Anda di halaman 1dari 27

Setiap muslim meyakini, bahwa Allah SWT adalah sember dari segala sumberdalam

kehidupannya. Allah SWT adalah pencipta dirinya, pencipta jagad raya dengan segala isinya,
Allah SWT adalah pengatur alam semesta yang demikian luasnya. Allah SWT adalah
pemberi hidayah dan pedoman hidup dalam kehidupan manusia dan lain sebagainya.
Sehingga manakala hal seperti ini mengakar dalam diri setiap muslim maka akan
terimplementasikan dalam realita bahwa Allah SWT –lah yang pertama kaliharus dijadikan
prioritas dalam berakhlak. Jika diperhatikan, akhlak kepada Allah SWT ini merupakan
pondasi atau dasar dalam berakhlak kepada siapapun yang ada di muka bumi ini. Jika
seseorang tidak memiliki akhlak positif terhadap Allah SWT, maka ia tidak akan memiliki
akhlah positif terhadap siapapun.
Demikian pula sebaliknya, jika ia memiliki akhlak yang karimah terhadap Allah
SWT, maka ini merupakan pintu gerbang untuk menuju kesempurnaan akhlak terhadap orang
lain. Selain berakhlak kepada Allah SWT, kita juga sebagai umat muslim harus mempunyai
akhlak kepada Nabi SAW. Karena Nabi Muhammad SAW –lah, satu-satunya manusia
terhebat di dunia ini. Yang telah membawa banyak perubahan bagi dunia yang fana ini, dan
beliaulah cahaya yang menerangi bumi yang dulu kala gelap gulita. Yang sering dijuluki
kekasih Allah SWT. Karena perilakunya beliau pula lah, yang sangat patut untuk di contoh,
ditiru dan di amalkan kesehariannya oleh kita para umatnya.
A. AKHLAK TERHADAP ALLAH
1. Definisi Akhlak Kepada Allah
Akhlak kepada Allah SWT dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang
seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik.
Sikap atau perbuatan itu memiliki cirri-ciri perbuatan akhlak sebagaimana telah
disebut dalam latar belakang tadi. Sekurang-kurangnya ada empat alasan mengapa
manusia perlu berakhlak kepada Allah SWT.
Pertama, karena Allah SWT –lah yang menciptakan manusia. Dia yang menciptakan
manusia dari air yang dikeluarkan dari tulang punggung dan tulang rusuk, hal ini
sebagaimana di firmankan Allah SWT dalam surat At-Thariq ayat 5-7, sebagai
berikut :
َ ‫اْل ْن‬
ََ‫سانُ ِم َّم ُخ ِلق‬ ُ ‫( فَ ْالــ َي ْن‬۵) ‫ق‬
ِ ْ ‫ظ ِر‬ َِ ِ‫ص ْل ِب َوالت َّ َرآئ‬
ٍَ ِ‫( ُخ ِلقَ ِم ْن َمآءٍ دَاف‬۶) ‫ب‬ ًّ ‫( َي ْخ ُر ُج ِم ْن َب ْينِال‬۷)
Artinyaَ :َ “(5).َ Makaَ hendaklahَ manusiaَ memperhatikanَ dariَ apakahَ diaَ
diciptakan?, (6). Dia diciptakan dari air (mani) yang terpancar, (7). Yang terpancar
dariَtulangَsulbiَ(punggung)َdanَtulangَdada”.
Kedua, karena Allah SWT –lah yang telah member perlengkapan panca indera,
berupa pendengaran, penglihatan, akal fikiran dan hati sanubari, disamping anggota
badan yang kokoh dan sempurna kepada manusia. Firman Allah SWT dalam syrat
An-Nahl ayat 78 :
‫ط ْونِأ ُ َّم َها ِت ُك ْمالَتَ ْع َل ُم ْونَ َش ْيئًا‬
ُ ُ‫ َوالل ُهأَخـْ َر َج ُك ْم ِم ْنب‬, َ ‫ار َو ْاْل َ ْفئِدََة‬
َ ‫ص‬َ ‫ َو َجعَلَلَ ُك ُمالس َّْم َع َو ْاْل َ ْب‬,
ََ‫( لَـ َعلَّ ُك ْمتَ ْش ُك ُر ْون‬۷۸)
Artinyaَ :َ “(78).َ Danَ Allahَ telahَ mengeluarkanَ kamuَ dariَ perutَ ibumuَ dalamَ
keadaan tidak mengetahui sesuatupun dan DIa memberikan kamu pendengaran,
penglihatanَdanَhatiَagarَkamuَbersyukur”.
Ketiga, karena Allah SWT –lah yang menyediakan berbagai bahan dan sarana yang
diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan lainnya. Firman Allah SWT
dalam surat Al-Jasiyah ayat 12-13 :
ْ َ‫س َّخ َرلَ ُك ُم ْالبَحْ َر ِلتَجْ ِريَ ْالفُ ْل َُك ِف ْي ِهبِأ َ ْم ِره َِو ِلتَ ْبتَغُ ْو ِام ْنف‬
ََ‫ض ِل ِه َولَعَلَّ ُك ْمت َ ْش ُك ُر ْون‬ َ ‫( الل ُهالَّ ِذ ْي‬۱۲)
ُ‫ام ْن َه‬ ِ ‫ىاْل َ ْر‬
ِ ً‫ض َج ِم ْيع‬ ْ ِ‫س َم َاواتِ َو َماف‬
َّ ‫س َّخ َرلَ ُك ْم َمافِىال‬
َ ‫ َو‬, ََ‫( إِنَّ ِفىذَا ِلك َِِليَات ِل َق ْومٍ َيت َ َف َّك ُر ْون‬۱۳)
Artinyaَ:َ“(12).َAllahَ-lah yang menundukkan laut untuk mu agar kapal-kapal dapat
berlayar di atasnya dengan perintah-NYa, dan agar kamu bersyukur, (13). Dan Dia
menundukan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya
(sebagai rahmat) dari -Nya. Sungguh, dalam hal yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berfikir.
Keempat, Allah SWT –lah yang memuliakan manusia dengan diberikannya
kemampuan daratan dan lautan. Firman Allah SWT dalam surat Al-Israa’َayatَ70َ:
َ‫ط ِِّيبَاتِ َوفَض َّْلنَاه ُْم َعلَى َك ِثب ٍْر ِم َّم ْن‬
َّ ‫ىالبَ ِ ِّر َو ْالبَحْ ِر َو َرزَ ْقنَا ُه ْم ِمنَال‬
ْ ‫َولَقَدْك ََّر ْمنَا َبنِيْأدَ َم َو َح َم ْلنَا َُه ْم ِف‬
ً‫ال‬ ِ ‫( َخلَ ْقنَات َ ْف‬۷٠ )
َ ‫ض ْي‬
Artinyaَ:َ“(70).َDanَsungguh,َKamiَtelahَmuliakanَanak-anak cucu Adam dan Kami
angkut mereka di darat dan di laut dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik
dan Kami lebihkan mereka di ats banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan
kelebihanَ yangَ sempurna”. Dari sedikit uraian diatas, kita memang benar perlu
untuk berakhlak kepada Allah SWT. Karena alasan-alasan di atas adalah tolak ukur
yang tepat dan terdapat perintah Allah SWT di dalamnya bahwa kita sebagai seorang
muslim memang diharuskan untuk berakhlak kepada Sang Pencipta.
2. Macam-macam Akhlak Terhadap Allah
a. Taat Terhadap Perintah-Nya
Hal pertama yang harus dilakukan seorang muslim dalam beretika kepada
Allah SWT, adalah dengan mentaati segala perintah-perintah –Nya., padahal
Allah SWT –lah yang telah memberikan segala-galanya pada dirinya. Allah
SWT berfirman dala Al-Qur’anَsuratَAn-Nisa ayat 65 :
Artinyaَ :َ “Makaَ demiَ Tuhanmu,َ mereka tidak beriman sebelum mereka
menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka
perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka
terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya”.َKendatiَdemikian,َtaatَkeadaَAllahَSWTَmerupakanَkonsekwensiَ
keimanan seorang muslim kepada Allah SWT. Tanpa adanya ketaatan, maka ini
merupakan salah satu indikasi tidak adanya keimanan. Dalam Sebuah hadits,
Rasulullah SAW juga menguatkan makna ayat diatas dengan bersabda :
“Tidakَ berimanَ salahَ seorangَ diَ antaraَ kalian,َ hinggaَ hawaَ nafsunyaَ
(keinginannya) mengikuti apa yang telah dating dariku (Al-Qur’anَ danَ
Sunnah)”.َ(HR.َAbiَAshimَAl-Syaibani)

b. Tawakal
Tawakal bukan berarti meninggalkan kerja dan usaha, dalam surat Al-
Mulk ayat 15 di jelaskan, bahwa manusia di syariatkan berjalan di muka bumi
utuk mecari rizky dengan berdagang, bertani dan lain sebagainya. Sahl At-
Tusturiَmengatakan,َ“Barangَsiapaَmencelaَusahaَ(meninggalkanَsebab)َmakaَ
dia telah melncela sunatullah (ketetentuan yang Allah SWT ciptakan). Barang
siapa mencela tawakal (tidak mau bersandar pada Allah SWT) maka dia telah
meninggalkanَkeimanan”.

