Anda di halaman 1dari 9

KINDERGARTEN: Journal Of Islamic Early Childhood Education

P-ISSN: 2621-0339 |E-ISSN: 2621-0770, Hal. XX-XX


Vol. XX, No. XX, April 2020
DOI: ………

Potensi Belajar Dalam Alqur’an

Aryni Oktaria Irsad (12010927315) Sabrina Aida Putri (12010926223)

Program Studi Pendidikan Islam Anak UsiaDini, Fakultas Tarbiya Dan


Keguruan, Universitas Islam Negeri Sultam Syarif Kasim Riau

E-Mail Corresponden : arynioktoria@gmail.com sabrinaaidaputri@gmail.com

A.PENDAHULUAN

Belajar adalah key term (istilah kunci) yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga
tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Perubahan dan kemampuan untuk
berubah merupakan batasan dan makna yang terkandung dalam belajar.

Karena kemampuan berubahlah, manusia terbebas dari kemandegan fungsinya sebagai khalifah
fi al-ardl. Kemampuan berubah melalui belajar itu, manusia secara bebas dapat mengeksplorasi,
memilih, dan menetapkan keputusan-keputusan penting untuk kehidupannya (Syah, 2000: 94-
95).

Kemampuan belajar atau potensi belajar oleh manusia itu sudah ada semenjak lahirnya, yaitu
dengan diberikan pendengaran, penglihatan dan lain sebagainya. Sehingga dengan belajar
manusia mampu memainkan peranan penting dalam mempertahankan kehidupan sekelompok
umat manusia (bangsa) di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat di antara bangsa-bangsa
lainnya yang lebih dahulu maju karena belajar. Akibat persaingan tersebut, kenyataan tragis juga
bisa terjadi karena belajar. Contoh, tidak sedikit orang pintar yang menggunakan kepintarannya
untuk mendesak bahkan menghancurkan kehidupan orang lain.
B.PEMBAHASAN

Potensi Belajar Dalam Al-Qur’an

Islam memandang umat manusia sebagai makhluk yang dilahirkan dalam keadaan kosong, tak
berilmu pengetahuan. Akan tetapi, Allah Swt. memberi potensi yang bersifat jasmaniah dan
rohaniah untuk belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
kemaslahatan manusia itu sendiri.

Potensi-potensi tersebut terdapat dalam organ-organ fisio-psikis manusia yang berfungsi sebagai
alat-alat penting untuk melakukan kegiatan belajar. Adapun ragam alat fisio-psikis itu, seperti
yang terungkap dalam beberapa firman Allah Swt. sebagai berikut.

Isi kandungan surat an-nahl ayat 78, allah berikan bekal kepada manusia berupa penglihatan
hingga akal

Pada Surat An Nahl Ayat 78 ini erat kaitannya dengan Surat Al-Mu'minun ayat 12-14 tentang
penciptaan manusia, setelah manusia dilahirkan kedunia Allah memberikan bekal yaitu
pendengaran, penghilatan dan hati/akal pikiran yang patut di syukuri oleh manusia.

Pada ayat 78 Surat An Nahl ini bahwa manusia diciptakan oleh Allah tidak mengetahui suatu
apapun, sehingga tanpa adanya karunia dan kebesaranNya manusia tidak akan hidup sempurna
seperti saat ini.

Dengan bekal panca indera yang dikaruniakan Allah kepada kita sebagaimana yang dimaksud
dalam Surat An Nahl ayat 78 ini patut kita mensyukurinya dengan jalan ibadah kepada sang
khaliq.

 Qur’an Surat an-Nahl (16 ) ayat 78

‫و هللا أخرجكم من بطون أمهتكم ال تعلمون شيئا و جعل لكم السمع و األبصار‬

‫و األفئدة قليال ما تشكرون‬

“Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibu-ibu kamu dalam Keadaan tidak
mengetahui sesuatu pun, dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan-penglihatan
dan aneka hati, agar kamu bersyukur.”
Pada ayat ini, Allah swt menegaskan bahwa ketika seorang anak manusia dilahirkan ke dunia dia
tidak tahu apa-apa. Dengan kekuasaan dan kasih sayangNya, manusia dibekali dengan atribut
pelengkap yang nantinya dapat berfungsi untuk mengetahui segala sesuatu yang sebelumnya
tidak pernah diketahui. Atribut-atribut tersebut ialah berupa tiga unsur penting dalam proses
pembelajaran bagi manusia, yakni: pendengaran, penglihatan dan hati/akal pikiran.

