Anda di halaman 1dari 8

KONSEP KELUARGA SAKINAH, MAWADDAH WA RAHMAH DALAM AL QUR’AN

JUN 28

Posted by admin
HADIRIN MA’ASYROL MUSLIMIN ROHIMAKUMULLAH,
Keluarga adalah jiwa dan tulang punggung suatu negara, kesejahteraan lahir batin
yang dialaminya adalah cerminan dari situasi keluarga yang hidup ditengah-tengah
masyarakat negara itu sendiri.demikian sebahagian ungkapan Qurais Syihab dalam
Membumikan Al-Qur’an.
Dengan demikian, jika kita menginginkan tercipta Baldatun Thayyibatun, landasan
yang harus kita bangun adalah masyarakat marhamah, pondasi yang harus kita bangun
untuk membentuk masyarakat yang marhamah adalah keluarga sakinah, sedangkan
pilar yang harus ditegakan untuk mewujudkan keluarga sakinah adalah aqidah,
mawaddah, dan rahmah. Dengan figur seorang ayah yang bijaksana dan berwibawa.
Dengan fropil seorang ibu yang penyantun, lembut dan bisa mendidik serta
membesarkan anak-anaknya dengan penuh buaian kasih sayang. Inilah yang dimaksud
dengan: ‫ البيت مدرسة األولى‬keluarga adalah sekolah yang paling utama dan pertama.
Namun hadirin, dengan masuknya paham hedonisme, ternyata telah menggusur dan
menggeser cita-cita keluarga sakinah menjadi “a mere overnight parking place,
mainty for sex relationships”, keluarga hanya tempat pesinggahan di malam hari,
terutama untuk hubungan sex, demikian menurut Pitirin Sorokin.
Memperhatikan permasalahan keluarga tersebut, pada kesempatan yang baik ini kita
akan membahas “Konsep Keluarga Sakinah, Mawaddah Dan Rahmah Dalam Al-Qur’an”
dengan rujukan surat ar-rum ayat 21:
ٍ ‫َو ِم ْن َءايَاتِ ِه أ َ ْن َخلَقَ لَ ُك ْم ِم ْن أ َ ْنفُ ِس ُك ْم أ َ ْز َوا ًجا ِلت َ ْس ُكنُوا إِلَ ْي َها َو َجعَ َل بَ ْينَ ُك ْم َم َودَّةً َو َرحْ َمةً إِ َّن فِي ذَلِكَ ََليَا‬
}٢١{ َ‫ت ِلقَ ْو ٍم يَت َفَ َّك ُرون‬
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-
isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya,
dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.”

