Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pertumbuhan penduduk saat ini merupakan isu yang sangat populer dan
mencemaskan negara-negara di dunia. Hal ini dikarenakan pertumbuhan penduduk
sangat berkaitan dan memengaruhi berbagai aspek kehidupan terutama peningkatan mutu
kehidupan atau kualitas sumberdaya manusia. Fenomena ini diistilahkan oleh para ahli
dengan istilah lonjakan penduduk (population explosion atau population bomb).
Dewasa ini perkembangan penduduk yang cepat sedang terjadi di negara negara
berkembang. Rating perkembangan tertinggi terdapat di negara Amerika Latin yaitu 2,7
persen pertahun dan kemudian menyusul benua Afrika 2,6 persen per tahun dan Asia
Selatan 2,5 persen pertahun di kawasan kawasan berkembang tidak saja menonjol ciri
ciri perkembangan penduduk yang cepat tetapi juga di kawasan ini dijumpai sejumlah
negara-negara raksasa seperti Amerika Serikat dan Cina yang di tinjau dari segi jumlah
penduduk tersebut.
Laju pertumbuhan penduduk merupakan permasalahan krusial yang dihadapi oleh
negara-negara berkembang didunia, khususnya negara-negara berpenduduk besar dan
padat seperti Indonesia. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan data dasar yang diperoleh
mengenai jumlah kelahiran, sehingga diperlukan berbagai upaya yang berkesinambungan
untuk menurunkan laju pertumbuhan penduduk. Indonesia sebagai suatu negara yang
sedang berkembang dengan penduduk terbesar nomor empat di dunia, juga menghadapi
persoalan yang serupa.
Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia senantiasa mengalami peningkatan. Hal
ini tercermin dari hasil sensus penduduk 2010, indonesia menunjukkan gejala ledakan
penduduk. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 tercatat 237,6 juta jiwa dengan laju
pertumbuhan 1,49 persen pertahun, sementara pada tahun 2008 masih tercatat 288,53
juta jiwa. Laju pertumbuhan penduduk ini jika tetap pada angka itu, pada tahun 2045
jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 450 juta jiwa. Peningkatan penduduk
yang tinggi ini akan mengakibatkan permasalahan jika tidak dikendalikan.
Maka dari data ini pemerintahan Indonesia harus melakukan tindakan agar dapat
meminimalisir jumlah pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi, dan salah satu upaya

1
yang dapat dilakukan adalah dengan memaksimalkan peranan badan atau instansi yang
berkompeten dalam menangani pertumbuhan penduduk.
Dalam proses meminimalisir pertumbuhan penduduk harus dilakukan dengan
beberapa tahap–tahap yang sudah di bentuk dengan sedemikian baiknya agar dapat
terlaksana dan berjalan dengan baik, karena di setiap saat pertumbuhan penduduk dapat
berubah–ubah, maka dari itu pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk
di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan waktu sebelumnya atau
perbandingan populasi yang dapat dihitung sebagai perubahan jumlah individu dalam
suatu populasi.
Sedangkan negara Thailand merupakan satu-satunya negara di kawasan Asia
Tenggara yang tak pernah dijajah. Dengan luas wilayah mencapai 510.000 kilometer
persegi. Thailand (Muangthai) disebut juga Negeri Gajah Putih. Negara Thailand
terbesar ke-51 di dunia dalam hal luas, tetapi ke-21 dalam hal populasi. Jumlah
penduduk di Thailand 65.479.453 jiwa pada tahun 2010 Thailand dan dengan kepadatan
132,1 per kilometer persegi.
Sementara penduduk negara itu tersebar cukup baik, sejumlah besar orang tinggal di
Bangkok dan sekitarnya Bangkok Metropolitan Region. Bangkok, yang terletak di
Central Thailand, memiliki penduduk lebih dari 9 juta, atau hampir 13% dari penduduk
negara itu. Lebih dari 14 juta (atau 22,2% dari total penduduk) hidup di Bangkok
Metropolitan Region. Ini berarti Bangkok jauh lebih besar daripada daerah perkotaan
lainnya di Thailand.
Thailand merupakan negara yang terletak di Asia Tenggara yang juga merupakan
negara transit diantara berbagai negara Asia Tenggara lainnya, yaitu Laos, Kamboja,
Myanmar, dan juga Malaysia. Thailand merupakan negara yang memiliki luas wilayah
sebesar 510.000 kilometer persegi, yang mana 40% dari wilayahnya tersebut merupakan
lahan pertanian. Walaupun sektor pertanian terus mengalami perubahan seiring dengan
perkembangan jaman, namun sektor pertanian masih tetap menjadi sektor utama dalam
pembangunan ekonomi Thailand. Sektor ini menyediakan 50% tenaga kerja pada tahun
tersebut.
Populasi Kerajaan Thai didominasi etnis Thai dan etnis Lao, yang berjumlah 3/4 dari
seluruh penduduk. Selain itu juga terdapat komunitas besar etnis Tionghoa yang secara
sejarah memegang peranan yang besar dalam bidang ekonomi. Etnis lainnya termasuk
etnis Melayu di selatan, Mon, Khmer dan berbagai suku orang bukit.

2
Sekitar 95% penduduk Kerajaan Thai adalah pemeluk
agama Buddha aliran Theravada, namun ada minoritas kecil pemeluk
agama Islam, Kristen dan Hindu. Bahasa Thai merupakan bahasa nasional Kerajaan
Thai, yang ditulis menggunakan aksaranya sendiri, tetapi ada banyak juga bahasa daerah
lainnya. Bahasa Inggris juga diajarkan secara luas di sekolah.
Ekonomi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Seiring perkembangan zaman, tentu kebutuhan terhadap manusia bertambah oleh karena
itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Perubahan
yang secara umum terjadi pada perekonomian yang dialami suatu negara seperti inflasi,
pengangguran, kesempatan kerja, hasil produksi ,dan sebagainya. Jika hal ini ditangani
dengan tepat maka suatu negara mengalami keadaan ekonomi yang stabil, karena
keadaan ekonomi sangat mempengaruhi kesejahteraan kehidupan penduduk yang ada
negara tersebut.

1.2 Perumusan Masalah


Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan makalah ini adalah :
a. Bagaimana pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi di negara Indonesia?
b. Bagaimana pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi di negara Thailand?
c. Bagaimana perbandingan pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi dari
kedua negara tersebut?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan


Adapun tujuan dan manfaat dari penulisan makalah dengan judul “Perbandingan
Pertumbuhan Penduduk dan Perkembangan Ekonomi antara Negara Indonesia dengan
Negara Thailand” adalah :
a. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui perbandingan dari pertumbuhan penduduk dan perkembangan
ekonomi antara negara Indonesia dengan negara Thailand.

b. Manfaat Penulisan

3
Untuk menambah wawasan tentang perbandingan dari pertumbuhan penduduk
dan perkembangan ekonomi antara negara Indonesia dengan negara Thailand, yang
merupakan salah satu materi dari mata kuliah kependudukan.

