Anda di halaman 1dari 13

KONSEP KELUARGA DALAM ISLAM

Disusun oleh :
1. Alfina Eka Astuti (30902000019)
2. Alfiyatur Rohmaniah (3090200021)
3. Alissa Putri Efendi (30902000023)
4. Amalia Anjani Sugma ( 30902000024)
5. Amanda Silvia Ningrum (30902000025)
6. Amelia Salsabila (30902000026)
7. Amirul Isnaini Kasanah (30902000027)
8. Andini Eka Sari (30902000028)
9. Andini Oktavia Prayitno (30902000029)
10. Andy Prayitno (30902000030)
11. Angga Khoerul Rizal M (30902000031)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


S1 ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2023
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam adalah agama fitrah, dan kehidupan manusia sejatinya haruslah berjalan di dalam
fitrahnya. Sehingga, pola-pola kehidupan manusia dalam suasana kebaikan dan penuh
kesesuaian. Islam agama fitrah terlihat dari fokusnya agama ini dalam mengatur manusia
terhadap dirinya sendiri, manusia terhadap Allah SWT, yang paling penting dan paling sering
dihadapi manusia adalah Islam mengatur antar sesama manusia, seperti dalam
hal muamalah (masalah politik, sosial, ekonomi/jual beli/keuangan, militer, keamanan,
beroganisasi/partai, dan keluarga) dan uqubat (sanksi pidana).
Dalam hal muamalah  tersebut, terdapat sebuah konsep pernikahan
Islam (munakahat) yang diatur dengan adil dan berjalan dalam kebijaksanaan oleh yang
disebut syariah. Syariah (aturan Islam) bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah yang berasal
keduanya dari Zat yang Maha Adil dan Bijaksana, Allah SWT. Allah SWT menurunkan
wahyuNya kepada Rasulullah ‫ﷺ‬ yang salah satunya mengenai masalah keluarga, demikian pula
dengan Rasulullah ‫ﷺ‬ yang memberikan contoh (uswah) terbaik dalam membangun keluarga
yang sakinah, mawadah wa rahmah. Sehingga yang diharapkan dari pernikahan tersebut adalah
terbentuklah keluarga-keluarga yang membentuk suatu tatanan masyarakat di dalam negara
dengan melahirkan generasi khoir al ummah (generasi umat terbaik). Betapa pentingnya peranan
keluarga ini dalam mengubah arah dan kemajuan peradaban suatu negeri.
Karenanya, konsep keluarga dalam Islam menjadi sangat penting pembahasannya dan
kajiannya. Berfikir tentang konsep kehidupan keluarga yang Islami merupakan keharusan bagi
setiap muslim. Sebab, Al Qur’an memberikan kabar bahwa keluargalah tempat yang tentram,
kasih dan sayang bagi manusia.[1] Jika tidak di dalam keluarga, dimana lagi tempat seorang ayah
untuk melepas penat bekerja dan aktifitas ibadahnya, seorang ibu yang menyalurkan naluri
keibuannya, anak yang butuh kasih sayang kedua orang tuanya jika tidak di dalam keluarga.
Serta, di dalam keluargalah rezeki yang baik dan berkah dari Allah SWT diberikan.[2]
ْ ُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
٦ ‫وا قُ ٓو ْا َأنفُ َس ُكمۡ َوَأ ۡهلِي ُكمۡ ن َٗارا‬
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At
Tahrim: 6)
            Dari ayat ini peran konsep keluarga Islam menjadi sangat penting dibahas, sebab kita
wajib memelihara diri dan keluarga, yaitu istri, anak-anak dan siapa saja yang disebut keluarga
agar tidak masuk neraka. Abdullah bin Abbas r.a memberikan penafsiran pada ayat tersebut
sebagai berikut: “Kamu semua hendaknya mengajar keluargamu dalam urusan-urusan syariat
Allah dan didiklah mereka dengan akhlak yang sempurna.”[3]
Dalam makalah ini akan dibahas secara singkat menegenai konsep keluarga dalam Islam yang
menarik untuk kita ketahui.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Konsep Keluarga dalam Islam