HADIRIN RAHIMAKUMULLAH,
Firman Allah tadi merupakan khobar atau informasi kepada kita mengenai salah satu
keagungan kebesaran Allah adalah diciptakanya manusia secara jenis kelamin
berpasang-pasangan dengan tujuan agar membentuk keluarga sakinah, sedangkan
modal yang Allah berikan untuk mewujudkan cita-cita tersebut adalah mawaddah
warohmah.
Hadirin, apakah mawaddah dan apakah rohmah dalam kontek ayat tersebut? Mari kita
kaji lebih mendalam, mawaddah menurut Ibrahim Al-Biqa’i sebagai mana disitir oleh
Quraisy Shihab dalam Wawasan Al-Qur’an adalah cinta plus yang tidak ditanggapi
keburukan baik lahir maupun batin. Sedangkan menurut Ibnu Abbas dalam Tanwirul
Miqbas yang dimaksud mawaddah : ‫ حب الرجل امرأته‬cintanya seorang suami terhadap
istrinya.sedangakan yang dimaksud dengan rahmah:‫ شفقة عليها ان يصيب بالسوء‬adalah kasih
sayang suami karnra takut menimpa keburukan terhadapnya.dengan demikian antara
suami dan istri saling mengisi dan melengkapi.inilah yang dinamakan kemitrasejajaran
antara suami dan istri yang bisa merekat keluarga akan semakinharmoni.dalam ayat
lain diistilahkan dengan:
‫هن لباس لكم وانتم لباس لهن‬
Hadirin, dua modal dasar inilah yang akan menimbulkan kekuatan baik lahir maupun
batin bagi pasangan suami dan istri untuk mendayung bahtera rumah tangga sampai
kepulau kebahagiaan nan kekal abadi. Sebagai mana Syekh Mustofa Al-Maraghi dalam
tafsir Al-Maraghi menjelaskan:‫ لتدوم الحياة المنزلية على اتم النظام‬agar kekal kehidupan keluarga
diatas kesempurnaan norma-norma yang berlaku.
Hadirin, namun apakah potret kehidupan keluarga pada zaman sekarang sudah sesuai
dengan konsep ideal keluarga seperti pada ayat tadi? Kita perhatikan, secara jujur
kita tidak mungkin menutup mata dari kasus demi kasus yang terungkap ternyata
telah mencermikan kehancuran moral yang berangkat dari kesenjangan keluarga. Ada
anak yang membunuh kedua orang tuanya sendiri, ada ayah yang memperkosa anak
kandungnya sendiri, ada ibu kandung yang menjual anak gadisnya ke mucikari bahkan
dizaman sekarang ini khususnya dikota-kota besar bermunculan istri-istri selingkuh
dan tak lupa bermunculan pula pria-pria yang nyeleweng. Bahkan menurut data
terkhir bahwa dikota-kota besar, kalau ada tiga orang peria maka dua orang
diantranya pernah nyeleweng.mudah-mudahan yang hadir disini termasuk satu orang
peria yang tidak nyeleweng, Amin.
Hadirin, seorang ayah sebagai kepala rumah tangga punya tanggung jawab baik di
dunia ini lebih-lebih dihadapan Allah diakherat kelak. Allah SWT berfirman dalam
surat At-Tahrim ayat 6:
َ‫َّللاَ َما أَ َم َر ُه ْم َويَ ْف َعلُون‬ ٌ ‫ارة ُ َعلَ ْي َها َم ََلئِكَةٌ ِغ ََل‬
ُ ‫ظ ِشدَاد ٌ ََل يَ ْع‬
َّ َ‫صون‬ َ ‫اس َو ْال ِح َج‬ ً ‫س ُك ْم َوأ َ ْه ِلي ُك ْم ن‬
ُ َّ‫َارا َوقُودُهَا الن‬ َ ُ‫يَاأَيُّ َها الَّذِينَ َءا َمنُوا قُوا أ َ ْنف‬
}٦{ َ‫َما يُؤْ َم ُرون‬
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang
kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-
Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

HADIRIN MA’ASYRAL MUSLIMIN ROKHIMAKUMULLAH,


Demikian penegasan allah tentang membina keluarga dengan redaksi
kalimat amar atau perintah yang terangkai pada kalimat ‫ قوا انفسكم واهليكم‬mewajibkan
kepada kita agar bisa menjaga diri dan ahli ahli kita dari api neraka. Baik neraka
dunia, ataupun neraka akherat. Lalu siapakah ahli dalam ayat tadi? para ahli tafsir
bersepakat yang dimaksud ahli dalam ayat tersebut adalah anak dan isteri.
Hadirin, ketika turun ayat ini Umar bin Khotab bertanya kepada baginda Rasulallah
saw:
‫نقى انفسنا وكيف باهلنا‬
“Ya Rasulallah, kami talah menjaga diri kami masing-masing tapi bagaimankah
menjaga ahli kami ?” Rasulullah menjawab :
‫تنهونهم عما نها كم هللا وتأمرونهم بما امر هللا‬
“Kamu larang mereka terhadap hal-hal yang dilarang allah kepadamu, dan suruh
mereka terhadap hal-hal yang diperintahkan Allah kepadamu, dan kamu suruh
mereka terhadap hal-hal yang diperintahkan allah kepadamu“.

Atas dasar jawaban rasul tersebut maka munculah kewajiban suami isteri . apa
kewajiban suami hak istri? Pertama, ‫ ان تطعمها اذا اطعمت‬kewajiban memberi pangan.
Kedua, ‫وتكسوها اذا كسبت‬memberi pakaian atau sandang. Ketiga, memberi perlindungan
sekaligus menjunjung harga diri sang istri. Sebagaimana sabda Nabi :
‫وَل تضرب الوجه وَل تقبح وَل تهجر إَل فى البيت‬
“( Kalau marah ) Jangan memukul muka, jangan menghina isteri dan kalau kesal
jangan berpisah kecuali tetap dalam satu rumah.“ ( Al-Hadist ).

Kemudian apa kewajiban isteri hak suami? tergambar dalam sebuah hadist:
‫خير النساء امرأة اذا نظرت عليها سرتك واذا امرتها اطاعتك واذا غبت عنها حافظتك من مالك ونفسها‬
“sebaik-baik wanita adalah seorang istri apabila kau memandanginya, ia
mengembirakan, apabila kau perintah dia taat dan apabila kau tidak ada dirumah ia
pandai menjaga diri dan harta suaminya.”

