Anda di halaman 1dari 25

A.

PENDAHULUAN

Akhlak merupakan perilaku yang tampak (terlihat) dengan jelas, baik dalam kata-kata
maupun perbuatan yang memotivasi oleh dorongan karena Allah. Namun demikian, banyak
pula aspek yang berkaitan dengan sikap batin ataupun pikiran. Akhlak dapat dikatakan
sebagai akhlak yang islami adalah akhlak yang bersumber pada ajaran Allah dan Rasulullah.
Akhlak islami ini merupakan amal perbuatan yang sifatnya terbuka sehingga dapat menjadi
indikator seseorang apakah seorang muslim yang baik atau buruk.

Akhlak ini merupakan buah dari akidah dan syariah yang benar. Secara mendasar,
akhlak ini erat kaitannya dengan kejadian manusia yaitu khaliq (pencipta) dan makhluk yang
diciptakan). Rasulullah diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia yaitu untuk
memperbaiki hubungan makhluq (manusia) dengan khaliq (Allah Ta’ala) dan hubungan baik
antara makhluk dengan makhluknya.

Akhlak yang sempurna itu, Rasulullah Saw patut dijadikan uswah al- hasanah (teladan
yang baik). Firman Allah Swt dalam surah Al-Ahzab [33] 21

Artinya : Sesungguhya pribadi Rasulullah merupakan teladan yang baik untuk kamu dan
untuk orang yang mengharapkan menemui Allah dan hari akhirat dan mengingat Allah
sebanyak-banyaknya”. Berdasarkan ayat di atas, orang yang benar-benar ingin bertemu
dengan Allah dan mendapatkan kemenangan di akhirat, maka Rasulullah Saw adalah contoh
dan teladan yang paling baik untuknya. Tampak jelas bahwa akhlak itu memiliki dua sasaran.
Pertama, akhlak dengan Allah. Kedua, akhlak dengan sesama makhluk. Oleh karena itu, tidak
benar kalau masalah akhlak hanya dikaitkan dengan masalah hubungan antara manusia saja.
Atas dasar itu, maka benar akar akhlak adalah akidah dan pohonya adalah syariah. Akhlak itu
sudah menjadi buahnya. Buah itu akan rusak jika pohonnya rusak, dan pohonnya akan rusak
jika akarya rusak. Oleh karena itu akar, pohon, dan buah harus dipelihara dengan baik.

Bagi Nabi Muhammad Saw, Al-Qur’an sebagai cerminan berakhlak. Orang yang
berpegang teguh pada Al-Qur’an dan melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, maka
sudah termasuk meneladani akhlak Rasulullah. Oleh karena itu setiap mukmin hendaknya
selalu membaca Al-Qur’an kapan ada waktunya sebagai pedoman dan menjadi tuntunan yang
baik dalam berperilaku sehari-hari, insya Allah akan terbina akhlak yang mulia bagi dirinya.
B. PEMBAHASAN
1. Akhlak Kepada Allah Swt.

Akhlak terhadap Allah swt. dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang
seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk kepada Allah Swt. sebagai Sang
Khalik (Pencipta). Umat Islam memang selayaknya harus berakhlak baik kepada Allah
Swt. Karena Allah-lah yang telah menyempurnakan penciptaan manusia sebagai makhluk
yang sempurna. Untuk itu, akhlak kepada Allah itu hukumnya wajib. Manusia seharusnya
berbuat baik pertama kali kepada Allah swt, karena Allah-lah yang menciptakan manusia,
yang memberi rizki, yang mengaruniakan kesehatan, yang memberi panca indra lengkap,
yang memberi perlindungan, yang mengabulkan permohonan serta karunia-karunia lain
yang mustahil manusia dapat menghitungnya. (Suryani, 2022)

1) Alasan mengapa manusia harus berakhlak terhadap Allah

a. Karena Allah Swt. telah menciptakan manusia dengan segala keistimewaan dan
kesempurnaannya.
Sebagai yang diciptakan sudah sepantasnya manusia berterimakasih kepada
yang menciptkannya. Seorang muslim menyaksikan dan menyadari, betapa Maha
Halus dan Bijaksana Allah S.w.t terhadap urusannya, limpahan Rahmat kasih
sayang-Nya dan Maha Pemurah terhadap mahluk ciptaan-nya, yang sangat
dibutuhkannya dengan tanpa henti-hentinya.
Maka karenanya lalu memusatkan dan memurnikan ketaatannya dengan hati
yang setulus-tulusnya berdoa dan memohon kepada Allah mendekatkan diri
kepada-Nya dengan perantaraan Asmaa'-Nya dan ucapan zikir. Melakukan amal
perbuatan yang shaleh atau baik, sebagia perwujudan tanda-tanda sopan santun
seorang muslim kepada Allah. Yang mana dalam firman Allah :

‫لَقَ ْد خَ لَ ْقنَا ااْل ِ ْن َسانَ فِ ْٓي اَحْ َس ِن تَ ْق ِوي ۖ ٍْم‬

Artinya : Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk


yang sebaik- baiknya.” (Q.S. At- Tiin, 4).

b. Karena Allah telah memberikan perlengkapan pancaindera,hati nurani dan naluri


kepada manusia.

2
Semua potensi jasmani dan rohani ini amat tinggi nilainya, karena
dengan potensi tersebut manusia dapat melakukan berbagai aktifitas dalam
berbagai bidang kehidupan yang membawa kepada kejayaan. Seperti dalam
firman Allah :

‫هّٰللا‬
َ ‫َو ُ اَ ْخ َر َج ُك ْم ِّم ۢ ْن بُطُوْ ِن اُ َّم ٰهتِ ُك ْم اَل تَ ْعلَ ُموْ نَ َش ْيـ ًۙٔا َّو َج َع َل لَ ُك ُم ال َّس ْم َع َوااْل َ ْب‬
ۙ َ‫صا َر َوااْل َ ْفـِٕ َدة‬
َ‫لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُوْ ن‬
Artinya: "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu apapun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglibatan
dan hati, agar kamu bersyukur". (QS. An-Nahl, 78).

Kata kata agar kamu bersyukur yang disebutkan oleh Allah setelah Allah
menjelaskan tentang penciptaan manusia dengan segala kelengkapannya itu,
dapat diartikan bahwa potensi jasmani (pancaindera) dan potensi rohani (hati
sanubari dan naluri) tersebut harus dipergunakan untuk bekerja dengan baik,
menuntut ilmu dan mengolah alam dan isinya. Seorang muslim menyaksikan dan
menyadari bahwa Allah S.w.t. telah mengaruniakan kepadanya keutamaan yang
tidak dapat dibilang, dan karunia kenikmatan yang tidak bisa dihitung banyaknya,
sejak sebagai makhluk berupa segumpal darah di dalam rahim ibunya, bahkan
sejak dari setetes air mani sampai diberi hidup.