Sebelum lebih jauh mengetahui pengertian konsep keluarga dalam Islam, hal yang
pertama yang perlu dipahami mengenai pengertian konsep itu sendiri. Konsep berasal dari
bahasa latin conceptum, artinya sesuatu yang dipahami.[4] Sedangkan menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), konsep adalah rancangan.[5] Demikian secara
bahasa (etimologis), adapun secara pengertian istilahnya (terminologi) konsep menurut
Woodruff dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Konsep dapat didefinisikan sebagai suatu gagasan/ ide yang relatif sempurna dan
bermakna.
2. Konsep merupakan pengertian tentang suatu objek.
3. Konsep adalah produk subjektif yang bersumber dari cara seseorang membuat
pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda melalui pengalamannya (setelah
melakukan persepsi terhadap objek/ benda).
Sehingga di dalam konsep terdapat suatu cara untuk merancang dari suatu
gagasan/ide/teori menjadi rumusan untuk diartikan dan digunakan sehari-hari oleh
manusia. Sehingga pada awalnya perlu diketahui metode untuk merancang konsep
keluarga dalam Islam tersebut.
Adapun untuk pengertian keluarga, dalam hal ini yang asal katanya berasal dari
Islam maka rujukannya adalah Al Qur’an, sebab jika menginginkan konsep Islam
mengenai keluarga harus dimulai bagaimana Al Qur’an mendudukannya.
Dalam Al Qur’an kata “keluarga” disebutkan Allah SWT dengan lafadz; ‫قرب‬ – ‫أهل‬
‫عشيرة‬ – ‫ى‬ (ahlun – qurbaa – ‘asyirah).[7]
1.      ‫أهل‬/ahlun: Al-Raghib[8] ( hal : 37 ) menyebutkan ada dua Ahlun:
a.       Ahlu al Rajul: adalah keluarga yang senasab seketurunan, mereka berkumpul dalam
satu tempat tinggal. ‘Ahli’ tersebut adalah istri dan anak-anak serta yang dikaitkan
dengan keduanya. Ditunjukkan Q.S At Tahrim: 6.
ْ ُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
٦ ...‫ن َٗارا‬  ۡ‫ َوَأ ۡهلِي ُكم‬  ۡ‫وا قُ ٓو ْا َأنفُ َس ُكم‬
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan  keluargamu dari api
neraka...”
Serupa dengan ini adalah ahlu bait, yang artinya keluarga dalam pertalian darah dan
pernikahan.
b.      Ahlu al Islam: adalah keluarga yang seagama. Keluarga yang dimaksud ialah
istrinya yang beriman dan anak-anaknya yang beriman, sementara istri/anak yang kafir
tidak termasuk keluarga. Hal ditunjukan dengan Q.S Hud: 40 dan 46, yang mengisahkan
tenang Nabi Nuh a.s yang akan memasukkan keluarganya keatas kapal pada saat banjir
dahsyat. Allah SWT berfirman:
‫ٓا‬tt‫و ُل َو َم ۡن َءا َم ۚنَ َو َم‬tۡ tَ‫ ِه ۡٱلق‬t‫ق َعلَ ۡي‬
َ َ‫ب‬t‫ِإاَّل َمن َس‬ ‫ َوَأ ۡهلَ َك‬ ‫ ٖ ّل َز ۡو َج ۡي ِن ۡٱثن َۡي ِن‬t‫ٱح ِم ۡل فِيهَا ِمن ُك‬
ۡ ‫َحتَّ ٰ ٓى ِإ َذا َجٓا َء َأمۡ ُرنَا َوفَا َر ٱلتَّنُّو ُر قُ ۡلنَا‬
٤٠ ‫يل‬ٞ ِ‫َءا َمنَ َم َع ٓۥهُ ِإاَّل قَل‬
Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami “
berfirman: "Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang
sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah
terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang
”.beriman". Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit
2.      ‫ربى‬ttt‫ق‬/qurbaa:   Shawi[9] (juz 1, hal : 65) menyebutkan bahwa qurbaa adalah
keluarga yang ada hubungan kekerabatan, baik yang termasuk ahli waris maupun yang
tidak termasuk, yang tidak mendapat warits, tapi termasuk keluarga kekerabatan seperti
pada ayat, an-Nisa: 7,
‫يبٗ ا‬t‫َص‬ َ ۚ tُ‫ هُ َأ ۡو َكث‬t‫ َّل ِم ۡن‬tَ‫ ِم َّما ق‬  َ‫ َوٱَأۡل ۡق َربُ<<ون‬ ‫َان‬
ِ ‫ر ن‬t ِ ‫د‬tِ‫ك ۡٱل ٰ َول‬
َ ‫ َر‬tَ‫يب ِّم َّما ت‬ ِ ‫ َولِلنِّ َسٓا ِء ن‬  َ‫ َوٱَأۡل ۡق َربُون‬ ‫َان‬
ٞ t‫َص‬ ِ ‫ك ۡٱل ٰ َولِد‬
َ ‫يب ِّم َّما تَ َر‬
ٞ ‫ص‬ِ َ‫لِّلرِّ َجا ِل ن‬
ٗ ‫َّم ۡفر‬
٧ ‫ُوضا‬
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak
dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan
ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah
ditetapkan.
Dan keluarga kerabat yang bersifat umum, yang ada hubungan kerabat dengan ibu dan
bapak, seperti pada ayat al-Nisa: 36.
ۡ ِ‫ب ب‬
ِ ‫ٱل َج ۢن‬t ِ ُ‫ار ۡٱل ُجن‬ ۡ ۡ ۡ ۡ ٰ ۡ ۡ ۡ
‫ب‬ ِ ‫ب َوٱلصَّا ِح‬ ِ ‫ َوٱليَتَ َم ٰى َوٱل َم ٰ َس ِكي ِن َوٱل َج‬ ‫ٱلقُ ۡربَ ٰى‬ ‫۞ َوبِٱل ٰ َولِد َۡي ِن ِإ ۡح ٰ َس ٗنا َوبِ ِذي‬
ِ ‫ َوٱل َج‬ ‫ٱلقُ ۡربَ ٰى‬ ‫ار ِذي‬
٣٦ ‫َو ۡٱب ِن ٱل َّسبِي ِل َو َما َملَ َك ۡت َأ ۡي ٰ َمنُ ُكمۡۗ ِإ َّن ٱهَّلل َ اَل يُ ِحبُّ َمن َكانَ ُم ۡختَااٗل فَ ُخورًا‬
“Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat,
ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang sombong dan membangga-banggakan diri.
3.      ‫يرة‬tttt‫عش‬/’asyiroh: Al-Raghib (hal: 375) menyebutkan, ‘Asyirah adalah keluarga
seketurunan yang berjumlah banyak, hal itu berasal dari kata dan kata itu menunjukan
pada bilangan yang banyak, seperti pada ayat:
٢٤ ‫ة ت َۡخ َش ۡونَ َك َسا َدهَا‬ٞ ‫َوَأ ۡز ٰ َو ُج ُكمۡ َو َع ِشي َرتُ ُكمۡ َوَأمۡ ٰ َو ٌل ۡٱقتَ َر ۡفتُ ُموهَا َوتِ ٰ َج َر‬
24. ... isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan,
perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, ...”