Hadirin, melihat seorang istri yang sholehah seperti ini, sepertinya bapak-bapak yang
sudah menikah pun ingin menikah kembali. Apabila kewajiban bersama telah
ditunaikan serta dirasakan oleh suami dan istri, maka keluarga sakinah dihiasi dengan
aksesoris ‫ اوالده ابرار‬putri-putri yang baik sebagai, ‫ ثمرة القلوب‬dambaan keluarga permata
jiwa, belahan hati dan buah jantung.
Hadirin yang berbahagia, dari uraian ini dapat kita ambil kesimpulan bahwa dengan
membina keluarga sakinah berarti membina keluarga bahagia sejahtera, terpenuhinya
aspek kebutuhan lahir batin, terlaksananya hak dan kewajiban suami dan istri yang
dapat memancarkan cahaya norma-norma agama. Sehingga pada gilirannya dari setiap
anggota keluarga mampu berkata “Baiti Jannati”, rumah tanggaku ibarat surgaku.
‫والسَلم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬
KONSEP KELUARGA SAKINAH/IDEAL
DALAM ISLAM

Sesuai dengan permintaan ibu-ibu kemarin untuk pengajian kali ini, (22 Februari 2011), kita
akan membahasa bersama-sama bagaimana sih sebenarnya keluarga sakinah itu…?

Dalam perspektif islam, keluarga merupakan sub-unit dari sebuah khilafah atau Negara,
karena keluarga adalah salah satu sub-unit sebuah khilafah atau Negara, maka sudah tentu
mempunyai andil dan sangat mempengaruhi situasi dan kondisi Negara tersebut. Sakinah
tidaknya sebuah keluarga atau rumah tangga memberikaneffect atau dampak kepada
khilafah/Negara, bahkan diera kita sekarang ini sub-unit khilafah atau Negara itu telah
menjadi sebuah kekuatan politik yang yang mampu menggulingkan rezim-
rezim dictator dengan yel-yelnya ‫ الشعب يريد إسقاط النظام‬-Rakyat menginginkan Pemerintah
lengser- (simak berita tentang lengsernya Zaenal Abidin dan Hosni Mubarak).

Penulis tidak ingin berkutat dalam hal tersebut diatas, Penulis sekedar ingin memberikan
sebuah ilustrasi bahwa betapa besar pengaruh sebuah keluarga, bukan saja berdampak
personal-internal, tapi mempunyai pengaruh yang luar biasa, olehnya itu menciptakan
keluarga sakinah menjadi sebuah esensi yang harus kita cermati, perhatikan dan untuk
kemudian kita implementasikan, dan idealnya tugas ini bukan saja menjadi beban
personal/individu, akan tetapi menjadi tugas prioritas Negara dalam hal ini BKKBN.
(National Coordinating Family Planning of the Republic of Indonesia) dalam mewujudkan
keluarga Sakinah mawaddah warahmah.

Sebelum melanjutkan pembahasan kita mengenai keluarga sakinah lebih lanjut ada baiknya
Penulis menjelaskan kata-kata sakinah, mawaddah, warahmahsebagai berikut :

Kata Sakinah diadobsi dari bahasa arab ‫ سكن‬yang berarti tempat tinggal. Al-qurán pada
surah 30:21 menggunakan kata ‫ لتسكنوا‬juga berasal dari kata ‫ سكن‬yang megandung konotasi
makna tenang, terhormat, aman, penuh kasih sayang, mantap dan memperoleh
pembelaan, dalam artian bahwa sakinah yang sering kita dengar selama ini adalah
merupakan sebuah terminology atau peristilahan. Adapun katamawaddah adalah sebuah
gemuru rasa cinta yang membara, sedangkan rahmah adalah kasih sayang yang lembut.

Jamak ulama tafsir memberikan pengertian dua kata tersebut,


bahwa mawaddah/‫ المودة‬pada ayat ini identik dengan mahabbah/‫– المحبة‬cinta-
sedangkan rahmah/‫ الرحمة‬lebih cendrung berarti Ra’fah/‫ الرأفة‬yang berarti cinta dan kasih
sayang.Dalam hal perbedaan ini persentasi cinta Ra’fah lebih tinggi dari Mahabbah.

