PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni merupakan unsur penting bagi terbentuknya
suatu peradaban. Islam sangat memperhatikan pentingnya ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni dalam kehidupan umat manusia.. Martabat manusia di hadapan Allah, selain ditentukan
oleh kualitas peribadatannya, juga ditentukan oleh kemampuannya dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam kehidupannya.
Peradaban Islam pernah mengalami masa-masa keemasan (Golden Age), yaitu masa
ketika peradaban Islam mencapai puncak kejayaannya. Hal ini ditandai dengan pesatnya
kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, sehingga peradaban Islam mampu
memimpin peradaban dunia. Jika pada masa Dinasti Abbasiyah umat Islam mampu menjadi
sumber ilmu pengetahuan dan menjadi kiblat peradaban dunia, termasuk Barat, saat ini
justru umat Islam tertinggal jauh sekali terutama dalam perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Oleh karena itu, perlu upaya rekonstruksi untuk menata kembali berbagai
aspek dalam kehidupan umat Islam baik dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi,
maupun seni yang merupakan bagian dari peradabannya, agar sesuai dengan nilai-nilai
ajaran Islam. Dengan cara ini umat Islam akan mampu menghidupkan kembali warisan lama
peradaban Islam dan mengembangkannya secara optimal sehingga dapat mewujudkan
kehidupan keagamaan yang mengedepankan nilai-nilai Islam universal atau rahmatan
lil’alamin.
Modul ini terdiri dari 3 Kegiatan Belajar (KB). Kegiatan Belajar 1 membahas tentang
Konsep IPTEKS dan Peradaban dalam Islam, Kegiatan Belajar 2 menjelaskan tentang IPTEKS
Sebagai Hasil Peradaban Islam, dan Kegiatan Belajar 3 menerangkan Kedudukan Islam
sebagai Sumber Peradaban.
Setelah membaca modul ini Anda diharapkan mampu menjabarkan konsep Ipteks dan
peradaban yang sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam dan menjadikan Islam sebagai sumber
peradaban sehingga Anda mampu mengembangkan peradaban guna mewujudkan
kesejahteraan bagi umat manusia. Adapun tujuan khusus yang diharapkan dari modul ini
adalah Anda mampu:
1. Menjelaskan pengertian IPTEKS dan Peradaban dalam Islam
2. Membedakan antara kebudayaan dan peradaban dalam Islam
3. Menjelaskan wujud dan prinsip-prinsip dasar peradaban Islam
4. Menjelaskan keterkaitan IPTEKS sebagai hasil peradaban Islam dengan peradaban
sebelumnya
5. Menjelaskan perkembangan IPTEKS dalam Islam
6. Menjelaskan tokoh-tokoh penemu IPTEKS dalam Islam, dan temuannya
7. Membedakan Islam sebagai agama dan Islam sebagai budaya
8. Menjelaskan peran Alquran dan hadis sebagai sumber peradaban Islam
9. Menyebutkan contoh ayat Alquran yang menjadi sumber peradaban Islam
Untuk memenuhi harapan di atas, ada beberapa strategi membaca dan belajar yang
perlu Anda lakukan:
1. Sebelum Anda membaca materi dengan seksama, ada baiknya jika Anda melihat peta
konsep yang memetakan secara global materi yang harus dipahami.
2. Anda dapat menambahkan catatan pinggiran untuk menandai konsep-konsep penting
untuk dipahami dan didiskusikan.
3. Anda dianjurkan mengerjakan setiap latihan/tugas yang ada dalam modul ini.
4. Untuk mengetahui seberapa jauh materi yang sudah Anda kuasai, Anda harus
mengerjakan tes formatif yang ada pada setiap akhir Kegiatan Belajar.
PETA KONSEP
KEGIATAN BELAJAR 1: KONSEP IPTEKS DAN PERADABAN DALAM ISLAM
A. Pengertian IPTEKS
IPTEKS merupakan singkatan dari Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni. Kata “ilmu”
berasal dari bahasa Arab ‘ilm yang memiliki beberapa arti, antara lain pengetahuan,
pengajaran, adat, pemberitahuan dan pendapat. Jamak dari ‘ilm adalah ‘ulum yang berarti
science (ilmu pengetahuan), dan al’ulum yang berarti natural science (ilmu alam) (Hans Wehr,
1974:635).