c. Memiliki Rasa Tanggung Jawab Atas Amnanah Yang Di Embankan Padanya


Etika kedua yang harus dilakukan seorang muslim kepada Allah SWT,
adalah memiliki rasa tanggung jawab terhadap amanah yang diberikan padanya.
Karena pada hakekatnya, kehidupan ini-pun merupakan amanah dari Allah
SWT. Oleh karenanya, seorang mukmin senantiasa meyakini apapun yang Allah
SWT berikan padanya, maka itu meruakan amanah yang kelak akan diminta
pertanggung jawaban dari Allah SWT. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW
bersabda.َ Dariَ ‘Umarَ R.A,َ Rasulullahَ SAWَ bersabdaَ :َ “Setiaَ kalianَ adalahَ
peminpin, dan setiap kalian bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya.
Seorang Amir (presiden/imam/ketua) atas manusia, merupakan pemimpin, dan
ia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang suami merupakan
pemimpin bagi keluarganya, dan ia bertanggung jawab atas apa yang
dipimpinnya. Seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya, dan ia
bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Dan setiap kalian adalah
pemimpin,َdanَbertanggujngَjawabَatasَaaَyangَdipimpinnya”.َ(HR.َMuslim).

d. Ridho terhadap ketentuan Allah SWT


Etika berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah
SWT, adala ridla terhadap segala ketentuan yang telah Allah SWT berikan pada
dirinya. Seperti ketika ia dilahirkan baik oleh keluarga yang berada maupun
keluarga yang kurang mampu, bentuk fisik yang Allah SWT berikan padanya,
atau hal-hal lainnya. Karena pada hakekatnya, sikap seorang muslim senantiasa
yakin terhadap apaun yang Allah SWT berikan padanya. Baik yang berupa
kebaikan, atau berupa keburukan. Rasulullahَ SAWَ bersabdaَ :َ “Sungguhَ
mempesona perkara orang beriman. Karena segala urusannya adalah dipandang
baik bagi dirinya. Jika ia mendapatkan kebaikan, ia bersyukur, karena ia tahu
bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya. Dan jika ia tertimpa
musibah, ia bersabar, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik
bagiَ dirinya.”َ (HR.َ Bukhari).َ Apalagiَ terkadangَ sebagaiَ seorangَ manusia,َ
pengetahuan atau pendangan kita terhadap sesuatu sangat terbatas. Sehingga
bisa jadi, sesuatu yang kita anggap baik, justru buruk, sementara sesuatu yang
dipandang buruk ternyata malah memiliki nilai kebaikan bagi diri kita.

e. Senantiasa Bertaubat Kepada-Nya


Sebagai seorang manusia biasa, kita juga tidak akan pernah luput dari
sifat lalai dan lupa. Karena hal ini merupakan sifat dan tabiat manusia. Oleh
karena itulah, etika kita kepada Allah SWT manakala kita sedang terjerumus
kedalamَ“kelupaan”َsehinggaَberbuatَkemaksiatanَkepadaَ–Nya adalah dengan
segera bertaubat kepada Allah SWT. Dalam Al-Qur’anَAllahَSWTَberfirmanَ:َ
“Danَ jugaَ orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau
menganiaya diri mereka sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon
ampunterhadap dosa-dosa mereka. Dan siapakah yang dapat mengampuni dosa
selain Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu sedang
merekaَmengetahui”.
f. Obsesinya Adalah Keridhoan Illahi
Seseorang yang benar-benar beriman kepada Allah SWT, akan memiliki
obsesi dan orientasi dalam segala aktifitasnya, hanya kepada Allah SWT. Dia
tidak beramal dan beraktifitas untuk mencari keridloan atau pujian atau apapun
dari manusia. Bahkan terkadang, untuk mencapai keridloan Allah SWT tersebut,
“terpaksa”َ harusَ mendapatkanَ “ketidaksukaan”َ dariَ paraَ manusiaَ lainnya.َ
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW pernah menggambarkan kepada kita :
“Barangَ siapaَ yangَ mencariَ keridloanَ Allahَ denganَ adanyaَ kemurkaanَ
manusia, maka Allah akan memberikan keridloan manusia juga. Dan barang
siapa mencari keridloan manusia dengnan cara kemurkaan Allah, maka Allah
akan mewakilkan kebencian-Nyaَpadaَmanusia”.َ(HR.َTirmidziَAl-Qodlo’iَdanَ
Ibnu Asakir). Dan hal seperti ini sekaligus merupakan bukti keimanan yang
terdapat dalam dirinya. Karena orang yang tidak memiliki kesungguhan iman,
otientasi yang dicarinya tentulah hanya keridloan manusia. Ia tidak akan peduli,
apakah Allah menyukai tindakannya atau tidak. Yang penting ia dipuji oleh
orang lain.

g. Merealisasikan Ibadah Kepada-Nya


Etika atau akhlak berikutnya yang harus dilakukan seorang mulim
terhadap Allah SWT adalah merealisasikan ibadah kepada Allah SWT. Baik
ibadah yang bersifat mahdloh, ataupun ibadah yang ghairu mahdloh. Karena,
pada hakekatnya seluruh aktivitas sehari-hari adalah ibadah kepada Allah SWT.
Dalam Al-Qur’anَ Allahَ SWTَ berfirmanَ : “Danَ tidaklah Aku ciptakan jin dan
manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku”. Oleh karenanya,
sebagai aktivitas, gerak gerik, kehidupan sosial dan lain sebagainya merupakan
ibadah yang dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT. Sehingga ibadah
tidak hanya yang memiliki skup mahdloh saja, seperti puasa, shalat, haji dan
lain sebagainya. Perealisasian ibadah yang paling penting untuk dilakukan pada
saat ini adalah beraktifitas dalam rangkaian tujuan untuk dapat menerakpak
hukum Allah SWT di muka bumi ini. Sehingga islam menjadi pedoman hidup
yang direalisasikan oleh masyarakat islam pada khhususnya dan juga oleh
masyarakat dunia pada umumnya.

h. Banyak Membaca Al-Qur’an


Etika dan akhlak berikutnya yang harus dilakukan oleh seorang muslim
terhadap Allah SWT adalah dengan memperbanyak membaca dan mentadaburi
ayat-ayat, yang merupakan firman-firman –Nya. Seseorang yang mencintai
sesuatu, tentulah ia akan banyak dan sering menyebutnya. Demikian juga
dengan mukmin yang mecintai Allah SWT, tentulah ia akan selalu menyebut-
nyebut asma –Nya dan juga senantiasa akan membaca firman-firman –Nya.
Apalagi manakala kita mengetahui keutamaan membaca Al-Qur’anَ yangَ
demikian besarnya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW mengatakan kepada
kita : “Bacalahَ Al-Qur’an,َ karena sesungguhnya Al-Qur’anَ ituَ dapatَ
memberikanَsyafa’atَ diَ hariَkiamatَ kepadaَparaَpembacanya”.َ (HR.َMuslim).
Adapun bagi mereka yang belum bisa atau belum lancar dalam membacanya,
maka hendaknya ia senantiasa mempelajarinya hingga dapat membacanya
dengan baik. Kalaupun seseorang harus terbata-bata dalam membaca Al-Qur’anَ
tersebut, maka Allah SWT –pun akan memberikan pahala dua kali lipat bagi
dirinya. Dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda : “Orangَ (mu’min)َ yangَ
membaca Al-Qur’anَ danَ iaَ lancarَ dalamَ membacanya, maka ia akan bersama
malaikatَyangَmuliaَlagiَsuci.َAdapunَorangَmu’minَyangَmembacaَAl-Qur’anَ
sedang ia terbata-bata membacanya, lagi berat (dalam mengucapkan huruf-
hurufnya),َiaَakanَmendapatkanَpahalaَduaَkaliَlipat”.َ(HR.َBukhoriَMuslim).