Pengertian menurut istilah (terminologi) dalam Islam, keluarga adalah satu


kesatuan hubungan antara laki-laki dan perempuan melalui akad nikah menurut ajaran
Islam. Dengan adanya ikatan akad pernikahan tersebut dimaksudkan anak dan
keturunan yang dihasilkan menjadi sah secara hukum agama.[10] Dari pengertian ini,
pernikahan adalah langkah awal dalam membangun keluarga, sehingga berketurunan
dan terjalinnya pertalian antara 2 keluarga besar. Keluarga kemudian menjalankan
organisasi rumah tangganya dengan tujuan, prinsip, metode, dan fungsi yang
berlandaskan Islam. Inilah yang kemudian menjadi konsep keluarga dalam Islam yang
akan dibahas.
            Jadi, jika kita telaah dari pengertian konsep dan keluarga tersebut dan dikaitkan
dalam Islam, maka pengertian konsep keluarga dalam Islam menurut kami adalah suatu
rancangan ide yang dirumuskan untuk suatu keluarga yang terikat dalam hubungan
pernikahan baik dari segi metodenya, tujuannya, prinsip, dan fungsinya dari keluarga
tersebut berdasarkan ajaran Islam.

B. Konsep Keluarga Dalam Islam


Islam menekankan pentingnya pernikahan dan keluarga, serta mejadikannya
sebagai amal ibadah dan sunnah para Nabi.[11] Al Qur’an menyebutnya sebagai
anugerah terbesar dan salah satu tanda kekuasaan Allah SWT. Sebab, di dalam keluarga
tersemai rasa tentram, cinta, kasih sayang dan kelembutan antara suami dan istri.
[12] Sehingga Islam menganjurkan untuk mempermudah proses pernikahan dan
membantu seorang pemuda untuk menikah agar dapat terhindarkan dirinya dari maksiat.
[13]
Islam memberikan kehormatan penuh pada setiap anggota keluarga, baik laki-
laki maupun perempuan. Tanggung jawab besar pada ayah dan pada Ibu untuk
mendidik anak-anaknya. Sedangkan pada anak untuk memelihara dan menaati keduanya
sampai tutup usia dan berbuat baik pada keduanya dan ini merupakan ibadah.
[14] Dalam hal nafkah sekalipun Islam menganjurkan agar para orang tua tidak
membedakan antara anak laki-laki dan perempuan untuk menjaga hak-haknya meskipun
bersifat lahiriyah. Demikian pula dengan shilaturahim kepada kerabat, baik saudara dari
ibunya maupun dari ayahnya. Atau mengunjungi saudara laki-laki dan perempuan yang
menjadikan shilaturahim tersebut sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Dan
terhadap yang memutuskan shilaturahim berarti telah melakukan dosa yang besar.[15]