Mari kita simak ayat secara keseluruhan tentang perihal diatas :


21. dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

Dari Ayat tersebut diatas ada beberapa prinsip dasar yang berhubungan dengan
terwujudnya keluarga sakinah yang Penulis garis bawahi sebagai berikut :

1. Potongan ayat ‫– أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا‬


Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri-.

Dari penggalan ayat tersebut diatas dapat kita ambil hikma bagaimana seharusnya kita
memilih azwaaja/pasangan dan membatalkan wacana perkawinan yang bukan dari spesis
manusia, seperti perkawinan lintasuniverse antara bangsa Jin dengan Manusia, atau
perkawinan dengan bangsa dari planet lain yang bukan jenis manusia dengan bangsa
manusia.

Pada Ayat ini juga masih general pengklasifikasiannya mengenai spesis yang boleh dinikahi,
belum memberikan batasan antara laki-laki dengan perempuan, akan tetapi di ayat lain
pada surah An-nisa ayat 3 dikatakan :

Ïä!$|¡ÏiY9$# z`ÏiB Nä3s9 z>$sÛ $tB (#qßsÅ3R$$sù


(Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi)

Juga membatalkan perkawinan antara jenis dalam hal ini laki-laki


dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan, dan
membatalkan semua praktek budaya baik yang ada di Barat
maupun di Asia tentang bolehnya perkawinan antar sesama jenis.
2. Penggalan Ayat ‫ وجعل بينكم مودة ورحمة‬-
dan dijadikannya diantara kamu rasa kasih dan sayang –

ada dua krakter/sifat yang menjadi pilar utama dari keluarga sakinah,
yaituMawaddah dan Rahmah, yang pada gilirannya kedua krakter tersebut
terimplementasi dalam intraksi sehari-sehari dalam keluarga dalam bentuk hak dan
kewajiban setiap personil keluarga, seorang istri mempunyai hak dan kewajiban kepada
suami dan anak, demikian sebaliknya seorang suami sebagai kepala rumah tangga
mempunyai beban tanggung jawab kepada istri dan anak-anak.