BAB II
PEMBAHASAN

4
2.1 Pertumbuhan Penduduk di Indonesia
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk baik pertambahan
maupun penurunannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan penduduk yaitu
kelahiran (natalitas), kematian (mortalitas) dan perpindahan penduduk (migrasi).
Kelahiran dan kematian dinamakan faktor alami, sedangkan perpindahan penduduk
dinamakan faktor non alami.
Migrasi ada dua yaitu migrasi yang dapat menambah jumlah penduduk disebut
migrasi masuk (imigrasi), dan yang dapat mengurangi penduduk disebut migrasi keluar
(emigrasi). Sebelum kita membahas perkembangan jumlah penduduk Indonesia, terlebih
dahulu perhatikanlah tabel di bawah ini.

Perkembangan Penduduk Dunia

Dari tabel tersebut menunjukan bahwa untuk mencapai jumlah penduduk dua kali
lipat waktu yang diperlukan makin lama makin singkat. Faktor penyebab utama ini
adalah adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama kemajuan di bidang
kesehatan.
Dengan kemajuan teknologi kesehatan kelahiran dapat diatur dan kematian dapat
dicegah. Ini semua mengakibatkan menurunnya angka kematian secara drastis atau
mencolok.

5
Sesuai dengan tingkat kemajuan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi maka
tiap-tiap masyarakat atau negara, pertumbuhan penduduknya mengalami 4 periode yaitu:
a. Periode I
Pada periode ini pertumbuhan penduduk berjalan dengan lambat yang ditandai
dengan adanya tingkat kelahiran dan kematian yang rendah sehingga disebut periode
statis.
b. Periode II
Tahap kedua ini angka kematian mulai turun karena adanya perbaikan gizi
makanan dan kesehatan. Akibat dari itu semua pertumbuhan penduduk menjadi cepat
mengingat angka kelahiran yang masih tinggi.
c. Periode III
Periode ini ditandai dengan tingkat pertumbuhan penduduk mulai turun. Tingkat
kematian pada periode ini stabil sampai pada tingkat rendah dan angka kelahiran
menurun, penyebabnya antara lain adanya pembatasan jumlah anggota keluarga.
d. Periode IV
Pada masa ini tingkat kematian stabil, tetapi tingkat kelahiran menurun secara
perlahan sehingga pertumbuhan penduduk rendah. Periode ini di sebut periode
penduduk stasioner.

Dari empat periode di atas, pertumbuhan penduduk Indonesia berada pada periode
kedua dan sekarang sedang menuju periode ketiga. Kemudian yang mendasari
perkembangan penduduk di Indonesia adalah banyaknya masyarakat yang menikahkan
anaknya yang masih muda. Dan gagalnya program keluarga berencana yang di usung
oleh pemerintah untuk menekan jumlah penduduk. Karena faktor–faktor tersebut tidak
berjalan dengan semestinya, maka penduduk Indonesia tidak terkendali dalam
perkembangannya. Seharusnya dengan dua orang anak cukup, maka ini lebih dari dua
orang dalam setiap suami istri.
Karena perkembangan penduduk yang sangat tidak terkendali, maka banyak
terjadinya kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, gelandangan, anak jalanan, dan
sebagainya. Dan masalah permukiman yang tidak efisien lagi. Banyaknya rumah yang
lingkungannya kumuh dapat menyebabkan berbagai macam penyakit. Oleh sebab itu,
30% penduduk Indonesia hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangan pendidikan.

6
2.2 Masalah-Masalah yang Terjadi di Indonesia Karena Pertumbuhan Penduduk
A. Pertumbuhan Penduduk dan Lingkungan Pemukiman
Bertambahnya penduduk jelas akan bertambah pula kepadatan pemukiman. Hal
ini diakibatkan bertambahnya populasi manusia yang semakin banyak. Ini jelas akan
terjadi kejenuhan yang ada di kota-kota besar seperti Jakarta. Bertambahnya
penduduk jelas mempengaruhi lingkungan seperti banyaknya sampah dan tata ruang
atau kota yang sangat buruk dan menghilangkan keindahan kota.
Berkembangnya pertambahan penduduk harus juga diikuti oleh banyaknya
lowongan kerja karena jika tidak adanya lowongan kerja akan terjadi suatu tingkat
pengangguran yang tidak sedikit. Jika hal ini tidak diperhatikan maka akan banyak
tingkat kriminal. Lingkungan yang banyak penduduknya biasanya dapat mengurangi
keindahan tempat memukiman terseebut seperti banyaknya sampah karena
banyaknya penduduk yang membuang sampah sembarangan.

B. Pertumbuhan Penduduk dan Tingkat Pendidikan


Pertumbuhan penduduk yang relatif (masih) tinggi ini merupakan suatu masalah
yang terus diupayakan pengendalian pertumbuhannya. Hal ini, jika tidak dilakukan
sedini mungkin, akan berpengaruh terhadap mutu kehidupan yang kian hari makin
merosot. Salah satu hal yang dilakukan yaitu melalui program Keluarga Berencana
dengan berbagai caranya yaitu penggunaan alat-alat kontrasepsi. Namun berbagai
hambatan baik berupa agama, adat dan alasan ekonomi turut berperan; walaupun
tujuan program ini sangat penting dalam menunjang meningkatnya taraf hidup
keluarga.
Salah satu langkah yang penting guna menunjang dan menyadarkan penduduk
tentang tujuan program keluarga berencana, yaitu melalui pendidikan. Sebab pada
prinsipnya bahwa pendidikan selalu membawa penduduk ke arah perubahan
pemikiran yang positif dalam menunjang pembangunan, yaitu peningkatan taraf
hidup penduduk guna mencapai tujuan pembangunan nasional.