Dari definisi tersebut pengertian antara ilmu dan ilmu pengetahuan sepintas sama,
yakni berkaitan dengan pengetahuan, pengajaran, kepandaian, dan pendapat. Namun, para
ahli membedakan antara pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Pengetahuan adalah sesuatu
yang diketahui. Pengetahuan pada umumnya bersifat common sense atau pendapat umum
yang belum teruji secara empiris dan belum tersusun secara sistematis. Sementara ilmu
pengetahuan atau scientific knowledge adalah pengetahuan yang bersifat ilmiah, yang
dihasilkan melalui proses penelitian, pembuktian, pengujian dan percobaan secara
mendalam, sistematis, obyektif dan komprehensif, menggunakan berbagai metode dan
pendekatan penelitian (Abuddin Nata, 2011: 363-364).
Dalam perkembangannya, para ahli membagi ilmu pengetahuan menjadi ilmu
pengetahuan alam (natural sciences) dan ilmu pengetahuan sosial (social sciences). Ilmu
pengetahuan alam berisi teori-teori yang bersifat objektif, pasti, dan memiliki response time
(reaksi waktu) yang pasti misalnya, teori yang mengatakan setiap benda cair bentuknya akan
mengikuti bejana tempat benda cair tersebut diletakkan atau teori yang mengatakan jika air
dipanaskan akan mendidih, dan jika didinginkan akan membeku. Teori ini dapat dibuktikan
kebenarannya dengan mengambil air dan memasukkannya ke dalam bejana lalu diletakkan
di atas kompor menyala, maka dalam jangka waktu tertentu air ini akan diketahui reaksinya.
Sementara dalam ilmu pengetahuan sosial, teori-teorinya bersifat subjektif, tidak pasti dan
tidak memiliki time response yang pasti. Misalnya teori tentang masuknya Islam ke Indonesia,
ada yang mengatakan Islam masuk ke Indonesia langsung dari Arab, dari Cina, dari India
maupun Persia. Semua teori ini masing-masing memiliki argumentasi dan alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya (Abudin Nata, 2011:364-365).
Ilmu pengetahuan membuat manusia menjadi dekat dengan Penciptanya dan terangkat
derajatnya. Allah berfirman dalam Alquran:
ْبْال ُمف ِس ِد ا
ْ ْْين ُّْ اّللاْاْلْ ُُِي
َّْ ْضْإِ َّْن ْ ِْاد
ِْ فْاْلار ْاواْلْتاب ِْغْال اف اس ا
Artinya: “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (Q.S. al-Qashash, 28: 77).
Pada masa Bani Abbasiyah, ilmu yang berkembang tidak hanya terbatas pada ilmu-
ilmu keagamaan, melainkan ilmu-ilmu non keagamaan seperti matematika, kedokteran,
astronomi, fisika, kimia, sastra dan seni, berkembang dengan pesat. Perkembangan keilmuan
pada masa ini disebabkan beberapa hal seperti dukungan penuh penguasa terhadap
perkembangan ilmu yang diwujudkan dalam bentuk penerjemahan berbagai disiplin
keilmuan karya-karya Yunani dan Persia ke dalam bahasa Arab, pendirian Bait al-Hikmah
sebagai lembaga pusat pengembangan ilmu, dan adanya sikap ilmiah yang terbuka, obyektif
dan kritis dari para ilmuwan Muslim (Muqowim, 2012: 4-5).
Sejarah mencatat nama-nama ilmuwan muslim yang berperan penting dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, yang merupakan hasil peradaban
umat Islam, yang mempengaruhi peradaban dunia. Beberapa ilmuwan muslim yang
berperan dalam berbagai bidang keilmuwan di antaranya adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq
Al-Kindi, populer disebut “Filosof Arab”, meski menulis berbagai subjek selain filsafat,
seperti mineralogy, metalurgi, geologi, fisika, farmakologi dan obat-obatan (al-Hasan, 1993:
51). Ia merupakan ilmuan muslim pertama yang menulis tentang musik kaitannya dengan
notasi dalam penentuan nada suara (Myers, 2003: 1-2).
Berikutnya Hunayn bin Ishaq, penerjemah terbaik di masa Bani Abbasiyah. Buku-buku
yang diterjemahkan adalah karangan Galinos, Hipocrates, Ptolemeus, Euclid, Plato,
Aristoteles, dan lain-lain (Hitty, 2010: 388-391). Selain menerjemah ia juga menulis karya
orisinil di bidang kedokteran, filsafat, geografi, meteorology, zoology, linguistik dan
keagamaan (Al-Hasan & Hill, 1993: 51).