Ketika semua kegiatan dan intraksi dalam rumah tangga terinspirasi dari kedua krakter
tersebut, insya Allah akan terwujud keluarga sakinah, dan pada saat setiap keluarga
sebagai sub-unit sebuah khilafah/Negara menciptakan sakinah, mawaddah wa rahmah,
yakin insya Allah Negara tersebut akantayyibun wa rabbun ghafor…
KELUARGA SAKINAH, MAWADDAH WA RAHMAH
Kata “keluarga” menurut makna sosiologi (Family-Inggris) berarti kesatuan kemasyarakatan (sosial)
berdasarkan hubungan perkawinan atau pertalian darah.[1]
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan “Keluarga”: ibu bapak dengan anak-anaknya,
satuan kekerabatan yang sangat mendasar di masyarakat.[2] Keluarga merupakan unit terkecil
dalam struktur masyarakat yang dibangun di atas perkawinan/pernikahan terdiri dari ayah/suami,
ibu/istri dan anak. Pernikahan sebagai salah satuproses pembentukan suatu keluarga, merupakan
perjanjian sakral (mitsâqanghalidhâ) antara suami dan istri.[3]
Menurut Abu Zahra bahwa institusi keluarga mencakup suami, istri, anak-anak dan keturunan
mereka, kakek, nenek, saudara-saudara kandung dan anak-anak mereka, dan mencakup pula
saudara kakek, nenek, paman dan bibi serta anak mereka (sepupu).[4] Menurut psikologi, keluarga
bisa diartikan sebagai dua orang yang berjanji hidup bersama yang memiliki komitmen atas dasar
cinta, menjalankan tugas dan fungsi yang saling terkait karena sebuah ikatan batin.[5]
Kata sakînah (Arab) mempunyai arti ketenangan dan ketentraman jiwa. Kata ini disebutkan
sebanyak enam kali dalam al-Qur’an, yaitu pada surat al-Baqarah (2):248, surat at-Taubah (9):26
dan 40, surat al-Fath (48): 4, 18, dan 26. Dalam ayat-ayat tersebut dijelaskan bahwa sakînah itu
didatangkan Allah SWT ke dalam hati para Nabi dan orang-orang yang beriman agar tabah dan
tidak gentar menghadapi tantangan, rintangan, ujian, cobaan, ataupun musibah. Sehingga sakînah
dapat juga dipahami dengan “sesuatu yang memuaskan hati”.[6]
Istilah “keluarga sakînah” merupakan dua kata yang saling melengkapi; kata sakinah sebagai kata
sifat, yaitu untuk menyifati atau menerangkan kata keluarga.
Keluarga sakînah digunakan dengan pengertian keluarga yang tenang, tentram, bahagia, dan
sejahtera lahir batin.
Munculnya istilah keluarga sakînah ini sesuai dengan firman Allah surat ar-Rûm (30): 21, yang
menyatakan bahwa tujuan berumah tangga atau berkeluarga adalah untuk mencari ketenangan dan
ketentraman atas dasar mawaddah dan rahmah, saling mencintai, dan penuh rasa kasih sayang
antara suami istri.
Dalam keluarga sakînah, setiap anggotanya merasakan suasana tentram, damai, bahagia, aman,
dan sejahtera lahir dan batin. Sejahtera lahir adalah bebas dari kemiskinan harta dan tekanan-
tekanan penyakit jasmani. Sedangkan sejahtera batin adalah bebas dari kemiskinan iman, serta
mampu mengkomunikasikan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.[7]
Rumah tangga adalah suatu lembaga dimana laki-laki dan perempuan bertemu, untuk melakukan
aktifitas bersama. Lembaga ini adalah perwujudan hak dan kewajiban seseorang. Artinya, kita
berhak untuk berumah tangga, karena disanalah kita akan memperoleh kebahagiaan kita. Tapi kita
juga berkewajiban untuk berumah tangga, karena didalamnya terdapat visi dan misi mulia yang
diberikan Allah kepada kita untuk melestarikan kehidupan manusia di muka bumi.[8]
Karena rumah tangga adalah organisasi, maka ia harus memiliki hirarki diantara anggotanya
sekaligus aturan main dalam berorganisasi, dan begitulah Islam memberikan petunjuknya.[9]
Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang sakînah, mawaddah, warahmah. Untuk lebih
memahaminya, maka kita perlu mencermatinya pengertian dari masing-masing kata sakînah,
mawaddah dan rahmah sebagai berikut:
1. Sakînah
Dari sejumlah ungkapan yang diabadikan dalam al-Qur’an tentang sakînah, maka muncul beberapa
pengertian, sebagai berikut:
a) Al-Isfahan (ahli fiqh dan tafsir) mengartikan sakînah dengan tidak adanya rasa gentar dalam
menghadapi sesuatu;
b) Menurut al-Jurjani (ahli bahasa), sakînah adalah adanya ketentraman dalam hati pada saat
datangnya sesuatu yang tidak diduga, dibarengi satu nûr (cahaya) dalam hati yang memberi
ketenangan dan ketentraman pada yang menyaksikannya, dan merupakan keyakinan berdasarkan
penglihatan (ain al -yaqîn).
c) Ada pula yang menyamakan sakînah itu dengan kata rahmah dan thuma’nî nah, artinya tenang,
tidak gundah dalam melaksanakan ibadah.[10]
Makna tentram yaitu tidak terjadi percekcokan, pertengkaran, atau apalagi perkelahian, ada
kedamaian tersirat didalamnya. Boleh jadi masalah datang silih berganti, tetapi bisa diatasi dengan
hati dan kepala dingin. Ketentraman hanya bisa muncul jika anggota keluarga itu memiliki persepsi