7
C. Pertumbuhan Penduduk dan Penyakit yang Berkaitan dengan Lingkungan
Hidup
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk baik pertambahan
maupun penurunannya. Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
penduduk adalah kelahiran, kematian, dan perpindahan penduduk. Kelahiran dan
kematian dinamakan faktor alami sedangkan perpindahan penduduk adalah faktor
non alami. Migrasi ada dua yaitu migrasi masuk yang artinya menambah jumlah
penduduk sedangkan migrasi keluar adalah mengurangi jumlah penduduk. Migrasi
itu biasa terjadi karena pada tempat orang itu tinggal kurang ada fasilitas yang
memadai. Selain itu juga kebanyakan kurangnya lapangan kerja. Maka dari itu
banyaklah orang yang melakukan migrasi.
Dalam dalam masalah ini maka penduduk tidak akan jauh dengan masalah
kesehatan atau penyakit yang melanda penduduk tersebut, dikarenakan lingkungan
yang kurang terawat ataupun pemukiman yang kumuh, seperti limbah pabrik,
selokan yang tidak terawat yang menyebabkan segala penyakit akan melanda para
penghuni wilayah tersebut yang mengakibatkan kematian dan terjadi pengurangan
jumlah penduduk.
Untuk menjamin kesehatan bagi semua orang di lingkunan yang sehat, perlu
jauh lebih banyak daripada hanya penggunaan teknologi medikal, atau usaha sendiri
dalam semua sektor kesehatan.
Usaha-usaha secara terintegrasi dari semua sektor, termasuk organisasi-
organisasi, individu-individu, dan masyarakat, diperlukan untuk pengembangan
pembangunan sosio-ekonomi yang berkelanjutan dan manusiawi, menjamin dasar
lingkungan hidup dalam menyelesaikan masalah-masalah kesehatan.
Seperti semua makhluk hidup, manusia juga bergantung pada lingkungannya
untuk memenuhi keperluan-keperluan kesehatan dan kelangsungan hidup.
Kesehatanlah yang akan terancam apabila lingkungan tidak lagi memenuhi
kebutuhan-kebutuhan manusia akan makanan, air, sanitasi, dan tempat perlindungan
yang cukup dan aman karena kurangnya sumber-sumber atau distribusi yang tidak
merata.
Kesehatan manusia adalah keperluan dasar untuk pembangunan berkelanjutan.
Tanpa kesehatan, manusia tidak dapat membangun apa pun, tidak dapat menentang
kemiskinan, atau melestarikan lingkungan hidupnya. Sebaliknya, pelestarian

8
lingkungan hidup merupakan hal pokok untuk kesejahteraan manusia dan proses
pembangunan. Lingkungan yang sehat menghasilkan masyarakat yang sehat,
sebaliknya lingkungan yang tidak sehat menyebabkan banyak masyarakat yang tidak
sehat pula.

D. Pertumbuhan Penduduk dan Masalah Gizi


Masalah kemiskinan, kelaparan dan kekurangan gizi menjadi masalah kompleks
dan saling terkait. Diperlukan upaya jangka pendek dalam memenuhi kebutuhan
pangan yang sinergis dengan upaya jangka panjang sehingga mampu
memberdayakan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pangannya sendiri.
Dalam pencapaian pembangunan MDGs terkait upaya peningkatan
kelangsungan hidup anak di masa mendatang, pada tahun 2015 setiap negara harus
berupaya terus untuk menurunkan separuh jumlah penduduk miskin dan kelaparan.
Menurut laporan Food and Agriculture Organization (FAO), terdapat sekitar 907 juta
penduduk di negara berkembang mengalami kekurangan pangan.
Diperkirakan 10.9 juta anak balita meninggal setiap tahun yang disebabkan oleh
kekurangan gizi mencapai 60%. Saat ini terdapat sekitar 18% anak balita (3.2 juta)
menderita kekurangan gizi yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia.
Dalam menanggulangi masalah gizi, Pemerintah terus berupaya melalui
berbagai program, seperti penimbangan yang dilaksanakan di Posyandu dan Rumah
Pemulihan Gizi. Gunanya untuk mendeteksi adanya bayi dan anak balita dengan gizi
kurang sehingga bisa cepat dilakukan penanganan, baik di Puskesmas maupun di
rumah sakit.
Program Walk the World 2010 diselenggarakan setiap tahun, serentak di seluruh
penjuru dunia. Kegiatan ini terlaksana dalam bentuk gerak jalan sejauh 5 km guna
menggalang dan meningkatkan kepedulian masyarakat dalam program World Food
Programme (WFP). Program ini diharapkan dapat membantu masyarakat, khususnya
masyarakat miskin yang masih mengalami kekurangan pangan, terutama pada
kelompok anak balita dan anak sekolah agar mendapatkan asupan gizi seimbang
untuk menjamin tumbuh kembang yang optimal serta hidup sehat.

2.3 Perkembangan Ekonomi di Indonesia


A. Perekonomian Indonesia Masa Orde Lama (1945-1966)

9
Pada awal kemerdekaan, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah perubahan
struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, yang bertujuan untuk
memajukan industri kecil untuk memproduksi barang pengganti impor yang pada
akhirnya diharapkan mengurangi tingkat ketergantungan luar negeri. Sistem moneter
tentang perbankan khususnya bank sentral masih berjalan seperti wajarnya. Hal ini
dibuktikan dengan adanya hak ekslusif untuk mencetak uang dan memegang
tanggung jawab perbankan untuk memelihara stabilitas nasional. Bank Indonesia
mampu menjaga tingkat kebebasan dari pengambilan keputusan politik.
Masa orde lama dimulai dari tanggal 17 Agustus 1945 saat Indonesia merdeka.
Pada saat itu, keadaan ekonomi Indonesia mengalami kegiatan produksi terhenti
pada tingkat inflasi yang tinggi. Indonesia pernah mengalami sistem politik yang
demokratis yakni pada periode 1949 sampai 1956. Pada tahun tersebut, terjadi
konflik politik yang berkepanjangan dimana rata-rata umur kabinet hanya dua tahun
sehingga pemerintah yang berkuasa tidak fokus memikirkan masalah-masalah sosial
dan ekonomi yangterjadi pada saat itu.
Pemerintahan pada masa orde lama dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Pada masa awal kemerdekaan, keadaan ekonomi Indonesia sangat buruk,
yang antara lain disebabkan oleh :
 Inflasi yang sangat tinggi, hal ini disebabkan karena beredarnya lebih dari
satu mata uang secara tidak terkendali. Berdasarkan teori moneter,
banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat
harga.
 Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk
menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
 Kas Negara kosong.
 Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan ekonomi,antara
lain :
 Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan RI
Surachman pada bulan Juli 1946.

10
 Upaya menembus blokade, mengadakan kontak dengan perusahaan
swasta Amerika, dan menembus blockade Belanda di Sumatera dengan
tujuan ke Singapura dan Malaysia.
 Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh
kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi
yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah
sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
 Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari
1947.
 Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948,
mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
 Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan
beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada
pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (mengikuti Mazhab
Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
2. Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Permasalah ekonomi yang dihadapi oleh bangsa Indonesia masih sama
seperti sebelumnya. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah
ekonomi, antara lain :
 Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan
wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa
bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang
tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi
serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar
nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional.
Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung
konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi. Pada
kabinet ini untuk pertama kalinya terumuskan suatu perencanaan
pembangunan yang disebut Rencana Urgensi Perekonomian (RUP).
 Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15
Desember 1951 lewat UU No. 24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank
sentral dan bank sirkulasi.

11
 Sistem ekonomi Ali (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr.
Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha
Cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan
memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah
menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional.
Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang
berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan
bantuan kredit dari pemerintah.
 Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk
pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha
Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha
pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
3. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia
menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia
menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah).
Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran
bersama dan persamaan dalam sosial, politik, dan ekonomi. Akan tetapi,
kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum
mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
 Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang
sebagai berikut : Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas
pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang
melebihi 25.000 dibekukan.
 Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi
sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru
mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada
1961-1962 harga barang-baranga naik 40%.
 Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang
senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya
dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah
baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah
untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.

