Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ISLAM DAN PERSOALAN HIDUP DAN KERJA

Dosen pembimbing :
Bayu Dwi Cahyono, M.Pd.I
Disusun oleh :
- Muhammad Indra Aditia (1803030050 )
- Untung Subagyo (1803030005 )
- Rifqi Zain Prasojo (1803030043)

FAKULTAS TEKNIK DAN SAINS


TEKNIK ELEKTRO
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai
pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas
dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami
sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah
selanjutnya yang lebih baik lagi.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak terlepas dari kebutuhan ekonomi, seperti keb utuhan
makan, minum, handphone, tas, rumah, kendaraan dan lain sebagainya, untuk memenuhi
kebutuhan tersebut kita harus bekerja. Agama Islam yang berdasarkan Alquran dan Hadis
sebagai tuntunan dan pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya mengatur
dalam segi ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan tuntutan dalam
masalah yang berkenaan dengan kerja. Padahal dalam situasi globalisasi saat ini, kita dituntut
untuk menunjukkan etos kerja yang tidak hanya rajin, gigih, setia, akan tetapi senantiasa
menyeimbangkan dengan nilai-nilai Islami yang tentunya tidak boleh melampaui rel-rel yang
telah ditetapkan Alquran dan Hadis. Dalam makalah ini akan membahas tentang hakekat hidup
dan kerja, rahmat Allah terhadap orang yang rajin bekerja, akhlak dalam bekerja, keharusan
profesionalisme dalam bekerja.

B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana hakekat hidup dan kerja dalam Islam?
2. Seperti apa rahmat Allah terhadap orang yang rajin bekerja?
3. Bagaimana akhlak dalam bekerja menurut Islam?
4. Bagaimana keharusan profesionalisme dalam bekerja menurut Islam?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Menjelaskan hakekat hidup dan kerja dalam Islam?
2. Menjelaskan rahmat Allah terhadap orang yang rajin bekerja?
3. Menjelaskan akhlak dalam bekerja menurut Islam?
4. Menjelaskan keharusan profesionalisme dalam bekerja menurut Islam?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Islam dan Persoalan Hidup dan Kerja


Hakekat hidup dan kerja, rahmat Allah terhadap orang yang rajin bekerja, akhlak dalam bekerja,
keharusan professionalisme dalam bekerja.
A.1 Hakekat hidup dan kerja

1. kerja dalam KBBI


artinya kegiatan melakukan sesuatu. Kerja adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang
baik sendiri atau bersama orang lain, untuk memproduksi suatu komoditi atau memberikan
jasa.
2. menurut Tasmara 
Kerja adalah segala aktivitas dinamis dan mempunyai tujuan untuk memenuhi
kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani) dan di dalam mencapai tujuannya tersebut dia
berupaya dengan penuh kesungguhan untuk mewujudkan prestasi yang optimal sebagai
bukti pengabdian dirinya kepada Allah SWT.
 Dapat disimpulkan bahwa bekerja adalah kegiatan yang dilakukan seseorang baik
individu maupun kelompok untuk mendapatkan sesuatu salah satunya adalah mendapatkan
materi untuk kehidupanya.
Kerja merupakan sarana memenuhi tuntutan yang bersifat pembawaan. Menurut al-
Faruqiy, manusia memang diciptakan untuk bekerja. Kerjanya adalah ibadahnya. Terhadap
mereka yang enggan bekerja al-Faruqiy menyatakan, mereka tidak mungkin menjadi
muslim yang baik. Apalagi kalau dikaitkan dengan iman, perbuatan atau kerja islami justru
merupakan manifestasi dan bagian daripadanya. Dengan ungkapan lain, iman adalah
landasan, sedangkan perbuatan atau kerja merupakan konsekuensi dan cara melakukannya.

Dalam diri manusia terdapat apa yang disebut dengan nafs sebagai potensi yang
membawa kepada kehidupan. Dalam pandangan Al-Qur’an , nafs diciptakan Allah dalam
keadaan sempurna untuk berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat
kebaikan dan keburukan. Allah swt. Katakana dalam surat as-Syams ayat 7-8

ٍ ‫َونَ ْف‬
‫س َو َما َس َّواهَا‬
‫ َوتَ ْق َواهَا‬O‫فَأ َ ْلهَ َمهَا فُجُو َرهَا‬

“Demi Nafs serta penyempurnaan ciptaanny, Allah mengilhamkan kepadanya kejahatan


dan ketaqwaan”.
Allah mengilhamkan, berarti memberi potensi agar manusia melalui nafs dapat
menangkap ma’na baik dan buruk, serta dapat mendorongnya untuk melakukan kebaikan
dan keburukan. Meskipun nafs berpotensi positif dan negative, namun diperoleh pula
isyaratka bahwa pada hakekatnya potensi positif manusia lebih kuat dari pada potensi
negetifnya. Hanya saja daya Tarik keburukan lebih kuat dari daya tarik kebaikan.
Untuk itu manusia dituntut agar memelihara kesucian nafsnya. Firman Allah dalam surat
asy-Syams ayat 9-10.

‫قَ ْد أَ ْفلَ َح َم ْن َز َّكاهَا‬

َ ‫َوقَ ْد َخ‬
‫اب َم ْن َدسَّاهَا‬
”sungguh beruntunglah orang-orang yang menyucikannya dan merugilah orang-orang
yang Mengotorinya”(QS.Asy-syams 9-10 )

Kecendrungan nafs lebih kuat untuk kebaikan dipahami dari isyarat ayat, misalnya
terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 286

O‫اَل يُ َكلِّفُ هَّللا ُ نَ ْفسًا إِاَّل ُو ْس َعهَا‬

“ Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ".(QS. Al-
baqarah 286)

Nafs memperoleh ganjaran dari apa yang diusahakannya, dan memperoleh siksa dari apa
yang diusahakannya”Selain nafs, dalam diri manusia juga terdapat qalb yang sering
diterjemahkan hati. Seperti dikemukakan di atas, bahwa nafs ada dalam diri manusia,
qalb pun demikian, hanya saja qalb yang merupakan wadah dipahami dalam arti alat,
sebagaimana firman Allah dalam surat al-A’raf ayat 179