 Tafsir surat al-rum ayat 30 agama sebagai fitrah manusia tafsir

penafsiran Surat Ar-Rum Ayat 30. Ayat ini menjelaskan soal fitrah penciptaan manusia sebagai
makhluk yang beragama. Allah Swt berfirman:

ِ َّ‫ك الدِّينُ ْالقَيِّ ُم َولَ ِك َّن َأ ْكثَ َر الن‬


َ‫اس اَل يَ ْعلَ ُمون‬ ِ ‫ل ِل َخ ْل‬tَ ‫اس َعلَ ْيهَا اَل تَ ْب ِدي‬
َ ِ‫ق هَّللا ِ َذل‬ ْ ِ‫ِّين َحنِيفًا ف‬
َ َّ‫ط َرتَ هَّللا ِ الَّتِي فَطَ َر الن‬ َ َ‫فََأقِ ْم َوجْ ه‬
ِ ‫ك لِلد‬

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Surat Ar-Rum Ayat 30)

Pada hakekatnya, setiap manusia lahir ke dunia ini dengan membawa fitrah berupa keyakinannya
kepada agama (Islam). Demikian ditegaskan oleh para ulama tafsir, ketika menjelaskan tentang
maksud ayat di atas.

Seiring berjalannya waktu, maka fitrah yang sudah Allah tetapkan tersebut, akan tetap atau
berubah tergantung pada kondisi lingkungan di mana manusia itu berada.

Nabi Muhammad Saw menegaskan, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah)—
beragama Islam—, maka tergantung kedua orang tuanyalah yang akan menjadikannya seorang
yahudi, nasrani atau majusi.”

Dari keterangan hadis di atas jelaslah bahwa setiap manusia dilahirkan dalam kondisi beragama
(Islam). Agama itu fitrah yang sudah ada sejak manusia lahir, bahkan ketika mereka masih
berada di alam rahim. Demikian ditegaskan dalam ayat yang lain.
Begitu melekatnya fitrah berupa agama ini di dalam diri manusia, maka meski seseorang larut
dalam pelukan nafsu duniawi, yang seringkali melenakannya dari ajaran agama, atau bahkan
melupakannya pada tuhan, pada saat tertentu akan muncul kerinduan dalam dirinya untuk
kembali kepada agama, kembali kepada tuhannya.

Jika seseorang menuruti kata hatinya untuk kembali kepada Tuhannya, kepada ajaran agamanya,
maka sangat mungkin pintu hidayah akan terbuka lebar baginya. Namun sebaliknya, jika ia lebih
memperturutkan hawa nafsunya, tidak mengindahkan kata hatinya, maka dia akan semakin
terjerumus pada kesesatan dan gelimang dosa.

Dari keterangan hadis qudsi di atas jelaslah bahwa pada hakekatnya kita diciptakan oleh Allah
dalam kondisi berpegang teguh pada agama, berada pada fitrah Allah. Tetapi, tipu daya setanlah
yang kemudian memalingkan kita dari ajaran agama kita.

Setan telah memperdaya kita untuk mengingkari Allah, dengan menjadikan selain Allah sebagai
tuhan. Ada di antara umat manusia yang kemudian kembali kepada fitrah agamanya. Adapula
yang tetap berada pada kesesatan dan kekufuran.

Satu hal yang harus kita sadari bersama adalah bahwa selama hayat masih di kandung badan,
selalu ada kesempatan untuk kembali kepada agama, kembali kepada Tuhan. Tuhan sangat
senang jika ada hamba-Nya yang telah lama berkelana, mengembara mengarungi kehidupan ini,
serta jauh dari-Nya, kemudian dia kembali ke jalan-Nya.

Seperti halnya orang tua yang telah lama ditinggal anaknya pergi merantau kemudian kembali
pulang ke pangkuannya. Bahkan, kasih sayang Tuhan kepada hamba-hamba-Nya jauh melebihi
kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya.

