Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

ETIKA KEPADA ALLAH SWT DAN RASULULLAH SAW

Untuk Memenuhi tugas Mata Kuliah Etika Islam

Dosen Pengampu Hj. Yuyus Susilawati, M.Ag

Kelompok 6

Mochamad Iqbal Prayoga (24022117018)

Mohamad Syahrul Rojak (24022118066)

Saiful Ridwan (24022117106)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI S1

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS GARUT

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap muslim meyakini, bahwa Allah SWT adalah sumber dari segala
sumber dalam kehidupannya. Allah SWT adalah pencipta dirinya, pencipta jagad
raya dengan segala isinya, Allah SWT adalah pengatur alam semesta yang
demikian luasnya. Allah SWT adalah pemberi hidayah dan pedoman hidup dalam
kehidupan manusia dan lain sebagainya. Sehingga manakala hal seperti ini
mengakar dalam diri setiap muslim maka akan terimplementasikan dalam realita
bahwa Allah SWT –lah yang pertama kali harus dijadikan prioritas dalam
beretika.
Jika diperhatikan, etika kepada Allah SWT ini merupakan pondasi atau
dasar dalam beretika kepada siapapun yang ada di muka bumi ini. Jika seseorang
tidak memiliki etika positif terhadap Allah SWT, maka ia tidak akan memiliki
akhlah positif terhadap siapapun. Demikian pula sebaliknya, jika ia memiliki etika
yang karimah terhadap Allah SWT, maka ini merupakan pintu gerbang untuk
menuju kesempurnaan etika terhadap orang lain.
Islam merupakan agama yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Tidak
hanya bagi umat Islam, namun juga bagi orang-orang yang tidak percaya dengan
Islam, bahkan yang memusuhi Islam sekalipun. Islam yang hadir pada saat
manusia dalam kegelapan dan kebekuan moral, telah merubah dunia dengan
wajah baru, terutama dalam hal “revolusi etika”.
Nabiyyuna Muhammad SAW di utus, tidak lain adalah untuk
menyempurnakan etika manusia dari kebiadaban menuju umat yang berkeadaban,
sebagaimana sabda beliau SAW: “Sesungguhnya aku diutus tidak lain adalah
untuk menyempurnakan Akhlak (etika)” . Oleh karena itu sudah selayaknya kita
sebagai pengikut beliau untuk mengikuti sunnah-sunnah beliau, salah satunya
adalah beretika sesuai dengan Akhlak dan etika Nabi Muhammad SAW. Begitu
pentingnya etika, maka dalam makalah ini akan dibahas etika terhadap Allah
SWT dan rasul-Nya, yakni Nabi Muhammad SAW.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dituliskan rumusan masalahnya
sebagai berikut:
1. Apa Mengapa seorang muslim harus beretika kepada Allah SWT ?
2. Mengapa seorang muslim harus pula beretika pada Rasulullah SAW ?
3. Mencakup apa sajakah etika seorang muslim terhadap Allah SWT dan
Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari ?
C. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui cakupan mengenai
etika terhadap ALLAH SWT dan rasulnya yaitu bagaimana kita dapat mengerti
cara yang tepat beretika kepada ALLAH SWT dan Rasullah dikarenakan beliau
adalah seorang manusia sekaligus rasul yang paling sempurna etika diantara
makhluk lain ciptaan Allah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Etika kepada ALLAH SWT


