnya bagi seseorang untuk menolak hukum Allah. Apabila seseorang
menolak hukum Allah maka apa yang dia lakukan adalah bentuk akhlak buruk
kepada Allah. Sama saja penolakan itu dalam bentuk pengingkaran, atau sombong
tidak mau mengamalkan, menolak atau menyepelekan pengamalannya. Ini semua
merupakan akhlaq yang jelek kepada Allah subhanahu wata’ala. Kita ambil contoh
syariat puasa. Tidak diragukan lagi bahwa puasa adalah amalan yang berat bagi jiwa
kita. Ketika berpuasa kita meninggalkan perkara-perkara yang kita sukai seperti
makanan, minuman, dan jima’. Ini adalah suatu perkara yang berat.

Bagi seorang mu’min, ia akan berakhlak baik kepada Allah dengan menerima beban
syariat ini, atau dengan kata lain dia akan menerima kemuliaan ini. Karena
hakikatnya syariat puasa ini adalah nikmat dari Allah. Maka seorang mu’min akan
menerima pensyariatan ini dengan lapang dada dan ketenangan. Kita akan
mendapati orang-orang yang beriman berpuasa pada siang hari yang panas
sedangkan ia dalam keadaan ridha, lapang dada, karena ia berakhlak baik kepada
Penciptanya. Sebaliknya orang yang berakhlak buruk kepada Allah akan menerima
ibadah seperti ini dengan keluh kesah serta kebencian. Dia pun berpuasa dengan
penuh keterpaksaan, atau bahkan tidak berpuasa sama sekali.

Ketiga: Menerima takdir Allah dengan sabar dan ridha

Kita semua telah mengetahui bahwa takdir-takdir Allah yang menimpa mahluk-Nya
tidak semua sesuai dengan keinginan si hamba. Ada sesuai dengan keinginan kita,
adapula yang bertentangan dengan keinginan kita. Misalnya sakit, keadaan seperti
ini bukan keinginan kita. Semua manusia tentu ingin sehat.Contoh yang lainnya
misalnya kemiskinan. Ini juga bukan keinginan kita. Setiap manusia pasti ingin hidup
kaya atau berkecukupan.

Akan tetapi takdir Allah dengan hikmah-Nya bermacam-macam, sebagian ada yang
disukai manusia dan ia pun berlapang dada dengan takdir tersebut. Dan sebagian
lagi tidak disukai manusia. Maka akhlak yang baik kepada Allah berkenaan dengan
takdir-takdir-Nya adalah dengan ridha dengan apa yang Allah takdirkan. Merasa
tenang dan lapang dengan takdir tersebut serta hendaknya kita menyadari bahwa
tidaklah Allah menakdirkan bagi kita seseuatu melainkan karena hikmah dan tujuan
yang terpuji serta patut kita syukuri.

Jadi inti dari akhlak baik kepada Allah dalam perkara takdir adalah ridha, dalam
bahasa jawa sering dikenal “nrimo” atau berserah diri, dan merasa tenang dengan
takdir-takdir Allah subhanahu wata’ala. Oleh karena itu Allah ta’ala memuji orang-
orang yang bersabar di dalam firman-Nya:

‫)الَّ ِذينَ ِإ َذا‬١٥٥( َ‫ت َوبَ ِّش ِر الصَّابِ ِرين‬ ِ ‫س َوالثَّ َم َرا‬
ِ ُ‫ال َواأل ْنف‬ ِ ‫ف َو ْالج‬
ٍ ‫ُوع َونَ ْق‬
ِ ‫ص ِمنَ األ ْم َو‬ ِ ْ‫َي ٍء ِمنَ ْالخَ و‬
ْ ‫َولَنَ ْبلُ َونَّ ُك ْم بِش‬
)١٥٦( َ‫صيبَةٌ قَالُوا ِإنَّا هَّلِل ِ َوِإنَّا ِإلَ ْي ِه َرا ِجعُون‬ َ ‫َأ‬
ِ ‫صابَ ْتهُ ْم ُم‬

“Berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang
apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi
raaji’uun” (Al Baqarah: 155-156).