ِ ‫س ۖ لَهُ ْم قُلُوبٌ اَل يَ ْفقَهُونَ بِهَا َولَهُ ْم أَ ْعي ٌُن اَل يُب‬ ْ
ٌ ‫ْصرُونَ بِهَا َولَهُ ْم آ َذ‬
‫ان اَل‬ ِ ‫َولَقَ ْد َذ َرأنَا لِ َجهَنَّ َم َكثِيرًا ِمنَ ْال ِجنِّ َواإْل ِ ْن‬
َ ِ‫ضلُّ ۚ أُو ٰلَئ‬
َ‫ك هُ ُم ْالغَافِلُون‬ َ ِ‫يَ ْس َمعُونَ بِهَا ۚ أُو ٰلَئ‬
َ َ‫ك َكاأْل َ ْن َع ِام بَلْ هُ ْم أ‬
“mereka mempunyai qalb, tetapi tidak digunakan untuk memahami”. Selain kata
qalb,dalam al-qur’an juga terdapat kata fu’ad, seperti dalam firman-Nya dalam surat al-
Nahl “Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui
sesuatu maka Dia memberimu (alat) pendengaran, (alat) penglihatan serta hati, agar kamu
bersyukur (mempergunakannya memperoleh pengetahuan)” (QS.Al-A’raf 179)
Kemudian manusia juga memiliki ruh, sebagaimana firman-Nya dalam
surat al-Isra’ ayat 85
‫وح ۖ قُ ِل الرُّ و ُح ِم ْن أَ ْم ِر َربِّي َو َما أُوتِيتُ ْم ِمنَ ْال ِع ْل ِم إِاَّل قَلِياًل‬ Oَ َ‫َويَسْأَلُون‬
ِ ُّ‫ك ع َِن الر‬

“ Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah Ruh adalah urusan Tuhanku,
kamu tidak diberi ilmu kecuali sedikit” (QS. al-Isra’ ayat 85)
Ada yang berpendapat, bahwa ruh itu sama dengan nyawa, tetapi apa bedanya manusia
dengan orang utan, monyet dan binatang yang lain ?. Dalam surat al-mu’minun dijelaskan
bawa dengan ditiupkannya ruh, maka menjadilah makhluk ini khalq akhar (makhluk yang
unik), yang berbeda dengan makhluk lain.
Karena manusia memiliki ruh lah ia mudah menerima wahyu dari Allah swt.
Mempelajari wahyu dikatakan santapan rohani, bukan santapan nyawa. Manusia
berpotensi mendapatkan hidayah Karena mempunyai roh.Selain memiliki nafs, qalb, dan
ruh manusia juga memiliki ‘aql. Kata ‘aql dalam al-qur’an menggunakan bentuk kata
kerja masa kini dan lampau. Dari segi Bahasa kata ini dapat diartikan tali pengikat,
penghalang. ‘Aql merupakan sesuatu yang mengikat atau menghalangi seseorang
terjerumus dalam kesalahan atau berbuat dosa.

Allah berfirman dalam surat al-An’am ayat 151

ُ‫ق ۖ نَحْ ن‬ ٍ ‫ بِ ِه َش ْيئًا ۖ َوبِ ْال َوالِ َد ْي ِن إِحْ َسانًا ۖ َواَل تَ ْقتُلُوا أَوْ اَل َد ُك ْم ِم ْن إِ ْماَل‬O‫قُلْ تَ َعالَوْ ا أَ ْت ُل َما َح َّر َم َربُّ ُك ْم َعلَ ْي ُك ْم ۖ أَاَّل تُ ْش ِر ُكوا‬
‫ق ۚ ٰ َذلِ ُك ْم‬
ِّ ‫س الَّتِي َح َّر َم هَّللا ُ إِاَّل بِ ْال َح‬
َ ‫ش َما ظَهَ َر ِم ْنهَا َو َما بَطَنَ ۖ َواَل تَ ْقتُلُوا النَّ ْف‬ َ ‫اح‬ ِ ‫م َوإِيَّاهُ ْم ۖ َواَل تَ ْق َربُوا ْالفَ َو‬Oْ ‫نَرْ ُزقُ ُك‬
َ‫َوصَّا ُك ْم بِ ِه لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْعقِلُون‬
Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu:
janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua
orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut
kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah
kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun
yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah
(membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang
diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).(QS Al-an’am 151).

“ dan janganlah kamu mendekati perbuatan keji, baik yang nampak atau tersembunyi,
dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali demi kebenaran,
itulah wasiat Allah kepadamu agar kamu ber’aqal (dapat memahaminya)” Menurut
Hamka, dalam bukunya Falsafah Hidup, Islam sangat memuliakan ‘aql, maka dari itu
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi “aql. Orang yang dapat menempatkan
dirinya merasa terikat pada aturan-aturan Allah dalam firman-firman-Nya, maka itulah
sebenarnya orang-orang yang ber’aqal. Seorang muslim dalam aktifitas kehidupnya dapat
menggunakan ‘aqalnya jauh dari perbuatan keji, ruhnya banyak berisikan wahyu Allah,
hatinya jadi tentram sehingga dirinya terkendali kejalan yang diridhai Allah, terhindar
dari langkah-langkah syetan yang buruk Demikianlah hakekat hidup manusia dengan
berbagai potensi yang terdapat dalam dirinya untuk melaksanakan pekerjaan.

A.2 Rahmat Allah Terhadap Orang Yang Rajin Bekerja


Umar bin Khattab khalifah ke dua setelah Abu bakar siddiq berkata “aku benci orang
berpangku tangan, tanpa ada aktifitas kerja, baik kerja untuk dunia atau untuk
kepentingan di akherat kelak”Dalam hal ini khalifah umar sangat menghargai dan
menyenangi orang yang rajin bekerja dan beraktifitas Sebagai muslim yang ta’at, Umar
selalu mendorong umat Islam untuk memiliki semangat bekerja dan beramal, serta
menjauhkan diri dari sifat malas.
Rasulullah bersabda “Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari lemah pendirian, sifat
malas, penakut, kikir, hilangnya kesadaran, terlilit utang dan dikendalikan orang lain. Dan
akau berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, dan dari fitnah (ketika hidup dan mati).
(H.R Bukhari dan Muslim)Orang muslim yang akan berhasil dalam hidupnya adalah
kemampuannya meninggalkan perbuatan yang melahirkan kemalasan/tidak produktif dan
digantinya dengan amalam yang bermanfa’at. Sabda Rasulullah Saw. Dari Abu hurairah“
Sebaik-baik Islamnya seseorang adalah meninggalkan perbuatan yang tidak bermanfa’at”
(HR. Tarmizi).
Bekerja bagi seorang muslim adalah dalam rangka mendapatkan rezki yang halal dan
memberikan manfa’at yang sebesar-besarnya bagi masyarakat sebagai ibadahnya kepada
Allah swt. Firman-Nya surat Al-jumu’ah ayat 10.

َ‫ ِم ْن فَضْ ِل هَّللا ِ َو ْاذ ُكرُوا هَّللا َ َكثِيرًا لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬O‫ض َوا ْبتَ ُغوا‬
ِ ْ‫صاَل ةُ فَا ْنت َِشرُوا فِي اأْل َر‬
َّ ‫ت ال‬ ِ ُ‫فَإِ َذا ق‬
ِ َ‫ضي‬
:“Apabila shalat telah ditunaikan, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi, dan carilah
karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung” (Al-
Jumu’ah: 10).
Dalam pandangan Islam bekerja merukapan bagian dari ibadah, makaaplikasi dan
implementasinya perlu diikat dan dilandasi oleh akhlak/etika, yang senantiasa disebut
etika profesi. Etika/akhlaq yangmencerminkan sifat terpuji, yaitu Shiddiq, istiqamah,
futhanah, amanah dan tablig. Dari uraian diatas, dapat difahami, bahwa seorang muslim
yang akan mendapat kasih sayang dari Allah swt. Adalah apabila orang itu jauh dari
sifat malas, senang melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfa’at, rajin bekerja, tidak
menyia-nyiakan waktu, menyadari bahwa semua aktifitas yang dilakukan adalah dalam
rangka beribadah kepada Allah Swt.

Adapun keutamaan (fadhilah) bekerja dalam islam antara lain:


a. Mendapatkan ‘Cinta Allah SWT’. Dalam sebuah riwayat digambarkan Sesungguhnya
Allah SWT mencintai seorang mu’min yang giat bekerja. (HR. Thabrani)

b. Terhindar dari azab neraka Dalam sebuah riwayat dikemukakan, "Pada suatu saat, Saad
bin Muadz Al-Anshari berkisah bahwa ketika Nabi Muhammad SAW baru kembali dari
Perang Tabuk, beliau melihat tangan Sa'ad yang melepuh, kulitnya gosong kehitam-
hitaman karena diterpa sengatan matahari. Rasulullah bertanya, 'Kenapa tanganmu?' Saad
menjawab, 'Karena aku mengolah tanah dengan cangkul ini untuk mencari nafkah
keluarga yang menjadi tanggunganku." Kemudian Rasulullah SAW mengambil tangan
Saad dan menciumnya seraya berkata, 'Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh
oleh api neraka'" (HR. Tabrani)

c. Akan diampuninya suatu dosa yang tidak dapat diampuni dengan shalat, puasa, zakat,
haji & umrah. Dalam sebuah riwayat dikatakan : ”Sesungguhnya diantara dosa-dosa itu,
terdapat satu dosa yang tidak dapat dihapuskan dengan shalat, puasa, haji dan umrah.”
Sahabat bertanya, Apa yang dapat menghapuskannya wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab, Semangat dalam mencari rizki.” (HR. Thabrani)
A.3. Akhlak dalam bekerja
Kata “akhlak” berasal dari bahasa arab yaitu ” Al-Khulk ” yang berarti tabeat,
perangai, tingkah laku, kebiasaan, kelakuan.  Menurut istilahnya, akhlak ialah sifat yang
tertanam di dalam diri seorang manusia yang bisa mengeluarkan sesuatu dengan senang
dan mudah tanpa adanya suatu pemikiran dan paksaan. Dalam KBBI, akhlak berarti budi
pekerti atau kelakuan. Sedangkan menurut para ahli, pengertian akhlak adalah sebagai
berikut:

Menurut Abu Hamid Al Ghazali 


Akhlak ialah sifat yang terpatri dalam jiwa manusia yang darinya terlahir perbuatan-
perbuatan yang dilakukan dengan senang  dan mudah tanpa memikirkan dirinya serta
tanpa adanya renungan terlebih dahulu.

Menurut Ahmad bin Mushthafa 


Akhlak merupakan sebuah ilmu yang darinya dapat diketahui jenis-jenis keutamaan,
dimana keutamaan itu ialah terwujudnya keseimbangan antara tiga kekuatan yakni
kekuatan berpikir, marah dan syahwat.

Seorang muslim dalam bekerja selalu berhati-hati dan terbuka pikirannya kepada
keindahan ciptaan Allah. Dia menyadari bahwa Allah lah yang mengontrol segala
urusan dunia dan kehidupan manusia. Dia mengenal tanda-tanda kekuasaan-Nya,
senantiasa berzikir dan tawakal kepada-Nya. Allah berfirman dalam surat Ali-imran 190-
191

ِ ‫ت أِل ُولِي اأْل َ ْلبَا‬


‫ب‬ ِ َ‫ف اللَّ ْي ِل َوالنَّه‬
ٍ ‫ار آَل يَا‬ ِ ‫اختِاَل‬ ِ ْ‫ت َواأْل َر‬
ْ ‫ض َو‬ ِ ‫إِ َّن فِي خَ ْل‬
َ ‫ق ال َّس َم‬
ِ ‫اوا‬

ِ ْ‫ت َواأْل َر‬


‫ض َربَّنَا َما‬ ِ ‫م َويَتَفَ َّكرُونَ فِي َخ ْل‬Oْ ‫ َو َعلَ ٰى ُجنُوبِ ِه‬O‫الَّ ِذينَ يَ ْذ ُكرُونَ هَّللا َ قِيَا ًما َوقُعُو ًدا‬
َ ‫ق ال َّس َم‬
ِ ‫اوا‬
‫اب النَّار‬
َ ‫ك فَقِنَا َع َذ‬ َ َ‫اطاًل ُس ْب َحان‬ ِ َ‫َخلَ ْقتَ ٰهَ َذا ب‬
“ sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan
siang, terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang bertawakal ( yaitu) orng-orng yang
mengingatAllah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (sambil berkata) Ya Tuhan kami,
tidaklah Engkau ciptakan semua ini dengan sis-sia, maha suci Engkau, maka peliharalah
kami dari api neraka” (Ali Imran ayat 190-191)
Dalam bekerja dia tulus dan patuh kpada Allah dalam keadaan bagaimanapun, tidak
boleh melampai batas, selalu ta’at mengikuti bimbingan Allah meskipun tidak sesuai
dengan keinginannya. Dia bertanggung jawab menjalankan kewajiban pekerjaan yang
telah ditetapkan untuknya. Bila ia mendapatkan kendala, segera mencari penyebabnya
dan siapmemikul semua konsekwensinya.
Dia memahami sabda Rasul Saw. “Betapa indahnya urusan orang Islam. Seluruh urusan
(kerjanya) adalah baik bagi dirinya. Jika ia mengalami kemudahan, ia bersyukur, dan
yang demikian itu baik bagi dirinya, jika ia mengalami kesulitan , ia menghadapinya
dengan sabar dan tabah, dan itupun juga baik bagi dirinya (HR. Bukhari).
Akhlak seorang muslim dalam bekerja menemukan kemudahan selalu bersyukur, ketika
menghadapi kesulitan dia tabah dan sabar . Mudah dan sulit baginya sama, karena semua
itu adalah untuk menguji kekuatan imannya. Pada sa’atnya ia mendapatkan kesalahan
dalam bekerja, menyimpang dari ketentuan Allah dan Rasul-Nya, ia segera bertobat,
segera ingat akan Tuhannya, menghentikan segala kesalahannya dan memohon ampun
atas kekeliruannya. Firman Allah dalam surat Al-a’raf 201.