12
B. Masa Orde Baru (1966-1997)
Pada awal orde baru, stabilisasi ekonomi dan stabilisasi politik menjadi prioritas
utama. Program pemerintah berorientasi pada usaha pengendalian inflasi,
penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.
Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi
kurang lebih 650 persen per tahun.
Setelah melihat pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal
ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan
sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi
campuran dalam kerangka sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan
praktek dari salah satu teori Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam
perekonomian secara terbatas.
Jadi, dalam kondisi-kondisi dan masalah-masalah tertentu, pasar tidak dibiarkan
menentukan sendiri. Misalnya dalam penentuan UMR dan perluasan kesempatan
kerja. Ini adalah awal era Keynes di Indonesia. Kebijakan-kebijakan pemerintah
mulai berkiblat pada teori-teori Keynesian. Kebijakan ekonominya diarahkan pada
pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan
pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja,
kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran
pembangunan, dan peradilan.
Maka sejak tahun 1969, Indonesia dapat memulai membentuk rancangan
pembangunan yang disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA).
Berikut penjelasan singkat tentang beberapa REPELITA :
 REPELITA I (1967-1974) mulai berlaku sejak tanggal 1 april 1969. Tujuan yang
ingin dicapai adalah pertumbuhan ekonomi 5% pertahun dengan sasaran yang
diutamakan adalah cukup pangan, cukup sandang, perbaikan prasarana terutama
untuk menunjang pertanian. Tentunya akan diikuti oleh adanya perluasan
lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
 REPALITA II (1974-1979) target pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 7,5% per
tahun. Prioritas utamanya adalah sektor pertanian yang merupakan dasar untuk
memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri dan merupakan dasar tumbuhnya
industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.

13
 REPALITA III (1979-1984) prioritas tetap pada pembangunan ekonomi yang
dititikberatkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan, serta
peningkatan industri yang mengolah bahan baku menjadi bahan jadi.
 REPALITA IV (1984-1989) adalah peningkatan dari REPELITA III. Peningkatan
usaha-usaha untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat, mendorong pembagian
pendapatan yang lebih adil dan merata, memperluas kesempatan kerja.
Prioritasnya untuk melanjutkan usaha memantapkan swasembada pangan dan
meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri.
Jika ditarik kesimpulan maka pembangunan ekonomi menurut REPELITA
adalah mengacu pada sektor pertanian menuju swasembada pangan yang diikuti
pertumbuhan industri bertahap.
Kelebihan pada masa orde baru adalah perkembangan GDP per kapita Indonesia
yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari
AS$1.000, sukses transmigrasi, sukses KB, sukses memerangi buta huruf, sukses
swasembada pangan, pengangguran minimum, sukses REPELITA (Rencana
Pembangunan Lima Tahun), sukses gerakan wajib belajar, sukses gerakan nasional
orang tua asuh, sukses keamanan dalam negeri, investor asing mau menanamkan
modal di Indonesia, dan sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk
dalam negeri.
Namun dari kelebihan diatas tetap saja ada kekurangan pada masa orde baru,
yaitu maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme; pembangunan Indonesia yang tidak
merata dan timbulnya kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah;
munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan
pembangunan, terutama di Aceh dan Papua; kecemburuan antara penduduk setempat
dengan para transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar
pada tahun-tahun pertamanya; bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan
pendapatan yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin); kritik dibungkam dan
oposisi diharamkan; kebebasan pers sangat terbatas; penggunaan kekerasan untuk
menciptakan keamanan, antara lain dengan program “Penembakan Misterius”
(petrus).

C. Masa Reformasi

14
Pemerintahan reformasi diawali pada tahun 1998. Peristiwa ini dipelopori oleh
ribuan mahasiswa yang berdemo menuntut presiden Soeharto untuk turun dari
jabatannya dikarenakan pemerintahan Bapak Soerhato dianggap telah banyak
merugikan Negara dan banyak yang melakukan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
(KKN).
Tahun 1998 merupakan tahun terberat bagi pembangunan ekonomi di Indonesia
sebagai akibat krisis moneter di Asia yang dampaknya sangat terasa di Indonesia.
Nilai rupiah yang semula 1 US$ senilai Rp. 2.000,- menjadi sekitar Rp. 10.000,-
bahkan mencapai Rp. 12.000,- (5 kali lipat penurunan nilai rupiah terhadap dolar).
Artinya, nilai Rp. 1.000.000,- sebelum tahun 1998 senilai dengan 500 US$ namun
setelah tahun 1998 menjadi hanya 100 US$.
Hutang Negara Indonesia yang jatuh tempo saat itu dan harus dibayar dalam
bentuk dolar, membengkak menjadi lima kali lipatnya karena uang yang dimiliki
berbentuk rupiah dan harus dibayar dalam bentuk dolar Amerika. Ditambah lagi
dengan hutang swasta yang kemudian harus dibayar Negara Indonesia sebagai syarat
untuk mendapat pinjaman dari International Monetary Fund (IMF). Tercatat hutang
Indonesia membengkak menjadi US$ 70,9 milyar (US$20 milyar adalah hutang
komersial swasta). Pemerintahan reformasi dari tahun 1998 sampai sekarang sudah
mengalami beberapa pergantian presiden, antara lain yaitu :
1. Bapak B.J Habibie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
Pada saat pemerintahan presdiden B.J Habibie yang mengawali masa
reformasi belum melakukan perubahan-perubahan yang cukup berarti di bidang
ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk menstabilkan keadaan
politik di Indonesia. Presiden B.J Habibie jatuh dari pemerintahannya karena
melepaskan wilayah Timor-Timor dari Wilayah Indonesia.
2. Bapak Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001)
Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun belum ada
tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan.
Kepemimpinan Abdurraman Wahid berakhir karena pemerintahannya
mengahadapi masalah konflik antar etnis dan antar agama.
3. Ibu Megawati (23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004)
Masa kepemimpinan Megawati mengalami masalah-masalah yang mendesak
yang harus diselesaikan yaitu pemulihan ekonomi dan penegakan hukum.