1. Taqwa

a.Taqwa bermakna memelihara diri, yaitu pemeliharaan terhadap apa yang ditakuti,
yaitu Allah.

b.Muttaqin adalah orang-orang yang memelihara diri dari azb dan kemarahan Allah
di dunia dan di akhirat.
c.Taqwa adalah: mengikuti segala perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.

d.Hakikat Taqwa adalah integrasi dari iman, islam dan ihsan (QS. Al-Baqarah 2-4,
177), yang dilaksanakan secara maksimal (QS. Ali Imran 102).

e.Manfaat Taqwa:

· Dapat bersikap furqan, dapat membedakan mana yang hak dan yang batil (QS. Al-
Anfal 29)

· mendapatkan berkah (QS. Al-A’raf 96)

· memperoleh jalan keluar dari kesulitan (QS. At-Talaq 2)

· memperoleh kemudahan dalam urusan (QS. At-Talaq 4)

· mendapatkan rizki yang tidak terduga (QS. At-Talaq 3).

· mendapatkan magfirah dan pahala yang besar (QS. Al-Anfal 29, At-Talaq 5 ).

2. Cinta dan Ridha

a. Cinta (mahabbah) adalah kesadaran diri, perasaan jiwa dan dorongan hati yang
menyebabkan seseorang terpaut hatinya kepada apa yang dicintainya dengan penuh
semangat dan kasih sayang.

b. Landasan cinta kepada Allah adalah QS. Al-Baqarah 165.

c.Cinta dibagi menjadi dua: cinta utama (cinta kepada Allah dan Rasul-Nya), dan
cinta menengah (cinta kepada ortu, anak, harta benda). Cinta menegah harus
dibawah cinta utama dan tidak boleh melebihinya.

d. Cinta kepada Allah bersumber dari iman, semakin tebal imannya semakin tinggi
cintanya.

e.Konsekuensi cinta kepada Allah adalah mengikuti semua yang diajarkan rasul Saw
(QS. Ali Imran 31).

f. Ridha adalah: menerima dengan sepenuh hati segala yang datang dari Allah dan
rasul-Nya, baik perintah, larangan, maupun petunjuk lainnya.

g. Sikap ridha tumbuh karena didasari cinta kepada Allah.

3. Ikhlas

a. Ikhlas berasal dari kata khalasa yang berarti bersih, murni, tdk bercampur.

b.Ikhlas (etimologis): beramal semata-,ata mengharapkan ridha Allah.


c. Faktor penentu keihklasan:

· Niat, karena menentukan diterima tidaknya amal seseorang.

· Beramal sebaik-baiknya, dengan etos kerja dan profesionalitas yang tinggi, serta
berkualitas.

· Pemanfaatan hasil usaha yang tepat, yaitu untuk kebaikan dan kemaslahatan.

d.Ciri orang yang ikhlas: tidak sombong jika berhasil, tidak kecewa jika gagal,
bersemangat dalam beramal.

e.Lawan dari ikhlas adalah Riya. Riya termasuk sirik kecil yang dapat menghapus
amalan seseorang.

4. Khauf dan Raja’

a.Khauf artinya takut, sedangkan Raja’ artinya berharap.

b.Khauf adalah rasa takut yang harus bersumber dari rasa takut kepada Allah. Rasa
takut tsb disebabkan oleh dua hal: karena dia mengenal Allah dan karena dosa-dosa
yang telah dilakukannya.

c. Orang yang Khauf adalah orang yang meninggalkan sesuatu perbuatan karena
takut akan hukumannya.

d. Raja’ adalah menautkan hati kepada sesuatu yang disukai pada masa yang akan
datang. Raja’ harus didahului oleh usaha yang sungguh-sungguh.

e.Khauf dan raja’ harus dimiliki secara seimbang. Jika yang dominan khauf akan
menjadikan sikap pesimisme, jika yang dominan raja’ membuat orang lupa akan
azab Allah (QS. Yusuf 87, dan Al-A’raf 99).

f. Khauf didahulukan dari Raja’.

5.Tawakkal

a.Tawakkal adalah membebaskan hati dari segala ketergantungan kepada selain


Allah dan menyerahkan segala keputusan kepada-Nya.

b. Tawakkal adalh buah dari keimanan, yang harus diawali dengan ikhtiar, yaitu
usaha keras dan maksimal.

c. Hikmah Tawakkal: mendapatkan ketenangan batin, baik dalam keberhasilan


maupun kegagalan, mendapatkan rasa percaya diri menghadapi masa depan.