B. AKHLAK TERHADAP RASULULLAH


1. Definisi Akhlak Terhadap Rasulullah
Selain berakhlak kepada Allah SWT, kita juga sebagai umat muslim di
haruskan untuk berakhlak kepada Nabi SAW. Karena dari beliaulah kita banyak
mendapatkan warisan yang bisa kita warikan lagi turun-menurun ke anak cucu kita.
Saat Rasulullah SAW wafat, beliau meninggalkan dua warisan yang berharga, yakni
Al-Qur’anَdanَAs-Sunnah. Orang yang berpegang teguh pada keduanya dipastikan
tidak akan tersesat selamanya. Saat ini, tidak sedikit orang yang melupakan, bahkan
mematikan sunnah beliau. Tidak hanya itu, mereka kemudian malah beralih pada
tradisiَ danَ adatَ istiadatَ yangَ justruَ tidakَ sesuaiَ denganَ syari‘at.َ Baikَ ituَ sunnahَ
yang berbentuk perkataan maupun perbuatan beliau. Dan makalah ini pula mencoba
mengajak kita untuk kembali menghidupkan sunnah Rasulullah SAW sebagai
bentuk komitmen cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya, yang menyuruh kita untuk
mengikuti sunnah beliau.

2. Macam-macam Akhlak Terhadap Rasulullah


a. Menghidupkan Sunnah
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda yang menerangkan
bahwa, kita sebagai umat muslim diperintahkan untuk menghidupkan sunah-
sunahَ yangَ telahَ beliauَ wariskan.َ “Barangsiapaَ yangَ menghidupkanَ satuَ
sunnah dari sunnah-sunnahku, kemudian diamalkan oleh manusia, maka dia
akan mendapatkan (pahala) seperti pahala orang-orang yang mengamalkannya,
denganَtidakَmengurangiَpahalaَmerekaَsedikitَpun.”َ(HRَIbnuَMajah).َDalamَ
haditsَ lainَ yangَ diriwayatkanَ olehَ Imamَ Tirmidziَ :َ “Barangَ siapaَ
menghidupkan salah satu sunnahku yang telah dimatikan, sesudahku (sesudah
aku meninggal dunia), maka bagi orang tersebut pahala seperti pahala orang
yangَmengamalkannya,َtanpaَdikurangiَ sedikitَ punَdariَpahalaَmereka.”َ(HR.َ
At-Tirmidzi).

b. Taat
“Haiَ orang-orang yg beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan
ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu maka kembalikanlah hal itu kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih
utama dan lebihَ baikَ akibatnya.”َ Allahَ SWTَ menyeruَ hamba-hamba-Nya yg
berimanَdenganَseruanَ“Haiَorang-orangَygَberiman”َsebagaiَsuatuَpemuliaanَ
bagi mereka karena merekalah yg siap menerima perintah Allah SWT dan
menjauhi larangan-Nya. Dengan seruan iman merekapun menjadi semakin siap
menyambut tiap seruan Allah SWT. Kewajiban taat kepada Allah dan kepada
Rasul-Nya adalah dengan melaksanakan perintah-perintah -Nya serta larangan-
larangan -Nya. Kaum muslimin harus taat kepada Ulil Amri apabila dalam
memerintah mereka menyeruَkepadaَygَma’rufَdanَmencegahَygَmunkar.َAkanَ
tetapi jika mereka menyuruh kepada hal-hal yg dapat melalaikan kewajiban
untuk taat kepada Allah SWT atau bahkan menyuruh perbuatan yang melanggar
aturan Allah SWT maka tiap kita kaum muslimin tidak boleh menaatinya.
RasulullahَSAWَtelahَbersabdaَygَartinyaَ“Sesungguhnyaَketaatanَituَ
hanyaَ dalamَ halَ ygَ ma’rufَ danَ tidakَ adaَ ketaatanَ terhadapَ makhlukَ dalamَ
maksiat terhadap sang Khaliq. Jika terjadi perbedaan pendapat di antara kaum
muslimin atau antara mereka dengan Ulil Amri atau sesama Ulil Amri maka
wajib baginya mengembalikan persoalan itu kepada Allah SWT dan Rasul-Nya
yaitu dgn merujuk kepada kitabullah dan sunnah Rasul-Nya. Jika benar-benar
beriman seseorang hanya akan kembali kepada kitabullah dan unnah Rasul-Nya
dalam menyelesaikan segala perkara dan tidak akan berhukum kepada selain
keduanya. Jika tidak maka iman seseorang dapat diragukan dari ketulusannya.
Jika seseorang benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir ia akan taat
kepada Allah dan Rasul-Nya karena ia mengimani benar bahwa Allah SWT
sesungguhnya Maha Mengetahui segala sesuatu baik yang nampak maupun
yang tersembunyi.
Iman kepada hari akhir akan membuat seseorang berpikir akan akibat
segala perbuatannya yg dilakukannya di dunia. Pada hari akhir seluruh amal
anak Adam akan dibalas, jika baik maka baik pula balasannya, namun jika
buruk maka buruk pula balasannya. Boleh jadi seseorang dapat menghindari
hukuman di dunia namun tidak akan dapat seseorang menghindar dari hukuman
akhirat. Dalam hal taat dan mengembalikan segala perselisihan kepada Allah
dan Rasul-Nya terdapat kebaikan bagi orang-orang mukmin baik di dunia
maupun di akhirat. Akibatnya lebih baik bagi mereka dari pada bermaksiat
kepada Allah SWT dan Rasul-Nya atau kembali kepada selain-Nya. Perlu kita
ketahui bahwa apabila manusia berlepas diri dari hukum Allah SWT niscaya
mereka menjadi budak-budak setan dan hawa nafsu. Hal itu akan membuat
seseorang dapat berhenti berselisih. Seseorang ingin mendapatkan kebebasan
mutlak tetapi yang terjadi justru adalah menjadi budak setan dan hawa nafsunya.

c. Membaca Shalawat dan Salam


Selawat atau Shalawat (bahasa Arab: ‫ )صلوات‬adalah bentuk jamak dari
kata salat yang berarti doa atau seruan kepada Allah SWT. Membaca shalawat
untuk Nabi SAW, memiliki maksud mendoakan atau memohonkan berkah
kepada Allah SWT untuk Nabi SAW dengan ucapan, pernyataan serta
pengharapan, semoga beliau (Nabi SAW) sejahtera (beruntung, tak kurang suatu
apapun, keadaannya tetap baik dan sehat). Salam berarti damai, sejahtera, aman
sentosa dan selamat. Jadi saat seorang muslim membaca selawat untuk Nabi
SAW, dimaksudkan mendoakan beliau semoga tetap damai, sejahtera, aman
sentosa dan selalu mendapatkan keselamatan. Membaca Selawat harus disertai
dengan niat dan dengan sikap hormat kepada Nabi SAW. Orang yang membaca
shalawat untuk Nabi SAW hendaknya disertai dengan niat dan didasari rasa
cinta kepada beliau dengan tujuan untuk memuliakan dan menghormati beliau.
Dalam penjelasan hadits (Akhbar Al-Hadits) disebutkan bahwa apabila
seseorang membaca shalawat tidak disertai dengan niat dan perasaan hormat
kepada Nabi SAW, maka timbangannya tidak lebih berat ketimbang selembar
sayap.َ Nabiَ sawَ bersabdaَ :َ “Sesungguhnyaَ sahnyaَ amalَ ituَ tergantungَ
niatnya”.
Ada tiga perkara yang timbangannya tidak lebih berat dari pada selembar
sayap, yaitu :
a) Shalat yang tidak disertai dengan tunduk dan khusyuk.
b) Dzikir dengan tidak sadar. Allah SWT tidak akan menerima amal orang
yang hatinya tidak sadar.
c) Membaca Shalawat untuk Nabi Muhammad SAW tidak disertai dengan niat
dan rasa hormat.
Nabiَ SAWَ bersabdaَ :َ “Danَ kalauَ kamuَ membaca shalawat, maka bacalah
denganَ penuhَ penghormatanَ untukَ ku.” Membaca shalawat untuk mencintai
danَmemuliakanَNabiَSAW.َSitiَAisyahَra.َberkataَ:َ“Barangsiapaَcintaَkepadaَ
Allah SWT, maka dia banyak menyebutnya dan buahnya ialah Allah SWT akan
mengingat dia, juga memberi rahmat dan ampunan kepadanya, serta
memasukannya ke surga bersama para Nabi dan para Wali. Dan Allah SWT
memberi kehormatan pula kepadanya dengan melihat keindahan-Nya. Dan
barang siapa cinta kepada Nabi SAW maka hendaklah ia banyak membaca
shalawatَ untukَ Nabiَ SAWَ danَ buahnyaَ ialahَ iaَ akanَ mendapatَ syafa’atَ danَ
akanَbersamaَbeliauَdiَsurga.” SelanjutnyaَNabiَSAWَbersabdaَ:َ“Barangَsiapaَ
membaca selawat untukku karena memuliakanku, maka Allah SWT
menciptakan dari kalimat (shalawat) itu satu malaikat yang mempunyai dua
sayap, yang satu di timur dan satunya lagi di barat. Sedangkan kedua kakinya di
bawahَ bumiَ sedangkanَ lehernyaَ memanjangَ sampaiَ keَ Arasy”.َ Allahَ SWTَ
berfirmanَ kepadanyaَ :َ “Bacalahَ selawatَ untukَ hamba-Ku, sebagaimana dia
telah membaca selawat untuk Nabi-Ku. Maka Malaikat pun membaca selawat
untuknyaَsampaiَhariَkiamat.”

