Dosen pembimbing :
Bayu Dwi Cahyono, M.Pd.I
Disusun oleh :
- Muhammad Indra Aditia (1803030050 )
- Untung Subagyo (1803030005 )
- Rifqi Zain Prasojo (1803030043)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai
pada waktunya.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas
dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami
sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah
selanjutnya yang lebih baik lagi.
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana hakekat hidup dan kerja dalam Islam?
2. Seperti apa rahmat Allah terhadap orang yang rajin bekerja?
3. Bagaimana akhlak dalam bekerja menurut Islam?
4. Bagaimana keharusan profesionalisme dalam bekerja menurut Islam?
Dalam diri manusia terdapat apa yang disebut dengan nafs sebagai potensi yang
membawa kepada kehidupan. Dalam pandangan Al-Qur’an , nafs diciptakan Allah dalam
keadaan sempurna untuk berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat
kebaikan dan keburukan. Allah swt. Katakana dalam surat as-Syams ayat 7-8
ٍ َونَ ْف
س َو َما َس َّواهَا
َوتَ ْق َواهَاOفَأ َ ْلهَ َمهَا فُجُو َرهَا
َ َوقَ ْد َخ
اب َم ْن َدسَّاهَا
”sungguh beruntunglah orang-orang yang menyucikannya dan merugilah orang-orang
yang Mengotorinya”(QS.Asy-syams 9-10 )
Kecendrungan nafs lebih kuat untuk kebaikan dipahami dari isyarat ayat, misalnya
terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 286
“ Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ".(QS. Al-
baqarah 286)
Nafs memperoleh ganjaran dari apa yang diusahakannya, dan memperoleh siksa dari apa
yang diusahakannya”Selain nafs, dalam diri manusia juga terdapat qalb yang sering
diterjemahkan hati. Seperti dikemukakan di atas, bahwa nafs ada dalam diri manusia,
qalb pun demikian, hanya saja qalb yang merupakan wadah dipahami dalam arti alat,
sebagaimana firman Allah dalam surat al-A’raf ayat 179
ِ س ۖ لَهُ ْم قُلُوبٌ اَل يَ ْفقَهُونَ بِهَا َولَهُ ْم أَ ْعي ٌُن اَل يُب ْ
ٌ ْصرُونَ بِهَا َولَهُ ْم آ َذ
ان اَل ِ َولَقَ ْد َذ َرأنَا لِ َجهَنَّ َم َكثِيرًا ِمنَ ْال ِجنِّ َواإْل ِ ْن
َ ِضلُّ ۚ أُو ٰلَئ
َك هُ ُم ْالغَافِلُون َ ِيَ ْس َمعُونَ بِهَا ۚ أُو ٰلَئ
َ َك َكاأْل َ ْن َع ِام بَلْ هُ ْم أ
“mereka mempunyai qalb, tetapi tidak digunakan untuk memahami”. Selain kata
qalb,dalam al-qur’an juga terdapat kata fu’ad, seperti dalam firman-Nya dalam surat al-
Nahl “Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatu maka Dia memberimu (alat) pendengaran, (alat) penglihatan serta hati, agar kamu
bersyukur (mempergunakannya memperoleh pengetahuan)” (QS.Al-A’raf 179)
Kemudian manusia juga memiliki ruh, sebagaimana firman-Nya dalam
surat al-Isra’ ayat 85
وح ۖ قُ ِل الرُّ و ُح ِم ْن أَ ْم ِر َربِّي َو َما أُوتِيتُ ْم ِمنَ ْال ِع ْل ِم إِاَّل قَلِياًل Oَ ََويَسْأَلُون
ِ ُّك ع َِن الر
“ Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah Ruh adalah urusan Tuhanku,
kamu tidak diberi ilmu kecuali sedikit” (QS. al-Isra’ ayat 85)
Ada yang berpendapat, bahwa ruh itu sama dengan nyawa, tetapi apa bedanya manusia
dengan orang utan, monyet dan binatang yang lain ?. Dalam surat al-mu’minun dijelaskan
bawa dengan ditiupkannya ruh, maka menjadilah makhluk ini khalq akhar (makhluk yang
unik), yang berbeda dengan makhluk lain.
Karena manusia memiliki ruh lah ia mudah menerima wahyu dari Allah swt.
