Anda di halaman 1dari 5

ETIKA ISLAM DALAM PENERAPAN ILMU

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “AIKA V Islam dan Ilmu Pengetahuan”

Dosen Pengampu : Mila Khairunnisa, M.Pd.I.

Disusun Oleh :

Kelas : 5A1

Anisa NIM 1888201060

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS


KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH TANGERANG

2020
ETIKA ISLAM DALAM PENERAPAN ILMU

A. Definisi Etika
Dalam bahasa Yunani arti kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya
yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang
rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir.
Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Dalam KBBI etika mempunyai arti sebagai:
 Ilmu pengetahuan tentang asas-asas moral.
 Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk dan tentang hak dan kewajiban.
 Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat

B. Ilmu dan Kemanusiaan


Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari
‘alima, ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui. Ilmu adalah kumpulan  dari banyak
pengetahuan, sedangkan pengetahuan merupakan kumpulan dari banyak informasi .
ALLah s.w.t berfirman dalam al-Qur’an surat al-Mujadilah ayat 11

َ‫ع هّٰللا ُ الَّ ِذيْن‬L


ِ َ‫ز ُْوا يَ ْرف‬L‫ش‬ ُ ‫ َل ا ْن‬L‫ َواِ َذا قِ ْي‬ ‫ح هّٰللا ُ لَ ُك ۚ ْم‬
ُ ‫ز ُْوا فَا ْن‬L‫ش‬ َ ‫س ُح ْوا يَ ْف‬
ِ ‫س‬ َ ‫س فَا ْف‬ِ ِ‫س ُح ْوا فِى ا ْل َم ٰجل‬ َّ َ‫ٰيٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا قِ ْي َل لَ ُك ْم تَف‬
‫هّٰللا‬
‫ َو ُ بِ َما تَ ْع َملُ ْونَ َخبِ ْي ٌر‬ ‫ت‬ ٍ ۗ ‫ َوالَّ ِذيْنَ اُ ْوتُوا ا ْل ِع ْل َم د ََر ٰج‬ ‫ٰا َمنُ ْوا ِم ْن ُك ۙ ْم‬
“ALLah meninggikan baberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang beriman
diantara kamu dan orang-orang yang berilmu (diberi ilmupengetahuan).dan ALLAH
maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”
Manusia merupakan makhluk yang sangat sempurna dibanding dengan makhluk-
makhluk ciptaan Allah yang lain. Dengan dibekali akal untuk mengelola keseimbangan
alam ini, sesuai dengan firman Allah SWT di dalam Al-Qur’an bahwa manusia
diciptakan sebagai khalifah di bumi.
Hubungan ilmu dengan kemanusiaan sangatlah erat sekali, manusia mewujudkan
sifat-sifat baiknya dan memelihara kelangsungan dan memenuhi kebutuhan hidupnya
juga dengan ilmu. Orang yang beriman dan berilmu akan memperoleh kedudukan yang
tinggi. Keimanan akan menjadi pendorong untuk menuntut Ilmu.
Ilmu membuat manusia sadar betapa kecilnya ia di hadapan ALLah, sehingga
akan tumbuh rasa takut kepada Allah bila melakukan hal-hal yang dilarang, hal ini
sejalan dengan firman ALLah:
‫ۤ ۗ هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬ ٌ ِ‫اس َوال َّد َو ۤابِّ َوااْل َ ْن َع ِام ُم ْختَل‬
َ ۗ ِ‫ َك ٰذل‬  ٗ‫ف اَ ْل َوانُه‬
ِ ‫اِ َّن َ ع‬ ‫اِنَّ َما يَ ْخ َشى َ ِم ْن ِعبَا ِد ِه ْال ُعلَمٰ ؤُا‬ ‫ك‬
‫َز ْي ٌز َغفُوْ ٌر‬ ِ َّ‫َو ِمنَ الن‬
“sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambanya
hanyaklah ulama (orang berilmu) ; (surat faatir:28)
C. Ilmu Untuk Kemaslahatan Hidup
Ilmu membuat manusia hidup lebih baik, seperti:
1. Manusia mengetahui diri dan dunianya
2. Manusia hidup dalam komunitas
3. Agama membantu manusia hidup lebih baik
Ilmu adalah kumpulan dari pengetahuan yang diperoleh melalui kegiatan penelitian
ilmiah yang hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuwan. Ilmu merupakan
produk dari proses berfikir manusia. Ilmu bersifat netral pada bagian epistemologi dan
ontologi saja sedangkan pada tingkat aksiologi ilmu terikat dengan nilai-nilai, termasuk
dalam hal ini ilmu kesehatan. Dalam memanfaatkan atau menggunakan ilmu maka
hendaknya kita berlandaskan kepada moral sebagai landasan normatifnya.
Melihat bagaimana ilmu sangat berperan dalam menentukan proses-proses yang
terjadi di dalam kehidupan manusia maka sudah tentu harus dibingkai dengan niliai-nilai
moral agar keberadaannya benar-benar membawa kemanfaatan yang sebenarnya bagi
kehidupan. Dengan demikian kedudukan ilmu yang seakan-akan begitu berkuasa ini
mengharuskan seseorang ilmuan yang memiliki landasan moral yangn kuat, ia harus tetap
memegang idiologi dalam mengembangkan dan memanfaatkan keilmuannya. Tanpa
landasan dan pemahaman terhadap nilai-nilai moral, maka seorang ilmuan bisa menjadi
“monster” yang setiap saat bisa menerkam manusia, artinya bencana kemanusiaan akibat
ilmu pengetahuan manusia bisa setiap saat terjadi.