d. Mencintai Keluarga Nabi SAW


Rasulullahَ SAWَ bersabda,َ “Wahaiَ manusiaَ sesungguhnyaَ akuَ tinggalkanَ
dua perkara yang besar untuk kalian, yang pertama adalah Kitabullah (Al-
Quran) dan yang kedua adalah Ithrati (Keturunan) Ahlulbaitku. Barangsiapa
yang berpegang teguh kepada keduanya, maka tidak akan tersesat selamanya
hingga bertemu denganku di telaga al-Haudh.”َ (HR.َ Muslimَ dalamَ Kitabnyaَ
Sahih juz. 2, Tirmidzi, Ahmad, Thabrani dan dishahihkan oleh Nashiruddin Al-
Albany dalam kitabnya Silsilah Al-Hadits Al-Shahihah). Marilah kita letakkan
segala bentuk fanatisme yang ada di pundak kita selama ini. Tidak dipungkiri
lagi bahwa keluarga Nabi SAW yang terkenal dengan sebutan Ahlulbait adalah
manusia-manusia yang mempunyai kelebihan dan keutamaan-keutamaan yang
tidak dimiliki oleh manusia lainnya setelah Rasulullah SAW. Akan tetapi sangat
disayangkan sekali bahwa banyak sekali kaum Muslimin yang melupakan dan
bahkan tidak mengetahui eksistensi mereka (keluarga Nabi SAW).
Hadist di atas adalah salah satu dari puluhan bukti otentik yang sangat
jelas yang mengisyaratkan kepada kita semua bahwa begitu besar keutamaan
mereka hingga Nabi SAW berwasiat kepada para sahabatnya dan kita
khususnya sebagai umat Islam agar selalu berpegang teguh kepadanya (Al-
Quran & Ahlulbait), jika tidak maka akan tersesatlah mereka yang berpaling
dari dua perkara besar tersebut (Ats-Tsaqalain). Mengapa keluarga Nabi Saw?
Apakah beliau Saw berkata seperti itu hanya dikarenakan faktor kasih sayang
beliau terhadap keluarganya dan juga karena hubungan darah semata? Tentu
saja tidak, karena segala perkataan yang keluar dari mulut suci beliau pasti atas
dasar petunjuk dari Allah SWT, sebagaimana firman-Nya: “Dan tiadalah yang
diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain
hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). yang diajarkan kepadanya oleh
(Jibril)َyangَsangatَkuat.”َ(QS.َAn-Najm: 3-5) Marilah kita bertabarruk dengan
mempelajari ayat-ayat Al-Quran maupun hadits-hadits sahih yang berkenaan
dengan Ahlulbait Rasulullah kemudian membuka mata dan hati kita untuk
melihat kemuliaan-kemuliaan mereka yang selama ini tidak kita ketahui agar
kita dapat mencintai mereka dan mengikuti apa yang diajarkan oleh mereka
‘alaihimussalam.

e. Ziarah
Kata ziarah berasal dari bahasa arab yaitu ziaroh, yang berarti masuk atau
mengunjungi. Yaitu kunjungan yang dilakukan oleh orang islam ketempat
tertentu yang dianggap memiliki nilai-nilai sejarah. Namun sering kali kata
ziarah disebut oleh kebanyakan orang adalah berkunjung ke makam dan dan
mendoakannya sambil mengingat akan diri sendiri dan mengambil pelajaran
tentang kematian. Kegiatan berziarah tersebut terbagi dua bagian, yakni
beerziarah menurut syari’atَ danَ berziarahَ yangَ berbentukَ bid’ah. Pada awal
sejarah islam, yang namanya ziarah itu diharamkan bagi laki-laki maupun
perempuan, dikarenakan hawatir akan goncangnya keimanan. Namun, ketika
aqidah umat islam sudah demikian mantapdan telah diketahui hukum berziarah
serta tujuannya, maka dibolehkan karena pula ada hadits yang
membolehkannya.َMadzhabَsyafi’iَberpendapatَbahwaَziarahَkuburَhukumnyaَ
sunnah, sedangkan kaum wahabi mengatakan bahwa ziarah kubur hukumnya
mubah.

C. AKHLAK TERHADAP DIRI SENDIRI (INDIVIDU)


Manusia sebagai makhluk Allah mempunyai kewajiban terhadap dirinya sendiri.
Namun bukan berarti kewajiban ini lebih penting daripada kewajiban kepada Allah.
Dikarenakan kewajiban yang pertama dan utama bagi manusia adalah mempercayai
dengan keyakinanَ yangَ sesungguhnyaَ bahwaَ “Tiadaَ Tuhanَ melainkanَ Allah”.َ
Keyakinan pokok ini merupakan kewajiban terhadap Allah sekaligus merupakan
kewajiban manusia bagi dirinya untuk keselamatannya. Manusia mempunyai kewajiban
kepada dirinya sendiri yang harus ditunaikan untuk memenuhi haknya. Kewajiban ini
bukan semata-mata untuk mementingkan dirinya sendiri atau menzalimi dirinya sendiri.
Dalam diri manusia mempunyai dua unsur, yakni jasmani (jasad) dan rohani (jiwa).
Selain itu manusia juga dikaruniai akal pikiran yang membedakan manusia dengan
makhluk Allah yang lainnya. Tiap-tiap unsur memiliki hak di mana antara satu dan yang
lainnya mempunyai kewajiban yang harus ditunaikan untuk memenuhi haknya masing-
masing.
1. Macam-macam Akhlak Terhadap Diri Sendiri (Individu)
a. Berakhlak Terhadap Jasmani
1) Senantiasa Menjaga Kebersihan
Islam menjadikan kebersihan sebagian dari Iman. Seorang muslim
harus bersih/ suci badan, pakaian, dan tempat, terutama saat akan
melaksanakan sholat dan beribadah kepada Allah, di samping suci dari
kotoran, juga suci dari hadas. Allah SWT berfirman yang artinya:Mereka
bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu
kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di
waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka
suci138. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat
yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan
diri. (QS. Al Baqarah:222)Artinya : Janganlah kamu bersembahyang dalam
mesjid itu selama-lamanya. Sesungguh-nya mesjid yang didirikan atas dasar
taqwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di
dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin
membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bersih. (QS. At Taubah:108).

2) Menjaga Makan dan Minumnya


Makan dan minum merupakan kebutuhan vital bagi tubuh manusia,
jika tidak makan dan minum dalam keadaan tertentu yang normal maka
manusia akan mati. Allah SWT memerintahkan kepada manusia agar
makan dan minum dari yang halal dan tidak berlebihan. Sebaiknya
sepertiga dari perut untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan
sepertiga untuk udara. Allah SWT berfirman :Artinya : Maka makanlah
yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan
syukurilah ni'mat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja
menyembah. (QS. An Nahl:114)

3) Menjaga Kesehatan
Dari sahabat Abu Hurairah, Bersabda Rasulullah, “Mu’minَ yangَ kuatَ
lebihَdicintaiَAllahَdariَmu’minَyangَlemah,َdanَmasing-masing memiliki
kebaikan. Bersemangatlah terhadap hal-hal yang bermanfaat bagimu dan
mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan merasa malas, dan apabila
engkauَditimpaَsesuatuَmakaَkatakanlahَ“Qodarullohَwaَmaaَsyaa’aَfa’al,َ
Telahَ ditakdirkanَ olehَ Allahَ danَ apaَ yangَ Diaَ kehendakiَ pastiَ terjadi”.َ
(HR. Muslim)

4) Berbusana yang Islami


Allah SWT berfirman Artinya : Hai anak Adam, sesungguhnya Kami
telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup 'auratmu dan pakaian
indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang
demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-
mudahan mereka selalu ingat. (QS.َAlَA’raf:26)

b. Berakhlak terhadap jiwa


1) Bertaubat dan Menjauhkan Diri dari Dosa Besar
Taubat adalah meninggalkan seluruh dosa dan kemaksiatan, menyesali
perbuatan dosa yang telah lalu dan berkeinginan teguh untuk tidak
mengulangi lagi perbuatan dosa tersebut pada waktu yang akan datang.
Allah SWT berfirman yang Artinya : Hai orang-orang yang beriman,
bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-
murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-
kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi
dan orang-orang mu'min yang bersama dia; sedang cahaya mereka
memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka
mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan
ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala
sesuatu." (QS. At-Tahrim : 8)