15
Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasai persoalan-persoalan
ekonomi antara lain :
 Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada
pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri
sebesar Rp 116.3 triliun.
 Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di
dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari
intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil
penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi
4,1%. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang
diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. Megawati bermaksud mengambil
jalan tengah dengan menjual beberapa aset negara untuk membayar hutang
luar negeri. Akan tetapi, hutang negara tetap saja menggelembung karena
pemasukan Negara dari berbagai asset telah hilang dan pendapatan Negara
menjadi sangat berkurang.
4. Bapak Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004 – 20 Oktober 2014)
Masa kepemimpinan SBY terdapat kebijakan yang sikapnya kontroversial
yaitu :
 Mengurangi subsidi BBM atau dengan kata lain menaikkan harga BBM.
Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran
subsidi BBM dialihkan ke sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-
bidang yang mendukung kesejahteraan masyarakat.
 Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial
kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin.
Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya
menimbulkan berbagai masalah sosial.
 Mengandalkan pembangunan infrastruktur masal untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji
memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian
Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan
para investor dengan kepala-kepala daerah. Investasi merupakan faktor utama
untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan
pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor,

16
terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi undang-undang
ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan
jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
 Lembaga kenegaraan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang dijalankan
pada pemerintahan SBY mampu memberantas para koruptor tetapi masih
tertinggal jauh dari jangkauan sebelumnya karena SBY menerapkan sistem
Soft Law bukan Hard Law. Artinya SBY tidak menindak tegas orang-orang
yang melakukan KKN sehingga banyak terjadi money politic dan koruptor-
koruptor tidak akan jera dan banyak yang mengulanginya. Dilihat dari semua
itu Negara dapat dirugikan secara besar-besaran dan sampai saat ini
perekonomian Negara tidak stabil.
 Program konversi bahan bakar minyak ke bahan bakar gas dikarenakan
persediaan bahan bakar minyak semakin menipis dan harga di pasaran tinggi.
 Kebijakan impor beras, tetapi kebijakan ini membuat para petani menjerit
karena harga gabah menjadi anjlok atau turun drastis.
 Pada tahun 2006 Indonesia melunasi seluruh sisa hutang pada IMF
(International Monetary Fund). Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak
lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam
negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat,
setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya
dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa
di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini
disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit
perbankan ke sektor riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka
menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sektor riil kurang dan berimbas
pada turunnya investasi. Pengeluaran Negara pun juga semakin membengkak
dikarenakan sering terjadinya bencana alam yang menimpa negeri ini.

2.4 Pertumbuhan Penduduk di Thailand


Negara Thailand merupakan salah satu pusat budaya dana ekonomi terkemuka di
Asia Tenggara. Thailand memiliki luas 510.000 kilometer atau seukuran dengan negara
perancis. Thailand juga dikenal sebagai sukothai. Pada awalnya dikenal sebagai wilayah

17
Buddhis agama dan wilayah itu dibagi menjadi beberapa kerajaan seperti Lanna, Lan
Chang, dan Sukothai.
Sensus nasional resmi terakhir dilakukan di Thailand kembali pada tahun 2010 dan
penduduk resmi negara dinyatakan di 65.479.453. Estimasi saat ini menunjukkan 2016
penduduk di Thailand dari 68.100.000, meningkat dari perkiraan 2014 sebesar 67,7 juta
menjadikannya negara terpadat ke-21 di bumi (downgrade dari posisinya sebagai nomor
19 tahun 2012).
Suku yang terbesar di Thailand adalah suku Thai (75%), Tionghoa (14%), suku
Melayu (4%), Khmer (3%), lainnya (4%0. Sebagian besar penduduknya beragama
Buddha. Mereka tinggal di daerah utara dan tengah. Sementara agama Islam berkembang
di daerah selatan. Jumlah penduduknya 65.479.453 jiwa pada tahun 2010 Thailand dan
dengan kepadatan 132,1 per kilometer persegi. Bahasa Thai merupakan bahasa bunyi
(fonal languange) dan memiliki huruf tersendiri.
Harapan hidup untuk warga negara Thailand rata-rata juga tumbuh tetapi ada banyak
ancaman terhadap populasi. Ini diterima secara luas bahwa AIDS telah mencapai
proporsi epidemi di negara ini dan di hari ini, setidaknya 700.000 warga Thailand yang
HIV positif atau AIDS. Ini merupakan 2% dari penduduk laki-laki dan 1,5% dari
populasi wanita. Sebagai perbandingan, persentase global orang yang hidup dengan
AIDS adalah sekitar 0,8% per tahun 2014.
Tingkat kematian dalam kaitannya dengan AIDS tampaknya menarik klaim yang
sangat berbeda dan tokoh-tokoh sangat bervariasi antara 30.000 dan 50.000 kematian
terkait AIDS setiap tahun.
Secara keseluruhan, bagaimanapun, pendidikan kesehatan masyarakat diyakini telah
menyebabkan kenaikan angka harapan hidup dan 2013 perkiraan WHO menyarankan
bahwa saat ini berdiri di 75,0 tahun untuk total populasi yang dapat dibagi menjadi 71,5
tahun untuk pria dan 78,8 tahun untuk wanita.

2.5 Perkembangan Ekonomi di Thailand


Thailand merupakan negara monarki konstitusi yang terletak di Asia Tenggara yang
juga merupakan negara transit diantara berbagai negara Asia Tenggara lainnya, yaitu
Laos, Kamboja, Myanmar, dan juga Malaysia. Thailand merupakan negara yang
memiliki luas wilayah sebesar 514.000 kilometer persegi, yang mana 40% dari
wilayahnya tersebut merupakan lahan pertanian. Adapun rata-rata pertumbuhan populasi

18
penduduknya sebesar 1,2% dalam dua dekade terakhir. Jumlah populasi di Thailand pada
tahun 2004 telah mencapai 6.242 juta orang. Sebanyak 31% dari populasi tersebut
tinggal di area perkotaan dan sebagian besar bertempat tinggal di ibukota Thailand,
Bangkok. Walaupun sektor pertanian terus mengalami perubahan seiring dengan
perkembangan jaman, namun sektor pertanian masih tetap menjadi sektor utama dalam
pembangunan ekonomi Thailand. Sektor ini menyediakan 50% tenaga kerja pada tahun
tersebut.
Thailand sendiri telah mengimplementasikan five year development plans sejak
tahun 1961. Rancangan inilah yang mengarahkan kebijakan ekonomi Thailand secara
signifikan dari yang awalnya tertutup menjadi lebih terbuka terhadap pihak asing
terutama pasca Perang Dunia Kedua. Rencana arah dan formulasi ekonomi serta
pembangunan sosial di Thailand dipengaruhi oleh kolaborasi antara kinerja dari World
Bank dan lembaga pemerintahan Thailand. Pada masa itu, pemerintah juga menciptakan
lembaga ekonomi baru di bawah Perdana Menteri yaitu National Economic and Social
Development Board (NESDB), The Bureau of the Budget (BOB), dan The Board of
Investment (BOI). National Economic and Social Development Board (NESDB), The
Bureau of the Budget (BOB), Menteri Keuangan, dan Bank Thailand merupakan
lembaga pemerintahan yang mengurusi bidang manajemen ekonomi makro. Sejak
implementasi dari five years development plans tersebut, pertumbuhan ekonomi
Thailand mengalami peningkatan yang signifikan sampai munculnya krisis ekonomi di
tahun 1997.
Selama tahun 1960-1969, laju pertumbuhan Gross Domestict Product (GDP) adalah
sebesar 7,2%. Angka ini menurun menjadi 6,3% dalam dekade berikutnya. Pada paruh
pertama tahun 1980-an, resesi global menyebabkan laju pertumbuhan Gross Domestict
Product (GDP) turun mencapai angka 5,4%. Namun kembali meningkat secara signifikan
pada paruh kedua tahun 1980-an, pemulihan ekonominya dimulai pada akhir tahun 1986
dan terus berlanjut sampai dengan tahun 1995. Pertumbuhan Gross Domestict Product
(GDP) Thailand menyentuh angka 10,3% dari tahun 1985-1990, kemudian mencapai
8,6% dalam lima tahun kedepannya. Terbukanya pasar Thailand secara internasional
memiliki kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Thailand melalui
pertumbuhan laju ekspor, investasi langsung, dan investasi portofolio atau tidak
langsung.