Mempelajari wahyu dikatakan santapan rohani, bukan santapan nyawa. Manusia
berpotensi mendapatkan hidayah Karena mempunyai roh.Selain memiliki nafs, qalb, dan
ruh manusia juga memiliki ‘aql. Kata ‘aql dalam al-qur’an menggunakan bentuk kata
kerja masa kini dan lampau. Dari segi Bahasa kata ini dapat diartikan tali pengikat,
penghalang. ‘Aql merupakan sesuatu yang mengikat atau menghalangi seseorang
terjerumus dalam kesalahan atau berbuat dosa.
ُق ۖ نَحْ ن ٍ بِ ِه َش ْيئًا ۖ َوبِ ْال َوالِ َد ْي ِن إِحْ َسانًا ۖ َواَل تَ ْقتُلُوا أَوْ اَل َد ُك ْم ِم ْن إِ ْماَلOقُلْ تَ َعالَوْ ا أَ ْت ُل َما َح َّر َم َربُّ ُك ْم َعلَ ْي ُك ْم ۖ أَاَّل تُ ْش ِر ُكوا
ق ۚ ٰ َذلِ ُك ْم
ِّ س الَّتِي َح َّر َم هَّللا ُ إِاَّل بِ ْال َح
َ ش َما ظَهَ َر ِم ْنهَا َو َما بَطَنَ ۖ َواَل تَ ْقتُلُوا النَّ ْف َ اح ِ م َوإِيَّاهُ ْم ۖ َواَل تَ ْق َربُوا ْالفَ َوOْ نَرْ ُزقُ ُك
ََوصَّا ُك ْم بِ ِه لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْعقِلُون
Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu:
janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua
orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut
kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah
kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun
yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang
diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).(QS Al-an’am 151).
“ dan janganlah kamu mendekati perbuatan keji, baik yang nampak atau tersembunyi,
dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali demi kebenaran,
itulah wasiat Allah kepadamu agar kamu ber’aqal (dapat memahaminya)” Menurut
Hamka, dalam bukunya Falsafah Hidup, Islam sangat memuliakan ‘aql, maka dari itu
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi “aql. Orang yang dapat menempatkan
dirinya merasa terikat pada aturan-aturan Allah dalam firman-firman-Nya, maka itulah
sebenarnya orang-orang yang ber’aqal. Seorang muslim dalam aktifitas kehidupnya dapat
menggunakan ‘aqalnya jauh dari perbuatan keji, ruhnya banyak berisikan wahyu Allah,
hatinya jadi tentram sehingga dirinya terkendali kejalan yang diridhai Allah, terhindar
dari langkah-langkah syetan yang buruk Demikianlah hakekat hidup manusia dengan
berbagai potensi yang terdapat dalam dirinya untuk melaksanakan pekerjaan.
َ ِم ْن فَضْ ِل هَّللا ِ َو ْاذ ُكرُوا هَّللا َ َكثِيرًا لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُونOض َوا ْبتَ ُغوا
ِ ْصاَل ةُ فَا ْنت َِشرُوا فِي اأْل َر
َّ ت ال ِ ُفَإِ َذا ق
ِ َضي
:“Apabila shalat telah ditunaikan, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi, dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung” (Al-
Jumu’ah: 10).
Dalam pandangan Islam bekerja merukapan bagian dari ibadah, makaaplikasi dan
implementasinya perlu diikat dan dilandasi oleh akhlak/etika, yang senantiasa disebut
etika profesi. Etika/akhlaq yangmencerminkan sifat terpuji, yaitu Shiddiq, istiqamah,
futhanah, amanah dan tablig. Dari uraian diatas, dapat difahami, bahwa seorang muslim
yang akan mendapat kasih sayang dari Allah swt. Adalah apabila orang itu jauh dari
sifat malas, senang melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfa’at, rajin bekerja, tidak
menyia-nyiakan waktu, menyadari bahwa semua aktifitas yang dilakukan adalah dalam
rangka beribadah kepada Allah Swt.
b. Terhindar dari azab neraka Dalam sebuah riwayat dikemukakan, "Pada suatu saat, Saad
bin Muadz Al-Anshari berkisah bahwa ketika Nabi Muhammad SAW baru kembali dari
Perang Tabuk, beliau melihat tangan Sa'ad yang melepuh, kulitnya gosong kehitam-
hitaman karena diterpa sengatan matahari. Rasulullah bertanya, 'Kenapa tanganmu?' Saad
menjawab, 'Karena aku mengolah tanah dengan cangkul ini untuk mencari nafkah
keluarga yang menjadi tanggunganku." Kemudian Rasulullah SAW mengambil tangan
Saad dan menciumnya seraya berkata, 'Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh
oleh api neraka'" (HR. Tabrani)
c. Akan diampuninya suatu dosa yang tidak dapat diampuni dengan shalat, puasa, zakat,
haji & umrah. Dalam sebuah riwayat dikatakan : ”Sesungguhnya diantara dosa-dosa itu,
terdapat satu dosa yang tidak dapat dihapuskan dengan shalat, puasa, haji dan umrah.”