Alangkah sayangnya, jika kesempatan hidup di dunia ini yang hanya sekali, tidak dimanfaatkan
untuk menjalani fitrah kemanusiaan, yaitu memeluk erat agama, medekatkan diri kepada Tuhan,
menjadi hamba-hamba-Nya yang dikasihi dan dicintai-Nya. Betapa malangnya diri ini, jika
hidup di dunia ini yang hanya sementara, diisi dengan amal yang sia-sia, yang hanya akan
membawa kita pada penyesalan tiada tara di akhirat kelak.

Mari kembali kepada fitrah kita, yaitu fitrah untuk beragama, fitrah untuk selalu dekat dengan
Tuhan, fitrah untuk menjadi hamba-hamba yang dikasihi dan dicintai-Nya.

 Surat Al-Hajj Ayat 46

‫ْص ُر َو ٰلَ ِكن تَ ْع َمى‬


َ ٰ ‫ان يَ ْس َمعُونَ بِهَا ۖ فَِإنَّهَا اَل تَ ْع َمى ٱَأْلب‬
ٌ ‫ض فَتَ ُكونَ لَهُ ْم قُلُوبٌ يَ ْعقِلُونَ بِهَٓا َأوْ َءا َذ‬ ۟
ِ ْ‫َأفَلَ ْم يَ ِسيرُوا فِى ٱَأْلر‬
ِ ‫ْٱلقُلُوبُ ٱلَّتِى فِى ٱلصُّ د‬
‫ُور‬

Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu
mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar?
Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam
dada.

Ditemukan pelbagai penjelasan dari banyak pakar tafsir berkaitan kandungan surat Al-Hajj ayat
46, sebagiannya seperti berikut:

Tidaklah orang-orang yang mendustakan dari suku Quraisy itu berjalan di muka bumi untuk
menyaksikan bekas-bekas kehancuran orang-orang yang di binasakan, sehingga mereka mau
berpikir dengan akal-akal mereka, dan kemudian mengambil pelajaran darinya dan
mendengarkan berita-berita mereka dengan penuh perenungan, sehingga dapat memetik
pelajaran darinya? Karena sesungguhnya hakikat kebutaan bukanlah kebutaan penglihatan, akan
tetapi kebutaan yang membinasakan adalah kebutaan mata hati untuk menangkap kebenaran dan
mengambil pelajaran.

Surat Al-Hajj ayat 46: Oleh karena itulah, Allah mengajak hamba-hamba-Nya mengadakan
perjalanan di muka bumi untuk memperhatikan keadaan orang-orang terdahulu yang telah binasa
dan mengambil pelajaran daripadanya. Dengan badan dan hati mereka. Ayat-ayat Allah dan
memperhatikan tempat-tempat yang terdapat ibrah (pelajaran). Untuk mendengarkan berita
kebinasaan dan kehancuran orang-orang yang mendustakan, sehingga mereka dapat mengambil
pelajaran daripadanya.

Akan tetapi, jika sebatas memandang dan mendengar atau berjalan-jalan tanpa bertafakkur dan
mengambil pelajaran, maka yang demikian tidaklah bermanfaat dan tidak mencapai maksud
yang diinginkan. Buta yang berbahaya adalah buta dalam agama, yaitu butanya hati dari melihat
yang hak sehingga ia tidak melihat yang hak itu sebagaimana mata yang buta tidak dapat melihat
sesuatu yang terlihat.