C. Tujuan Keluarga dalam Islam


            Apabila dilihat dari kaca mata Islam, terbentuknya keluarga bermula dari
terciptanya jalinan antara pria dan wanita melalui pernikahan yang syar’i, memenuhi
rukun dan syarat-syarat yang sah, yang bertujuan untuk memenuhi petunjuk agama
dalam rangka mendirikan dan membina keluarga yang harmonis, sejahtera serta bahagia
di dunia dan akhirat (sakinah, mawadah, wa rahamah).
Imam Ghazali dalam Ihya’-nya mengembangkan tujuan dari pembentukan keluarga
menjadi lima yaitu:[16]
a)      Mendapatkan dan melangsungkan keturunan. (Q.S Al Furqan: 74)
b)      Memenuhi hajat manusia menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih
sayangnya. (Q.S Ali Imran: 14).
c)      Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan. (Q.S Ar
Rum: 21).
d)     Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung-jawab menjalankan kewajiban dan
menerima hak, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan yang
kekal. (Q.S An Nisa’: 34).
e)      Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas dasar
cinta dan kasih sayang. (Q.S Al A’raf: 189).
            Inilah 5 tujuan berdasarkan Al Qur’an yang digali oleh ulama untuk mencapai
keluarga yang sakinah, mawadah, wa rahmah. Dalam mencapai tujuan tersebut,
tentunya memerlukan prinsip-prinsip[17] yang perlu dilakukan oleh setiap muslim.

D. Prinsip Keluarga dalam Islam


            Dalam membangun konsep keluarga dalam Islam, yang paling utama dan
menjadi pondasi/mendasar adalah bahwa keluarga muslim dibangun berdasarkan
prinsip tauhid.[18] Artinya, setiap aktifitas pra nikah, berkeluarga, dan berketurunan
semuanya karena mentauhidkan Allah SWT. Dengan tunduk dan patuh terhadap
batasan syariahNya. Sehingga tujuan keluarga yang sakinah, mawadah, wa
rahmah terwujud.
            Jadi, prinsip yang menjadi juga pegangan dalam berkeluarga adalah
melaksanakan syariah Islam dalam rumah tangganya. Mulai dari memilih pasangan,
meminang, akad nikah, mencari nafkah, mengurus rumah tangga, bergaul dalam
keluarga, berpakaian, makanan-minuman, ibadah, pengasuhan anak, bahkan sampai hal
yang sifatnya bathiniyah (akhlak, dan fiqh jima’) semua dalam batasan syariah.
            Dan juga dalam menempatkan hubungan suami-istri harus tepat, yakni hubungan
pertemanan bukan antara atasan dan bawahan, majikan dengan budak atau pekerjaan.
Demikianpun terhadap anak, oarang tua menjalankan prinsip-prinsip batasan syariah
dalam hadhanah. Tidak melampaui batas syariah, dalam pengasuhan, baik perkara
ibadah, pendidikan maupun contoh/teladan. Inilah prinsip keluarga dalam Islam dari
literatur dan pengalaman yang kami alami.