19
Ekonomi Thailand juga telah mendapatkan keuntungan sendiri dari ekspor, berkat
melimpahnya kekayaan alam yang dimilikinya. Beras mendominasi ekspor Thailand
sampai dengan tahun 1980-an. Sumber kekayaan alam lainnya adalah jagung, tapioka,
dan karet. Kemudian produk industri padat karya seperti mainan, perhiasan, garmen, dan
tekstil telah mendominasi ekspor Thailand di tahun 1980-an. Basis produksi industri
manufaktur lainnya adalah produk buah kalengan dan gula. Ekspor Thailand dapat
diklasifikasikan menjadi dua produk utama yaitu produk industri manufaktur dan produk
berbasis sumber daya alam. Sumber daya melalui kekayaan alam hanya memberikan
18.39% nilai ekspor pada tahun 1993 termasuk produk pertanian, produk perikanan, dan
produk hasil tambang. Di tahun yang sama, industri manufaktur mendominasi ekspor
dengan nilai total sebesar 80.42%. Pada tahun 2000, produk berbasis sumber daya alam
tetap berada di tingkatan yang rendah yaitu sekitar 11.53%, sedangkan nilai hasil dari
industri manufaktur terus mengalami peningkatan dan mencapai 85,54%. Peningkatan ini
terus terjadi selama beberapa dekade terakhir yang juga mencapai 50% dari nilai total
ekspor Thailand yang tercatat di tahun 1998, serta mencapai 57,28% di tahun 2000.
Adapun arah pembangunan ekonomi nasional yang dilakukan dari tahun 1961-2000
telah menyebabkan kesenjangan pendapatan antar daerah, ketimpangan dalam
pemanfaatan sumber daya alam, dan ekonomi makro. Hal ini dapat dilihat dari tingkat
kemiskinan di Thailand telah mengalami penurunan yang signifikan dari tahun 1961-
2000, namun ketidakmerataan pendapatan di Thailand juga mengalami peningkatan
secara signifikan pada waktu itu. Kemiskinan terkonsentrasikan di daerah pedesaan
dengan tingkat pendidikan rendah yang daerahnya tidak terlalu luas. Tingkat pendapatan
yang rendah, pendidikan serta akumulasi kapital yang kurang, menyebabkan penduduk
pedesaan tidak dapat mensejajarkan diri dengan mayoritas masyarakat yang tinggal di
wilayah perkotaan.
Pembangunan ekonomi nasional Thailand yang terlalu difokuskan pada
pertumbuhan sektor manufaktur telah membuat ketidakseimbangan dan ketidakadilan
dalam kehidupan sosial di Thailand. Hal ini dapat dilihat dari penurunan nilai pangsa
pasar dari sektor pertanian yang ada di Thailand pada tahun 2001 yang mengalami
penurunan sebesar 10% dari jumlah total Gross Domestict Product (GDP), sedangkan
jumlah tenaga kerja dalam sektor ini mencapai 50% dari total angkatan kerja di Thailand.
Selain itu, Bangkok dan kota-kota besar lainnya di Thailand merupakan basis produksi
dari sektor manufaktur dan kegiatan terkait. Hal ini menyebabkan Bangkok dan kota-

20
kota besar lainnya mengalami perkembangan lebih cepat dari kota-kota lainnya yang ada
di Thailand. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pendapatan per kapita di Bangkok yang
empat kali lebih tinggi dari jumlah pendapatan rata-rata negara yang menunjukkan
bahwa terdapat kesenjangan yang besar dalam pembangunan daerah di Thailand.
Ketidakseimbangan ekonomi makro terjadi dalam pembangunan ekonomi nasional
di Thailand yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari
adanya kesenjangan investasi tabungan dari masyarakat Thailand yang menyebabkan
defisit pada anggaran pemerintahan. Jika dikaitkan dengan daya saing internasional,
produktivitas Thailand masih sangat rendah yang ditandai dengan pertumbuhan total
faktor produksi yang masih belum bisa dimaksimalkan. Kurang maksimalnya faktor
produksi yang ada di Thailand ini dapat dilihat dari jumlah tenaga kerja di Thailand yang
sebagian besar hanya menempuh pendidikan sekolah dasar yang membuat lebih susah
untuk memproduksi kualitas produk yang lebih tinggi.
Pada akhirnya jalur dan kebijakan pembangunan yang lemah di Thailand ini
menyebabkan terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997. Krisis ekonomi ini bukanlah
hasil dari satu peristiwa tertentu, tetapi lebih kepada hasil dari suatu proses yang terkait
dalam pembangunan yang dilakukan dengan kebijakan-kebijakan yang lemah, institusi
dan manajemen yang lemah yang menyebabkan pembangunan yang dilakukan menjadi
tidak seimbang. Dengan kata lain, krisis ini disebabkan oleh banyak faktor, termasuk
tingkat volatilitas pasar keuangan internasional, tata kelola perusahaan yang lemah,
kegagalan kebijakan domestik, serta korupsi yang terjadi dalam pemerintahan.
Adanya krisis ekonomi dan politik menyebabkan suatu perubahan mendasar di
Thailand. Berbagai indikator makro ekonomi menunjukkan angka negatif setelah
menikmati pertumbuhan pesat dalam hampir satu dekade. Secara ekonomi, pemerintahan
yang sedang berkuasa menjadi tidak lagi memiliki legitimasi. Akibatnya, pemerintahan
Thailand menjadi tidak mampu untuk mengambil kebijakan ekonomi yang efektif dan
tegas dalam rangka memperbaiki kepercayaan investor yang sudah terlanjur menarik
keluar investasi asing mereka. Ketidakmampuan pemerintah yang sedang berkuasa untuk
mengambil berbagai langkah mengatasi krisis ekonomi juga semakin meningkatkan
tuntutan berbagai lapisan masyarakat kepada pemerintah.
Adapun pihak yang memiliki pengaruh dan peran dalam menyebabkan krisis
ekonomi 1997 secara politik adalah teknokrat atau birokrasi. Para teknokrat bertanggung
jawab terhadap kebijakan-kebijakan makro ekonomi di Thailand. Sebagai aparatur