Dengan rahmat-Nya kita lahir ke dunia sejak kecil dalam bimbingan


hidayah Nya dan petunjuk-Nya dalam bentuk sebaik-biknya tidak kurang sesuatu
apapun sampai tua menjelang uban. Dan disadarinya pula bahwa dengan rahmat-
Nya juga Malaikat akan datang kepada kita memenuhi panggilan ajal ketentuan-
Nya, seketika nyawa harus berpisah dengan jasad, badan kembali ke asalnya dan
nyawapun kembali ke hadirat-Nya, untuk selanjutnya kelak akan
mempertanggungjawabkan setiap amal perbuatan yang kita lakukan dunia ini.
Semua itu perlu disyukurinya berupa zikir nikmat dengan lidahnya, bahwa segala
puji hanya milik Allah sendiri. (Al-Jazairi, 1989)

c. Karena Allah menyediakan berbagai bahan dan sarana kehidupan


Dalam bumi ini Allah telah menciptkan semuanya, seperti tumbuh tumbuhan,
air, udara, binatang, dan lain sebagainya. Semua itu tunduk kepada kemauan
manusia, atau siap untuk dimanfaatkan. Dalam firman Allah :

3
َ‫ك ِف ْي ِه بِا َ ْم ِر ٖه َولِتَ ْبتَ ُغوْ ا ِم ْن فَضْ لِ ٖه َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُوْ ۚن‬
ُ ‫ي ْالفُ ْل‬ ‫هّٰللَا‬
َ ‫ُ الَّ ِذيْ َس َّخ َر لَ ُك ُم ْالبَحْ َر لِتَجْ ِر‬

Artinya: "Allah-lah yang membuat laut bagimu untuk tunduk agar padanya
kapal kapal berlayar atas perintah-Nya dan kamu cari karunia-Nya, semoga kamu
berterima kasih. la buat segala apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi
tunduk kepadamu, sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda tanda bagi
kaum yang berfikir (QS Al Jatsiyah, 12-13)

Dengan keterangan ayat-ayat tersebut di atas sudah sepantasnya dan


sewajarnya manusia berakhlak baik kepada Allah, dan alangkah tidak wajarnya
jika manusia durhaka kepada-Nya. Istislam dan tawakkal dan tafwiedh
(penyerahan diri secara bulat) kepada Allah, kepada qhada dan qadar Nya adalah
yang terbaik.

2) Penerapan Akhlak kepada Allah Swt.

a. Rajin Beribadah
Dalam Islam, latihan rohani yang diperlukan manusia diberikan dalam
bentuk ibadah, Semua ibadah dalam Islam baik dalam bentuk shalat, puasa,
zakat,membaca Al-Quran maupun haji, bertujuan untuk membuat rohani
manusia tetap ingat kepada Tuhan dan bahkan merasa senantiasa dekat
padaNya. Keadaan senantiasa dekat pada Tuhan dapat mempertajam rasa
kesucian yang selanjutnya menjadi rem bagi hawa nafsunya untuk melanggar
nilai-nilai moral, peraturan dan hukum yang berlaku.
Dalam ibadah terjadi kontak kegiatan jasmani dan rohani. Ibadah
merupakan tanggapan batin yang tertuju kepada Tuhan, namun dibarengi
dengan amal perbuatan yang bersifat lahir, yang dilakukan oleh gerak-gerik
jasmani. Kedua unsur itu menyatu dalam diri manusia. Manusia adalah
jasmani yang dirohanikan, dan manusia seutuhnya adalah rohani yang telah
menjasmani, maka badan manusia bukan hanya materi semata-mata atau
kejasmanian saja. Karena kejasmanian manusia adalah jasmani yang
dirohanikan dan di dalamnya terdapat roh yang menjasmani. Oleh karenanya
tidak mengherankan jika peristiwa-peristiwa yang dialami manusia secara
jasmaniah akan mempengaruhi gerak batin dan rohaninya. Dan sebaliknya

4
situasi rohani seseorang juga akan tercermin dalam sikap dan tingkah laku
lahiriah atau jasmaniahnya
Ibadah dalam Islam sebenarnya bukan bertujuan supaya Tuhan disembah
seperti penyembahan yang terdapat dalam agama-agama primitif. Kata ibadah
yang berasal dari 'abada sekalipun dapat diterjemahkan dengan menyembah,
namun terjemahan ini dipandang kurang tepat. Karena Tuhan yang disembah
itu bukan ditakuti dan disegani, tetapi juga dikasihi dan disayangi. Yang mana
Allah berfirman :

َ ‫ت ْال ِج َّن َوااْل ِ ْن‬


‫س اِاَّل لِيَ ْعبُ ُدوْ ِن‬ ُ ‫َو َما خَ لَ ْق‬

Yang berarti " Ku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepada-Ku.” (Q.S. Az-Zariat, 56)
Dalam konsep Islam, Tuhan adalah Dzat Yang Maha Esa, Maha
Kuasa, Maha Pengasih, Penyayang dan dan Pengampun, maka kata liya’
buduuni lebih cocok diterjemahkan dengan "agar mereka tunduk dan patuh
kepadaKu". Berarti menyerah, tunduk menjaga diri dari hukuman Tuhan,
dengan memenuhi perintah dan menjauhi larangan-laranganNya. Dengan
perkataan lain,. manusia diciptakan Tuhan sebenarnya ialah untuk berbuat
baik dan menjauhi kejahatan, karena Tuhan hanya menyuruh apa yang baik
dan melarang yang jahat.(Asmaran, 2002)

b. Takwa Kepada Allah Swt.


Secara etimologis, kata “taqwa” berasal dari bahasa Arab Taqwa. Kata
takwa memiliki kata dasar waqa yang berarti menjaga, melindungi, hati-hati,
waspada, memerhatikan, dan menjauhi. Adapun secara terminologis, kata
“taqwa” berarti menjalankan apa yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi
segala apa yang dilarang Nya. Jika kita dapat menghindari segala rintangan
dan duri yang berserakan di atas dunia, menghindari segala macam larangan
Allah dan Rasul-Nya, menjauhi semua yang menyebabkan murka-
Nya,menjauhi semua jenis maksiat, dan sebaliknya menjalankan semua
perintah-Nya, berarti kita akan mulus menuju akhirat dengan mendapat
perlindungan-Nya. Sehingga kita akan menggapai kenikmatan surga dan
kemuliaan bersama para Nabi, Rasulullah Saw. dan orang-orang saleh.

5
Allah Berfirman :

َّ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوا اتَّقُوا هّٰللا َ َح‬


َ‫ق تُ ٰقىتِ ٖه َواَل تَ ُموْ تُ َّن اِاَّل َواَ ْنتُ ْم ُّم ْسلِ ُموْ ن‬
Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
dengan sebenar- benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu
mati selain dalam agama Islam.” (Q.S Ali Imran, 102)

c. Cinta dan Ridha kepada Allah Swt.


Defenisi cinta kepada Allah swt yaitu kesadaran diri, perasaan jiwa dan
dorongan hati yang menyebabkan seseorang terpaut hatinya kepada apa yang
dicintainya dengan penuh semangat dan rasa kasih sayang. Sebagaimana
firman Allah swt.