Tafsir Ringkas Kementrian Agama RI / Surat Al-Hajj Ayat 46 Allah lalu bertanya kepada orang-
orang yang menolak ajaran Allah yang dibawa rasulullah, "maka apakah mereka tidak pernah
berjalan di bumi menyaksikan peninggalan umat terdahulu atau mengkajinya secara mendalam
sehingga kalbu, kecerdasan emosi, dan spiritual mereka dapat memahami atau merenungkan
ajaran Al-Qur'an atau telinga mereka dapat mendengar ajakan rasul untuk beriman kepada
Allah'" mata, telinga, dan pikiran mereka tertutup. Oleh sebab itu, sejatinya bukan mata lahiriah
mereka itu yang buta sehingga tidak dapat melihat bukti-bukti kebenaran ajaran rasulullah, tetapi
yang buta adalah mata hati mereka yang ada di dalam dada mereka. 47. Karena mata hati mereka
buta dan telinga mereka tertutup, dan mereka dengan sombong dan menantang meminta
kepadamu, Muhammad, agar azab yang dijanjikan kepada orang-orang kafir itu disegerakan di
dunia ini. Mereka tidak mengetahui bahwa Allah tidak akan pernah menyalahi janji-Nya bahwa
azab yang pedih bagi orang-orang kafir itu akan diberikan di akhirat. Dan sungguh, jika mereka
menyadari bahwa sehari di sisi tuhanmu di akhirat seperti seribu tahun menurut perhitunganmu
di dunia sehingga merasakan azab sehari saja di dalam neraka sebanding dengan seribu tahun di
dunia. Betapa dah-syatnya azab Allah, mengapa mereka menantang'.

 Tafsir ayat ke 7-9 surat al-sajdah

Kemampuan sempurna dalam menciptakan segala sesuatu hanyalah dimiliki oleh Allah.
Kemampuan tersebut seakan menimbulkan pertanyaan saat dihadapkan dengan ciptaan Tuhan
yang berwujud buruk. Allah Swt. berfirman:

َ ‫ ثُ َّم‬. ‫ين‬
ِ ‫س َّواهُ َونَفَ َخ فِي ِه ِمنْ ُر‬
‫وح ِه‬ ٍ ‫ساَل لَ ٍة ِمنْ َما ٍء َم ِه‬ ْ َ‫ ثُ َّم َج َع َل ن‬.‫سا ِن ِمنْ ِطي ٍن‬
ُ ْ‫سلَهُ ِمن‬ َ ‫سنَ ُك َّل ش َْي ٍء َخلَقَهُ َوبَ َدَأ َخ ْل‬
َ ‫ق اِإْل ْن‬ َ ‫لَّ ِذي َأ ْح‬
ْ َ‫صا َر َواَأْل ْفِئ َدةَ قَلِياًل َما ت‬
َ‫ش ُكرُون‬ َ ‫س ْم َع َواَأْل ْب‬
َّ ‫َو َج َع َل لَ ُك ُم ال‬

Artinya;

“(Dia) yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai
penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menjadikan keturunanya dari saripati air yang
hina (air mani). Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya roh
(ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu
sedikit sekali bersyukur.” (Q.S.al-Sajdah: 7-9)

Para ulama tafsir berbeda pendapat dalam mengartikan kalimat sebaik-baiknya sebagaimana


disampaikan oleh Imam al-Thabari dalam karyanya Tafsir al-Thabari:

Pertama, sebagian ulama berbijak pada riwayat Ibnu Abbas mengartikanya dengan makna sangat
sempurna.

Kedua, pendapat kedua mengarahkan kedalam arti sebaik-baiknya.

Ketiga, sebagian ulama lain mengartikanya dengan makna memberitahu.

Manusia yang dimaksud ialah Adam. Dan Tanah ialah tanah liat, namun Imam al-Razi dalam
karyanya Mafatihul Ghaib memberikan pandangan luas bahwa tanah tersebut dapat diarahkan ke
dalam arti debu dan air.

Pada ayat di atas, Allah Swt.  memberikan kabar bahwa semua ciptaan-Nya berada pada bentuk
dan rupa sebaik-bainya. Dari kabar ini para ulama menampilkan perselisihan dalam menganggap
serta mengartikan terhadap ciptaan-Nya yang memiliki rupa kurang baik, seperti halnya kera.
Dengan rupanya yang sedikit berkesan buruk, kera (dan sesuatu yang jelek) dianggap oleh ulama
berdasarkan  ayat di atas sebagai berikut:

Pertama, Ibnu Abbas menganggapnya sempurna. Artinya bahwa Tuhan menciptakan segala
sesuatu yang memiliki rupa dan bentuk jelek, merupakan sesuau yang berada dalam keadaan dan
rupa yang sempurna sesuai dengan yang dikehendaki-Nya, seperti halnya dalam masalah kera ia
berkata:

‫ ولكن أحكم خلقها‬،‫أما إن است القرد ليست بحسنة‬

“Kera tidaklah baik (bagus) akan tetapi disempurnakan kejadian (bentuk)nya.”

‫ لم يتغير عن إرادته‬، ‫جاء به على ما أراد‬

“Sesuai apa yang dikehendaki-Nya dan tidak berubah dari kehendak-Nya.”


Kedua, sebagian ulama tafsir berdasarkan ayat di atas menganggap bahwa kera atau segala
sesuatu yang terkesan memiliki bentuk dan rupa jelek tetap dianggap dan diartikan sebagai hal
yang baik (bagus) dengan alasan:

‫ وال خلق الناس في خلق البهائم ولكن خلق ك ّل شيء فق ّدره تقديرا‬،‫فلم يجعل خلق البهائم في خلق الناس‬

“Sebab bentuk binatang tidak dijadikan bentuk manusia dan bentuk manusia tidak jadikan
bentuk binatang, akan tetapi segala bentuk sesuatu telah diperkirakan oleh-Nya.”

C. KESIMPULAN

Manusia merupakan makhluk yang mempunyai kelebihan dan keistmewaan dibanding dengan
makhluk lain. Salah satu keistiewaan dan kelebihan itu adalah adanya potensi untuk berfikir .
Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan masyarakat, tantangan dan tuntutan tidak
pernah jeda, terus mengalami peningkatan sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan
budaya sebuah mesyarakat, yang menuntut adanya inovasi, terobosan-terobosan, produk-produk
karya cipta, model-model dan solusi-solusi baru, berbeda, unik dan unggul. Manusia menuntut
lebih dan lebih dari untuk hari esok dibanding dengan hari ini.

Proses belajar dan pembelajaran sebuah keharusan bagi manusia dalam kehidupan. Berbagai
fenomena yang terjadi di alam raya ini akan terungkap kepermukaan bila dilakukan dengan jalan
belajar. Belajar dalam pengertian ini tentunya dalam pengertian yang luas, pembacaan terhadap
fenomena alam dan realitas sosial masyarakat akan memberikan implikasi positif dengan
lahirnya berbagai penemuan dalam bentuk ilmu pengetahuan berupa ilmu alam, ilmu sosial, ilmu
humaniora, ilmu jiwa dan ilmu kesehatan dan sebagainya. Kesemuanya ini merupakan  hasil
kegiatan belajar dan pembelajaran yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Semakin manusia
menyadari dirinya untuk belajar maka semakin banyak pengetahuan yang dimilikinya. Potensi
yang ada pada diri manusia jika dikembangkan dengan belajar akan melahirkan peradaban besar
bagi kemaslahatan pada manusia itu sendiri.

Dalam konteks itu,  Dawam Rahardjo menyatakan bahwa agaknya pendengaran, penglihatan dan
kalbu (al-fuād) adalah alat untuk memperoleh ilmu dalam kegiatan belajar, dan dapat
dikembangkan dalam kegiatan pengajaran.[1]  Ketiga komponen  tersebut merupakan alat
potensial yang dimiliki manusia untuk dipergunakan dalam kegiatan belajar dan pembelajaran. 

Kaitan antara ketiga komponen tersebut adalah bahwa pendengaran bertugas memelihara ilmu
pengetahuan yang telah ditemukan dari hasil belajar dan mengajar, penglihatan bertugas
mengembangkan ilmu pengetahuan dan menambahkan hasil penelitian dengan mengadakan
pengkajian terhadapnya. Hati bertugas membersihkan ilmu pengetahuan dari segala sifat yang
jelek. Yang terakhir ini, berkaitan dengan teori belajar dan mengajar dalam aspek aqidah dan
akhlak

D. DAFTAR PUSTAKA
https://ayulweb.wordpress.com/2018/05/31/177/

https://tafsiralquran.id/tafsir-surat-ar-rum-ayat-30-agama-sebagai-fitrah-manusia/

https://tafsirweb.com/5782-surat-al-hajj-ayat-46.html

https://bincangsyariah.com/khazanah/surah-al-sajdah-7-9-ciptaan-tuhan/

https://jurnal.staialhidayahbogor.ac.id/index.php/ei/article/view/10

Anda mungkin juga menyukai