Abu Ali bin Al-Hasan Ibn Al-Haytsam, seorang fisikawan muslim dan ahli matematika
ternama. Ia adalah tokoh besar optik yang karya-karyanya dipelajari di Universitas-
universitas Eropa hingga Abad ke 18 M dan berpengaruh pada karya Kipler dan Galileo.
Karyanya yang berjudul Kitab al-Manadhir (kitab tentang optik) diterjemahkan ke dalam
bahasa latin dan dijadikan rujukan oleh Roger Bacon dan ahli fisika Jerman, Witelo. Karya-
karyanya berpengaruh besar terhadap perkembangan dunia ilmu pengetahuan dalam Islam
dan juga Barat (Heriyanto, 2011: 143).
Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi ilmuan muslim yang berkontribusi besar dalam
bidang matematika. Karyanya yang berjudul Hisab al-Jahr wa al-Muqabalah, yang dilengkapi
dengan lebih dari 800 contoh, setelah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Gerard dari
Cremona pada abad ke 12, buku tersebut masih dipergunakan sebagai buku teks matematika
yang penting di universitas-universitas Eropa. Al-Khawarizmi berperan penting dalam
memperkenalkan angka-angka Arab yang disebut algoritma, ke Benua Eropa sesuai dengan
namanya (Hitty, 2010: 474-475).
Jabir bin Hayyan, ahli kimia muslim yang termashur. Ia dianggap sebagai penemu
metode evaporatin, filtration, sublimation, calcination, melting, distillation, dan crystallization yang
sangat terkenal. Ia dikenal sebagai pendiri laboratorium kimia pertama. Ia menulis lebih dari
500 karya ilmiah dalam berbagai bidang seperti filsafat, fisika, astronomi, astrologi, musik,
kedokteran, kegamaan dan yang paling banyak adalah tentang kimia. Beberapa karyanya
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, kemudian disalin ke berbagai bahasa Eropa seperti
Inggris, Prancis, dan Spanyol. Beberapa kompilasi karya Jabir dalam bahasa Inggris adalah
Book of The Composition of Alchemy, The Works of Geber dan Sun of Perfection (Heriyanto, 2011:
182).
Abu Al-Abbas Ahmad Al-Farghani, ahli astronomi muslim yang terkenal karena
banyak menulis karya tentang pergerakan benda langit. Beberapa karyanya yang penting
adalah Ushul Ilm An-Nujum (Dasar-dasar ilmu astronomi) dan al-Madkhal ila ‘Ilm al-Falak
(Pengantar Ilmu Falak) (Mirza dan Shiddiqi, 1986: 175).
Abu Ali Al-Husain bin Sina, biasa disebut Ibnu Sina, Ia menulis lebih dari 200 karya
tentang kedokteran, filsafat, geometri, astronomi, teologi, filologi dan seni. Karyanya yang
terkenal adalah Kitab Asy-Syifa, sebuah ensiklopedi filsafat yang didasarkan pada tradisi
Aristotelian yang telah dipengaruhi oleh Neo Platonisme dan teologi Islam, dan al-Qanun fi
Ath-Thib, yang merupakan kodifikasi pemikiran kedokteran Yunani-Arab (Hitti, 2010: 459-
461).
Penerjemahan buku-buku ilmiah karangan ilmuan-ilmuan muslim ke dalam bahasa
Latin berkontribusi besar bagi lahirnya Zaman kebangkitan Eropa yang dikenal dengan nama
Renaissance. Beberapa orang Eropa sendiri sebagian mengakui bahwa mereka tak mungkin
mengenal kebudayaan dan peradaban seperti sekarang ini jika tidak mendapat pengaruh dari
para intelektual muslim (Nasution, 1996: 301-303).
RANGKUMAN
Sebelum peradaban Islam lahir, telah ada peradaban-peradaban besar dunia seperti
peradaban Mesopotamia, Mesir Kuno, Yunani, Romawi, Persia, India, dan China. Peradaban
itu saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Sebuah peradaban mengambil unsur-
unsur peradaban sebelumnya kemudian mengembangkannya dan memberi bekal kepada
peradaban selanjutnya sehingga membentuk mata rantai yang berkelanjutan.
Perkembangan IPTEKS dalam Islam dimulai sejak masa Rasulullah saw, Khulafa
Rasyidun, dan Bani Umayyah. Ilmu yang berkembang adalah ilmu-ilmu keagamaan.