‫قُلْ اِ ْن ُك ْنتُ ْم تُ ِحبُّوْ نَ هّٰللا َ فَاتَّبِعُوْ نِ ْي يُحْ بِ ْب ُك ُم هّٰللا ُ َويَ ْغفِرْ لَ ُك ْم ُذنُوْ بَ ُك ْم ۗ َوهّٰللا ُ َغفُوْ ٌر َّر ِح ْي ٌم‬
Artinya: Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku,
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu."Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.

Ridha berarti menerima dengan rasa puas terhadap apa yang


dianugerahkan Allah SWT. ( Bakar,1993). Orang yang ridha mampu melihat
hikmah dan kebaikan di balik cobaan yang diberikan Allah dan tidak berburuk
sangka terhadap ketentuan-Nya. Bahkan ia mampu melihat keagungan,
kebesaran, dan kemahasempurnaan Dzat yang memberikan cobaan kepadanya,
sehingga ia tidak mengeluh dan tidak merasakan sakit atas cobaan tersebut..
Cinta kepada Allah SWT membuat orang ridha kepadaNya, dan perasaan ridha
membuat hati jadi tenteram dan damai. Walau sakit derita yang
ditanggungkannya, walau pedih nasib diri yang harus dijalaninya sebagai
cobaan dan ujian, tidak menjadikannya resah dan gelisah, karena ridha telah
berurat dan berakar di dalam hatinya. Bila hati telah ridha menerima. niscaya
tenteramlah jiwa dan tenanglah kehidupan. Karena pangkal ketenteraman dan
ketenangan ialah pada hati yang ridha

6
d. Bersyukur Terhadap Allah swt.
Sebagai manusia kita harus bersyukur kepada Allah Swt. Karena
manusia sangat lemah jika dibandingkan dengan kekuatan Allah Yang Maha
Perkasa. Banyak sekali nikmat atau rahmat yang diberikan Allah kepada
manusia dan kalau mau dihitung sungguh tidak bisa dihitungnya dan manusia
sangat terbatas ruang geraknya dalam berbagai dimensi. Semuanya harus
bertongkat dan penuh harap terhadap pertolongan Allah dan penuh harap
terhadap bimbingan Allah. Sebagai bukti bahwa nikmat Allah banyak sekali
diberikan kepada manusia adalah melalui firman Allah:

‫َو ٰا ٰتى ُك ْم ِّم ْن ُكلِّ َما َسا َ ْلتُ ُموْ ۗهُ َواِ ْن تَ ُع ُّدوْ ا نِ ْع َمتَ هّٰللا ِ اَل تُحْ صُوْ ه َۗا اِ َّن ااْل ِ ْن َسانَ لَظَلُوْ ٌم‬
‫َكفَّا ٌر‬
Artinya: “Dan jika kamu hitung nikmat Allah, kamu tidak akan dapat
menghitungnya”. Dan selanjutnya Allah berfirman dalam Surat An-Nahl ayat 53
yang artinya: “Dan segala kenikmatan yang ada padamu adalah dari Allah”

Oleh sebab itulah setiap manusia merupakan kewajiban untuk bersyukur


kepada-Nya. Nikmat yang diberikan Allah mulai dari ’setetes mani’ dalam rahim
ibunya hingga kembali menghadap Allah. Ia harus bersyukur dengan lidahnya,
menyembah-Nya, mengikuti seluruh perintah-Nya, dan bersyukur atas semua
anggota tubuh yang diberikan-Nya. Ini sebagai tanda terima kasih kepada-Nya
dan karena itu bagian dari etika kesyukuran kepada Allah sebagai Khalik. (Syaikh
Abu Bakar Al-Jazairi,1998)

e. Berbaik sangka kepada Allah Swt

Berbaik sangka kepada Allah swt. ialah keniscayaan manusia sebagai umat
yang diciptakan oleh Allah, hendaknya husnudzon (berprasangka baik), jangan
suudzon (berprasangka buruk), karena apa yang akan diberikan oleh Allah itu
pasti baik bagi manusia (Bakar, 1993:54).

7
Dalam keseharian, Rasulullah senantiasa mendidik dan mengarahkan para
sahabatnya agar selalu berbaik sangka terhadap Allah. Dari Jabir r.a. dia berkata,
aku mendengar Rasulullah tiga hari sebelum wafatnya beliau bersabda,artinya:
“Janganlah seseorang di antara kalian meninggal dunia, kecuali dalam keadaan
berbaik sangka terhadap Allah.” (HR Muslim).

f. Bertawakal kepada Allah swt.

Secara bahasa kata ‘tawakkal’ diambil dari Bahasa Arab ‫(لُّ َك َوتال‬tawakkul)
dari akar kata َ‫(لَ َكو‬wakala) yang berarti lemah. Adapun ‫( لُّ َك َوتال‬tawakkul) berarti
menyerahkan atau mewakilkan. Contohnya seseorang mewakilkan suatu benda
atau urusan kepada orang lain. Artinya, dia menyerahkan suatu perkara atau
urusannya dan dia menaruh kepercayaan kepada orang itu mengenai perkara atau
urusan tadi. (Muhlis, M. 2000)

Secara erminologis, salah satu definisi tawakkal adalah bagian dari ibadah
hati yang paling afdhal, ia juga merupakan akhlak yang paling agung dari sekian
akhlak keimanan lainnya. Tawakkal adalah memohon pertolongan,
sedangkan penyerahan diri secara totalitas adalah salah satu bentuk ibadah. (Yusuf
al-Qaradhawi,2004).

Maka dapat disimpukan ahwa tawakal adalah sikap berserah diri kepada
Allah swt atas segala urusan, setelah terlebih dahulu melakukan usaha dan ikhtiar
dibarengi dengan keikhlasan menerima apapun hasil yang akan didapatkan.
Sebagaimana hadits Nabi:

‫ اعقلها‬،‫ يا رسول هللا‬: ‫ جاء رجل على ناقة له فقال‬: ‫عن انس بن مالك يقول‬
‫ اعقلها وتوكل‬: ‫وأتكل او اطلقها وأتوكل ؟ قال‬.
Artinya; dari anas ibn malik dia berkata seorang laki-laki yang
menunggangi unta dating kepada rasulullah dan berkata: “wahai
Rasulullah, apakah unta ini saya ikat dan bertawakal atau saya lepaskan
dan bertawakal? Rasulullah menjawab: “ikatlah Untamu dan bertawakal”.
(H.R. Tirmizi)

8
g. Berdo’a
Doa adalah meminta kepada Allah apa saja yang diinginkan dengan
cara yang baik sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah. Do’a adalah
cara membuktikan kelemahan manusia dihadapan Allah, karena itu berdoa
merupakan inti dari beribadah. Orang yang tidak suka berdo’a adalah orang
yang sombong, sebab ia tidak mengakui kelemahan dirinya dihadapan Allah,
merasa mampu dengan ushanya sendiri. Ia tidak sadar bahwa semua itu berkat
izin dari Allah. Jadi, doa merupakan etika bagi seorang hamba dihadapan
Allah swt. Firman Allah sebagai berikut:

“Berdoalah kepadaKu, Aku akan kabulkan doa kalian. Sungguh orang-


orang yang menyombongkan diri karena enggan beribadah kepada-Ku, akan
dimasukkan ke dalam neraka jahannam dalam keadaan hina dina ” ( Q.S.
Ghafir : 60 )

2. Akhlak Kepada Rasulullah Saw.

Sebagai umat Muslim, kita dituntut untuk taat dan patuh terhadap Allah dan
Rasul-Nya, selain taat dan patuh berakhlak diharuskan kepada Nabi Muhammad saw,
dengan menaati dan cinta kepadanya, berarti melaksanakan segala perintahnya dan
menjahui larangannya. Ini semua telah dituangkan dalam hadis Nabi Muhammad baik
perkataan, perbuatan dan penetapannya. Berakhlak kepada rasul adalah sikap dan
perilaku terhadap nabi Muhammad sebagai rasulullah, yang membawa ajaran Islam di
muka bumi ini. Selain itu, manusia wajib mencintai dan menaati apa yang diajarkan
Rasulullah sebagai wujud kecintaan dan pengabdian diri sebagai hamba Allah Swt.
Apabila benar-benar mencintai Allah sudah semestinya juga mencintai Rasulullah,
karena beliau merupakan kekasih beserta utusan Allah untuk dijadikan uswatun
hasanah bagi setiap ummatnya (Asmaran, 2002).

Allah menyuruh manusia agar meneladani apa yang dicontohkan Rasulullah.


Berarti akhlak manusia kepada Nabi Muhammad SAW tentu saja pertama-tama ialah
beriman kepada-Nya, yaitu percaya beliau adalah betul Nabi dan Rasul (utusan) Allah
Swt. kepada seluruh umat manusia. Bagi orang yang (ingin) beragama Islam, iman

9
Allah Swt. adalah modal utama di samping iman kepada Nabi Muhammad SAW, sebab
kedua hal ini disebutkan dalam dua kalimah syahadat Islam yang merupakan pintu
gerbang masuk Agama Islam. Orang tidak mungkin menjadi muslim dan tidak syah
kemuslimannya, kalau hanya beriman kepada salah satunya saja dengan mengingkari
kepada yang lain.

Iman bukan hanya sekedar percaya terhadap sesuatu yang diyakini, tetapi harus
dibuktikan dengan amal perbuatan. Amal perbuatan yang dijelaskan di dalam Al-qur'an
dan Al-hadist, tentang bagaimana bersikap kepada Rasulullah SAW, itulah dinamakan
akhlaq kepada Rasulullah SAW. Berakhlak dengan Rasul, dapat diaplikasikan dengan
cara mengetahui macam-macam akhlak kepada Rasulullah, sebagai berikut:

a. Mencintai Rasulullah Saw.

Mencintai Rasulullah Saw. juga dapat dilihat pada pelaksanaan ajaran


Islam sesuai dengan apa yang dibawa oleh baginda, tidak bercampur baur antara
bid’ah dan khurafat. Kemudian mengikuti semua sunnahnya, mengikuti akhlak
beliau misalnya dalam bergaul, berbicara, berpakaian, beribadah, bermasyarakat,
bernegara, berperang, berkeluarga, berniaga, bernegosiasi, berpolitik, berdebat,
dan semuanya.

Seorang Muslim yang baik adalah yang selalu mengikuti sunnah Rasul
Saw. dan salah satu sunnah-nya dalam pembahasan ini adalah mengikuti
petunjuknya dalam bidang akhlak. Baginda Rasul Saw., dalam berakhlak, sudah
tidak diragukan lagi karena sudah mendapat pengiktirafan Allah dan semua
manusia. Oleh karena itu, rasanya tidak menjadi penghalang, dan alasan yang
sangat berat bagi umat Islam untuk menjauhi akhlak Rasulullah Saw. dalam
setiap transaksi kehidupan. (Abdurrahman, 2016)

b. Menjalani Sunnah Rasulullah Saw.


Bagi seorang muslim, mengikuti sunah atau tidak bukan merupakan suatu
pilihan, tetapi kewajiban. Sebab, mengenalkan ajaran Islam sesuai dengan
ketentuan Allah dan Rasul-Nya adalah kewajiban yang harus diaati. Mengenai
kewajiban mengikuti Nabi dan menaati sunnahnya serta mengikuti petunjuknya.
Allah swt berfirman dalam QS. Al-Hasyr ayat 7, sebagai berikut.

10
‫َمٓا اَفَ ۤا َء هّٰللا ُ ع َٰلى َرسُوْ لِ ٖه ِم ْن اَ ْه ِل ْالقُ ٰرى فَلِ ٰلّ ِه َولِل َّرسُوْ ِل َولِ ِذى ْالقُرْ ٰبى َو ْاليَ ٰتمٰ ى َو ْال َم ٰس ِك ْي ِن َواب ِْن‬
‫ال َّسبِي ۙ ِْل َك ْي اَل يَ ُكوْ نَ ُدوْ لَةً ۢ بَ ْينَ ااْل َ ْغنِيَ ۤا ِء ِم ْن ُك ۗ ْم َو َمٓا ٰا ٰتى ُك ُم ال َّرسُوْ ُل فَ ُخ ُذوْ هُ َو َما ن َٰهى ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوْ ۚا‬
َ َ ‫َواتَّقُوا هّٰللا َ ۗاِ َّن هّٰللا‬
ۘ‫ش ِد ْي ُد ْال ِعقَاب‬

Artinya, “Harta rampasan (fai') dari mereka yang diberikan Allah


kepada Rasul-Nya (yang berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk
Allah, Rasul, kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin dan untuk
orang-orang yang dalam perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar di
antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul
kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras
hukuman-Nya.”

c. Mencintai Keluarga Rasulullah Saw.

Mengikuti kerabat Rasulullah saw yang mulia dan berlepas diri dari
musuh mereka, adalah masalah penting yang telah diwajibkan oleh Islam dan
telah dianggapnya sebagai bagian dari cabang agama. Rasulullah
menggambarkan ahlil baitnya sebagai suatu benda yang berat dan berharga,
sebanding dengan Al-Qur’an dan benda berharga lainnya. Kecintaan kepada
kerabat Rasulullah saw. yang diistilahkan sebagai ahlul bait manfaatnya
kembali kepada orang yang melakukannya. Dalam keyakinan Ahlussunnah
wal Jama’ah (Aswaja), mencintai keluarga dan sahabat Nabi SAW, sekaligus
memberikan penghormatan khusus kepada mereka merupakan suatu
keharusan.

Ada beberapa alasan yang mendasari hal tersebut. Pertama, mereka


adalah generasi terbaik Islam, menjadi saksi mata dan pelaku perjuangan
Islam. Bersama Rasulullah SAW menegakkan agama Allah swt di muka bumi.
Mengorbankan harta bahkan nyawa untuk kejayaan Islam. Kedua, Rasulullah
saw sangat mencintai keluarga dan sahabatnya. Dalam banyak kesempatan,
Rasulullah selalu memuji para keluarga dan sahabatnya, melarang umatnya
untuk menghina mereka. Dari sinilah, mencintai keluarga dan sahabat Nabi

11
adalah mengikuti teladan Rasulullah saw yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari mencintai nabi saw.

d. Menaati Rasulullah Saw.