ِ ‫ان تَ َذ َّكرُوا فَإِ َذا هُ ْم ُمب‬


َ‫ْصرُون‬ ٌ ِ‫إِ َّن الَّ ِذينَ اتَّقَوْ ا إِ َذا َم َّسهُ ْم طَائ‬
ِ َ‫ف ِمنَ ال َّش ْيط‬
“Sesungguhnya orang-orang yangbertaqwa bila dalam dirinya timbul perasaan was-was
dari setan, mereka segera ingat kepada Allah. Maka waktu itu juga mereka melihat
kesalahan-kesalahannya (al-A’raf :201) Demikianlah akhlak seorang muslim dalam
bekerja.
Adapun akhlak dalam bekerja agar mendapatkan syurganya Allah swt :
a. Bersikap Jujur & Amanah ,
Karena pada hakekatnya pekerjaan yang dilakukannya tersebut merupakan amanah, baik
secara duniawi dari atasannya atau pemilik pemilik usaha, maupun secara duniawi
duniawi dari Allah SWT yang Allah SWT yang akan dimintai pertanggung jawaban atas
pekerjaan yang dilakukannya. Implementasi jujur dan amanah dalam bekerja diantaranya
adalah dengan tidak mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya, tidak curang,
obyektif dalam menilai, dan sebagainya. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:
“ Seorang pebisnis yang jujur lagi dapat dipercaya, (kelak akan dikumpulkan) bersama
para nabi, shiddiqin dan syuhada” (HR. Turmudzi).
Jujur adalah sifat penting bagi Islam. Salah satu pilar Aqidah Islam adalah Jujur. Jujur
adalah berkata terus terang dan tidak bohong. Orang yang bohong atau pendusta tidak ada
nilainya dalam Islam.Bahkan bisa jadi orang pendusta ini digolongkan sebagai orang yang
munafik. Orang-orang munafik tergolong orang kafir. Nauzubillah. Allah berfirman:
dantara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian,”
pada hal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.Mereka hendak
menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya
sendiri sedang mereka tidak sadar.Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah
penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. [QS.2 Al-
Baqarah :8-10]

Kalau seandainya ummat Islam seorang pendusta, tidak jujur, tentunya ketika ia
menyatakan beriman, maka imannya sangat rapuh untuk dipercaya, karena orangnya
tidak amanah atau dapat dipercaya karena telah dianggap pendusta.
|

b. Menjaga akhlak
Sebagai Seorang Muslim Bekerja juga harus memperhatikan akhlak sebagai seroang
seorang muslim, seperti seperti akhlak dalam berbicara , menegur, berpakaian, bergaul,
makan, minum, berhadapan dengan customer, rapat, dan sebagainya. Bahkan akhlak ini
merupakan ciri kesempurnaan iman seorang mu'min. Dalam sebuah hadits Rasulullah
SAW bersabda : “Sesempurna-sempurnanya keimanan seorang mu’min adalah yang
paling baik akhlaknya” (HR. Turmudzi)

c. Tidak Melanggar Prinsip-Prinsip Syariah, Aspek lain


dalam aklak bekerja dalam Islam adalah tidak boleh melanggar prinsip-prinsip syariah
dalam pekerjaan yang dilakukannya. Tidak melanggar prinsip syariah ini dapat dibagi
menjadi beberapa hal, Pertama dari sisi dzat atau substansi substansi dari pekerjaannya
pekerjaannya, seperti seperti memproduksi tidak boleh barang yang haram,
menyebarluaskan kefasadan (seperti pornografi), mengandung unsur riba, maysir, gharar
dan sebagainya. Kedua dari sisi penunjang yang tidak terkait langsung dengan pekerjaan,
seperti risywah, membuat fitnah dalam persaingan, tidak menutup aurat, ikhtilat antara
laki-laki dengan perempuan, dan sebagainya. Firman Allah dalam surat Muhammad 33.

۞ ‫ل َواَل تُب ِْطلُ ْٓوا اَ ْع َمالَك‬Oَ ْ‫ ال َّرسُو‬O‫ هّٰللا َ َواَ ِط ْيعُوا‬O‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اَ ِط ْيعُوا‬

”Hai orang-orang yang beriman, ta`atlah kepada Allah dan ta`atlah kepada rasul dan
janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu” (QS. Muhammad, 47 : 33)

Dalam mewujudkan nilai-nilai ibadah dalam bekerja yang dilakukan oleh setiap insan,
diperlukan adab dan etika yang membingkainya, sehingga nilai-nilai luhur tersebut tidak
hilang sia-sia. Diantara adab dan etika bekerja dalam Islam adalah :