21
penting dalam pemerintahan, teknokrat dipandang sebagai pihak yang paling
bertanggung jawab dan dipersalahkan atas terjadinya krisis ekonomi, khususnya mereka
yang berada di Bank of Thailand (BoT). Krisis ekonomi 1997 menunjukkan lemahnya
kemampuan Bank of Thailand (BoT) dalam mengantisipasi apresiasi nilai tukar riil mata
uang Bath terhadap dollar Amerika Serikat.
Krisis tahun 1997 juga telah mengakibatkan terjadinya pertumbuhan negatif dalam
perekonomian Thailand sebesar 1,4%. Resesi ini berlanjut di tahun 1998 dengan
pertumbuhan negatif sebesar 10,5%. Hal ini juga tidak terlalu banyak mengalami
perubahan pada masa pemulihan perekonomian di tahun 1999, yang mana target
pertumbuhan positif dari perekonomian Thailand bahkan belum mencapai angka 5%
sampai dengan tahun 2001. Krisis ini menggambarkan bahwa adanya ketidakmampuan
para pengambil kebijakan ekonomi Thailand dalam menjaga keberlanjutan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dalam perekonomian Thailand.
Dampak sosial dari krisis ini sendiri mencakup berbagai masalah. Salah satu
masalah utama yang muncul dari adanya krisis ini adalah tingkat pengangguran yang
tinggi di berbagai daerah di Thailand. Pengangguran sendiri mencerminkan adanya
penderitaan sosial masyarakat yang berkaitan dengan berkurangnya pendapatan,
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar serta menurunnya kualitas hidup
seseorang. Berdasarkan data dari Department of Labor Protection and Welfare di
Thailand (1999), menunjukkan bahwa sekitar 4.900 perusahaan di Thailand yang
bangkrut akibat terjadinya krisis pada tahun 1997, yang menyebabkan mereka
merumahkan sekitar 408.967 pekerjanya. Sementara antara Januari-Agustus tahun 1998
sekitar 2.600 perusahaan yang ditutup dan sekitar 222.950 pekerja yang diberhentikan.
Masalah sosial lainnya yang muncul pada saat terjadinya krisis adalah semakin
berkurangnya anggaran pemerintah Thailand yang disebabkan adanya penurunan
pendapatan pemerintah. Hal ini menyebabkan pemerintah Thailand mengurangi anggaran
dari beberapa program sosial yang telah dijalankan sebelumnya. Program sosial
pemerintah dalam bidang transportasi dan komunikasi merupakan program-program
yang mengalami pengurangan paling banyak pada saat terjadinya krisis tahun 1997.
Berkurangnya anggaran pemerintah ini menimbulkan kekhawatiran pada masalah
pengembangan sumber daya manusia di Thailand. Hal ini juga diperjelas dengan data
yang menunjukkan semakin meningkatnya jumlah siswa yang mengeluarkan diri dari
sekolah dan universitas di Thailand sejak terjadinya krisis pada tahun 1997. Peningkatan

22
ini juga dapat dilihat sebagai salah satu dampak yang diberikan oleh adanya pengurangan
pendapatan orang tua siswa yang menyebabkan anak-anak mereka berhenti dari sekolah
dan universitas untuk mencari pekerjaan agar bisa memenuhi kebutuhan keluarganya.
Sebuah survey yang dilakukan Ministry of Education menunjukkan bahwa terdapat lebih
dari 45.000 siswa telah terpengaruh akibat banyaknya orang tua mereka yang kehilangan
pekerjaan.
Selain itu, pemerintah juga memotong pengeluaran biaya mereka dalam bentuk
beasiswa pemerintah, yang membuat semakin melemahnya pengembangan sumber daya
manusia di sektor ini. Krisis ini juga tidak hanya mempengaruhi siswa. Sekolah swasta
dan negeri juga terkena dampak dari adanya pengurangan anggaran dan semakin
meningkatnya biaya pendidikan. Sekolah-sekolah swasta di Thailand tercatat belum
melunasi gaji para pengajarnya yang mencapai angka 932 juta pada semester kedua
tahun 1997. Sedangkan sekolah-sekolah negeri di Thailand mengalami pengurangan
anggaran untuk alat tulis, gaji pengajar, dan makanan. Adanya pertumbuhan negatif yang
menyebabkan terjadinya pengurangan pendapatan dan anggaran dalam bidang jasa
kemasyarakatan inilah yang pada akhirnya melemahkan pengembangan sumber daya
manusia di Thailand.
Sejarah pembangunan ekonomi nasional Thailand yang telah dijelaskan di atas dapat
dilihat bahwa meskipun arah pembangunan ekonomi nasional Thailand telah
menciptakan pertumbuhan ekonomi dan juga telah berhasil dalam berbagai aspek, namun
hal ini menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan yang juga menghasilkan
pembangunan yang tidak berkelanjutan dan krisis ekonomi. Krisis ekonomi yang terjadi
di Thailand ini juga pada akhirnya memaksa Thailand untuk mulai mengevaluasi kembali
nilai-nilai individu dan nasional, serta kebijakan dan praktek pembangunan ekonomi
nasional yang telah dijalankan sebelumnya untuk bisa keluar dari keadaan krisis dan
beralih ke pembangunan sosial, ekonomi, dan manusia yang berkelanjutan. Hal ini perlu
untuk dilakukan karena arah pembangunan ekonomi nasional Thailand yang lama tidak
sepenuhnya dapat diandalkan, sehingga diperlukan suatu paradigma baru dalam
pembangunan ekonomi nasional Thailand kedepannya.