Sebagai seorang Muslim, maka wajib menaati nabi Muhammad saw


dengan menjalankan apa yang diperintahkannya dan meninggalkan apa yang
dilarangnya. Hal ini merupakan konsekuensi dari syahadat (kesaksian) bahwa
beliau adalah rasul (utusan Allah). Allah berfirman dalam QS.An-Nisa’ ayat
80, sebagai berikut.

َ ‫ۖ َم ْن ي ُِط ِع ال َّرسُو َل فَقَ ْد َأطَا َع هَّللا‬

“Barangsiapa yang menaati Rasul, sesungguhnya ia telah menaati


Allah.” (QS. An-Nisa’: 80).

Ketaatan kepada Rasulullah saw juga menjadi salah satu kunci untuk
bisa masuk ke dalam surga. Adapun orang yang tidak mau mengikuti Rasul
deng dibawanya, yakni ajaran Islam dianggap sebagai orang yang tidak
beriman.
e. Membaca Sholawat

Sholawat dalam bahasa Arab, ‫ صـلوات‬adalah bentuk jamak dari kata


sholat yang berarti doa atau seruan kepada Allah swt. Membaca shalawat
untuk Nabi saw, dimaksudkan mendoakan beliau semoga tetap damai,
sejahtera, aman sentosa dan selalu mendapatkan keselamatan (Rahmati, 1998).
Mengucapkan shalawat untuk Nabi saw, diperintahkan oleh syari’at pada
waktu-waktu yang ditentukan, baik yang hukumnya wajib dan sunnah
muakaddah.

Di antara waktu itu adalah ketika salat di akhir tassyahud, di akhir


qunud, saat khutbah seperti khutbah Jum’at dan khutbah hari raya, setelah
menjawab mu’adzin, ketika berdo’a, ketika masuk dan keluar masjid, juga
ketika menyebut nama beliau. Rasulullah Saw telah mengajarkan kepada
kaum muslimin tentang tata cara mengucapkan shalawat. Rasulullah
menyarankan agar memperbanyak shalawat kepadanya pada hari jum’at,
sebagaimana sabdanya: “Perbanyaklah shalawat untukku pada hari dan malam

12
jum’at, barang siapa yang bershalawat untukku sekali, niscaya Allah
bershalawat untuknya 10 kali.

f. Berziarah

Kata ziarah berasal dari bahasa Arab yaitu ziaroh, yang berarti masuk
atau mengunjungi. Ziarah adalah kunjungan yang dilakukan oleh orang islam
ketempat tertentu yang dianggap memiliki nilai-nilai sejarah. Seperti halnya
berkunjung ke makam Rasulullah merupakan amalan sunnah, yakni amalan
yang sangat mulia dan sangat dianjurkan. Padahal lain, saat melaksanakan haji
merupakan kesempatan emas bagi umat Islam untuk melaksanakan ibadah
sebanyak-banyaknya. Maka para jamaah haji dianjurkan untuk menyempatkan
diri berziarah ke makah Rasulullah saw. Berziarah ke makam Rasulullah saw
adalah sunnah hukumnya.

3. Akhlak kepada Orang Tua

Orangtua atau ibu bapak adalah manusia yang sangat mendapat


perhatian khusus dalam ajaran Islam. Orangtua walaupun berbeda agama atau
keyakinan, tetapi tetap harus dihormati menurut perspektif Islam dan perintah
untuk menghormati orangtua disebutkan dalam Al-Qur'an dan juga dalam
hadis-hadis Rasulullah Saw.

Dengan demikian pengertian akhlak dan kedua orang tua dapat


dikatakan bahwa akhlak kepada kedua orang tua dalah jiwa manusia yang
menimbulkan perbuatan baik karena kebiasaan tanpa pemikiran dan
pertimbangan sehingga menjadi kepribadian yang kuat di dalam jiwa
seseorang untuk selalu berbuat baik kepada orang yang telah mengasuhnya
mulai dari dalam kandungan maupun setelah dewasa.

Berbuat baik kepada kedua orang tua lebih dikenal dengan istilah
Birrul Walidain artinya menunaikan hak orang tua dan kewajiban terhadap
mereka berdua. Tetap mentaati keduanya, melakukan hal-hal yang membuat
mereka senang dan menjauhi berbuat buruk terhadap mereka. Berbakti kepada
kedua orang tua adalah menyampaikan setiap kebaikan kepada keduanya,

13
mencintai dan mengikuti perintahnya yang baik, dan menjauhi larangannya
dan mencegah gangguan yang akan menimpanya bila mampu

Penghormatan anak terhadap kedua orangtua adalah sangat wajar. Ini


disebabkan antara anak dan orangtua memiliki hubungan batin yang sangat
kuat dan erat. Ibu mengandungnya selama sembilan bulan dan sangat
menderita, demikian pula seorang ayah dalam mencari rezeki siang dan malam
demi anak dan keluarga. Belum lagi pengorbanan keduanya dalam
membesarkan seorang anak yang di waktu kecil benar-benar tidak berdaya,
namun dibesarkan dan dipelihara oleh kedua orangtua sehingga menjadi besar
dalam bentuk fisik dan besar dalam jiwanya. Namun semua itu orangtua tidak
pernah meminta bayaran kepada anak-anaknya. Oleh karena itu, sebagai
pengorbanan mereka terhadap kita di masa kecil, maka kita dituntut untuk
benar-benar menjaga adab atau akhlak bagaimana mempergauli orangtua yang
sesungguhnya.

1). Bentuk-bentuk Akhlak kepada Orang Tua

Sebagai seorang muslim sudah sepatutnya berbakti kepada orang tua.


Berbakti pada orang tua adalah akhlak mulia, lebih-lebih lagi berbakti pada
ibu. Beberapa bentuk berbakti terhadap orang tua di antaranya sebagai
berikut:

a. Berkata dengan sopan dan penuh kelembutan, jauhi perkataan yang


menyakiti hati orang tua dan tidak membentak.

Allah Ta’ala berfirman: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan


supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat
baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada
keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” (QS. Al Isra: 23).

b. Tidak berdebat dengan mereka, jangan mudah menyalah-nyalahkan mereka,


jelaskan dengan penuh adab dan janganlah merendahkan orang tua.
Ali bin Abi Thalib berwasiat mengenai hal itu, "Janganlah engkau

14
menggunakan kefasihan bicaramu (mendebat) di hadapan ibumu yang
dahulu telah mengajarimu berbicara."
c. Merendah kepada orang tua
Kepada orang tua orang tua baik dihadapan mereka ataupun tidak. Kita
harus merendah kepadanya, Allah Ta’ala berfirman:
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.(QS. Al Isra:
24).
d. Mendo’akan yang terbaik untuk orang tua.
Allah Swt. memerintahkan anak-anak untuk memberikan kasih sayang
kepada ibu dan bapaknya atau orang tuanya. Di samping memberikan kasih
sayang, diperintahkan juga untuk merendahkan diri terhadap orang tuanya dan
mendoakan mereka agar disayangi Allah Swt. Hal ini secara lebih detail
dijelaskan dalam Surah Al-Isra Ayat 24 dan tafsirnya. Dan rendahkanlah
dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah,
"Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah
mendidik aku pada waktu kecil." (QS Al-Isra': 24)
Di akhir ayat, Allah SWT memerintahkan kepada kaum Muslimin
untuk mendoakan kedua ibu bapak mereka, agar diberi limpahan kasih sayang
Allah sebagai imbalan dari kasih sayang keduanya dalam mendidik mereka
ketika masih kanak-kanak.
e. Memenuhi panggilan orang tua dengan segera.
Jika ada dua perkara yang sama-sama penting yang bertabrakan maka
dahulukan perkara yang paling penting. Seperti ketika bertabrakan antara
memenuhi panggilan ibu ataukah shalat sunnah, maka jawabnya adalah
memenuhi panggilan ibu.
f. Membantu orang tua dengan tulus dan ikhlas.
Sebagai anak harus berusaha semaksimal mungkin untuk bisa
membantu orang tua bila berada dalam kesulitan, bahkan orang tualah yang
paling berhak untuk mendapatkan pertolongan dari anak-anaknya. (Rahmati,
1998)

2). Keutamaan Akhlak kepada Orang Tua

15
a. Merupakan amalan yang paling mulia.
Berbakti kepada kedua orang tua adalah amal yang paling utama.
Dengan dasar diantaranya yaitu hadits Nabi Saw. yang disepakati oleh
Bukhari dan Muslim, dari sahabat Abu Abdirrahman Abdullah bin Mas”ud
radhiyallahu “anhu.
Dari Abdullah bin Mas”ud katanya, “Aku bertanya kepada Nabi
Shallallahu “alaihi wa sallam tentang amal-amal yang paling utama dan
dicintai Allah ? Nabi Shallallahu “alaihi wa sallam menjawab, Pertama shalat
pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya),
kedua berbakti kepada kedua orang tua, ketiga jihad di jalan Allah”. [Hadits
Riwayat Bukhari I/134, Muslim No.85, Fathul Baari 2/9]
Dengan demikian jika ingin kebajikan harus didahulukan amal-amal
yang paling utama di antaranya adalah birrul walidain (berbakti kepada kedua
orang tua).
b. Merupakan salah satu sebab-sebab diampuninya dosa.
Dalam surat Al-Ahqaf ayat 15 Allah berfirman: “Kami perintahkan
kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua ibu bapaknya. Ibunya telah
mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah
(pula). Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan,
sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai empat
puluh tahun, Dia berdoa ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat
mensyukuri nikmatMu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada
kedua orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridhai
dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku.
Sungguh aku bertaubat kepada Engkau, dan sungguh aku termasuk orang
muslim”. (QS.Al-Ahqaf 15).
c. Sebab masuknya seseorang ke syurga.
Dari Muawiyah bin jahim, ia berkata kepada Rasulullah: Wahai
Rasulullah, saya ingin berangkat untuk berperang, dan saya datang kesini
untuk minta nasehat padamu. Maka Rasulullah Saw Bersabda: “kamu masih
memiliki ibu?”. Berkata dia, “Ya”. Rasulullah SAW bersabda : “Tetaplah
dengannya karena sesungguhnya syurga itu dibawah telapak kakinya.”(Hadis
Hasan diriwayatkan oleh Nasa’I dalam Sunnahnya.)
d. Bertambahnya Umur dan Rejeki.

16
Sebagaiman kita ketahui bahwa silaturrahmi dapat memperluas rizki
dan memanjangkan umur seseorang dan silaturrahmi yang paling utama
adalah silaturrahmi dengan orang tua dan senantiasa berbuat baik kepada
mereka. Jika orang tua tinggal jauh dengan anak maka sang anak hendaknya
selalu berusaha menyambung komunikasi dengan mereka dan mengunjungi
orang tuanya pada suatu waktu untuk memastikan kondisi kedua orang tuanya.
Kunjungilah kedua orangtuamu ketika masih hidup dan sesudah matinya,
bersedekahlah atas nama keduanya dan perbanyaklah doa untuk keduanya.

3. Akhlak kepada Diri Sendiri


Sebelum berakhlak dengan orang lain, seorang mu’min harus dapat
mencerminkan akhlaqul karimah terhadap dirinya sendiri. Sebab seorang mu’min
adalah pemimpin bagi dirinya sendiri sebelum menjadi pemimpin bagi orang lain.
Oleh karenanya, ia akan berakhlak dengan baik terhadap dirinya sendiri.
Adapun yang dimaksud dengan akhlak terhadap diri sendiri adalah sikap dan
kewajiban seseorang terhadap dirinya baik itu jasmani sifatnya atau ruhani. Kita
harus adil dalam memperlakukan diri kita, dan jangan pernah memaksa diri kita
untuk melakukan sesuatu yang tidak baik atau bahkan membahayakan jiwa. Manusia
dapat diperbaiki akhlaknya dengan menghilangkan akhlak-akhlak tercela. Di sinilah
terletak tujuan pokok agama, yakni mengajarkan dan menawarkan sejumlah nilai
moral atau akhlak mulia agar mereka menjadi baik dan bahagia dengan melatih diri
untuk melakukan hal yang terbaik. Iman tidak akan sempuma kecuali dengan
menghiasi diri dengan Akhlak.
Manusia sebagai Makhluk Allah mempunyai kewajiban kepada dirinya
sendiri yang harus ditunaikan untuk memenuhi haknya. Kewajiban ini bukan
semata-mata untuk mementingkan dirinya sendiri atau menzalimi dirinya sendiri.
Manusia mempunyai tiga unsur, yakni jasmani (jasad), rohani, dan nafsiah (jiwa).
Tiap-tiap unsur memiliki hak di mana antara satu dan yang lainnya mempunyai
kewajiban yang harus ditunaikan untuk memenuhi haknya masing-masing.
(Ladjamuddin, 2016)

1). Macam-macam Akhlak Seorang kepada Diri Sendiri

Beberapa akhlaq terhadap diri sendiri yang akan diuraikan disini adalah :

17
A. Akhlak Terhadap Jasadiyah (Fisik-Jasmani)
Akhlaq terhadap jasadiyah yang harus dilakukan oleh seorang muslim dan
mu’min adalah :
a. Senantiasa Menjaga Kebersihan.
Islam menjadikan kebersihan sebagian dari Iman. Seorang muslim harus
bersih/suci badan, pakaian, dan tempat, terutama saat akan melaksanakan
sholat dan beribadah kepada Allah, di samping suci dari kotoran, suci dari
hadats, juga bersih pakaian dan badannya. Menjaga kebersihan badan/tubuh
(mandi, menggosok gigi, mengganti baju yang teratur, dll) juga merupakan
salah satu akhlaq Islam. Allah Swt. Berfirman ;
Artinya, “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh
itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri
dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum
mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di
tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan
diri”. (QS:Al Baqarah:222)
b. Menjaga Makan dan Minumnya.
Makan dan minum merupakan kebutuhan vital bagi jasmani (tubuh)
manusia, jika tidak makan dan minum dalam keadaan tertentu yang normal,
maka manusia akan mati. Allah memerintahkan kepada manusia agar makan
dan minum dari yang halal dan tidak berlebihan. Sebaiknya sepertiga dari
perut untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiganya untuk udara.
Allah berfirman yang artinya, “Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki
yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah ni'mat Allah, jika kamu
hanya kepada-Nya saja menyembah”. (QS An-Nahl:114)
c. Menjaga Kesehatan.
Menjaga kesehatan bagi seorang muslim adalah wajib dan merupakan
bagian dari ibadah kepada Allah, sekaligus melaksanakan amanah dari-Nya.
Olahraga atau latihan jasmani sangat penting dalam menjaga kesehatan
jasmani. Olahraga yang teratur juga merupakan salah satu dari akhlaq Islam.
Orang mukmin yang kuat, lebih baik dan lebih dicintai Allah SWT daripada
mukmin yang lemah.Dari sahabat Abu Hurairah, Bersabda Rasulullah,
“Mu’min yang kuat lebih dicintai Allahdari mu’min yang lemah, dan masing-

18
masing memiliki kebaikan. Bersemangatlah terhadap hal-hal yang bermanfaat
bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah dan jangan merasa malas,
dan apabila engkau ditimpa sesuatu maka katakanlah “Qodarulloh wa maa
syaa’a fa’al, Telah ditakdirkan oleh Allah dan apa yang Dia kehendaki pasti
terjadi”. (HR. Muslim)
d. Berbusana yang Baik dan Islami.
Setiap manusia (pria ataupun wanita) mempunyai Bagian-bagian anggota
tubuh yang indah, sehingga bagian-bagian badannya tersebut ada yang harus
ditutupi (aurat) karena tidak pantas untuk dilihat orang lain. Dari segi
kebutuhan alaminya, badan manusia perlu ditutup dan dilindungi dari
gangguan bahaya alam sekitarnya, seperti dingin, panas, dll. Oleh karena itu
Allah memerintahkan manusia menutup auratnya dan Allah menciptakan
bahan-bahan di alam ini untuk dibuatkan pakaian sebagai penutup badan,
untuk menutup aurat.
Aurat pria adalah dari pusar hingga lututnya. Sementara aurat wanita
adalah seluruh bagian tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangan. Pada setiap
bagian tubuh wanita tersebut banyak terdapat keindahan, sehingga harus
ditutupi agar tidak menggangu pandangan lawan jenis/pria. Menutup aurat
bagi pria dan wanita merupakan salah satu akhlaq terhadap diri sendiri. Allah
berfirman yang artinya, “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah
menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup 'auratmu dan pakaian indah
untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian
itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan
mereka selalu ingat”. (QS Al-A’raf:26)

B. Berakhlak Terhadap Nafsiyah (Jiwa dan Akal)

Nafsiyah adalah unsur yang banyak diterangkan dalam Al-Qur’an.


Nafsiah ini yang menjadi khitob setiap kali Al-Qur’an berbicara tentang manusia.
Karena anfusiyah inilah yang merupakan unsur hakiki dari manusia. Firman
Allah yang artinya, "Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan kedalam
(jasad)nya ruh-Nya, dan dijadikannya bagi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, tetapi kamu sedikit sekali bersyukur” (QS:32:9). Dalam ayat ini dijelaskan
proses pembentukan jasad manusia. Ketika proses jasmani telah sempurna

19
terbentuk, maka ditiupkanlah Ruh kedalamya, setelah itu dijadikannya sam’a,
abshor, dan af’idah.
Sam'a (pendengaran), abshor (penglihatan) dan af’idah (hati) inilah yang
disebut (potensi-potensi) Nafsiah. Sam'a, abshor, af‘idah tersebut bukan sifat atau
potensi yang melekat pada jasmani maupun ruhani, tetapi potensi-potensi yang
dimiliki oleh nafsiah (jiwa).
Berkaitan dengan akhlak terhadap nafsiyah seorang Muslim wajib
menjaga akhlak terhadap jiwa dan akalnya, agar seorang tersebut menjadi
mukmin yang muttaqin, berikut akan diuraikan beberapa akhlak terhadap
nafsiyah:
a. Menuntut Ilmu.
Menuntut ilmu merupakan salah satu kewajiban bagi setiap muslim, sekaligus
sebagai bentuk akhlak seorang muslim. Muslim yang baik, akan memberikan porsi
terhadap akalnya yakni berupa penambahan pengetahuan dalam sepanjang hayatnya.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya, “Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi
setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah)
Ilmu yang pertama-tama harus di kuasai adalah ilmu Islam.Setiap muslim
berkewajiban mempelajari Al-Qur'an, baik dari segi bacaan, tajwid dan tafsirnya;
kemudian ilmu hadits; sirah dan sejarah para sahabat; syari’ah terutama yang terkait
dengan permasalahan kehidupan sehari-hari.
b. Mengajarkan Ilmu pada Orang Lain.
Termasuk akhlak muslim terhadap akalnya adalah menyampaikan atau
mengajarkan apa yang dimilikinya kepada orang yang membutuhkan ilmunya.Firman
Allah yang artinya, “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang
lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan, jika kamu tidak mengetahui” (QS:An-Nahl:43)
c. Mengamalkan Ilmu dalam Kehidupan.
Diantara tuntutan dan sekaligus akhlak terhadap akalnya adalah seorang
muslim harus merealisasikan ilmunya dalam “alam nyata.” Karena akan berdosa
seorang yang memiliki ilmu namun tidak mengamalkannya.Firman Allah yang
artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu
yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS: As-Shaff)
d. Bertaubat dan Menjauhkan Diri dari Perbuatan Dosa.