E. Fungsi Keluarga dalam Islam


            Keluarga dituntut untuk melaksanakan segala hal yang menjadi kewajibannya,
terutama dengan lingkungan sosialnya terutama terhadap keluarganya. Aktivitas ini
menjadikan keluarga itu telah menjalankan fungsinya. dalam kehidupan sosial
bermasyarakat, adalah:[19]
1.      Fungsi biologis, yaitu menyelenggarakan kebutuhan-kebutuhan biologis
keluarga.
Fungsi ini terkait dengan penyaluran hasrat biologis manusia yang berbuah dengan
kelahiran anak sebagai penerus keluarga. Fungsi ini membedakan antara pernikahan
manusia dan hewan, sebab fungsi ini di dalam keluarga diatur dalam pernikahan. ( Q.S
An Nahl: 72).
2.      Fungsi edukatif (pendidikan).
Dalam fungsi ini keluarga berkewajiban memberikan pendidikan bagi anggota
keluarganya, terutama bagi anak-anaknya, karena keluarga adalah lingkungan terdekat
dan paling akrab dengan anak. Pengalaman dan pengetahuan pertama anak ditimba dan
diberikan melalui keluarga. Orang tua memiliki peran yang cukup penting untuk
membawa anak menuju kedewasaan jasmani dan rohani yang
bertujuan mengembangkan aspek mental spiritual, moral, intelektual, dan
profesional. (Q.S. At Tahrim: 6; Q.S Asy Syuara: 214).
3.      Fungsi religius (keagamaan).
Keluarga berkewajiban mengajarkan tentang Islam (Akidah, Syariah dan Akhlak)
kepada seluruh anggota keluarganya melalui pemahaman, penyadaran dan praktek
dalam kehidupan seharihari, sehingga tercipta suasana keagamaan di dalam keluarga.
(Q.S Thoha: 132)
4.      Fungsi protektif (perlindungan).
Keluarga menjadi tempat yang aman dari berbagai gangguan internal maupun eksternal
serta menjadi penangkal segala penggaruh negatif yang masuk didalamnya. (Q.S. At
Tahrim: 6).
5.      Fungsi sosial budaya.
Kewajiban untuk memberi bekal kepada anggota keluarga tentang hal hal yang
berhubungan dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat setempat. Keluarga dalam
fungsi ini juga berperan sebagai katalisator budaya serta filter nilai yang masuk ke
dalam kehidupan. (Q.S An Nisa: 36).
6.      Fungsi ekonomi.
Keluarga merupakan kesatuan ekonomis dimana keluarga memiliki aktifitas mencari
nafkah, pembinaan usaha, perencanaan anggaran, pengelolaan dan cara memanfaatkan
sumber-sumber penghasilan dengan baik, mendistribusikan secara adil dan profesional,
serta dapat mempertangggung jawabkan kekayaan dan harta bendanya secara sosial
maupun moral. (Q.S Al Furqan: 67)
7.      Fungsi status keluarga atau menunjukkan status.
Dengan adanya keluarga maka kedudukan seseorang dalam suatu keluarga menjadi
jelas. (Q.S An Nisa: 34).
8.      Fungsi reproduksi.
Keluarga merupakan salah satu tempat untuk memunculkan generasi baru. (Q.S An
Nahl: 72)
9.      Fungsi rekreatif.
Keluarga merupakan tempat yang dapat memberikan kesejukan dan
melepaskan lelah serta penyegaran (refresing) dari seluruh aktifitas masing-masing
anggota keluarga. Fungsi ini dapat mewujudkan suasana keluarga menjadi
menyenangkan, saling menghargai, menghormati, menghibur masingmasing anggota
keluarga, sehingga tercipta hubungan harmonis, damai kasih sayang, dan setiap anggota
dapat merasakan bahwa rumah adalah surganya. (Q.S Ar Rum: 21)

F. Penerapan Konsep Keluarga Dalam Islam


1. Pemenuhan Hak dan Kewajiban Keluarga dalam Islam
Konsep keluarga menurut Islam secara intinya tidak berbeda dengan bentuk
konsep keluarga sakinah yang ada pada syariah Islam yaitu membina rumah tangga
yang sakinah mawaddah wa rahmah. Akan tetapi hanya pada poin-poin tertentu yang
memberi penekanan yang lebih dalam pelaksanaannya, seperti hal-hal yang menyangkut
tentang hak dan kewajiban atau peran suami-istri di dalam rumah tangga sebab inilah
metode penerapan konsep keluarga dalam Islam.
Hak dan kewajiban suami istri pada dasarnya seimbang, sehingga prinsip
hubungan antara suami dan istri dalam keluarga adalah adanya keseimbangan dan
kesepadanan (attawazub wat-takafu’) antara keduanya.[20]
2. Kewajiban Suami
a. Suami memiliki tanggung jawab besar, kewajibannya adalah memberikan mahar
pada istri (Q.S an-Nisa’: 4 dan 24) serta memberikan nafkah (kebutuhan-kebutuhan)
sehingga memiliki satu tingkatan dari istrinya. (Q.S Al-Baqarah: 233; Q.S At Talaq:
7).
b.  Kewajiban suami lainnya adalah menggauli istrinya dengan cara yang ma’ruf (Q.S
an-Nisa: 19). Menurut Azar Basyir menggauli istri dengan cara ma’ruf itu
mencakup tiga hal:
1) Pertama, sikap menghormati, menghargai, dan perlakuan-perlakuan yang baik,
serta meningkatkan taraf hidupnya dalam bidang-bidang agama, akhlak, dan
ilmu pengetahuan yang diperlukan.
2) Kedua, menjaga dan melindungi nama baik istri.
3) Ketiga, memenuhi kebutuhan kodrat biologisnya.[21]
c. Kewajiban suami lainnya, adalah menjaga keluarga dari dosa dan maksiat atau
ditimpa oleh sesuatu kesulitan dan marabahaya. (Q.S At Tahrim: 6).
d. Terakhir, suami wajib memberikan rasa tenang kepada istrinya, serta memberikan
cinta dan kasih sayang kepadanya agar tujuan dari pernikahan tersebut dapat
terwujud yaitu kehidupan keluarga yang
harmonis (sakinah), mawaddah, dan rahmah.