yang sama tentang tujuan berkeluarga. Jika tidak, yang terjadi adalah perselisihan dan
pertengkaran. Si suami ingin ke barat, sang istri ingin ke timur, si suami mengira itu baik, sang istri
sebaliknya, dan seterusnya. Bagaimana mungkin rumah tangga demikian bisa tentram.
Maka ketentraman hanya akan muncul jika suami istri dan anak memiliki persepsi yang sama
tentang segala hal yang berkait dengan aktifitas kaluarga. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Setidak-
tidaknya lakukanlah hal-hal berikut ini:
a. Melakukan komunikasi
b. Menjaga kejujuran
c. Membangun toleransi
d. Berusaha saling memberi.[11]
2. Mawaddah/cinta
Rumah tangga idaman muslim, selain memberikan ketentraman atau sakînah, juga penuh dengan
rasa cinta atau mawaddah. Perasaan cinta adalah fitrah antara laki-laki dan perempuan. Allah
mengistilahkan sebagai sebuah “kecenderungan” untuk saling tertarik, dan kemudian tentram
karenanya.[12]
Mawaddah terambil dari akar kata yang maknanya berkisar pada “kelapangan dan kekosongan”.
Mawaddah adalah kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari kehendak buruk. Ia adalah cinta plus
yang sejati. Bukankah yang mencintai disamping akan terus berusaha mendekat-sesekali hatinya
kesal juga, akankah cintanya pudar? Mawaddah tidak demikian, ia bukan sekadar cinta, mawaddah
adalah “cinta plus”, karena itu yang didalam hatinya bersemai mawaddah tidak lagi akan
memutuskan hubungan, seperti yang bisa terjadi pada yang bercinta.
Ini disebabkan oleh karena hatinya begitu lapang dan kosong dari keburukan, sehingga pintu-
pintunya pun telah tertutup untuk dihinggapi keburukan lahir dan batin (yang mungkin datang dari
pasangannya). Begitu kurang lebih komentar pakar al-Qur’an, Ibrahim al-Biqâi tentang mawaddah.
Mawaddah adalah cinta yang tampak dampaknya pada perlakuan serupa dengan tampaknya
kepatuhan akibat rasa kagum dan hormat pada seseorang.[13]
3. Rahmah/kasih sayang
Rahmah adalah kondisi psikologis yang muncul didalam hati akibat menyaksikan ketidak-
berdayaan, sehingga mendorong yang bersangkutan untuk melakukan pemberdayaan. Karena itu -
dalam kehidupan keluarga masing-masing suami istri, akan sungguh-sungguh, bahkan bersusah
payah demi mendatangkan kebaikan bagi pasangannya serta menolak segala yang mengganggu
dan mengeruhkannya.
Rahmah menghasilkan kesabaran, murah hati, tidak cemburu. Pemiliknya tidak angkuh, tidak
mencari keuntungan sendiri, tidak juga pemarah apalagi pendendam. Ia menutupi segala sesuatu
dan sabar menanggung segalanya.[14]
Dengan pernikahan, ikatan mawaddah wa rahmah (cinta dan kasih sayang) antara suami dan istri
akan semakin bertambah. Masing-masing merasakan ketenangan, kelembutan dan keramahan
serta mendapatkan kebahagiaan di bawah naungan satu dengan yang lain. Suami yang selesai
bekerja, kemudian kembali ke rumahnya di sore hari dan berkumpul bersama keluarga, ia akan
melupakan semua duka yang ia temui di siang hari dan segala kelelahan yang dirasakannya pada
waktu bekerja, demikian pula istrinya.
Demikianlah masing-masing dari suami-istri tersebut, satu sama lain menemukan ketenangan jiwa
pada saat perjumpaannya. Keduanya saling merasakan kedamaian hati dan kegembiraan pada
detik-detik pertemuan. Di lain pihak, anggotakeluarga lainnya juga merasa tentram disebabkan
perhatian dan tanggung jawab sang ayah. Semua tugas dan peran masing-masing pihak dalam
keluarga dijalankan dengan baik, sehingga akan senantiasa hadir keharmonisan hidup.[15]
Oleh karena itu, apabila suami istri ingin mencapai keharmonisan dan mempertahankan mahligai
keluarga dari hantaman ombak samudera, keduanya harus mampu memahami kembali makna
pernikahan dan konsep berkeluarga. Selain itu, keduanya harus menghayati nilai-nalai yang mampu
mendatangkan keniscayaan, mawaddah, dan rahmah yang secara konsisten dijabarkan dalam
setiap dimensi kehidupan berkeluarga. Konsep tersebut itulah yang sering dikenal dengan 3T yaitu:
tâ’aruf (mengenal), tafâhum (saling memahami), dan takâful (senasib sepenanggungan). Nilai-nilai
inilah yang harus dimiliki oleh suami istri untuk membangun, menerjemahkan hak dan kewajiban
dalam setiap derap langkah keluarga.[16]
Suatu pernikahan, pada prinsipnya memberikan kebaikan dari para pelakunya. Kebaikan tersebut
meliputi hak adami sampai kepada hubungannya kepada Allah SWT karena mempunyai nilai ibadah
kepada Allah. Dengan demikian, pernikahan selain mempunyai hukum tertentu, juga sebagai sarana
kebaikan. Oleh karena itu, jika suatu pernikahan semakin menambah permusuhan, tidak adanya
kedamaian, dan semakin menambah lahan maksiat, maka berarti pernikahan tersebut tidak
membawa kepada sakînah.[17]

Anda mungkin juga menyukai