20
Taubat adalah meninggalkan seluruh dosa dan kemaksiatan, menyesali
perbuatan dosa yang telah lalu, dan berkeinginan teguh untuk tidak mengulangi lagi
perbuatan dosa tersebut pada waktu yang akan datang (Zainul, 1997:76). Allah
berfirman yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah
dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudahmudahan Robbmu
akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi
dan orang-orang mu'min yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di
hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Robb kami,
sempurnakanlah bagi kami, cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya
Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS: At-Tahrim:8). Adapun yang termasuk
dalam perbuatan dosa diantaranya adalah : Berbuat syirik, Kufur, Berlaku Nifak,
Membunuh manusia, Bersumpah palsu, Berzina dan menuduh orang lain berzina,
melakukan perbuatan yang mendekati zina (Seperti berpacaran, tidak menutup aurat ,
dll),

e. Bermuraqabah.
Muraqabah adalah rasa kesadaran seorang muslim, bahwa dia selalu diawasi
oleh Allah. Dengan demikian dia tidak akan berani melakukan perbuatan yang
Sesungguhnya, “artinya ‫ اِّنَ اهل َل َعلَ ْي ُك ْم َرقِيبًا‬yang Allah Firman. Allah perintah melanggar
Allah itu maha mengawasimu.” (QS: An-Nisa:1)
f. Bermuhasabah.
Muhasabah adalah menyempatkan diri pada suatu waktu untuk menghitung
hitung amal hariannya. Apabila terdapat kekurangan pada yang diwajibkan
kepadanya, maka menghukum diri sendiri dan berusaha memperbaikinya (Azmar,
2008:65). Kalau termasuk yang harus diqadha maka mengqadhanya. Dan bila ternyata
terdapat sesuatu yang terlarang maka memohon ampun, menyesali dan berusaha tidak
mengulangi kembali. Muhasabah merupakan salah satu cara untuk memperbaiki diri,
membina, menyucikan, dan membersihkannya. Firman Allah yang artinya, “Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (QS: Al-Hasyr:18)

21
g. Mujahadah.
Mujahadah adalah berjuang, bersungguh-sungguh, berperang melawan hawa

nafsu. Hawa nafsu senantiasa mencintai ajakan untuk terlena, menganggur,

tenggelam dalam nafsu yang menghembuskan syahwat, kendatipun padanya terdapat

kesengsaraan dan penderitaan (Rahmati, 1998:22). Firman Allah yang artinya, “Dan

aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu

selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.

Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS: Yusuf:53)

2). Cara Memelihara Akhlak kepada Diri Sendiri


Cara untuk memelihara akhlak terhadap diri sendiri antara lain:
a. Sabar.
Sabar diungkapkan ketika melaksanakan perintah, menjauhi larangan dan ketika
ditimpa musibah.

b. Syukur.
Syukur diungkapkan dalam bentuk ucapan dan perbuatan. Syukur dengan ucapan
adalah memuji Allah dengan bacaan alhamdulillah, sedangkan syukur dengan
perbuatan dilakukan dengan menggunakan dan memanfaatkan nikmat Allah
sesuai dengan aturan-Nya.
c. Tawaduk.
Sikap tawaduk melahirkan ketenangan jiwa, menjauhkan dari sifat iri dan dengki
yang menyiksa diri sendiri dan tidak menyenangkan orang lain.
d. Shidiq.
Seorang muslim harus dituntut selalu berada dalam keadaan benar lahir batin,
yaitu benar hati ,benar perkataan dan benar perbuatan.
e. Amanah.
Semakin menipis keimanan seseorang, semakin pudar pula sifat amanah pada
dirinya. Antara keduanya terdapat ikatan yang sangat erat sekali. Rasulullah
SAW bersabda bahwa: “ tidaj (sempurna) iman seseorang yang tidak amanah,
dan tidak (sempurna) agama orang yang tidak menunaikan janji . ” (HR. Ahmad)
22
f. Istiqamah.
Perintah supaya beristiqamah dinyatakan dalam Al-Quran pada surat Al-
Fushshilat ayat 6 yang artinya “ Katakanlah bahwasanya aku hanyalah seorang
manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah
Tuhan Yang Maha Esa, maka istiqamahlah menuju kepada-Nya dan mohonlah
ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang
bersekutukan-Nya”.
g. Pemaaf.
Islam mengajarkan kita untuk dapat memaafkan kesalahan orang lain tanpa harus
menunggu permohonan maaf dari yang bersalah.

C. PENUTUPAN

Akhlak merupakan tingkah laku atau sikap seseorang yang sudah menjadi
kebiasaan setiap individu, dan kebiasaan tersebut selalu terlihat dalam kehidupan
sehari-hari. Berakhlak dengan akhlak yang disyariatkan dalam Islam, bukan hanya
kepada sesama mausia tetapi juga kepada sang Khaliq yaitu Allah Swt.
Rasullulah,Orang tua dan Diri sendiri . Allah SWT-lah yang menciptakan manusia.
Allah juga yang telah memperlengkapkan panca indera, berupa pendengaran,
penglihatan, akal fikiran dan hati, serta anggota badan yang kokoh dan sempurna
kepada manusia. Allah Swt. yang menyediakan berbagai bahan dan sarana yang
diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia. Maka dari itu kita sebagai umat islam
harus tunduk dan patuh atas segala perintah dan larangannya.

Begitu juga kecintaan kita kepada Rasulullah Saw. seperti dengan


melaksanakan Sunnahnya dan berperilaku seperti yang diajarkannya. Kemudian
menghormati dan menjaga orang tua kita sebagaimana orang tua merawat dan
menyayangi kita. Maka akhlak yang baik adalah tanda kebahagiaan seseorang di

23
dunia dan di akhirat. Tidaklah kebaikan-kebaikan datang atau didapatkan di dunia dan
di akhirat kecuali dengan berakhlak dengan akhlak yang baik dan tidaklah keburukan-
keburukan ditolak kecuali dengan cara berakhlak dengan akhlak yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 2016. Akhlak Menjadi Seorang Muslim Berakhlak Mulia. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada

Al Jazairi, Jabir. 1989. Pedoman dan Program Hidup Manusia, Semarang: CV. Toha Putera.

Al- Qaradhawi, Yusuf . 2004. Tawakkal Jalan Menuju Keberhasilan Dan Kebahagiaan
Hakiki,

Jakarta: PT Al-Mawardi Prima. hal. 5

Asmaran, A. 2002. Pengantar Studi Akidah Akhlak. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Azmar, A. 2008. Pandangan Akhlak. Jakarta: Pustaka Panjimas

Bakar, A. 1993. Minhajul Muslim. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

24
Habibah, S. 2015. Akhlak dan Etika dalam Islam. Jurnal Pesona Dasar, Vol. 1(4). 73-87.

Ladjamuddin, bin Al-Bahra. 2016. Analisa Terhadap Pemahaman Akhlaq Terhadap Diri

Sendiri, Serta Bagaimana Implementasinya dalam Realitas Kehidupan.

Muhlis, M Hanafi. 2000. Spiritualitas dan Akhlak; Tafsir Al-Qur’an Tematik. Jakarta:
Lajnah Pentashihan A-Qur’an Balitbang dan diklat Kementeriaan Agama RI.

Rahmati, F. 1998. Nasihat Islam untuk Anda. Bandung: Pustaka Setia.

Suryani, I., & Sakban, W. 2022. Aplikasi Akhlak Manusia Terhadap Dirinya, Allah SWT
dan Rasulullah SAW. Jurnal Pendidikan Tambusai, 6(1), 97-104.

Syaikh, Abu Bakar Al-Jazairi. 1998. Mengenal Etika dan Akhlak Islam. Jakarta: Lentera.

Zainul, Z. 1997. Sistem Etika Islam. Bandung: Pustaka Setia. Jurnal Pendidikan Tambusai,

Vol. 6(1), 97-104.

25

Anda mungkin juga menyukai