2.6 Perbandingan Pertumbuhan Penduduk dan Perkembangan Ekonomi antara


Negara Indonesia dengan Negara Thailand

23
Dalam pertumbuhan penduduk di Indonesia terdapat beberapa masalah yang
dikarenakan perkembangan penduduk yang tidak terkendali. Seperti bertambahnya
penduduk akan mempengaruhi keadaan lingkungan, tingkat pendidikan, penyakit yang
akan timbul, serta masalah gizi.
Namun pemerintah Indonesia terus berupaya untuk melakukan penanggulangan
masalah-masalah tersebut. Seperti diadakannya penyuluhan melalui berbagai media
tentang peduli terhadap lingkungan, kemudian diadakannya wajib belajar 12 Tahun,
diberlakukannya kartu jaminan kesehatan, dan berbagai program dari tenaga kesehatan
untuk mendeteksi dini masalah gizi agar dapat meminimalisirkan terjadinya kekurangan
gizi.
Sedangkan di negara Thailand mempunyai pertumbuhan penduduk yang tinggi
namun juga memperhitungkan tingginya kematian karena AIDS, hal ini dapat dilihat
sebagai harapan hidup yang rendah, tingginya tingkat kematian bayi, rendahnya tingkat
pertumbuhan terhadap populasi, dan perubahan pada penyebaran oleh usia dan jenis
kelamin yang tidak sesuai harapan.
Kemudian perekonomian Indonesia sejak masa penjajahan, pemerintahan masa orde
lama hingga masa reformasi masih mengalami beberapa gejolak. Perekonomian
Indonesia masih jatuh bangun hingga sekarang. Hal itu dapat dilihat dari kemiskinan
yang masih ada, pengangguran tingkat tinggi dikarenakan jumlah lapangan pekerjaan
yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah angkatan kerja, maraknya para koruptor
karena kurang tegasnya hukum ditegakkan, masih terjadi kesenjangan ekonomi antara
penduduk yang miskin dan yang kaya, dan banyaknya hutang negara Indonesia terhadap
negara lain.
Sedangkan di negara Thailand yang merupakan negara monarki konstitusi juga
mengalami jatuh bangun dalam hal perekonomian. Dapat dilihat bahwa meskipun arah
pembangunan ekonomi nasional Thailand telah menciptakan pertumbuhan ekonomi dan
juga telah berhasil dalam berbagai aspek, namun hal ini menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan yang juga menghasilkan pembangunan yang tidak berkelanjutan dan
krisis ekonomi.
Krisis ekonomi yang terjadi di Thailand ini juga pada akhirnya memaksa Thailand
untuk mulai mengevaluasi kembali nilai-nilai individu dan nasional, serta kebijakan dan
praktek pembangunan ekonomi nasional yang telah dijalankan sebelumnya untuk bisa
keluar dari keadaan krisis dan beralih ke pembangunan sosial, ekonomi, dan manusia

24
yang berkelanjutan. Hal ini perlu untuk dilakukan karena arah pembangunan ekonomi
nasional Thailand yang lama tidak sepenuhnya dapat diandalkan, sehingga diperlukan
suatu paradigma baru dalam pembangunan ekonomi nasional Thailand kedepannya.
Pemerintah Indonesia dan Thailand sepakat meningkatkan kerja sama di bidang
pertanian, terutama alih teknologi informasi dan teknologi, perdagangan pelatihan, teknik
dan penelitian dalam bidang pertanian. Kesepakatan itu dituangkan dalam MoU yang
ditandatangani oleh Menteri Pertanian Anton Apriyantono dan Menteri Pertanian dan
Koperasi Thailand, Khunying Sudarat Keyuprahan. Menurut informasi Departemen
Pertanian, bentuk kerja sama yang akan dilaksanakan menurut isi nota kesepahaman itu
antara lain menyangkut promosi perdagangan komoditi pertanian; pengelolaan dan
perlindungan keragaman hayati pertanian; pengembangan dan penyuluhan pertanian;
kerja sama teknik dan peningkatan SDM; serta pengelolaan dan perlindungan lahan-
lahan pertanian dan air. Untuk mendukung pencapaian kerja sama, kedua pihak sepakat
untuk membentuk Kelompok Kerja Pertanian Bersama (JAWG), yang diketuai oleh
seorang pejabat tinggi dari masing-masing negara.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan pertumbuhan penduduk di Thailand lebih
rendah dari Indonesia. Hal ini dikarenakan pertumbuhan penduduk yang tinggi di
Thailand namun juga harus memperhitungkan tingginya kematian karena AIDS, hal ini
dapat dilihat sebagai harapan hidup yang rendah, tingginya tingkat kematian bayi,
rendahnya tingkat pertumbuhan terhadap populasi, dan perubahan pada penyebaran oleh
usia dan jenis kelamin yang tidak sesuai harapan.
Kemudian dalam perkembangan ekonomi di negara Thailand sama halnya dengan
negara Indonesia yang mengalami jatuh bangun dari masa ke masa. Namun ada hal yang
tak jarang dilakukan oleh negara-negara lain yakni pemerintah Indonesia dan Thailand
sepakat meningkatkan kerja sama di bidang pertanian, terutama alih teknologi informasi
dan teknologi, perdagangan pelatihan, teknik dan penelitian dalam bidang pertanian.

3.2 Saran

25
Saran dari kelompok kami bagi negara Indonesia dalam hal pertumbuhan penduduk
adalah tingkatkan upaya untuk menekan lonjakan pertumbuhan penduduk agar dapat
terjadinya keseimbangan pada keadaan lingkungan, tingkat pendidikan, serta
meminimalisirkan penyakit yang akan timbul dan masalah gizi.
Kemudian dalam hal perkembangan ekonomi sebaiknya pemerintah lebih
memperhatikan sebab dari tingginya angka pengangguran, maraknya korupsi,
kesenjangan ekonomi, dan hutang-piutang negara terhadap negara lain.
Sedangkan bagi negara Thailand dengan memajukan tingkat pendidikan seiring
berjalannya waktu akan meningkatkan harapan hidup. Kemudian dalam hal
perkembangan ekonomi, negara Thailand sebaiknya segera merealisasikan kebijakan dan
praktek pembangunan ekonomi nasional yang telah dijalankan sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2010. Hasil Sensus Penduduk Indonesia Tahun 2010. Jakarta:
Badan Pusat Statistik: Republik Indonesia.
BKKBN. 2013. Profil Kependudukan dan Pembangunan di Indonesia tahun 2013.
Jakarta: BKKBN
http://bayufrediansyahe.blogspot.co.id/2016/10/kependudukan.html, diakses pada pukul
20.04 WIB, pada tanggal 24 Oktober 2016.
http://glekhoba.blogspot.com/2016/10/deskripsi-negara-thailand.html, diakses pada pukul
20.05 WIB, pada tanggal 24 Oktober 2016.
http://hannitacambridge.blogspot.co.id/2016/10/perkembangan-penduduk-indonesia.html,
diakses pada pukul 18.35 WIB, pada tanggal 24 Oktober 2016.
http://ragil-bkkbn.blogspot.co.id/2016/10/pertambahan-penduduk-dan-dampaknya.html,
diakses pada pukul 19.03 WIB, pada tanggal 24 Oktober 2016.
https://sekaranindya.wordpress.com/2016/10/pertumbuhan-penduduk-dan-tingkat-
pendidikan, diakses pada pukul 19.18 WIB, pada tanggal 24 Oktober 2016.
https://www.academia.edu/7270462/GAMBARAN_UMUM_PEREKONOMIAN_INDO
NESIA, diakses pada pukul 21.03 WIB, pada tanggal 24 Oktober 2016.

26
Wikipedia. 2016. Pertumbuhan Ekonomi. (id.wikipedia.org/wiki/pertumbuhan_ekonomi),
diakses pada pukul 20.19 WIB, pada tanggal 24 Oktober 2016.

27

Anda mungkin juga menyukai