2) Bermuraqabah
Muraqabah adalah rasa kesadaran seorang muslim bahwa dia selalu
diawasi oleh Allah SWT. Dengan demikian dia tenggelam dengan
pengawasan Allah dan kesempurnaan-Nya sehingga ia merasa akrab,
merasa senang, merasa berdampingan, dan menerima-Nya serta menolak
selain Dia.Firman Allah SWT :
َ ‫َرقِيبًا َعلَ ْي ُك َْم‬
َ‫للاَ ا َِّن‬
Artinyaَ:َ“SesungguhnyaَAllahَituَmahaَmengawasimu.”َ(QS.َAn-Nisa : 1)

3) Bermuhasabah
Yang dimaksud dengan muhasabah adalah menyempatkan diri pada
suatu waktu untuk menghitung-hitung amal hariannya. Firman Allah SWT
yang Artinya : “Haiَ orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk
hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
MahaَMengetahuiَapaَyangَkamuَkerjakan.” (QS. Al-Hasyr : 18)

4) Mujahadah
Mujahadah adalah berjuang, bersungguh-sungguh, berperang melawan
hawa nafsu. Hawa nafsu senantiasa mencintai ajakan untuk terlena,
menganggur, tenggelam dalam nafsu yang mengembuskan syahwat,
kendatipun padanya terdapat kesengsaraan dan penderitaan.Firman Allah
SWT yang Artinya : “Danَakuَtidakَmembebaskanَdirikuَ(dariَkesalahan),َ
karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali
nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha
PengampunَlagiَMahaَPenyanyang.” (QS. Yusuf : 53)

c. Berakhlak terhadap Akal


1) Menuntut Ilmu
Menuntut ilmu merupakan salah satu kewajiban bagi setiap muslim,
sekaligus sebagai bentuk akhlak seorang muslim. Sebuah hadits Rasulullah
SAW menggambarkan yang Artinya : “Menuntutَ ilmuَ merupakanَ
kewajibanَbagiَsetiapَmuslim.”َ(HR.َIbnuَMajah)

2) Memiliki Spesialisasi Ilmu yang dikuasai


Setiap muslim perlu mempelajari hal-hal yang memang sangat urgen
dalam kehidupannya. Menurut Dr. Muhammad Ali Al-Hasyimi (1993 : 48),
hal-hal yang harus dikuasai setiap muslim adalah : Al-Qur'an, baik dari segi
bacaan, tajwid dan tafsirnya; kemudian ilmu hadits; sirah dan sejarah para
sahabat; fikih terutama yang terkait dengan permasalahan kehidupan, dan
lain sebagainya. Setiap muslim juga harus memiliki bidang spesialisasi
yang harus ditekuninya. Spesialisasi ini tidak harus bersifat ilmu syariah,
namun bisa juga dalam bidang-bidang lain, seperti ekonomi, tehnik, politik
dan lain sebagainya. Dalam sejarahnya, banyak diantara generasi awal
kaum muslimin yang memiliki spesialisasi dalam bidang tertentu.

3) Mengajarkan Ilmu pada Orang Lain


Termasuk akhlak muslim terhadap akalnya adalah menyampaikan atau
mengajarkan apa yang dimilikinya kepada orang yang membutuhkan
ilmunya.Firman Allah SWT yang Artinya : “Danَ Kamiَ tidakَ mengutusَ
sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada
mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan828
jikaَkamuَtidakَmengetahui” (An-Nahl:43)

4) Mengamalkan Ilmu dalam Kehidupan


Diantara tuntutan dan sekaligus akhlak terhadap akalnya adalah
merealisasikanَilmunyaَdalamَ“alamَnyata.”َKarena akan berdosa seorang
yang memiliki ilmu namun tidak mengamalkannya. Firman Allah
SWT yang Artinya : “Wahaiَ orang-orang yang beriman, kenapakah kamu
mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di
sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu
kerjakan.” (QS. As-Shaff)

D. AKHLAK TERHADAP MASYARAKAT (SOSIAL)


1. Macam-macam Akhlak Terhadap Masyarakat (Sosial)
a. Berbuat Baik kepada Tetangga
Berbuat baik dalam segala sesuatu adalah karakteristik islam, demikian
juga pada tetangga. Imam Al Marwazi meriwayatkan dari Al Hasan Al Bashriy
pernyataan beliau: “Tidakَ menggangguَ bukanَ termasukَ berbuatَ baikَ kepadaَ
tetangga akan tetapi berbuat baik terhadap tetangga dengan sabar atas
gangguannya.” Sehingga Rasulullah shallallahuَ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sebaik-baiknya sahabat di sisi Allah adalah yang paling baik kepada
sahabatnya. Dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah yang paling baik pada
tetangganya.”َDiَantaraَihsanَkepadaَtetanggaَadalahَmemuliakannya.َSikapَiniَ
menjadi salah satu tanda kesempurnaan iman seorang muslim.Di antara bentuk
ihsanَ yangَ lainnyaَ adalahَ ta’ziyahَ ketikaَ merekaَ mendapatَ musibah,َ
mengucapkan selamat ketika mendapat kebahagiaan, menjenguknya ketika
sakit, memulai salam dan bermuka manis ketika bertemu dengannya dan
membantu membimbingnya kepada hal-hal yang bermanfaat dunia akhirat serta
memberi mereka hadiah. Aisyah radhiallahuَ ‘anha bertanya kepada
Nabi shallallahuَ‘alaihiَwasallam:

‫ل يَا‬
ََ ‫سو‬ ََّ ‫ن‬
ُ ‫َللاِ َر‬ ََّ ‫ْن ِلي ِإ‬ َ ‫ل أ ُ ْهدِي أ َ ِِّي ِه َما فَإِلَى َج‬
َِ ‫اري‬ ََ ‫ك أ َ ْق َر ِب ِه َما ِإلَى قَا‬
َِ ‫َبابًا ِم ْن‬

“WahaiَRasulullahَsayaَmemilikiَduaَtetanggaَlaluَkepadaَsiapaَdariَkeduanyaَ
aku memberi hadiah? Beliau menjawab: kepada yang pintunya paling dekat
kepadamu.”

b. Bersabar Menghadapi Gangguan Tetangga


Ini adalah hak kedua untuk tetangga yang berhubungan erat dengan yang
pertama dan menjadi penyempurnanya. Hal ini dilakukan dengan memaafkan
kesalahan dan perbuatan jelek mereka, khususnya kesalahan yang tidak
disengaja atau sudah dia sesali kejadiannya. Hasan Al Bashri berkata: “Tidakَ
mengganggu bukan termasuk berbuat baik kepada tetangga akan tetapi berbuat
baikَ terhadapَ tetanggaَ denganَ sabarَ atasَ gangguannya.” Sebagian ulama
berkata: “Kesempurnaanَberbuatَbaikَkepadaَtetanggaَadaَpadaَempatَhal,َ(1)َ
senang dan bahagia dengan apa yang dimilikinya, (2) Tidak tamak untuk
memiliki apa yang dimilikinya, (3) Mencegah gangguan darinya, (4) Bersabar
dariَgangguannya.”

c. Menjaga dan Memelihara Hak Tetangga


Imam Ibnu Abi Jamroh berkata: “Menjagaَ tetanggaَ termasukَ
kesempurnaan iman. Orang jahiliyah dahulu sangat menjaga hal ini dan
melaksanakan wasiat berbuat baik ini dengan memberikan beraneka ragam
kebaikan sesuai kemampuan; seperti hadiah, salam, muka manis ketika bertemu,
membantu memenuhi kebutuhan mereka, menahan sebab-sebab yang
mengganggu mereka dengan segala macamnya baik jasmani atau maknawi.
Apalagiَ Rasulullahَ shallallahuَ ‘alaihiَ wasallamَ telahَ meniadakanَ imanَ dariَ
orang yang selalu mengganggu tetangganya. Ini merupakan ungkapan tegas
yang mengisyaratkan besarnya hak tetangga dan mengganggunya termasuk dosa
besar.”

d. Tidak Mengganggu Tetangga


Telah dijelaskan di atas akan kedudukan tetangga yang tinggi dan hak-
haknya terjaga dalam islam. Oleh karena itu Rasulullah shallallahuَ ‘alaihiَ
wasallam memperingatkan dengan keras upaya mengganggu tetangga,
sebagaimana dalam sabda beliau shallallahuَ‘alaihiَwasallam:“TidakَdemiَAllahَ
tidak beriman, tidak demi Allah tidak beriman, tidak demi Allah tidak beriman
mereka bertanya: siapakah itu wahai Rasulullah beliau menjawab: orang yang
tetangganyaَ tidakَ amanَ dariَ kejahatannya.” (HR. Bukhori). Demikian juga
dalam hadits yang lain beliau bersabda:

ََّ ‫ال ْاْل ِخ َِر َو ْاليَ ْو َِم ِب‬


َ‫اَللِ يُؤْ ِمنَُ كَانََ َم ْن‬ َ َ ‫ار َهُ يُؤْ َِذ َف‬
َ ‫َج‬

“SiapaَyangَberimanَkepadaَAllahَdanَhariَakhirَmaka janganlah mengganggu


tetangganya.”