D. Ayat dan hadits yang relevan


Al-Qur’an menganggap begitu pentingnya bukti dan kesahihan, sehingga
menasihatkan orang-orang yang beriman agar tidak menerima sesuatu yang berada di luar
pengetahuan mereka. Ayat sucinya yang berbunyi, “Janganlah menuruti sesuatu yang
engkau tidak tahu apa-apa tentangnya. Sesungguhnya, telinga, mata, dan akal harus
bertanggung jawab untuk itu..

a. Objek ilmu

Objek ilmu menurut ilmuwan muslim mencakup alam materi dan nonmateri. Tentu
ada tata cara dan sarana yang harus digunakan untuk meraih pengetahuan tentang hal
tersebut:

 Surah Al-Nahl ayat 78 berbunyi: “ Dan Allah mengeluarkan kamu dari


perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi
kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (Q.S. Al
Nahl/16: 78).
Ayat ini mengisyaratkan penggunaan empat sarana yaitu : pendengaran, mata
(penglihatan) dan akal, serta hati.
 Surah yunus ayat 101: Artinya : "Katakanlah “perhatikanlah apa yang ada di
langit dan di bumi.” (Q. S. Yunus/10: 10).
 surah Al-Ghasyiyah ayat 88
 “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan,. Dan
langit, bagaimana ia ditinggikan;. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?.
Dan bumi bagaimana ia dihamparkan” (Q.S. al Ghasyiyah/88: 17-20”.
 Surah Al-Syu’araa ayat :
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya Kami
tumbuhkan di bumi itu pelbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik” (Q.S. Al-
Sya’araa’/26: 7)”

b. Kategori Ilmu

Dalam khazanah Islam, terdapat dua kategori ilmu pengetahuan yaitu : Ilmu-
ilmu umum dan ilmu-ilmu agama. Adanya ilmu-ilmu umum dipahami dari surat
Fathir/35:27-28, dan adanya ilmu-ilmu agama dari surat at-Taubah/9:122 yang artinya
“Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami
hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara
gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya
dan ada (pula) yang hitam pekat.”(Q.S. Fathir/35:27)”.
Di dalam ayat ini, Tuhan meminta manusia agar memperhatikan bagaimana
hujan turun dari langit. Hal ini minimal bisa membuahkan pengembangan ilmu-ilmu
meteorology. Pengamatan terhadap hujan yang menumbuhkan aneka ragam tumbuh-
tumbuhan paling kurang dapat memicu berkembangnya ilmu-ilmu biologi dan kimia.
Manusia juga diminta untuk memperhatikan gunung-gunung,menyangkut struktur dan
kelakuannya. Ini bisa menjadi cikal-bakal pengembangan ilmu-ilmu geologi dan
fisika. Ayat tersebut, dengan demikian, menghendaki pengembangan kelima cabang
ilmu alam.
Dalam ayat berikutnya :

Yang artinya : “Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata


dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambanya, hanyalah ulama.
Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi maha Pengampun.” (Q.S. Fathir/35: 28)”.

Dalam ayat ini, Allah menyuruh manusia agar mengamati dirinya sendiri,
hewan, dan ternak, yang beragam jenisnya. Jadi, ayat tersebut jelas menghendaki
pengembangan ilmu-ilmu sosial dan humanior.

Di pihak lain, dalam surah at-Taubah/9:122:

Yang artinya :“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu’min itu pergi semuanya
(ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. at-Taubah/9: 122)”.

 Allah mencela sikap yang selalu mengejar dunia saja. Dalam setiap golongan,
Allah menghendaki adanya sekelompok orang yang mendalami agama, menasehati
dan memajukan masyarakat.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu yang diisyaratkan al-Qur’an
dalam banyak hal, meliputi segala pengetahuan yang bisa menyingkap hakikat segala
sesuatu serta dapat menghilangkan kabut kebodohan dan keraguan dari akal manusia.
Obyeknya dapat berupa alam atau pun manusia wujud maupun gaib. Demikian pula
metode pengetahuannya, bisa berupa indra dan empiris ataupun akal.

Anda mungkin juga menyukai