Sahabat bertanya, Apa yang dapat menghapuskannya wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab, Semangat dalam mencari rizki.” (HR. Thabrani)
A.3. Akhlak dalam bekerja
Kata “akhlak” berasal dari bahasa arab yaitu ” Al-Khulk ” yang berarti tabeat,
perangai, tingkah laku, kebiasaan, kelakuan. Menurut istilahnya, akhlak ialah sifat yang
tertanam di dalam diri seorang manusia yang bisa mengeluarkan sesuatu dengan senang
dan mudah tanpa adanya suatu pemikiran dan paksaan. Dalam KBBI, akhlak berarti budi
pekerti atau kelakuan. Sedangkan menurut para ahli, pengertian akhlak adalah sebagai
berikut:
Seorang muslim dalam bekerja selalu berhati-hati dan terbuka pikirannya kepada
keindahan ciptaan Allah. Dia menyadari bahwa Allah lah yang mengontrol segala
urusan dunia dan kehidupan manusia. Dia mengenal tanda-tanda kekuasaan-Nya,
senantiasa berzikir dan tawakal kepada-Nya. Allah berfirman dalam surat Ali-imran 190-
191
Kalau seandainya ummat Islam seorang pendusta, tidak jujur, tentunya ketika ia
menyatakan beriman, maka imannya sangat rapuh untuk dipercaya, karena orangnya
tidak amanah atau dapat dipercaya karena telah dianggap pendusta.
|
b. Menjaga akhlak
Sebagai Seorang Muslim Bekerja juga harus memperhatikan akhlak sebagai seroang
seorang muslim, seperti seperti akhlak dalam berbicara , menegur, berpakaian, bergaul,
makan, minum, berhadapan dengan customer, rapat, dan sebagainya. Bahkan akhlak ini
merupakan ciri kesempurnaan iman seorang mu'min. Dalam sebuah hadits Rasulullah
SAW bersabda : “Sesempurna-sempurnanya keimanan seorang mu’min adalah yang
paling baik akhlaknya” (HR. Turmudzi)
۞ ل َواَل تُب ِْطلُ ْٓوا اَ ْع َمالَكOَ ْ ال َّرسُوO هّٰللا َ َواَ ِط ْيعُواOٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اَ ِط ْيعُوا
”Hai orang-orang yang beriman, ta`atlah kepada Allah dan ta`atlah kepada rasul dan
janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu” (QS. Muhammad, 47 : 33)
Dalam mewujudkan nilai-nilai ibadah dalam bekerja yang dilakukan oleh setiap insan,
diperlukan adab dan etika yang membingkainya, sehingga nilai-nilai luhur tersebut tidak
hilang sia-sia. Diantara adab dan etika bekerja dalam Islam adalah :
Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu.
(QS. Al-Dzariyyat:56).
Dan Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ”Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi”. Mereka berkata: ”Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) dibumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: ”Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui.” (Al-Baqarah:30).
1. Pengertian Profesionalisme
Profesionalisme merupakan sikap dari seorang profesional, dan profesional berarti
melakukan sesuatu sebagai pekerjaan pokok, yang disebut profesi, artinya pekerjaan
tersebut bukan pengisi waktu luang atau sebagai hobi belaka. Jika profesi diartikan
sebagai pekerjaan da isme sebagai pandangan hidup, maka profesional dapat diartikan
sebagai pandangan untuk selalu berfikir, berpandirian, bersikap dan bekerja
sungguhsungguh, kerja keras, bekerja sepenuh waktu, disiplin, jujur, loyalitas tinggi dan
penuh dedikasi demi keberhasila pekerjaannya.
Dengan pengertian tersebut, profesionalisme sangat diperlukan untuk keberhasilan
suatu perusahaan, organisasi dan lembaga. Perusahaan, organisasi dan sejenisnya tersebut
kalau ingin berhasil program-program, maka harus melibatkan orang-orang yang mampu
bekrja secara profesional. Tanpa sikap dan prilaku profesional maka lembaga, organisasi
tersebut tidak akan memperoleh hasil yang maksimal, bahkan bisa mengalami
kebangkrutan.