3. Kewajiban Istri
a. Kewajiban istri terhadap suaminya tidak ada yang berbentuk materi secara langsung,
tetapi dalam bentuk nonmateri[22] seperti, taat dan patuh kepada suaminya(Q.S an-
Nisa ayat 34) dalam batasan syariah Islam.
b. Selain itu istri juga harus mengupayakan untuk melaksanakan fungsi reproduksi
secara baik dan sehat. Adapun penentuan kapan dan jumlah keturunannya dilkukan
dengan musyawaha keduanya (Q.S. Asy-Syuura: 38).[23]

4. Hak dan Kewajiban Bersama Suami-Istri


a. Menurut Syafrudin, bentuknya ada tiga: Pertama, bolehnya bergaul dan bersenang-
senang di antara keduanya. Inilah hakekat sebenarnya dari sebuah perkawinan (Q.S.
An Nisa: 19 dan Q.S al-Baqarah: 187). Kedua, timbulnya hubungan suami dengan
keluarga istrinya dan sebaliknya hubungan istri dengan keluarga
suaminya. Ketiga, hubungan saling mewarisi di antara suami istri. Setiap pihak
berhak mewarisi pihak yang lain bila terjadi kematian.[24]
b. Ditambah, jika telah berketurunan; Pertama, memelihara dan mendidik anak
keturunan yang lahir dari perkawinan tersebut. Kedua, Memelihara kehidupan
rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

5. Kewajiban dan Hak Anak-Orang Tua


a. Kewajiban Orang Tua
Sejak dalam kandungan, menurut para ulama, anak sudah dapat memiliki
hak walaupun belum menerima kewajiban. Hak yang dimiliki anak dalam
kandungan antara lain hak waris, hak wasiat, dan hak memiliki harta benda.
[25].  Orang tua memiliki kewajiban untuk merawat, memelihara dan mendidik
anak, dari mulai persiapan kehamilan, memeriksakan kesehatan janin,
melahirkannya secara aman, merawat, memelihara, dan mengawasi
perkembangannya, serta mendidiknya supaya menjadi anak yang sehat, saleh, dan
berilmu pengetahuan luas (hadhanah). Sebagai konsekuensi dari hadanah , orang
tua (terutama ayah) mempunyai kewajiban untuk memberi nafkah kepada
anaknya.
b. Kewajiban Anak
Kewajiban berbuat baik kepada orang tuanya pada dasarnya
imbangan dari kewajiban hadanah dari orang tua, yang telah
merawat anak, mulai dari sebelum lahir sampai menjadi dewasa. (Q.S, Al-Israa:
23), (Q.S, Al-Ahqaf: 15).
Sebagai perwujudannya, anak memiliki kewajiban untuk memberi nafkah
kepada orang tua, apabila memang orang tuanya membutuhkan. Karena harta
milik anak pada dasarnya adalah milik orang tuanya juga.
Berbuat baik kepada orang tua pada dasarnya dalam segala hal, tidak ada
batasnya, yang membatasi adalah adanya hak anak itu sendiri. Sehinga masing-
masing anak dan orang tua dalam keuarga memiliki hak dan tanggung jawab.
Apabila terjadi perbedaan pendapat, maka harus dimusyawarahkan dan
dibicarakan dengan baik, tentunya dengan selalu dilandasi oleh rasa kasih sayang
dan saling memiliki.

Anda mungkin juga menyukai