6. Syukur
a.Syukur adalah memuji pemberi nikmat atas segala kebaikan yang telah
diterimanya.

b.Syukur memiliki tiga unsur: mengakui nikmat dalam batin, membicarakannya


secara lahir, dan menjadikannya sebagai sarana untuk taat kepada Allah.

c. Syukur melibatkan tiga dimensi, yaitu: hati, lisan, dan anggota badan.

d.Perintah Syukur kepada Allah adalah QS. Al-Baqarah 152, Al-Luqman 12.

e.Keutmaan Syukur adalah mendapat tambahan nikmat yang berlimpah (QS. Ibrahim
7).

7. Muraqabah

a.Berasal dari kata raqaba, yang berarti menjaga, mengawal, menanti dan
mengamati.

b. Muraqabah: kesadaran orang muslim bahwa dia selalu berada dalam pengawasan
Allah. Kesadaran tersebut lahir dari keimanannya.

c.Dasar Muraqabah; QS. An-Nisa 1, Al-Ahzab 52, Al Mukmin 19.

d.Muraqabah tertinggi adalah apabila seseorang beribadah dia bersikap seolah-olah


dia melihat Allah dan meyakini bahwa Allah melihatnya.

e. Muraqabah mendorong seseorang untuk bermuhasabah, yaitu mengevaluasi


semua perbuatan yangb telah dilakukan.

8.Taubat

a.Berasal dari kata taba yang berarti kembali.

b.Orang yang bertaubat adalah orang yang kembali dari sesuatu menuju kepada
sesuatu, kembali dari sifat tercela menuju sifat terpuji.\

c.Dasar taubat adalah QS An-Nur 31, At-Tahrim 8.

d. Dimensi Taubat ada lima yaitu:

· Menyadari kesalahan.

· Menyesali kesalahan.

· Memohon ampun kepada allah (istigfar).

· Berjanji tidak akan mengualanginya.

· Menutupi kesalahan masa lalu dengan amal saleh.


C . Akhlak kepada makhluk

1. Akhlak terhadap Manusia

Manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain, dalam
bermasyarakat kita perlu saling menghargai, bagaimana cara bersikap kepada orang
yang lebih tua maupun muda. Ini merupakan alasan mengapa akhlak sangat penting
bagi sesama manusia, karena dengan kita berakhlak, maka kita akan dapat saling
menghargai satu sama lain.

Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al-Quran berkaitan dengan perlakuan


terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya dalam bentuk
larangan melakukan hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti badan, atau
mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga sampai kepada menyakiti
hati dengan jalan menceritakan aib seseorang di belakangnya, tidak peduli aib itu
benar atau salah, walaupun sambil memberikan materi kepada yang disakiti hatinya
itu.

Di sisi lain Al-Quran menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukkan secara
wajar. Nabi Muhammad Saw. misalnya dinyatakan sebagai manusia seperti manusia
yang lain, namun dinyatakan pula bahwa beliau adalah Rasul yang memperoleh
wahyu dari Allah. Atas dasar itulah beliau berhak memperoleh penghormatan
melebihi manusia lain. Karena itu, Al-Quran berpesan kepada orang-orang Mukmin:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari
suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara keras
sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain,
supaya tidak hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari”.(QS.al-
Hujurât[49]:2).

Setiap ucapan haruslah ucapan yang baik, Al-Quran memerintahkan, “Dan (ingatlah),
ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah
selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim,
dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia,
dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu,
kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling”.(Qur’an-
surat:al-Baqarah[2]:83).

Akhlak terhadap manusia terbagi dua, yaitu:

a. Akhlak Terpuji

a) Belas kasih atau sayang (al-shafaqah)

Ialah sikap jiwa selalu ingin berbuat baik dan menyantuni orang lain.
b) Rasa persaudaraan (al-ikha)

Ialah sikap jiwa yang selalu ingin berhubungan baik dan bersatu dengan orang lian,
karena ada keteriakan batin dengannya.

c) Memberi nasehat (An- Nasihah)

Ialah suatu upaya untuk memberi patunjuk-petunjuk yang baik kepada orang lain
dengan menggunakan perkataan; baik ketika orang di nasehati telah melakukan hal-
hal yang buruk,maupun belum.