Dalam realitas masyarakat, banyak ditemukan adanya perusahaan, organisasi, dan
lembaga yang maju, sedang atau biasa-biasa. Diantara faktor yang mempengaruhi
kemajuan dan kemunduran perusahaan atau lembaga tersebut adalah sikap dan perilaku
profesional dari orang-orang yang terlibat didalamnya, terutama para peminpinnya.
Profesonal berarti berkualitas, bermutu dan ahli dalam satu bidang pekerjan yang
menjadi profesinya. Suatu pekerjaan yang dilaksanakan oleh seseorang yang memang
ahlinya, tentu akanmendapatkan hasil yang bermutu dan baik. Sebaliknya suatu pekerjaan
yang dilaksanakan oleh seseorang yang bukan profesinya, akan mendapatkan hasil yang
tidak bermutu dan bahkan akan berantakan. Sabda Rasul Saw. “Bila menyerahkan suatu
urusan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran”.
Menurut sabda Rasul ini, seseorang dalam bekerja, apapun pekerjaannya, kalau ingin
mengharpkan hasil yang berkualitas dan baik, maka dia harus profeisinal / ahli dalam
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya itu.
Ahli dalam bekerja, berarti menguasai ilmu pengetahuan yang berhubungan lansung
dengan pekerjannya. Seorang pekerja yang bekerja dalam dunia pertanian, tentu dia harus
bereilmu tentang tanaman, pemupukan, pengiran dan lain-lain. Dia harus mengerti,
memahami dan menghayati secara mendalam segala yang menjadi tugas dan
kewajibannya dalam pertanian. Sifat kreatifits dan kemampuan melakukan berbagai
macam inovasi yangbermanfa’at tentang pertanian akan muncul dalam dirinya.
Tentunya kreatif dan inovatif hanya mungkin akan dimiliki manakala seseorang selalu
berusaha untuk menambah berbagai ilmu pengetahuan, peraturan, dan informasi yang
berhubungan dengan pekerjaan apapun bentuk pekerjanya.
Sebagai seorang guru (pengejar) dituntut harus ahli dalam ilmu keguruan, jangan
setengah-setengah, tapi belajar, terus belajar tentang profesi keguruan sampai akhir
hayatnya.
Firmam Allah dalam al-Baqarah : 208
2. Memperbanyak shilaturahhim.
Dalam Islam kebiasaan shilaturrahim merupakan bagian dari tanda-tanda keimanan.
Namun dalam dunia profesi, shilaturahhim sering dijumpai dalam bentuk tradisi lobi. Dalam
tradisi ini akan terjadi saling belajar.
3. Disiplin waktu dan menepati janji.
Begitu pentingnya disiplin waktu, al-Qur’an menegaskan makna waktu bagi kehidupan
manusia dalam surat al-Ashr, yang diawali dengan sumpah
يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا أَوْ فُوا بِ ْال ُعقُو ِد
2. Pekerjaan harus dilakukan berdasarkan keahlian. Seperti sabda Nabi : Apabila suatu
urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancuran. (Hadist
Bukhari).
3. berorientasi kepada mutu dan hasil yang baik. Dalm Islam, amal, dan kerja harus
dilakukan dalam bentuk yang shalih. Sehingga makna amal shalih dapat dipahami sebagai
kerja sesuai standar mutu, baik mutu dihadapan Allah maupun dihadapan manusia rekanan
kerjanya.
4. Pekerjaan itu senantiasa diawasi oleh Allah, Rasulullah, dan masyarakatnya, oleh karena
itu harus dilaksanakan dengan penuh tanggunga jawab.
5. Pekerjaan dilakukan dengan semangat dan etos kerja yang tinggi
6. Pengupahan harus dilakukan secara tepat sesuai dengan amal atau karya yang
dihasilkannya.
Disadari atau tidak, kenyataan menunjukkan bahwa negara-negara Islam atau negeri-negeri
yang penduduknya mayoritas Islam termasuk negara atau negeri-negeri yang terbelakang
baik dalam ekonomi maupun politik, terpuruk dalam kemiskinan dan keterbelakangan. Salah
satu faktor penyebab keterpurukan itu terkait dengan persoalan profesionalisme.