1. Bekerja dengan ikhlas karena Allah Shubhanahu Wata’ala


Ini merupakan hal dan landasan terpenting bagi seorang yang bekerja. Artinya ketika
bekerja, niatan utamanya adalah karena
Allah. Ia sadar, bahwa bekerja adalah kewajiban dari Allah yang harus dilakukan oleh
setiap hamba. Ia faham bahwa memberikan
nafkah kepada diri dan keluarga adalah kewajiban dari Allah. Ia pun mengetahui,
bahwa hanya dengan bekerjalah ia dapat menunaikan kewajiban-kewajiban Islam yang
lainnya, seperti zakat, infak dan shodaqah. Sehingga ia selalu memulai aktivitas
pekerjaannya dengan dzikir kepada Allah.
2. Itqon, tekun dan sungguh-sungguh dalam bekerja
Implementasi dari keikhlasan dalam bekerja adalah itqon (profesional) dalam
pekerjaannya. Ia sadar bahwa kehadiran tepat pada waktunya, menyelesaikan apa yang
sudah menjadi kewajibannya secara tuntas. Dalam sebuah hadits, riwayat Aisyah ra,
bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang
apabila ia bekerja, dia itqan (baca ; menyempurnakan) dalam pekerjaannya.” (HR.
Thabrani).
3. Menjaga etika sebagai seorang muslim
Bekerja juga harus memperhatikan adab dan etika sebagai seorang muslim, seperti
etika dalam berbicara, menegur, berpakaian, bergaul, makan, minum, berhadapan
dengan customer, rapat, dan sebagainya. Bahkan akhlak atau etika ini merupakan ciri
kesempurnaan iman seorang mukmin. Dalam sebuah hadits Rasulullah mengatakan,
“Orang mu’min yang paling sempurna imannya adalah mereka yang paling baik
akhlaknya.” (HR. Turmudzi).
4. Tidak melanggar prinsip-prinsip syariah.
Aspek lain dalam etika bekerja dalam Islam adalah tidak boleh melanggar prinsip-
prinsip syariah dalam pekerjaan yang dilakukannya. Tidak melanggar prinsip syariah
ini dapat dibagi menjadi beberapa hal, Pertama dari sisi dzat atau substansi dari
pekerjaannya, seperti memporduksi barang yang haram, menyebarluaskan kefasadan.
Kedua dari sisi penunjang yang tidak terkait langsung dengan pekerjaan, seperti tidak
menutup aurat, ikhtilat antara laki-laki dengan perempuan, membuat fitnah dalam
persaingan dsb. Pelanggaran-pelanggaran terhadap prinsip syariah, selain
mengakibatkan dosa dan menjadi tidak berkahnya harta, juga dapat menghilangkan
pahala amal shaleh kita dalam bekerja. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang
beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya dan janganlah kalian
membatalkan amal perbuatan/ pekerjaan kalian.” (QS. 47 : 33).
5. Menghindari syubhat
Dalam bekerja terkadang seseorang dihadapkan dengan adanya syubhat atau sesuatu
yang meragukan dan samar antara kehalalan dengan keharamannya. Oleh karena itulah,
kita diminta hati-hati dalam kesyubhatan ini. Dalam sebuah hadits Rasulullah
bersabda, “Halal itu jelas dan haram itu jelas, dan diantara keduanya ada perkara-
perkara yang syubhat. Maka barang
siapa yang terjerumus dalam perkara yang syubhat, maka ia terjerumus pada yang
diharamkan.” (HR. Muslim)
6.  Menjaga ukhuwah Islamiyah.
Aspek lain yang juga sangat penting diperhatikan adalah masalah ukhuwah islamiyah
antara sesama muslim. Jangan sampai dalam bekerja atau berusaha melahirkan
perpecahan di tengah-tengah kaum muslimin. Rasulullah sendiri mengemukakan
tentang hal
yang bersifat prefentif agar tidak merusak ukhuwah Islamiyah di kalangan kaum
muslimin. Beliau mengemukakan, “Dan janganlah kalian menjual barang yang sudah
dijual kepada saudara kalian” (HR. Muslim). Karena jika terjadi kontradiktif dari hadits
di
atas, tentu akan merenggangkan juga ukhuwah Islamiyah diantara mereka; saling
curiga, su’udzon dan sebagainya. Karena masalah pekerjaan atau bisnis yang
menghasilkan uang, akan sangat sensitif bagi palakunya. Kaum Anshar dan Muhajirin
yang secara sifat, karakter, background dan pola pandangnya sangat berbeda telah
memberikan contoh sangat positif bagi kita; yaitu ukhuwah islamiyah. Salah seorang
sahabat Anshar bahkan mengatakan kepada Muhajirin, jika kamu mau, saya akan bagi
dua seluruh kekayaan saya; rumah, harta, kendaraan, bahkan (yang sangat pribadipun
direlakan), yaitu istri. Hal ini terjadi lantaran ukhuwah antara mereka yang demikian
kokohnya

A.4. Keharusan Profesionalisme Dalam Bekerja


Profesionalisme dalam Islam

َ ‫ت ْال ِج َّن َواإْل ِ ْن‬


ِ ‫س إِاَّل لِيَ ْعبُد‬
‫ُون‬ ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬

Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu.
(QS. Al-Dzariyyat:56).

ُ ِ‫ض َخلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْ َع ُل فِيهَا َم ْن يُ ْف ِس ُد فِيهَا َويَ ْسف‬


‫ك ال ِّد َما َء‬ ِ ْ‫ك لِ ْل َماَل ئِ َك ِة إِنِّي َجا ِع ٌل فِي اأْل َر‬ َ ُّ‫َوإِ ْذ قَا َل َرب‬
َ‫ك ۖ قَا َل إِنِّي أَ ْعلَ ُم َما اَل تَ ْعلَ ُمون‬
َ َ‫ك َونُقَدِّسُ ل‬
َ ‫َونَحْ نُ نُ َسبِّ ُح بِ َح ْم ِد‬

Dan Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ”Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi”. Mereka berkata: ”Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) dibumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya
dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: ”Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui.” (Al-Baqarah:30).

Ayat diatas menegaskan bahwa manusia adalah makhluk berketuhanan sekaligus


makhluk sosial. Sebagai makhluk berketuhanan, wajinb baginya mengabdi, tunduk dan
patuh, serta berpegang teguh pada ajaran agama Allah yakni al-Islam. Sementara sebagai
makhluk sosial yang merupakan bagian dari aktualisasi sebagai makhluk berketuhanan,
mereka harus menjalin shilaturahmi dan kerjasama yang baik, jujur, amanah, yang
dilandasi oleh keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
Dari kondisi tersebut, manusia menjadi berkembang secara dinamis, sehingga kebutuhan
hidup manusia juga semakin berkembang, begitu juga tantangan hidupnya pun
berkembang pesat. Sehingga ketergantungan manusia kepada sesamanya juga semakin
tinggi. Dari sini kemudian, lahirlah lapangan pekerjaan, yang dengan lapangan pekerjaan
seseorang dapat memenuhi kebutuhannya sekaligus menolong pemenuhan kebutuhan
orang lain.

1. Pengertian Profesionalisme
Profesionalisme merupakan sikap dari seorang profesional, dan profesional berarti
melakukan sesuatu sebagai pekerjaan pokok, yang disebut profesi, artinya pekerjaan
tersebut bukan pengisi waktu luang atau sebagai hobi belaka. Jika profesi diartikan
sebagai pekerjaan da isme sebagai pandangan hidup, maka profesional dapat diartikan
sebagai pandangan untuk selalu berfikir, berpandirian, bersikap dan bekerja
sungguhsungguh, kerja keras, bekerja sepenuh waktu, disiplin, jujur, loyalitas tinggi dan
penuh dedikasi demi keberhasila pekerjaannya.
Dengan pengertian tersebut, profesionalisme sangat diperlukan untuk keberhasilan
suatu perusahaan, organisasi dan lembaga. Perusahaan, organisasi dan sejenisnya tersebut
kalau ingin berhasil program-program, maka harus melibatkan orang-orang yang mampu
bekrja secara profesional. Tanpa sikap dan prilaku profesional maka lembaga, organisasi
tersebut tidak akan memperoleh hasil yang maksimal, bahkan bisa mengalami
kebangkrutan.
Dalam realitas masyarakat, banyak ditemukan adanya perusahaan, organisasi, dan
lembaga yang maju, sedang atau biasa-biasa. Diantara faktor yang mempengaruhi
kemajuan dan kemunduran perusahaan atau lembaga tersebut adalah sikap dan perilaku
profesional dari orang-orang yang terlibat didalamnya, terutama para peminpinnya.
Profesonal berarti berkualitas, bermutu dan ahli dalam satu bidang pekerjan yang
menjadi profesinya. Suatu pekerjaan yang dilaksanakan oleh seseorang yang memang
ahlinya, tentu akanmendapatkan hasil yang bermutu dan baik. Sebaliknya suatu pekerjaan
yang dilaksanakan oleh seseorang yang bukan profesinya, akan mendapatkan hasil yang
tidak bermutu dan bahkan akan berantakan. Sabda Rasul Saw. “Bila menyerahkan suatu
urusan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran”.
Menurut sabda Rasul ini, seseorang dalam bekerja, apapun pekerjaannya, kalau ingin
mengharpkan hasil yang berkualitas dan baik, maka dia harus profeisinal / ahli dalam
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya itu.
Ahli dalam bekerja, berarti menguasai ilmu pengetahuan yang berhubungan lansung
dengan pekerjannya. Seorang pekerja yang bekerja dalam dunia pertanian, tentu dia harus
bereilmu tentang tanaman, pemupukan, pengiran dan lain-lain. Dia harus mengerti,
memahami dan menghayati secara mendalam segala yang menjadi tugas dan
kewajibannya dalam pertanian. Sifat kreatifits dan kemampuan melakukan berbagai
macam inovasi yangbermanfa’at tentang pertanian akan muncul dalam dirinya.
Tentunya kreatif dan inovatif hanya mungkin akan dimiliki manakala seseorang selalu
berusaha untuk menambah berbagai ilmu pengetahuan, peraturan, dan informasi yang
berhubungan dengan pekerjaan apapun bentuk pekerjanya.
Sebagai seorang guru (pengejar) dituntut harus ahli dalam ilmu keguruan, jangan
setengah-setengah, tapi belajar, terus belajar tentang profesi keguruan sampai akhir
hayatnya.
Firmam Allah dalam al-Baqarah : 208

ٌ ِ‫ان ۚ إِنَّهُ لَ ُك ْم َعد ٌُّو ُمب‬


‫ين‬ ِ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ا ْد ُخلُوا فِي الس ِّْل ِم َكافَّةً َواَل تَتَّبِعُوا ُخطُ َوا‬
ِ َ‫ت ال َّش ْيط‬
”Hai orang yang beriman, masuklah kamu kedalam kedamaian /Islam secara
menyeluruh, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan, karena setan itu adalah
musuhmu yang nyata”.(Qs Al-Baqarah 208)
Tersirat dalam ayat ini, bahwa aktifitas apapun yang dilakukan menuntut pelakunya
untuk berilmu secara mendalam dan menyeluruh (kaffah) sesuai dengan profesinya.
Orang beriman diminta untuk memasukkan totalitas dirinya kedalam wadah islam
secara menyeluruh, sehingga semua kegiatannya berada dalam wadah islam /kedamaian.
Ia damai dengan dirinya, keluarganya, seluruh manusia, binatang, tumbuh tumbuhan dan
alam raya semuanya. Wadah Islam secara menyeluruh yang dimaksud juga penguasaan
ilmu islam secara menyeluruh sehingga mampu melaksanakan aktifitas islam dengan
berkualitas dan bermutu.
Profesionalisme tuntunan ibadah
Semangat kerja dan etos profesionalisme seorang muslim tidak hanya berkembang karena
ada tuntutan realitas empirik masyarakat modern, melainkan dilandasi oleh semangat
keberagaman sebagai bagian dari amal saleh yang menjadi prasyarat ketakwaannya.
Dengan kata lain, dalam melakukan suatu karya atau pekerjaan, seorang muslim tidak
hanya demi memenuhi kebutuhan hidupnya semata, melainkan karena agama
mendorongnya, dan oleh karenanya merupakan salah satu bentuk pengabdian (ibadah)
kepada Tuhannya.
Namun disayangkan, landasan telogis kerja dan etos profesionalisme yang dimiliki umat
Islam tersebut di atas tidak sepenuhnya membumi dan membudaya di kalangan
masyarakat muslim. Terjadi kecenderungan kemerosotan semangat kerja dan etos
profesionalisme di dunia Islam, sehingga fakta menunjukkan sebagian besar negeri-negeri
mayoritas umat Islam dalam keadaan terpuruk dan terbelakang.
Dari para pakar sejarah menemukan antara lain penyebab merosotnya etos
profesionalisme adalah akibat pemerintahan feodal yang dzalim. Pada masa itu para elit
bangsawan yang hidup bermewah-mewah dan otoriter, menyebabkan motivasi umat
untuk bekerja menjadi merosot. Dalam keadaan tertindas, rakyat menjadi pasrah dan tak
berdaya, yang akhirnya menempuh kehidupan “tasawuf” atau sufi dan menjadi seorang
“zahid” yang menghindari kehidupan dunia (lebih berorientasi pada kehidupan akhirat)
sampai yang bersikap apatis terhadap dunia. Walaupun kebenaran alasan sejarah tersebut
masih banyak diperdebatkan, namun paling tidak dapat menjadikan suatu peringatan agar
sikap keberagaman umat Islam telah benar-benar sesuai dengan semangat Al Qur’an dan
Sunnah.
Islam adalah agama yang menekankan penghayatan atau realisasi ajarannya dalam
kehidupan, mengutamakan pengungkapan pengalaman keagamaan (religious
experience) pada para pemeluknya. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib
suatu kaum sampai mereka mengubah nasib mereka sendiri (QS. Ar Ra’du: 11). Tepat
seperti dikatakan Ismail al Faruqi (Al Tawhid: Its Implication for Thought and Life,
1995) bahwa Islam lebih merupakan a religion of action dari pada a religion of faith.
Sejarah peradaban Islam yang bertahan berabad-abad (abad ke-9 s/d ke-13) adalah bukti
profesionalisme masyarakat Islam dalam menjalankan roda kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
Pada sisi lain dalam kehidupan sehari-hari sering dipertentangkan antara bekerja dengan
keikhlasan dengan kerja secara profesional. Kerja ikhlas atau lillahi ta’ala mempunyai
konotasi kerja dengan kemampuan seadanya, minimalis dan tidak produktif. Sebaliknya
kerja yang profesional identik dengan kerja yang efisien dan produktif serta serba uang.
Pandangan atau pengertian begini tidak benar dan menyesatkan. Seorang Muslim yang
seluruh hidupnya untuk ibadah pada Allah, dimana Allah selalu mengawasi dan meminta
pertanggungjawaban dikelak hari kiamat, maka dia akan selalu bekerja dengan ikhlas dan
sungguh-sungguh dengan segenap kemampuannya. Wallahu a’lam bish-shawab.