d)Menahan amarah (kazmu al- ghaizi)

Ialah upaya menahan emosi, agar tidak dikuasai oleh perasaan marah terhadap
orang lain.

e)Sopan-santun (al-hilmu)

Ialah sikap jiwa yang lemah-lembut terhadap orang lain, sehingga dalam perkataan
dan pembuatannya selalu mengandung adap-kesopanan yang mulia.

f) Suka memaafkan (al- `afwu)

Ialah sikap dan perilaku seseorang yang suka memaafkan kesalahan orang lain yang
pernah di perbuat terhadapnya.

g) Husnuzan

Berasal dari lafal husnun (baik) dan Adhamu (prasangka). Husnuzan berarti
prasangka, perkiraan, dugaan baik. Lawan kata husnuzan adalah suuzan yakni
berprasangka buruk terhadap seseorang . Hukum kepada Allah dan rasul nya wajib,
sedangkan hukum husnuzan kepada manusia mubah atau jaiz (boleh dilakukan).
Husnuzan kepada sesama manusia berarti menaruh kepercayaan bahwa dia telah
berbuat suatu kebaikan. Husnuzan berdampak positif berdampak positif baik bagi
pelakunya sendiri maupun orang lain.

h) Tawadhu’

Tawaduk berarti rendah hati. Orang yang tawaduk berarti orang yang merendahkan
diri dalam pergaulan. Lawan kata tawaduk adalah takabur.

i) Tasamuh

Tawaduk berarti rendah hati. Orang yang tawaduk berarti orang yang merendahkan
diri dalam pergaulan. Lawan kata tawaduk adalah takabur.

j)Ta’awun
Ta’awun berarti tolong menolong, gotong royong, bantu membantu dengan sesama
manusia.

b. Akhlak Tercela

a) Mudah Marah (Al- Ghodab)

Ialah kondisi emosi seseorang yang tidak dapat menahan kesabarannya, sehingga
menonjolkan sikap dan perilaku yang tidak menyenangkan orang lain.

b)Iri Hati Atau dengki ( al-hasadu atau al- hiqdu)

Ialah sikap kejiwaan seseorang yang selalu menginginkan agar kenikmatan dan
kebahagiaan hidup orang lain bisa hilang sama sekali.

c)Mengadu-adu (an-namimah)

Ialah suatu perilaku yang suka memindahkan perkataan seseorang kepada orang
lain,dengan maksud agar hubungan sosial keduanya rusak.

d)Mengupat (al-ghibah)

Ialah suatu perilaku yang suka membicarakan keburukan seseorang kepada orang
lain.

e)Bersikap congkap (al-ash’ar)

Ialah suatu sikap dan perilaku yang menampilkan kesombongan, baik dilihat dari
tingkah lakunya, maupun perkataannya.

f) Sikap kikir (al-bukhlu)

Kikir ialah suatu sikap yang tidak mau memberikan nilai materi dan jasa kepada
orang lain.

g)Berbuat aniaya (al-zulmu)

Berbuat aniaya ialah suatu perbuatan yang merugikan orang lain, baik kerugian
materiil maupun non materiil.

h)Dendam

Dendam ialah keinginan keras yang terkandung dalam hati untuk membalas
kejahatan.

2.Akhlak terhadap lingkungan hidup


Berakhlak kepada lingkungan hidup adalah menjalin dan mengembangkan hubungan
yang harmonis dengan alam sekitar. Memakmurkan alam adalah mengolah sumber
daya yang berada di alam sehingga dapat memberi manfaat bagi kesejahteraan
manusia tanpa merugikan alam itu sendiri. Allah menyediakan bumi yang subur ini
untuk diolah oleh manusia dengan kerja keras dan dipelihara sehingga mampu
melahirkan nilai yang tinggi. Kekayaan alam yang berlimpah disediakan oleh Allah
untuk digunakan oleh manusia dengan cara mengambil dan memberi manfaat, baik
dari dan kepada alam serta melarang segala bentuk perbuatan yang merusaknya.

Alam dan lingkungan yang terkelola dengan baik dapat memberi manfaat yang
berlipat-lipat. Sebaliknya, alam yang dibiarkan atau hanya diambil manfaatnya akan
mendatangkan malapetaka bagi manusia. Kita dapat menyaksikan dengan jelas
bagaimana akibat yang ditimbulkan oleh akhlak yang buruk terhadap lingkungan
seperti hutan yang dieksploitasi tanpa batas sehingga melahirkan malapetaka
kebakaran hutan yang menghancurkan tanaman hutan dan habitat hewan-
hewannya.

Eksploitasi kekayaan laut tanpa memperhitungkan kelestarian ekologi laut telah


menimbulkan kerusakan hebat,baik habitat hewan maupun tumbuh- tumbuhan.
Sayangnya, semua itu dilakukan semata-mata untuk mengejar keuntungan ekonomi
yang bersifat sementara, namun akibatnya mendatangkan kerusakan alam yang
parah dan tidak bisa direhabilitasi dalam waktu puluhan bahkan ratusan tahun.

Kerusakan alam dan ekosistem di lautan dan daratan terjadi akibat manusia tidak
menyadari sifatnya yang sombong, egois, rakus, dan angkuh yang merupakan bentuk
akhlak terhadap lingkungan yang sangat buruk dan tidak terpuji. Padahal tujuan
diangkatnya manusia sebagai khalifah di muka bumi yaitu sebagai wakil Allah yang
seharusnya bertugas memakmurkan, dan melestarikan alam. Firman Allah SWT.
dalam Surah Ar-Rum Ayat 41. Artinya :

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan
manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

D. Akhlak kepada Alam

Alam ialah segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi beserta isinya, selain Allah.
Allah melalui Al quran mewajibkan kepada manusia untuk mengenal alam semesta
beserta isinya.

Berakhlak dengan alam sekitarnya dapat dilakukan manusia dengan cara


melestarikan alam sekitarnya sebagai berikut :

1.Melarang penebangan pohon-pohon secara liar.


2. Melarang perburuan binatang secara liar.

3.Melakukan reboisasi.

4. Membuat cagar alam dan suaka margasatwa.

5. Mengendalikan erosi.

6.Menetapkan tata guna lahan yang lebih sesuai.

7. Memberikan pengertian yang baik tentang lingkungan kepada seluruh lapisan


masyarakat.

8. Memberikan sanksi-sanksi tertentu bagi pelanggar-pelanggarnya.

BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan

Dari pembahasan makalah yang kami susun mengenai materi ruang lingkup pembagian
akhlak , kita bisa mengambil kesimpulan bahwa kita harus memiliki akhlak.Dikarenakan kita
harus berakhlak kepada Khaliq , kepada sesama makhluk, dan kita juga diharuskan memiliki
akhlak kepada alam.

B. Saran

Saran kepada para pembaca makalah ini untuk dapat meningkatkan akhlak dan iman kita
kepada Allah SWT karena akhlak sangat penting bagi kita sebagai makhluk Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abuddin. 2003. Akhlak Tasawuf. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Djatnika, Rakhmat. Sistem Etika Islam (Akhlak Mulia), Jakarta, Pustaka Panjimas.
1992.

http://konselingbki21.blogspot.co.id/2015/01/akhlak-kepada-allah-manusia-dan-
alam.html

Jurnal Oleh: Abu Umar Al Bankawy, December 27, 2011, Bagaimana Akhlaq Kita
terhadap Sang Khaliq?

Nata abudin, 2013, akhlak tasawuf dan karakter mulia, Depok : Rajagrafindo Persada

http://ayinalitadesti.blogspot.co.id/2014/01/akhlak-terhadap-makhluk-selain-
manusia.html

http://suliani-agustin.blogspot.co.id/2016/01/makalah-akhlak-kepada-allah-swt-
dan.html

http://makalahal-islam.blogspot.co.id/2014/01/akhlak-terhadap-sesama-
manusia.html
http://makalahakhlaktasawuf.blogspot.co.id/2012/01/akhlak-kepada-allah-manusia-
dan-alam.html

Dr. Rosihan Anwar, Akidah Akhlak, Pustaka Setia, Bandung, 2008

Kementrian Lingkungan Hidup RI, “Himpunan Peraturan Perundang-Undangan


Lingkungan Hidup”. Jakarta, 2002.

Drs. H. Ambo Asse, M.Ag. 2003. Al-Akhlak al-Karimah Dar al-Hikmah wa al-
Ulum.Makassar: Berkah Utami.

Anda mungkin juga menyukai