Profesionalisme biasa diartikan secara sederhana adalah suatu pandangan untuk selalu
berfikir, berpendirian, bersikap dan bekerja sungguh-sungguh, dengan disiplin, jujur, dan
penuh dedikasi untuk mencapai hasil kerja yang memuaskan. Sebagai sebuah konsepsi
masyarakat modern, profesionalisme paling tidak memiliki dua karakteristik. Karaketeristik
pertama meniscayakan adanya pengetahuan dan ketrampilan spesifik yang terspesialisai,
sedang karakteristik kedua bersumber dari integritas moral dan budaya.
Ilmu pengetahuan dan ketrampilan khusus terspesialisasi menjadi prasyarat mutlak yang
harus dimiliki oleh para profesionalis. Kemampuan individual ini masih perlu didukung oleh
sistem manajemen dan organisasi kerja yang tepat, yang dapat menempatkan individu pada
posis yang tepat. Jelasnya, individu yang memiliki ilmu pengetahuan dan ketrampilan
khusus terspesialisasi hanya akan menjadi profesional jika ditempatkan pada tugas (job) atau
posisi yang tepat (the right man on the right place). Dalam Al Qur’an Allah berfirman yang
artinya katakanlah setiap orang bekerja menurut keadaan masing-masing, maka Tuhanmu
lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya (QS. Al Isra’).
Sedangkan karakteristik kedua tentang integritas moral dan budaya, mencakup kejujuran,
disiplin, rajin, tepat waktu dan lain-lain. Meruapakan kode etik dan pedoman setiap para
profesional dalam bekerja. Kurang lebih lima belas abad yang lalu Islam telah mengajarkan
umatnya tentang integritas moral atau kode etik. Berikut butir-butir penting dalam Al Qur’an
dan Hadist yang menyuruh bekerja secara profesional:
1. Bekerja sesuai dengan kemampuan atau kapasitasnya (QS. An’am: 135, Az Zumar: 39
dan Huud: 93)
2. Bekerja dengan hasil terbaik (QS. Al Mulk: 2)
3. Bekerja sesuai dengan bidang keahlian (QS. Al Isra’: 84)
4. Jika suatu urusan diserahkan bukan pada ahlinya maka tunggulah kehancurannya (HR.
Bukhari)
5. Bekerja sesuai dengan patut dan layak (QS. An Nahl: 97, Al Anbiya’: 94, dan Al
Zalzalah: 7)
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kerja adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia baik kebutuhan fisik, psikologis,
maupun sosial. Selain itu, kerja adalah aktivitas yang mendapat dukungan sosial dan individu itu
sendiri. Manusia diwajibkan untuk berusaha, bukan menunggu karena Allah tidak menurunkan
harta benda, iptek dan kekuasaan dari langit melainkan manusia harus mengusahakannya sendiri.
Manusia harus menyadari betapa pentingnya kemandirian ekonomi bagi setiap muslim.
Kemandirian atau ketidak ketergantungan kepada belas kasihan orang lain ini mengandung
resiko, bahwa umat Islam wajib bekerja keras. Dan syarat itu adalah memahami konsep dasar
bahwa bekerja merupakan ibadah. Dengan pemahaman ini, maka akan terbangun etos kerja yang
tinggi.
Tujuan bekerja menurut Islam ada dua, yaitu memenuhi kebutuhan sendiri dan keluarga, dan
memenuhi ibadah dan kepentingan sosial. Islam menjunjung tinggi nilai kerja, tetapi Islam juga
memberi balasan dalam memilih jenis pekerjaan yang halal dan haram.
B. Saran
Bekerja dengan sunguh-sunguh merupakan mencirikan seorang muslim yang taat kepada Allah
Swt. Allah tidak merubah nasib suatu kaum selain kaum itu merubah nasibnya sendiri,
kehidupan kita tidak terlepas dari kebutuhan-kebutuhan sandang dan pangan. Untuk memperoleh
itu semua kita harus bekerja untuk memperoleh kondisi ekonomi yang baik, Islam sudah
memberikan penjelasan bagaimana cara bekerja secara sungguh-sungguh dan professional.
Marilah kita bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan rahmat dan ridho Allah Swt
dan memperoleh rezeki yang halal.
DAFTAR PUSTAKA
KH. Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 2002, hlm. 2-
26.
Prof. Dr. Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, Jiwa dan Semangat Islam, Gema Insani Press,
Jakarta, 1992, hlm. 36-38.
Drs. M. Thalib, Pedoman Wiraswasta dan manajemen Islami, CV. Pustaka Mantiq, Solo, 1992,
hlm. 18-20
KH. Toto Tasmara, Ibid, hlm. 73-139.