Selanjutnya pada masa Bani Abbasiyah, ilmu-ilmu non keagamaan seperti matematika,
kedokteran, astronomi, fisika, dan kimia berkembang pesat karena beberapa faktor di
antaranya adalah penejemahan karya Yunani dan Persia ke dalam bahasa Arab, didirikannya
lembaga pusat pengembangan keilmuan yang terkenal dengan nama Bait al-hikmah, dan
adanya sikap kritis dan ilmiah dari para ilmuwan muslim.
Beberapa nama ilmuwan muslim yang berperan penting dalam pengembangan IPTEKS
dalam Islam di antaranya adalah: Al-Kindi, Hunain Bin Ishaq, Ibnu al-Haitsam, Al-
Khawarizmi, dan Ibnu Sina, serta masih banyak lagi nama-nama yang belum disebutkan.
Bucaille meyakini bahwa Alquran benar-benar wahyu Allah Swt. Menurutnya, semua
ayat Alquran masuk akal dan mendorong kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Keyakinannya ini kemudian menuntunnya untuk memeluk Islam (Wirapradja, 2005: vi ).
Alquran membantu manusia mengungkapkan peradaban masa lalu untuk dijadikan
sebagai bahan pelajaran dan agar manusia senantiasa melakukan dialog dengan peradaban-
peradaban sebelumnya. Sebab pergulatan peradaban merupakan fenomena alam yang telah
berlangsung sepanjang zaman. Alquran menegaskan:
ْوب ْ اْوقاباائِ اْل ْلِتا اع اارفُوا ْإِ َّْن ْأاكارام ُكمْ ْعِن اْد
ًْ َُّاس ْإِ َّّْن ْ اخلاقناا ُكمْ ْ ِمنْ ْذا اكرْْ اوأُن ثاىْ او اج اعلْناا ُكمْ ْ ُشع
ُْ اَيأايُّ اها ْالن
ْ ْاّللاْ اعلِيمْْ اخبِي
َّْ ْاّللِْأات اقا ُكمْْإِ َّْن
َّْ
Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dalam keadaan sama, dari
satu asal: Adam dan Hawa. Lalu Kami jadikan, dengan keturunan, berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku, supaya kalian saling mengenal …” (Q.S. al-Hujurat, 49: 13).
Inilah yang mengantarkan manusia mengalami kemajuan dan struktur peradaban
dapat berkesinambungan, Allah Swt berfirman:
ِْ يْالن
ْ َّاس ْاوتِل ا
ْكْاْل َّاَي ُْمْنُ اْدا ِوُُلااْبا ا
Artinya: “…dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar
mereka mendapat pelajaran)” (Q.S. Ali Imran, 3: 140).
Dialog antarperadaban merupakan sesuatu yang niscaya, sebab sebuah bangsa ketika
sedang mengalami kejayaan terkadang memberikan pengaruh pada peradaban lain,
sebaliknya ketika mengalami kemunduran, cenderung dipengaruhi oleh peradaban lain.
Bangsa yang kuat hanya akan mengambil pengaruh positif dari peradaban lain, sedangkan
bangsa yang lemah akan cenderung mengadopsi segala sesuatu dari peradaban lain, baik
yang positif maupun yang negatif. Agar dapat berinteraksi dan berdialog dengan peradaban
lain, umat Islam harus mengenal identitas peradabannya sendiri terlebih dahulu. Allah Swt
berfirman:
Tauhid, perbuatan yang menegaskan bahwa Allah itu Esa, Pencipta mutlak lagi utama,
Tuhan semesta alam, merupakan intisari peradaban Islam (Ismail R. al-Faruqi dan Lois
Lamya al-Faruqi, 2003: 109). Dengan demikian identitas peradaban Islam tertuang dalam
nilai-nilai tauhid.