2. Nilai-nilai Islam yang Mendasari Profesionalisme


Ajaran Islam sebagai agama universal sangat kaya akan pesan-pesan yang mendidik
bagi muslim untuk menjadi umat terbaik, menjadi khalifa, yang mengatur dengan baik
bumi dan se isinya. Pesan-pesan sangat mendorong kepada setiap muslim untuk berbuat
dan bekerja secara profesional, yakni bekerja dengan benar, optimal, jujur, disiplan dan
tekun. Akhlak Islam yang di ajarkan olehNabiyullah Muhammad SAW, memiliki sifat-
sifat yang dapat dijadikan landasan bagi pengembangan profesionalisme. Ini dapat dilihat
pada pengertian sifat-sifat akhlak Nabi sebagai berikut :
a. Sifat kejujuran (shiddiq).
Kejujuran ini menjadi salah satu dasar yang paling penting untuk membangun
profesionalisme. Hampir semua bentuk uasha yang dikerjakan bersama menjadi
hancur, karena hilangnya kejujuran. Oleh karena itu kejujuran menjadi sifat wajib
bagi Rasulullah SAW. Dan sifat ini pula yang selalu di ajarkan oleh islam melalui al-
Qur’an dan sunah Nabi. Kegiatan yang dikembangkan di dunia organisasi, perusahan
dan lembaga modern saat ini sangat ditentukan oleh kejujuran. Begitu juga tegaknya
negara sangat ditentukan oleh sikap hidup jujur para pemimpinnya. Ketika para
pemimpinya tidak jujur dan korup, maka negara itu menghadapi problem nasional
yang sangat berat, dan sangat sulit untuk membangkitkan kembali.

b. Sifat tanggung jawab (amanah).


Sikap bertanggung jawab juga merupakan sifat akhlak yang sangat diperlukan untuk
membangun profesionalisme. Suatu perusahaan/organisasi/lembaga apapun pasti
hancur bila orang-orang yang terlibat di dalamnya tidak amanah.
c. sifat komunikatif (tabligh).
Salah satu ciri profesional adalah sikap komunikatif dan transparan. Dengan sifat
komunikatif, seorang penanggung jawab suatu pekerjaan akna dapat menjalin
kerjasama dengan orang lain lebih lancar. Ia dapat juga meyakinkan rekanannya
untuk melakukan kerja sama atau melaksanakan visi dan misi yang disampaikan.
Sementara dengan sifat transparan, kepemimpinan di akses semua pihak, tidak ada
kecurigaan, sehingga semua masyarakat anggotanya dan rekan kerjasamanya akan
memberikan apresiasi yang tinggi kepada kepemimpinanny. Dengan begitu,
perjalanan sebuah organisasi akan berjalan lebih lanca, serta mendapat dukungan
penuh dari berbagai pihak.

d. Sifat cerdas (fathanah).


Dengan kecerdasannya seorang profesional akan dapat melihat peluang dan
menangkap peluang dengan cepat dan tepat. Dalam sebuah organisasi, kepemimpina
yang cerdas akan cepat dan tepat dalm memahami problematikayang ada di
lembaganya. Ia cepat memahami aspirasi anggotanya, sehingga setiap peluang dapat
segera dimanfaatkan secara optimal dan problem dapat dipecahkan dengan cepat dan
tepat sasaran.
Disamping itu, masih terdapat pula nilai-nilai islam yng dapat mendasari pengembangan
profesionalisme, yaitu :
1. Bersikap positif dan berfikir positif (husnuzh zhan ).
Berpikir positif akan mendorong setiap orang melaksanakan tugas-tugasnya lebih baik.
Hal ini disebabkan dengan bersikap dan berfikir positif mendorong seseorang untuk
berfikir jernih dalam menghadapi setiap masalah. Husnuzh zhan tersebut, tidak saja
ditujukan kepada sesama kawan dalam bekerja, tetapi yang paling utama adalah bersikap
dan berfikir positif kepada Allah SWT. Dengan pemikiran tersebut, seseorang akan lebih
lebih bersikap objektif dan optimistik. Apabil ia berhasil dalm usahanya tidak menjadi
sombong dan lupa diri, dan apabila gagal tidak mudah putus asa, dan menyalahkan orang
lain. Sukses dan gagal erupakan pelajaran yang harus diambil untuk menghadapi masa
depan yang lebih baik, dengan selalu bertawakal kepada Allah SWT.

2. Memperbanyak shilaturahhim.
Dalam Islam kebiasaan shilaturrahim merupakan bagian dari tanda-tanda keimanan.
Namun dalam dunia profesi, shilaturahhim sering dijumpai dalam bentuk tradisi lobi. Dalam
tradisi ini akan terjadi saling belajar.
3. Disiplin waktu dan menepati janji.
Begitu pentingnya disiplin waktu, al-Qur’an menegaskan makna waktu bagi kehidupan
manusia dalam surat al-Ashr, yang diawali dengan sumpah

‫َو ْال َعصْ ۙ ِر‬


”Demi Waktu”. Begitu juga menepati janji, al-Qur’an menegaskan hal tersebut dalam ayat
pertama al-Maidah, sebelum memasuki pesan-pesan penting lainnya.

‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا أَوْ فُوا بِ ْال ُعقُو ِد‬

‘Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu’(Al-Maaidah/05:01). Yang dimaksud


aqad-aqad adalah janji-janji sesama manusia.

4. Bertindak efektif dan efisien.


Bertindak efektif artinya merencanakan , mengerjakan dan mengevaluasi sebuah kegitan
dengan tepat sasaran. Sedangkan efisien adalah penggunaan fasilitas kerja dengan cukup,
tidak boros dan memenuhi sasaran, juga melakukan sesuatu yang memang diperlukan dan
berguna. Islam sangat menganjurkan sikap efektif dan efesien.

5. Memberikan upah secara tepat dan cepat.


Ini sesuai dengan Hadist Nabi, yang mengatakan berikan upah kadarnya, akan
mendorong seseorang pekerja atau pegawai dapat memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya
secara tepat pula. Sementara apabila upah ditunda, seorang pegawai akan bermalas-malas
karena dia harus memikirkan beban kebutuhannya dan merasa karya-karyanya tidak dihargai
secara memadai.