E. AKHLAK TERHADAP LINGKUNGAN


1. Definisi Akhlak Terhadap Lingkungan
Kata Akhlaq berasal dari bahasa Arab yang berarti watak, budi pekerti,
karakter, keperwiraan, kebiasaan. Kata akhlâq ini berakar kata khalaqa yang berarti
menciptakan, seakar dengan kata Khâliq (pencipta), makhlûq (yang diciptakan), dan
khalq (penciptaan). Kesamaan akar kata ini mengandung makna bahwa tata perilaku
seseorang terhadap orang lain dan lingkungannya harus merefleksikan dan
berdasarkan nilai-nilai kehendak Khâliq (Tuhan). Akhlaq bukan hanya merupakan
tata aturan atau norma perilaku yang mengatur hubungan antar sesama manusia,
tetapi juga norma yang mengatur hubungan antar manusia dengan Tuhan dan bahkan
dengan alam semesta. Yang dimaksud dengan akhlak terhadap lingkungan adalah
segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan,
maupun benda-benda tak benyawa.

2. Macam-macam Akhlak Terhadap Lingkungan


a. Memelihara dan Melindungi Hewan
Salah satu hadis yang menganjurkan berbuat baik dengan memelihara
dan melindungi binatang dengan cara :
 Memberikan makanannya, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
Artinya : Dari Abu Hurairah, berkata: Rasulullah saw bersabda :
….“Orang yang menunggangi dan meminum (susunya) wajib memberinya
makanan”. (HR. Bukhari).
 menolongnya, sebagaimana sabda Rasulullah saw :
Artinya : Dari Abu Hurairah, berkata; Rasulullah saw bersabda : “suatu
ketika seorang laki-laki tengah berjalan di suatu jalanan, tiba-tiba terasa
olehnya kehausan yang amat sangat, maka turunlah ia ke dalam suatu
sumur lalu minum. Sesudah itu ia keluar dari sumur tiba-tiba ia melihat
seekor anjing yang dalam keadaan haus pula sedang menjilat tanah, ketika
itu orang tersebut berkata kepada dirinya, demi Allah, anjing ini telah
menderita seperti apa yang ia alami. Kemudian ia pun turun ke dalam
sumur kemudian mengisikan air ke dalam sepatunya, sepatu itu digigitnya.
Setelah ia naik ke atas, ia pun segera memberi minum kepada anjing yang
tengah dalam kehausan itu. Lantaran demikian, Tuhan mensyukuri dan
mengampuni dosanya. Setelah Nabi saw, menjelaskan hal ini, para sahabat
bertanya: “ya Rasulullah, apakah kami memperoleh pahala dalam
memberikan makanan dan minuman kepada hewan-hewan kami ?”. Nabi
menjawab : “tiap-tiap manfaat yang diberikan kepada hewan hidup, Tuhan
memberi pahala”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadis di atas memberikan ketegasan betapa Islam sangat peduli
akan keselamatan dan perlindungan hewan. Bahkan disebutkan, bahwa bagi
yang menolong hewan sekaligus memperoleh tiga imbalan, yaitu : (1) Allah
berterima kasih kepadanya; (2) Allah mengampuni dosa-dosanya; dan (3)
Allah memberikan imbalan pahala kepadanya Di samping sebagai Pencipta,
Allah adalah penguasa terhadap seluruh makhluk-Nya, termasuk binatang.
Dia lah yang memberi rezeki, dan Dia mengetahui tempat berdiam dan
tempat penyimpanan makanannya.

b. Penanaman Pohon dan Penghijauan


Salah satu konsep pelestarian lingkungan dalam Islam adalah perhatian
akan penghijauan dengan cara menanam dan bertani. Nabi Muhammad saw
menggolongkan orang-orang yang menanam pohon sebagai shadaqah. Hal ini
diungkapkan secara tegas dalam dalam hadits Rasulullah saw, yang berbunyi :
Artinya : “…. Rasulullah saw bersabda : tidaklah seorang muslim menanam
tanaman, kemudian tanaman itu dimakan oleh burung, manusia, ataupun
hewan, kecuali baginya dengan tanaman itu adalah sadaqah”. (HR. al-Bukhari
dan Muslim dari Anas). Pada QS. al-An’amَ (6):َ 99,َ Allahَ berfirmanَ ;
Terjemahnya : Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami
tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami
keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau, Kami keluarkan
dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang kurma
mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami
keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa.
Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan (perhatikan pulalah)
kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman. Ada dua pertimbangan
mendasar dari upaya penghijauan ini, yaitu :
 Pertimbangan manfaat, sebagaimana disebutkan dalam QS. Abasa (80): 24-
32, Terjemahnya : maka hendaklah manusia itu memperhatikan
makanannya. Sesungguh-nya Kami benar-benar telah mencurahkan air
(dari langit), kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami
tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran, Zaitun dan
pohon kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-buahan serta rumput-
rumputan, untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.
 Pertimbangan keindahan, sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Naml (27):
60, Terjemahnya : Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi
dan yang menurunkan air untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan
dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kamu
sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya? Apakah di
samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) mereka adalah
orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran).
Makaَ lihatlahَ padaَ ungkapanَ iniَ “kebun-kebunَ yangَ sangatَ indah”َ yangَ
berarti menyejukkan jiwa, mata dan hati ketika memandangnya. Setelah Allah
swt, memaparkan nikmat-nikmat-Nya, baik berupa tanaman, kurma, zaitun,
buah delima dan semacamnya, Dia melanjutkan firman-Nya ‫أنظروا إلى ثمره إذ أثمر‬
‫“ وينعه‬lihatlah/perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan
(perhatikan pula) kematangannya” (QS. 6 : 99)

c. Menghidupkan Lahan Mati


Lahan mati berarti tanah yang tidak bertuan, tidak berair, tidak di isi
bangunan dan tidak dimanfaatkan. Allah swt, telah menjelaskan dalam QS.
Yasin (36): Terjemahnya : Dan suatu tanah (kekuasaan Allah yang besar) bagi
mereka adalah bumi yang mati, Kami hidupkan bumi itu dan Kami keluarkan
daripadanya biji-bijian, maka dari padanya mereka makan”. Kematian sebuah
tanah akan terjadi kalau tanah itu ditinggalkan dan tidak ditanami, tidak ada
bangunan serta peradaban, kecuali kalau kemudian tumbuh didalamnya
pepohonan. Tanah dikategorikan hidup apabila di dalamnya terdapat air dan
pemukiman sebagai tempat tinggal. Menghidupkan lahan mati adalah ungkapan
dalam khazanah keilmuan yang diambil dari pernyataan Nabi saw, dalam bagian
َ ‫( َم ْن أَحْ َيا أ َ ْرضًا َميِِّتَةً فَ ِه‬Barang siapa yang menghidupkan
matanhadis, yakni ‫ي لَه‬
tanah (lahan) mati maka ia menjadi miliknya). Dalam hadis ini Nabi saw,
menegaskan bahwa status kepemilikan bagi tanah yang kosong adalah bagi
mereka yang menghidupkannya, sebagai motivasi dan anjuran bagi mereka yang
menghidupkannya. Menghidupkan lahan mati, usaha ini dikategorikan sebagai
suatu keutamaan yang dianjurkan Islam, serta dijanjikan bagi yang
mengupayakannya pahala yang amat besar, karena usaha ini adalah
dikategorikan sebagai usaha pengembangan pertanian dan menambah sumber-
sumber produksi. Sedangkan bagi siapa saja yang berusaha untuk merusak
usaha seperti ini dengan cara menebang pohon akan dicelupkan kepalanya ke
dalam neraka. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw sebagaimana dalam
bagian matan hadis, yakni ; ‫ار‬ َ ْ‫َّللا َرأ‬
ِ َّ‫سه فِي الن‬ َّ ‫ب‬ َ َ‫( َم ْن ق‬Barang siapa yang
َ ً ‫ط َع ِسد َْرة‬
َ ‫ص َّو‬
menebang pepohonan, maka Allah akan mencelupkannya ke dalam neraka).
Maksud hadis di atas, dijelaskan kemudian oleh Abu Daud setelah
meriwayatkan hadis tersebut, yaitu kepada orang yang memotong pepohonan
secara sia-sia sepanjang jalan, tempat para musafir dan hewan berteduh.
Ancaman keras tersebut secara eksplisit merupakan ikhtiar untuk menjaga
kelestarian pohon, karena keberadaan pepohonan tersebut banyak memberi
manfaat bagi lingkungan sekitar. Kecuali, jika penebangan itu dilakukan dengan
pertimbangan cermat atau menanam pepohonan baru dan menyiram-nya agar
bisa menggantikan fungsi pohon yang ditebang itu.