Melalui pengamatan, kajian dan pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni,
Allah menghendaki manusia agar dapat lebih merasakan kebesaran, kehebatan dan
keagungan-Nya. Allah Swt menciptakan manusia di muka bumi sebagai hamba dan Khalifah
Allah yang bertugas memakmurkan kehidupan di bumi. Manusia diberi kebebasan untuk
berkreatifitas. Dalam berkreatifitas manusia dituntut untuk mematuhi rambu-rambu yang
telah ditentukan oleh Allah dalam Alquran dan hadis. Manusia dipersilahkan
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang merupakan wujud
kreativitasnya, sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
RANGKUMAN
Seorang muslim harus mampu memelopori dan membimbing terwujudnya peradaban
yang berlandaskan Islam, yaitu dengan memelihara dan mempertahankan peradaban yang
sudah ada selama menunjukkan nilai yang positif dan berguna bagi kehidupan manusia,
membuang nilai-nilai yang bertentangan dengan ajaran Islam dan menggantikannya dengan
yang baru sesuai dengan ajaran Islam (al-muhafadzatu ala al-qadim ash-shalih wa al-akhdzu bi al-
jadid al-ashlah). Dinamika peradaban menuntut dialog dengan peradaban lain. Sehingga tidak
ada salahnya umat Islam menerima sebagian dari hasil peradaban Barat misalnya, bukan
untuk mengadopsi basic ideologinya, karena kita memiliki identitas peradaban sendiri,
melainkan untuk menggali bagaimana Barat dapat mencapai kemajuan dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni seperti sekarang ini.
Ilmu pengetahuan, teknologi dan seni sebagai hasil peradaban umat Islam hendaknya
diarahkan sebagai media dalam menegakkan nilai-nilai tauhid dan menebarkan nilai-nilai
ajaran Islam yang universal.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hassan, Ahmad Y. dan Hill, Donald R. 1993. Teknologi dalam Sejarah Islam, terj: Yuliani
Liputo. Bandung: Mizan.
Al-Syarqawi, Effat. 1986. Filsafat Kebudayaan Islam. Bandung: Pustaka.
Asari, Hasan. 1994. Menyingkap Zaman Keemasan Islam. Bandung: Mizan.
Bucaille, Maurice. 2007. Fir’aun dalam Bible dan Alquran: Menafsirkan Kisah Historis Fir’aun dalam
Kitab Suci Berdasarkan Temuan Arkeologi. Bandung: Mizan Publika.
Faruqi al-, Ismail R. dan Lois Lamya al-Faruqi. 2003. Atlas Budaya Islam, Menjelajah Khazanah
Peradaban Gemilang, terj: Ilyas Hasan. Bandung: Mizan.
Fikri El-, Syahruddin. 2010. Situs-situs dalam Alquran; Dari Peperangan Daud Melawan Jalut
Hingga Gua Ashhabul Kahfi. Jakarta: Republika.
Hitti, Philip K. 2010. History of The Arabs, terj: R Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi.
Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Huntington, Samuel P. 2000. Benturan Antar Peradaban dan Masa Depan politik Dunia, terj.
Yogyakarta: Qalam.
Karim, M. Abdul. 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher.
Khaldun, Ibnu. 1986. Muqaddimah, terj.Ahmadi Toha. Bandung: Pustaka Firdaus.
Koentjaraningrat. 1985. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
Mirza, Muhammad R. dan Shiddiqi, Muhammad Iqbal. 1986. Muslim Contribution to Science.
Pakistan: Kazi Publication.
Muntoha dkk. 2002. Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: UII Press.
Muqowim. 2012. Genealogi Intelektual Saintis Muslim. Jakarta: Kemenag RI.
Myers, Eugen A. 2003. Arabic Thought and The Western World in The Golden Age of Islam, terj: M.
Maufur el-Khori. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.
Nasution, Harun. 1982. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan
Bintang.
Nasution, Harun. 1996. Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran. Bandung: Mizan.
Nata, Abuddin. 2011. Studi Islam Komprehensif. Jakarta: Kencana.
Pranggono, Bambang. 2005. Percikan Sains dalam Alquran. Bandung: Khazanah Intelektual.
Shihab, M. Quraish. 2007. Wawasan Alquran. Bandung: Mizan.
Sunanto, Musyrifah. 2003. Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan. Bogor:
Kencana.
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Tim Redaksi (Dendy Sugondo, Pimpinan Redaksi). 2015. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Bahasa. Jakarta: Depdiknas bekerjasama dengan Gramedia. Edisi Keempat.
Wehr, Hans. 1974. A Dictionary of Modern Written Arabic. Beirut: Librarie Du Liban dan
London: Macdonald & Evans LTD.
Wijdan, Aden dkk. 2007. Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Safiria Insania Press
bekerjasama dengan PSI UII.
Wirapradja, Saefullah. 2005. “Tafsir Ekstrem Ayat Alquran” Kata Pengantar dalam Bambang
Pranggono, Percikan Sains dalam Alquran. Bandung: Khazanah Intelektual.
Yahya, Harun. 2007. Alquran dan Sains, terj: Tim Penerjemah Hikmah Teladan. Bandung:
Dzikra.
GLOSARIUM