Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “AIKA V Islam dan Ilmu Pengetahuan”
Disusun Oleh :
Kelas : 5A1
2020
ETIKA ISLAM DALAM PENERAPAN ILMU
A. Definisi Etika
Dalam bahasa Yunani arti kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya
yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang
rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir.
Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Dalam KBBI etika mempunyai arti sebagai:
Ilmu pengetahuan tentang asas-asas moral.
Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk dan tentang hak dan kewajiban.
Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
a. Objek ilmu
Objek ilmu menurut ilmuwan muslim mencakup alam materi dan nonmateri. Tentu
ada tata cara dan sarana yang harus digunakan untuk meraih pengetahuan tentang hal
tersebut:
b. Kategori Ilmu
Dalam khazanah Islam, terdapat dua kategori ilmu pengetahuan yaitu : Ilmu-
ilmu umum dan ilmu-ilmu agama. Adanya ilmu-ilmu umum dipahami dari surat
Fathir/35:27-28, dan adanya ilmu-ilmu agama dari surat at-Taubah/9:122 yang artinya
“Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami
hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara
gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya
dan ada (pula) yang hitam pekat.”(Q.S. Fathir/35:27)”.
Di dalam ayat ini, Tuhan meminta manusia agar memperhatikan bagaimana
hujan turun dari langit. Hal ini minimal bisa membuahkan pengembangan ilmu-ilmu
meteorology. Pengamatan terhadap hujan yang menumbuhkan aneka ragam tumbuh-
tumbuhan paling kurang dapat memicu berkembangnya ilmu-ilmu biologi dan kimia.
Manusia juga diminta untuk memperhatikan gunung-gunung,menyangkut struktur dan
kelakuannya. Ini bisa menjadi cikal-bakal pengembangan ilmu-ilmu geologi dan
fisika. Ayat tersebut, dengan demikian, menghendaki pengembangan kelima cabang
ilmu alam.
Dalam ayat berikutnya :
Dalam ayat ini, Allah menyuruh manusia agar mengamati dirinya sendiri,
hewan, dan ternak, yang beragam jenisnya. Jadi, ayat tersebut jelas menghendaki
pengembangan ilmu-ilmu sosial dan humanior.
Yang artinya :“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya
(ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. at-Taubah/9: 122)”.
Allah mencela sikap yang selalu mengejar dunia saja. Dalam setiap golongan,
Allah menghendaki adanya sekelompok orang yang mendalami agama, menasehati
dan memajukan masyarakat.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu yang diisyaratkan al-Qur’an
dalam banyak hal, meliputi segala pengetahuan yang bisa menyingkap hakikat segala
sesuatu serta dapat menghilangkan kabut kebodohan dan keraguan dari akal manusia.
Obyeknya dapat berupa alam atau pun manusia wujud maupun gaib. Demikian pula
metode pengetahuannya, bisa berupa indra dan empiris ataupun akal.