d. Udara
Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah udara, dalam hal ini udara
yang mengandung oksigen yang diperlukan manusia untuk pernafasan. Tanpa
oksigen, manusia tidak dapat hidup. Tuhan beberapa kali menyebut angin
(udara) dan fungsinya dalam proses daur air dan hujan. Firman Allah swt dalam
QS. al-Baqarah (2): 164, Terjemahnya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit
dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut
membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari
langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)
-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin
dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; Sungguh (terdapat) tanda-
tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. Udara
merupakan pembauran gas yang mengisi ruang bumi, dan uap air yang
meliputinya dari segala penjuru. Udara adalah salah satu dari empat unsur yang
seluruh alam bergantung kepadanya. Empat unsur tersebut ialah tanah, air,
udara dan api. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan modern telah
membuktikan bahwa keempat unsur ini bukanlah zat yang sederhana, akan
tetapi merupakan persenyawaan dari berbagai macam unsur. Air misalnya,
terdiri dari unsur oksigen dan hidrogen. Demikian juga tanah yang terbentuk
dari belasan unsur berbeda. Adapun udara, ia terbentuk dari sekian ratus unsur,
dengan dua unsur yang paling dominan, yaitu nitrogen yang mencapai sekitar
78,084 persen dan oksigen sebanyak 20,946 persen. Satu persen sisanya adalah
unsur-unsur lain. Termasuk hikmah kekuasaan Tuhan dalam penciptaan alam
ini, bahwa Dia menciptakan udara dengan nitrogen dan sifatnya yang pasif
sebagai kandungan mayoritasnya, yaitu 78 persen dari udara. Kalau saja
kandungan udara akan gas nitrogen kurang dari itu, niscaya akan berjatuhan
bunga-bunga api dari angkasa luar karena mudahnya menembus lapisan bumi
(hal itu yang kerap kali terjadi) dan terbakarlah segala sesuatu yang ada pada
permukaan bumi. Fungsi lain dari udara/angin adalah dalam proses
penyerbukan/ mengawinkan tumbuh-tumbuhan. Allah swt, berfirman dalam QS.
al-Hijr (15): 22 sebagai berikut : Terjemahnya : Dan Kami telah meniupkan
angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan Kami turunkan hujan dari
langit, lalu kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali bukanlah
kamu yang menyimpan-nya. Dengan Di antara sekian banyak manfaat angin
adalah kemampuannya dalam menggerakkan kapal-kapal untuk terus berlayar
dengan izin Allah. Angin berfungsi juga untuk mengalirkan air dari satu tempat
ke tempat lain, dan yang menyebabkan terbaginya hewan-hewan air ke berbagai
permukaan air. Dalam kehidupan tumbuh-tumbuhan, anginlah yang membawa
benih-benih yang menyebabkan kesuburan dan penyerbukan serta penyebaran
tumbuh-tumbuhan ke berbagai belahan bumi. Sungguh, nikmat udara
merupakan suatu nikmat yang sangat besar. Dengan demikian, manusia dituntut
untuk memanfaatkannya sesuai dengan karunia yang telah dianugerahkan Allah
kepada mereka, dengan melestarikannya bukan dengan mencemarinya dan
merusaknya, yang akan membawa mudharat bagi dirinya dan makhluk ciptaan
Allah Swt, lainnya.

e. Air
Sumber kekayaan lain yang sangat penting untuk dijaga adalah air,
sumber kehidupan bagi manusia, tumbuh-tumbuhan dan hewan. Allah Swt,
berfirman dalam QS. al-Anbiya’َ (21)َ ,َ yakniَ “‫ي‬ ٍِّ ‫ش ْيءٍ َح‬ ِ ‫”و َج َع ْلنَا ِمنَ ْال َم‬
َ ‫اء ك َّل‬ َ (Dan
dari air Kami jadikan segala sesuatu hidup). Pada hakekatnya, air adalah
kekayaan yang mahal dan berharga. Akan tetapi karena Allah menyediakannya
di laut, sungai bahkan hujan secara gratis, manusia seringkali tidak menghargai
air sebagaimana mestinya. Namun satu hal penting yang layak direnungkan,
bahwa air bukanlah komoditas yang bisa tumbuh dan berkembang. Ia tidak
sama, misalnya dengan kekayaan nabati atau hewani, sebab itulah Allah swt,
mengisyaratkan dalam QS. al-Mu’minunَ (23): Terjemahnya : Dan Kami
turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu
menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa
menghilangkannya. Jika makhluk hidup terutama manusia tidak bisa hidup
tanpa air, sementara kuantitas air terbatas, maka manusia wajib menjaga dan
melestarikan kekayaan yang amat berharga ini. Jangan sekali-kali melakukan
tindakan-tindakan kontra produktif, yaitu dengan cara mencemarinya, merusak
sumbernya dan lain-lain. Termasuk pula dengan tidak menggunakan air secara
berlebih-lebihan (israf), menurut ukuran-ukuran yang wajar.
 Larangan mencemari air
Bentuk-bentuk pencemaran air yang dimaksud oleh ajaran Islam di sini
seperti kencing, buang air besar dan sebab-sebab lainnya yang dapat
mengotori sumber air. Pencemaran air di zaman modern ini tidak hanya
terbatas pada kencing, buang air besar, atau pun hajat manusia yang lain.
Bahkan banyak ancaman pencemaran lain yang jauh lebih berbahaya dan
berpengaruh dari semua itu, yakni pencemaran limbah industri, zat kimia,
zat beracun yang mematikan, serta minyak yang mengenangi samudra.
 Penggunaan air secara berlebihan.
Ada bahaya lain yang berkaitan dengan sumber kekayaan air, yaitu
penggunaan air secara berlebihan. Air dianggap sebagai sesuatu yang
murah dan tidak berharga. Karena hanya manusia-manusia yang berfikir
yang mengetahui betapa berharga kegunaan dan nilai air. Hal ini sejalan
dengan QS. al-An’amَ(6),َyakni َ‫( َو ََل تس ِْرفوا ِإنَّه ََل ي ِحبُّ ْالمس ِْرفِين‬Dan janganlah
kalian israf (berlebih-lebihan). Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang berlaku israf).

f. Menghindari Kerusakan dan Menjaga Keseimbangan Alam


Salah satu tuntunan terpenting Islam dalam hubungannya dengan
lingkungan, ialah bagaimana menjaga keseimbangan alam/ lingkungan dan
habitat yang ada tanpa merusaknya. Karena tidak diragukan lagi bahwa Allah
menciptakan segala sesuatu di alam ini dengan perhitungan tertentu. Seperti
dalam firman Nya dalam QS. al-Mulk (67): Terjemahannya : Allah yang telah
menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada
ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka
lihatlah berulang-ulang. Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang. Inilah
prinsip yang senantiasa diharapkan dari manusia, yakni sikap adil dan moderat
dalam konteks keseimbangan lingkungan, tidak hiperbolis atau pun
meremehkan, sebab ketika manusia sudah bersikap hiperbolis atau meremehkan,
ia cenderung menyimpang, lalai serta merusak. Hiperbolis di sini maksudnya
adalah berlebih-lebihan dan melewati batas kewajaran. Sementara meremehkan
maksudnya ialah lalai serta mengecilkan makna yang ada. Keduanya merupakan
sikap yang tercela, sedangkan sikap adil dan moderat adalah sikap terpuji. Sikap
adil, moderat, ditengah-tengah dan seimbang seperti inilah yang diharapkan dari
manusia dalam menyikapi setiap persoalan. Baik itu berbentuk materi maupun
inmateri, persoalan-persoalan lingkungan dan persoalan umat manusia, serta
persoalan hidup seluruhnya. Keseimbangan yang diciptakan Allah swt, dalam
suatu lingkungan hidup akan terus berlangsung dan baru akan terganggu jika
terjadi suatu keadaan luar biasa, seperti gempa tektonik, gempa yang disebabkan
terjadinya pergeseran kerak bumi. Tetapi menurut Al-Qur’an,َ kebanyakanَ
bencana di planet bumi disebabkan oleh ulah perbuatan manusia yang tidak
bertanggung jawab. Firman Allah swt yang menandaskan hal tersebut adalah
QS. al-Rum (30):, sebagai berikut :Terjemahannya: Telah nampak kerusakan di
darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia supaya Allah
merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (kejalan yang benar)”. Di abad ini, campur tangan umat
manusia terhadap lingkungan cenderung meningkat dan terlihat semakin
meningkat lagi terutama pada beberapa dasawarsa terakhir. Tindakan-tindakan
mereka tersebut merusak keseimbangan lingkungan serta keseimbangan
interaksi antar elemen-elemennya. Terkadang karena terlalu berlebihan, dan
terkadang pula karena terlalu meremehkan. Semua itu menyebabkan
penggundulan hutan di berbagai tempat, pendangkalan laut, gangguan terhadap
habitat secara global, meningkatnya suhu udara, serta menipisnya lapisan ozon
yang sangat mencemaskan umat manusia dalam waktu dekat. Demikianlah,
kecemasan yang melanda orang-orang yang beriman adalah kenyataan bahwa
kezhaliman umat manusia dan tindakan mereka yang merusak pada suatu saat
kelak akan berakibat pada hancurnya bumi beserta isinya.
F. AKHLAK DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA
1. Kewajiban Membela Negara
Kewajiban membela Negara merupakan kewajiban seluruh warga Negara
yang ada di negeri ini, dalam rangka menyelamatkan Negara dari berbagai ancaman,
tantangan maupun gangguan terhadap kadaulatan Negara. Dalam tuntunan Islam,
membela Negara itu hukumnya wajib. Sebagai contoh, pada zaman Rasulullah
hampir seluruh penduduk negeri Madinah aktif berjuang dimedan perang untuk
membela Negara dari rongrongan musuh yang dating dari luar yaitu dari serangan
kaun kafir Quraisy. Ketika itu Negara Madinah sedang menghadapi ancaman yang
besar dari dari tentara Quraisy, maka saat itu Rasulullah mengobarkan semangat
berperang untuk membela Negara Madinah.
Dalam hal ini, Allah memberikan perintah agar kaum muslimin berjuang keras
untuk memerangi kaum musyrikin, karena kaum musyrikin itu berbuat dzalim
(aniaya) terhadap umat islam. Perintah untuk menggerakkan tentara tentara Islam ini
di jelaskan dalam al-Qur’anَ suratَ Al-Anfal ayat 65 “Haiَ Nabi,َ Kobarkanlahَ
semangat para mukmin untuk berperang. jika ada dua puluh orang yang sabar
diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan
jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat
mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum
yangَtidakَmengertiَ”Maka dalam hal ini membala Negara adalah mutlak wajib bagi
seorang muslim dan sebagai warga Negara, sebagaimana ungkapan yang
menyatakanَ“CintaَNegaraَsebagianَdariَIman”.
Membela Negara itu bukan hanya ketika Negara terancam oleh pihak luar
(penjajah) tetapi juga ketika nagara ini terancam dari dalam, misalnya
pemberontakan, penghianatan, dan penyelewengan. Kita harus membela Negara kita
dari hal-hal tersebut, supaya Negara ini tidak hancur oleh tangan-tangan yang tidak
bertanggung jawab dan yang selalu berbuat kejahatan-kejahatan.
Untukَ mengatasiَ segalaَ kemungkinanَ kehancuranَ Negaraَ iniَ dariَ kejahatan-
kejahatan,َ Rasulullahَ memberikanَ dasar-dasarَ pembelaanَ Negaraَ sebagaimanaَ
terdapatَ dalamَ Haditsَ yangَ diriwayatkanَ olehَ Muslim,
َ‫ــستــطـيعَفـَـبقـَـلبـِـه‬
ِ َ‫َوانَلـَـ ْمَي‬,‫ـه‬
َ ِ ‫سانـ‬
َ ‫ـطيـْعَفـبـِـلـِـ‬ ْ َ ‫َفـ‬,ِ‫ـنكـراَفـَـلـيـُغــيِّـ ِ ْرهَُبَـ ِـيَــده‬
ِ َ ‫اءنَلـ َ ْمَيـَـسْتـ‬ ً ُ ‫َراىَمـِـنـْكـ ُ ْمَمـ‬ ْ َ ‫مـ‬
َ ‫ـن‬
(‫َمسلم‬ ‫َ)رواه‬ ‫ـف‬
ُ َ ‫َاضْعـ‬ .‫َااليـْـ َمان‬
‫وذلك‬
Artinya : barang siapa melihat kemungkaran (kejahatan) maka rubahlah dengan
tangannya (dicegah dengan kekuatannya), apabila tidak mampu maka rubahlah
dengan mulutnya (dicegah dengan nasehat, melaporkan dsb), apabila tidak mampu
maka cegahlah dengan hatinya (membenci perbuatan tersebut) yang demikian itu
adalah selemah-lemahَiman,”(HR.َMuslim).
2. Tujuan Bela Negara
Sebagaimana telah diungkapkan pada pembahasan yang telah ada, bahwa
pembelaan Negara itu dapat dilaksanakn dalam hal mempertahankan Negara
terhadap ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik dalam maupun dari luar
negar kita. Didalam GBHN disebutkan bahwa bela negara merupakan sikap dan
tindakan yang teratur menyeluruh terpadu dan dilandasi cinta tanah air, kesadaran
berbangsa, rela berkorban guna meniadakan setiap ancaman baik dari dalam maupun
dari ;uar negeri yang membahyakan kedaulatan Negara.
Adapun fungsi dari warga negara bela negara adalah agar mampu
melaksanakan ketertiban umum, perlindungan rakyat, keamanan rakyat, dan
perlawanan rakyat dalam rangka Pertahanan dan Keamanan Negara
(HANKAMNEG). Maka tujuan negara itu untuk:
 Melaksanakan Fungsi Ketertiban Umum
Melaksanakan ketertiban umum berarti menjaga berbagi kemungkinan
yang menyebabkan terjadinya kekacauan masyarakat. Perbuatan-perbuatan yang
dapat meresahkan masyarakat luas umpamanya: mabuk-mabukan, perkelahian,
tawuran, keonaran, pengacauan, fitnah, huru-hara, pemberontakan dan
sebagainya. Dalam hal ini kita sebagai warna Negara mempunyai kewajiban
mencegah perbuatan-perbuatan yang melanggar ketertiban umum tersebut,
dengan melakukan tindakan yang sesuai dengan aturan yang dibenarkan dalam
hokum, sebagai tanggung jawab kita terhadap Negara
 Melaksanakn Fungsi Perlindungan Rakyat
Melaksanakn fungsi perlindungan rakyat berarti melakukan sikap atau
tindakan untuk mencegah terjadinya perbuatan yang merugikan rakyat dari
tindak sewenang-wenangan seperti: pemerasan, penipuan, ketidakadilan,
penganiayaandan sebagainya.
 Melaksanakan Fungsi Keamanan Rakyat
Melaksanakan fungsi keamanan rakyat berarti melakukan tidakan untuk
mengamankan rakyat dari berbagai tindak kekerasan yang merugikan
kepentingan rakyat seperti: perampokan, pencurian, pembunuhan dan
sebagainya, diantaranya dengan cara siskamling, membentuk satuan keamanan
rakyat (HANDRA, HANSIP) dsb
 Melaksanakan fungsi perlawanan rakyat.
Yaitu melakukan untuk membela negara dengan mengerahkan tenaga
atau fisik, berupa mempertahankan negara oleh rakyat secara keseluruhan untuk
menghadapi ancaman negara baik dari dalam maupun dari luar.
Ancaman dari dalam seperti melakukan pemberontakan, PKI, yang hendak
mengulingkan pemerintahan yang sah dan mengganti ideologi negara. Adapaun
ancaman dari luar seperti: gangguan terhadap negeri kita oleh bangsa lain,
penyusupan kebudayaan asing yang merusak bangsa kita, penjualan obat-obat
terlarang dari luar negeri, penjajahan bangsa asing yang harus dihadapi oleh
seluruh rakyat kita. Dalam hal ini perlu digalang kekompakan dan kesatuan
serta persatuan rakyat demi persatuan bangsa dan negara kita. Pentingnya
persatuan dan kesatuan, sebagai wujud dari kekuatan bangsa. Dipeintahkan
allah sebagaimana firmannya dalam (QS.al-imron:103) ”Berpegangَ teguhlahَ
kamu sekalian dengan agama Allah,janganlah kamu bercerai-berai,ingatlah akan
nikmat Allah atas kamu sekalian,ketika(dulu) bermusuh-musuhan,maka Allah
lunakkan hatimu,Allah menjadikan kamu karena nikmat Allah,orang-orang
yang bersaudara ketika itu kamu telah berada ditepi jurang neraka,lalu Allah
menyelamatkan kamu dari padanya,demikian Allah menerangkan ayat-
ayatnya,kepadamu,agarَkamuَmendapatَpetunjuk.”(Q.S.َAliَimron:103)

Anda mungkin juga menyukai