Aktualisasi Profesionalisme dalam Perspektif Islam


Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa Islam adalah agama yang menekankan arti penting
amal dan kerja. Islam mengajarkan bahwa kerja kerja harus dilaksanakan berdasarkan prinsip
sebagai berikut :
1. Bahwa pekerjaan itu harus dilakukan berdasarkan kesadaran dan pengetahuan yang
memadai. Sebagaimana firman Allah yang artinya : Dan janganlah kamu mengikuti apa
yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabnya. (QS. al-Isra/17:36).

2. Pekerjaan harus dilakukan berdasarkan keahlian. Seperti sabda Nabi : Apabila suatu
urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancuran. (Hadist
Bukhari).
3. berorientasi kepada mutu dan hasil yang baik. Dalm Islam, amal, dan kerja harus
dilakukan dalam bentuk yang shalih. Sehingga makna amal shalih dapat dipahami sebagai
kerja sesuai standar mutu, baik mutu dihadapan Allah maupun dihadapan manusia rekanan
kerjanya.
4. Pekerjaan itu senantiasa diawasi oleh Allah, Rasulullah, dan masyarakatnya, oleh karena
itu harus dilaksanakan dengan penuh tanggunga jawab.
5. Pekerjaan dilakukan dengan semangat dan etos kerja yang tinggi
6. Pengupahan harus dilakukan secara tepat sesuai dengan amal atau karya yang
dihasilkannya.
Disadari atau tidak, kenyataan menunjukkan bahwa negara-negara Islam atau negeri-negeri
yang penduduknya mayoritas Islam termasuk negara atau negeri-negeri yang terbelakang
baik dalam ekonomi maupun politik, terpuruk dalam kemiskinan dan keterbelakangan. Salah
satu faktor penyebab keterpurukan itu terkait dengan persoalan profesionalisme.
Profesionalisme biasa diartikan secara sederhana adalah suatu pandangan untuk selalu
berfikir, berpendirian, bersikap dan bekerja sungguh-sungguh, dengan disiplin, jujur, dan
penuh dedikasi untuk mencapai hasil kerja yang memuaskan. Sebagai sebuah konsepsi
masyarakat modern, profesionalisme paling tidak memiliki dua karakteristik. Karaketeristik
pertama meniscayakan adanya pengetahuan dan ketrampilan spesifik yang terspesialisai,
sedang karakteristik kedua bersumber dari integritas moral dan budaya.
Ilmu pengetahuan dan ketrampilan khusus terspesialisasi menjadi prasyarat mutlak yang
harus dimiliki oleh para profesionalis. Kemampuan individual ini masih perlu didukung oleh
sistem manajemen dan organisasi kerja yang tepat, yang dapat menempatkan individu pada
posis yang tepat. Jelasnya, individu yang memiliki ilmu pengetahuan dan ketrampilan
khusus terspesialisasi hanya akan menjadi profesional jika ditempatkan pada tugas (job) atau
posisi yang tepat (the right man on the right place). Dalam Al Qur’an Allah berfirman yang
artinya katakanlah setiap orang bekerja menurut keadaan masing-masing, maka Tuhanmu
lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya (QS. Al Isra’).
Sedangkan karakteristik kedua tentang integritas moral dan budaya, mencakup kejujuran,
disiplin, rajin, tepat waktu dan lain-lain. Meruapakan kode etik dan pedoman setiap para
profesional dalam bekerja. Kurang lebih lima belas abad yang lalu Islam telah mengajarkan
umatnya tentang integritas moral atau kode etik. Berikut butir-butir penting dalam Al Qur’an
dan Hadist yang menyuruh bekerja secara profesional:
1. Bekerja sesuai dengan kemampuan atau kapasitasnya (QS. An’am: 135, Az Zumar: 39
dan Huud: 93)
2. Bekerja dengan hasil terbaik (QS. Al Mulk: 2)
3. Bekerja sesuai dengan bidang keahlian (QS. Al Isra’: 84)
4. Jika suatu urusan diserahkan bukan pada ahlinya maka tunggulah kehancurannya (HR.
Bukhari)
5. Bekerja sesuai dengan patut dan layak (QS. An Nahl: 97, Al Anbiya’: 94, dan Al
Zalzalah: 7)

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kerja adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia baik kebutuhan fisik, psikologis,
maupun sosial. Selain itu, kerja adalah aktivitas yang mendapat dukungan sosial dan individu itu
sendiri. Manusia diwajibkan untuk berusaha, bukan menunggu karena Allah tidak menurunkan
harta benda, iptek dan kekuasaan dari langit melainkan manusia harus mengusahakannya sendiri.
Manusia harus menyadari betapa pentingnya kemandirian ekonomi bagi setiap muslim.
Kemandirian atau ketidak ketergantungan kepada belas kasihan orang lain ini mengandung
resiko, bahwa umat Islam wajib bekerja keras. Dan syarat itu adalah memahami konsep dasar
bahwa bekerja merupakan ibadah. Dengan pemahaman ini, maka akan terbangun etos kerja yang
tinggi.
Tujuan bekerja menurut Islam ada dua, yaitu memenuhi kebutuhan sendiri dan keluarga, dan
memenuhi ibadah dan kepentingan sosial. Islam menjunjung tinggi nilai kerja, tetapi Islam juga
memberi balasan dalam memilih jenis pekerjaan yang halal dan haram.

B. Saran
Bekerja dengan sunguh-sunguh merupakan mencirikan seorang muslim yang taat kepada Allah
Swt. Allah tidak merubah nasib suatu kaum selain kaum itu merubah nasibnya sendiri,
kehidupan kita tidak terlepas dari kebutuhan-kebutuhan sandang dan pangan. Untuk memperoleh
itu semua kita harus bekerja untuk memperoleh kondisi ekonomi yang baik, Islam sudah
memberikan penjelasan bagaimana cara bekerja secara sungguh-sungguh dan professional.
Marilah kita bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan rahmat dan ridho Allah Swt
dan memperoleh rezeki yang halal.

DAFTAR PUSTAKA
KH. Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 2002, hlm. 2-
26.
Prof. Dr. Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi, Jiwa dan Semangat Islam, Gema Insani Press,
Jakarta, 1992, hlm. 36-38.
Drs. M. Thalib, Pedoman Wiraswasta dan manajemen Islami, CV. Pustaka Mantiq, Solo, 1992,
hlm. 18-20
KH. Toto Tasmara, Ibid, hlm. 73-139.

Anda mungkin juga menyukai