Etika kepada Allah SWT dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang
seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai
khalik. Sikap atau perbuatan itu memiliki cirri-ciri perbuatan etika sebagaimana
telah disebut dalam latar belakang tadi. Sekurang-kurangnya ada empat alasan
mengapa manusia perlu beretika kepada Allah SWT.
Pertama, karena Allah SWT –lah yang menciptakan manusia. Dia yang
menciptakan manusia dari air yang dikeluarkan dari tulang punggung dan tulang
rusuk, hal ini sebagaimana di firmankan Allah SWT dalam surat At-Thariq ayat 5-
7, sebagai berikut :
‫ب‬ ِ ‫ص ْل‬
ِ ِ‫ب َوالت َّ َرآئ‬ ًّ ‫( يَ ْخ ُر ُج ِم ْن بَي ِْن ال‬۶) ‫ق‬ ِ ْ ‫( فَا ْلــيَ ْنظُ ِر‬۷)
َ ‫اْل ْن‬
ٍ ِ‫( ُخلِقَ مِ ْن َمآءٍ دَاف‬۵) َ‫سا ُن ِم َّم ُخلِق‬
Artinya : “(5). Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia
diciptakan?, (6). Dia diciptakan dari air (mani) yang terpancar, (7). Yang
terpancar dari tulang sulbi (punggung) dan tulang dada”.
Kedua, karena Allah SWT –lah yang telah member perlengkapan panca indera,
berupa pendengaran, penglihatan, akal fikiran dan hati sanubari, disamping
anggota badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Firman Allah SWT
dalam syrat An-Nahl ayat 78 :
َ ‫ار َو ْاْل َ ْفئِدَة‬
َ ‫ص‬ َ َ‫ َوهللاُ أَخـْ َر َجكُ ْم ِم ْن بُطُ ْو ِن أ ُ َّم َهاتِكُ ْم الَ ت َ ْعلَ ُم ْون‬,
َ ‫ َو َجعَ َل لَكُ ُم الس َّْم َع َو ْاْل َ ْب‬, ‫ش ْيئًا‬
َ‫( لَـ َعلَّكُ ْم ت َ ْشكُ ُر ْون‬۷۸)
Artinya : “(78). Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatupun dan DIa memberikan kamu pendengaran,
penglihatan dan hati agar kamu bersyukur”.
Ketiga, karena Allah SWT –lah yang menyediakan berbagai bahan dan sarana
yang diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan lainnya. Firman
Allah SWT dalam surat Al-Jasiyah ayat 12-13 :
َ‫ض ِل ِه َولَعَلَّكُ ْم ت َ ْشكُ ُر ْون‬
ْ َ‫ي ا ْلفُ ْلكُ فِ ْي ِه بِأ َ ْم ِر ِه َو ِلت َ ْبتَغُ ْوا م ِْن ف‬
َ ‫س َّخ َر لَكُ ُم ا ْلبَح َْر ِلتَج ِْر‬ ْ ‫( هللاُ الَّ ِذ‬۱۲)
َ ‫ي‬
َ‫ إِ َّن فِى ذَالِكَ ِِليَات ِلقَ ْو ٍم يَتَفَ َّك ُر ْون‬, ُ‫ض َجمِ ْيعًا مِ ْنه‬ ِ ‫ت َو َما فِى ْاْل َ ْر‬ ِ ‫اوا‬َ ‫س َم‬َّ ‫س َّخ َر لَكُ ْم َما فِى ال‬
َ ‫( َو‬۱۳)
Artinya : “(12). Allah -lah yang menundukkan laut untuk mu agar kapal-kapal
dapat berlayar di atasnya dengan perintah-NYa, dan agar kamu bersyukur, (13).
Dan Dia menundukan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu
semuanya (sebagai rahmat) dari -Nya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang
berfikir.
Keempat, Allah SWT –lah yang memuliakan manusia dengan diberikannya
kemampuan daratan dan lautan. Firman Allah SWT dalam surat Al-Israa’ ayat 70
:
َ ‫ض ْلنَاهُ ْم‬
‫علَى َكثِب ٍْر مِ َّم ْن‬ َّ َ‫ت َوف‬ َّ ‫ي أدَ َم َو َح َم ْلنَاهُ ْم فِى ا ْلبَ ِ ِّر َوا ْلبَح ِْر َو َرزَ ْقنَاهُ ْم ِمنَ ال‬
ِ ‫طيِِّبَا‬ ْ ِ‫ك ََّر ْمنَا بَن‬ ْ‫َولَقَد‬
( ۷٠) ً‫ض ْيال‬ِ ‫ت َ ْف‬ ‫َخلَ ْقنَا‬
Artinya : “(70). Dan sungguh, Kami telah muliakan anak-anak cucu Adam dan
Kami angkut mereka di darat dan di laut dan Kami beri mereka rezeki dari yang
baik-baik dan Kami lebihkan mereka di ats banyak makhluk yang Kami ciptakan
dengan kelebihan yang sempurna”.
Dari sedikit uraian diatas, kita memang benar perlu untuk beretika kepada
Allah SWT. Karena alasan-alasan di atas adalah tolak ukur yang tepat dan
terdapat perintah Allah SWT di dalamnya bahwa kita sebagai seorang muslim
memang diharuskan untuk beretika kepada Sang Pencipta.
Macam Etika Kepada Allah SWT
1. Taat Terhadap Perintah-Nya
Hal pertama yang harus dilakukan seorang muslim dalam beretika
kepada Allah SWT, adalah dengan mentaati segala perintah-perintah –
Nya., padahal Allah SWT –lah yang telah memberikan segala-galanya
pada dirinya. Allah SWT berfirman dala Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 65
:
Artinya : “Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka
menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang
mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam
hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya”.
Kendati demikian, taat keada Allah SWT merupakan konsekwensi
keimanan seorang muslim kepada Allah SWT. Tanpa adanya ketaatan,
maka ini merupakan salah satu indikasi tidak adanya keimanan. Dalam
Sebuah hadits, Rasulullah SAW juga menguatkan makna ayat diatas
dengan bersabda :
“Tidak beriman salah seorang di antara kalian, hingga hawa nafsunya
(keinginannya) mengikuti apa yang telah dating dariku (Al-Qur’an dan
Sunnah)”. (HR. Abi Ashim Al-Syaibani)
2.2.2. Tawakal
Tawakal bukan berarti meninggalkan kerja dan usaha, dalam surat Al-
Mulk ayat 15 di jelaskan, bahwa manusia di syariatkan berjalan di muka
bumi utuk mecari rizki dengan berdagang, bertani dan lain sebagainya.
Sahl At-Tusturi mengatakan, “Barang siapa mencela usaha (meninggalkan
sebab) maka dia telah melncela sunatullah (ketetentuan yang Allah SWT
ciptakan). Barang siapa mencela tawakal (tidak mau bersandar pada Allah
SWT) maka dia telah meninggalkan keimanan”.
2. Memiliki Rasa Tanggung Jawab Atas Amnanah Yang Di Embankan
Padanya
Etika kedua yang harus dilakukan seorang muslim kepada Allah SWT,
adalah memiliki rasa tanggung jawab terhadap amanah yang diberikan
padanya. Karena pada hakekatnya, kehidupan ini-pun merupakan amanah
dari Allah SWT. Oleh karenanya, seorang mukmin senantiasa meyakini
apapun yang Allah SWT berikan padanya, maka itu meruakan amanah
yang kelak akan diminta pertanggung jawaban dari Allah SWT. Dalam
sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda.
Dari ‘Umar R.A, Rasulullah SAW bersabda :
“Setia kalian adalah peminpin, dan setiap kalian bertanggung jawab
terhadap apa yang dipimpinnya. Seorang Amir (presiden/imam/ketua) atas
manusia, merupakan pemimpin, dan ia bertanggung jawab atas apa yang
dipimpinnya. Seorang suami merupakan pemimpin bagi keluarganya, dan
ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang hamba adalah
pemimpin atas harta tuannya, dan ia bertanggung jawab terhadap apa yang
dipimpinnya. Dan setiap kalian adalah pemimpin, dan bertanggujng jawab
atas aa yang dipimpinnya”. (HR. Muslim).
3. Ridho terhadap ketentuan Allah SWT.
Etika berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap
Allah SWT, adala ridla terhadap segala ketentuan yang telah Allah SWT
berikan pada dirinya. Seperti ketika ia dilahirkan baik oleh keluarga yang
berada maupun keluarga yang kurang mampu, bentuk fisik yang Allah
SWT berikan padanya, atau hal-hal lainnya. Karena pada hakekatnya,
sikap seorang muslim senantiasa yakin terhadap apaun yang Allah SWT
berikan padanya. Baik yang berupa kebaikan, atau berupa keburukan.
Rasulullah SAW bersabda :
“Sungguh mempesona perkara orang beriman. Karena segala urusannya
adalah dipandang baik bagi dirinya. Jika ia mendapatkan kebaikan, ia
bersyukur, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi
dirinya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena ia tahu bahwa
hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya.” (HR. Bukhari).
Apalagi terkadangsebagai seorang manusia, pengetahuan atau pendangan
kita terhadap sesuatu sangat terbatas. Sehingga bisa jadi, sesuatu yang kita
anggap baik, justru buruk, sementara sesuatu yang dipandang buruk
ternyata malah memiliki nilai kebaikan bagi diri kita.
4. Senantiasa Bertaubat Kepada-Nya
Sebagai seorang manusia biasa, kita juga tidak akan pernah luput dari
sifat lalai dan lupa. Karena hal ini merupakan sifat dan tabiat manusia.
Oleh karena itulah, etika kita kepada Allah SWT manakala kita sedang
terjerumus kedalam “kelupaan” sehingga berbuat kemaksiatan kepada –
Nya adalah dengan segera bertaubat kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur’an
Allah SWT berfirman :
“Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
menganiaya diri mereka sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon
ampunterhadap dosa-dosa mereka. Dan siapakah yang dapat mengampuni
dosa selain Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu
sedang mereka mengetahui”.
5. Merealisasikan Ibadah Kepada-Nya
Etika atau etika berikutnya yang harus dilakukan seorang mulim
terhadap Allah SWT adalah merealisasikan ibadah kepada Allah SWT.
Baik ibadah yang bersifat mahdloh, ataupun ibadah yang ghairu mahdloh.
Karena, pada hakekatnya seluruh aktivitas sehari-hari adalah ibadah
kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman :
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku”.
Oleh karenanya, sebagai aktivitas, gerak gerik, kehidupan sosial dan lain
sebagainya merupakan ibadah yang dilakukan seorang muslim terhadap
Allah SWT. Sehingga ibadah tidak hanya yang memiliki skup mahdloh
saja, seperti puasa, shalat, haji dan lain sebagainya. Perealisasian ibadah
yang paling penting untuk dilakukan pada saat ini adalah beraktifitas
dalam rangkaian tujuan untuk dapat menerakpak hukum Allah SWT di
muka bumi ini. Sehingga islam menjadi pedoman hidup yang
direalisasikan oleh masyarakat islam pada khhususnya dan juga oleh
masyarakat dunia pada umumnya.
B. Etika Kepada Rasulullah SAW
Selain beretika kepada Allah SWT, kita juga sebagai umat muslim di haruskan
untuk beretika kepada Nabi SAW. Karena dari beliaulah kita banyak mendapatkan
warisan yang bisa kita warikan lagi turun-menurun ke anak cucu kita. Saat
Rasulullah SAW wafat, beliau meninggalkan dua warisan yang berharga, yakni
Al-Qur’an dan As-Sunnah. Orang yang berpegang teguh pada keduanya
dipastikan tidak akan tersesat selamanya. Saat ini, tidak sedikit orang yang
melupakan, bahkan mematikan sunnah beliau. Tidak hanya itu, mereka kemudian
malah beralih pada tradisi dan adat istiadat yang justru tidak sesuai dengan
syari‘at.
Macam Etika Kepada Rasulullah SAW
1. Menghidupkan Sunnah
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda yang menerangkan
bahwa, kita sebagai umat muslim diperintahkan untuk menghidupkan
sunah-sunah yang telah beliau wariskan. “Barangsiapa yang
menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnahku, kemudian diamalkan
oleh manusia, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-
orang yang mengamalkannya, dengan tidak mengurangi pahala mereka
sedikit pun.” (HR Ibnu Majah).
Jika terjadi perbedaan pendapat di antara kaum muslimin atau antara
mereka dengan Ulil Amri atau sesama Ulil Amri maka wajib baginya
mengembalikan persoalan itu kepada Allah SWT dan Rasul-Nya yaitu dgn
merujuk kepada kitabullah dan sunnah Rasul-Nya.
Jika benar-benar beriman seseorang hanya akan kembali kepada kitabullah
dan unnah Rasul-Nya dalam menyelesaikan segala perkara dan tidak akan
berhukum kepada selain keduanya. Jika tidak maka iman seseorang dapat
diragukan dari ketulusannya.
Jika seseorang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir ia
akan taat kepada Allah dan Rasul-Nya karena ia mengimani benar bahwa
Allah SWT sesungguhnya Maha Mengetahui segala sesuatu baik yang
nampak maupun yang tersembunyi. Iman kepada hari akhir akan membuat
seseorang berpikir akan akibat segala perbuatannya yg dilakukannya di
dunia. Pada hari akhir seluruh amal anak Adam akan dibalas, jika baik
maka baik pula balasannya, namun jika buruk maka buruk pula
balasannya. Boleh jadi seseorang dapat menghindari hukuman di dunia
namun tidak akan dapat seseorang menghindar dari hukuman akhirat.
2. Mencintai Keluarga Nabi SAW
Rasulullah SAW bersabda, “Wahai manusia sesungguhnya aku
tinggalkan dua perkara yang besar untuk kalian, yang pertama adalah
Kitabullah (Al-Quran) dan yang kedua adalah Ithrati (Keturunan)
Ahlulbaitku. Barangsiapa yang berpegang teguh kepada keduanya, maka
tidak akan tersesat selamanya hingga bertemu denganku di telaga al-
Haudh.” (HR. Muslim dalam Kitabnya Sahih juz. 2, Tirmidzi, Ahmad,
Thabrani dan dishahihkan oleh Nashiruddin Al-Albany dalam kitabnya
Silsilah Al-Hadits Al-Shahihah).
3. Ziarah
Kata ziarah berasal dari bahasa arab yaitu ziaroh, yang berarti masuk atau
mengunjungi. Yaitu kunjungan yang dilakukan oleh orang islam ketempat
tertentu yang dianggap memiliki nilai-nilai sejarah. Namun sering kali kata
ziarah disebut oleh kebanyakan orang adalah berkunjung ke makam dan
dan mendoakannya sambil mengingat akan diri sendiri dan mengambil
pelajaran tentang kematian. Kegiatan berziarah tersebut terbagi dua
bagian, yakni beerziarah menurut syari’at dan berziarah yang berbentuk
bid’ah.
Pada awal sejarah islam, yang namanya ziarah itu diharamkan bagi laki-
laki maupun perempuan, dikarenakan hawatir akan goncangnya keimanan.
Namun, ketika aqidah umat islam sudah demikian mantapdan telah
diketahui hukum berziarah serta tujuannya, maka dibolehkan karena pula
ada hadits yang membolehkannya. Madzhab syafi’i berpendapat bahwa
ziarah kubur hukumnya sunnah, sedangkan kaum wahabi mengatakan
bahwa ziarah kubur hukumnya mubah.
4. Melanjutkan Misi Rasulullah.
Misi Rasul adalah menyebarluaskan dan menegakkan nilai-nilai Islam.
Tugas yang mulia ini harus dilanjutkan oleh kaum muslimin, karena Rasul
telah wafat dan Allah tidak akan mengutus lagi seorang Rasul. Meskipun
demikian, menyampaikan nilai-nilai harus dengan kehati-hatian agar kita
tidak menyampaikan sesuatu yang sebenarnya tidak ada dari Rasulullah
Saw. Keharusan kita melanjutkan misi Rasul ini ditegaskan oleh Rasul
Saw: Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat, dan berceritalah tentang
Bani Israil tidak ada larangan. Barangsiapa berdusta atas (nama) ku
dengan sengaja, maka hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya di
neraka (HR. Ahmad, Bukhari dan Tirmidzi dari Ibnu Umar). Demikian
beberapa hal yang harus kita tunjukkan agar kita termasuk orang yang
memiliki etika yang baik kepada Nabi Muhammad Saw.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Etika adalah budi perkerti yang dilihat dengan kasyaf mata, orang yang
beretika mulia akan selalu manis dilihat orang-orang di sekitar. Rasulullah adalah
Uswatun Hasanah bagi kita semua umat Islam, dari beliau kita mendapat anugerah
yang begitu besar. Bukan hanya Rasulullah Saw, tetapi Rasul-Rasul yang diutus
Allah pun selain Nabi Muhammad Saw juga mempunyai etika yang begitu mulia
pula. Etika terhadap Rasulullah sendiri menjadi acuan yang sangat penting bagi
kehidupan kita, karena etika beliau yang begitu sempurna kita juga harus
memperlakukan beliau dengan begitu sempurna juga, dilihat dari cerita pada
zaman sahabat-sahabat beliau yang begitu mengagungkan beliau dan begitu
hormatnya.
Adapun diantara etika kita kepada rasulullah yaitu salah satunya ridho dan
beriman kepada rasul , ridho dalam beriman kepada rasul inilah sesuatu yang
harus kita nyatakan sebagaimana hadist nabi saw; Aku ridho kepada allah sebagai
tuhan, islam sebagai agama dan muhammad sebagai nabi dan rasul. Beriman
kepada nabi dan rasul, yaitu berarti bahwa kita beriman kepada para Rasul itu
sebagai utusan Tuhan kepada ummat manusia. Kita mengakui kerasulannya dan
menerima segala ajaran yang disampaikannya.
B. Saran
Setelah membaca makalah diatas maka kita sudah sepantasnya untuk
menjalankan semua cara-cara berakhlk kepada ALLAH SWT dan Rasulnya.
DAFTAR PUSTAKA

Asmaran, Pengantar Studi Etika, PT. RajaGrafindo, Jakarta, 2002.

Bakar, Abu Jabir al-Jazairy, Pedoman dan program Hidup Muslim, CV Toha
Putra, Semarang, 1984, hlm 48. -
http://www.eramuslim.com/syariah/tsaqofah-islam/drs-h-ahmad-yani-
ketua-lppd-khairu-ummah-etika-kepada-rasul. tgl 15. 12. 2011.

Hasanuddin, Pengantar Studi Etika, RajaGrafindo, Jakarta, 2004

Mansyur, Akidah Etika II. Penerbit Ditjen Binbaga Islam, Jakarta, 1997, hlm 176.

Mustofa, Etika Tasawuf, Pustaka Setia, Banddung, 1997.

Rusli, Nasrun, SH, dkk. Materi pokok akidah etika 1 , Direktorat jenderal
pembianaan kelembagaan agama islam dan universitas terbuka.1993.

Zahruddin AR, Sinaga, Usamah, Abu Masykur, “Aku Cinta Rosul shallallahu
‘alaihi wa sallam“, cetakan pertama (Juni 2006/Februari 2007), , Penerbit:
Darul Ilmi, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai